Angkasa khawatir dengan Angga hari ini, padahal dia yang akan menuju ke rumah sakit saat ini. Alih alih mengkhawatirkan kesehatannya, dia cemas memikirkan Angga.
Memang kalau cinta, sudah buta akan segalanya.
“Telpon angga apa ga ya?” “Telpon aja, entar marah marah lagi.”
tut tut tut
“Halo mas?” Angkasa berusaha sangat keras tidak teriak saat ini. Dia belum terbiasa dengan panggilan itu, dia hanya tersenyum menahan salah tingkahnya.
“Iya dek, maaf baru ngabarin sekarang hari ini kita ga ke wo dulu ya?” Kata Angkasa tiba tiba yang mendapat respon diam. Mungkin Angga syok kenapa Angkasa bisa semudah ini membatalkan rencana.
“Gabisa dong mas, kamu ngapain? Kan udah janji sama wo nya hari ini bahas dekor nya.”
“Maaf dek, tapi aku sekarang otw ke rumah sakit. Aku gaenak badan, ngerasa aneh makanya mau ke Talisha sekarang.”
“Kok ga bilang sih mas, aduh aku otw. Kamu dianter sapa ini?”
“Maaf bikin khawatir, aku pake grab.”
“Tunggu aku kesana.”
“Iya makasih dan maaf ya.”
“Gapapa, daripada kita lanjut entar kamu tambah sakit gimana coba.”
Angkasa sudah berada di ruang perawatan dan segera menemui Talisha selaku dokter jaga disana. Dan dia tak sengaja bertemu Dew.
“Eh Angkasa. Lo kenapa lagi? Pucet gitu. Jangan jangan lo ngeluh tentang sesuatu ya?” Kata Dew sambil memegang perut Angkasa yang disana terdapat dua ginjal hasil transplantasinya.
“Aduh. Jangan di teken Dew.” Jerit Angkasa lirih.
Dew lalu memasang wajah khawatir.
“Eh itu Talisha. Angkasa mending lo di ronsen dulu. Gue mau liat.”
“Oke.”
“Talisha, Angkasa kita ronsen aja dulu ya.”
“Aku takut ada komplikasi.” Bisik Dew kepada Talisha
Angkasa terlihat gugup. Lagi lagi yang dia takutkan adalah mengecewakan Angga. Terlepas dari kesehatannya, Angkasa lebih takut dengan kekecewaan Angga.
“Talisha, gue ga kenapa napa kan?” Kata Angkasa yang yang melihat raut wajah Talisha yang tidak karuan.
“Em Angkasa sorry to say, tapi sebelum transplantasi gue yakin ginjal yang lo terima itu sehat.”
Angkasa menunggu kata selanjutnya.
“Lalu?”
“Tapi kenapa salah satunya gagal berfungsi.” Kata Talisha sambil menunjuk hasil ronsen yang ada di atas meja.
Angkasa menghela nafas berat. Dia merasa sangat bersalah sekarang.
“Hais, gue gimana?”
“Lo harus rawat inap setidaknya seminggu, kita harus liat perkembangan lo secara dekat. Sebenernya boleh di rumah tapi gue gayakin lo bisa diem doang, pasti entar keluar kesana kemari malah bikin fatal.”
“Tapi tal 3 hari lagi-”
“Angkasa, don't worry about that. All you have to do itu sembuh.” “Acaranya batalin dulu. Gue tau ini bakal bikin semua orang kecewa, entar kalo tau yang sebenernya kan paham juga.”
“Ruang melati kan?” Tanya Angkasa.
“Heem.”
Angkasa hafal sekali di rumah sakit ini kamar untuknya hanya ruang Melati. Ruangan khusus penyakit dalam dan terletak paling ujung di gedung rumah sakit.
Banyak kenangan yang tidak terlupakan di ruangan itu. Ruangan dimana bisa membuat orang yang paling dia sayangi menangis dan memohon.
“Mas Angkasa!” Panggil Angga dari kejauhan menuju kepada Angkasa yang sudah memakai baju pasien. “Mas-”
“Maaf Angga.”
Angga lalu memeluk Angkasa erat sambil berbisik,
“Kamu kenapa pake baju pasien? Jangan bilang..”
“Ruang melati, Ngga.” Untuk kesekian kalinya hati Angga terasa sakit. Hidup berjalan seperti ini. Setelah hari bahagia pasti ada hari yang buruk.
Angga berjalan pelan tidak percaya harus menuju ke ruangan paling dia takuti selama ini, dia berharap tidak kembali kesini lagi.
“Angga, ikut gue keluar bentar ya?” Ajak Talisha. “Angkasa baring aja entar perawat ngasih infus, tunggu.”
Angga keluar dengan badan yang lemas dan lesu.
“Ngga, gue tau ini berat apalagi 3 days later kalian mau bikin acara besar. Tolong ngertiin Angkasa ya Ngga? Terima Angkasa apa adanya ya? Gue sama paramedis disini berusaha yang terbaik.”
“Kak, kapan sih gue ngeluh tentang Angkasa? Gapernah kak. Walaupun kadang gue marah, Angkasa aja ngabarin gue pas di jalan menuju kesini.”
“Kabarin yang lain ya Ngga? Tenangin diri, gue panggilin Dew abis ini okay.”
“Kak Talisha, gue tau lo dokter terbaik buat Angkasa, so please rawat Angkasa.”
“Iya Angga.”
xxpastelline