Masklepond

Pantai

#Pantai

Bisa bisanya senyuman mu lebih indah dari suara deru ombak pagi ini.

Pagi pagi buta, sepasang kekasih ini sedang sibuk menyiapkan pakaian dan peralatan piknik yang mereka butuhkan.

Oh iya, belum kenalan sama pasangan yang sangat dikenal masyarakat dunia maya. Gaharu dan Ishara, terkenal akan ketenarannya di sosial media. Pasangan ini semacam ullzang begitu.

Hari ini mereka memutuskan untuk berlibur ke pantai untuk melepas penat. Sesampainya mereka di pantai, banyak yang memanggil mereka karena memang se terkenal itu.

“Kak Hara! Kak Haru! Lagi liburan yaa?” Teriak seorang gadis dari jarak lumayan jauh.

“Iya nih, kamu jugaa?”

“Iyaa, sehat sehat terus yaa kak!!”

“Amin, kamu juga yaaa-!”

Hara dan Haru terkekeh melihat tingkah gadis itu. Hara membuka tikar nya di pinggir Pantai, Haru menyiapkan makanan. Hari ini bahagia sekali.

“Haru, ada yang sakit ga?” Tanya Hara kepada Haru.

“Engga, jangan tanya gitu ya? Kita lagi seneng seneng.”

“Tapi kan 3 hari lagi-“

“Sssttt. Diem.”

Hara diam seperti yang Haru perintahkan.

Tiga hari kedepan Haru akan menjalani suatu operasi yang mengharuskannya bersenang senang dulu sekarang sebelum tiga hari kedepan tidak bisa kemana mana. Haru meminta Hara menemaninya.

Pingsan, pendarahan dan batuk darah adalah makanan sehari hari Haru. Untungnya Hara adalah pacar yang sabar dan benar benar mencintai seorang Gaharu. Ya, mereka tinggal bersama di rumah kecil yang mereka beli bersama sejak lulus kuliah dulu.

Hara sebenarnya tidak ingin tinggal bersama dengan Haru karena takut merepotinya. Tapi Hara menyakinkan Haru untuk tinggal bersama karena hidup berdua mungkin akan lebih mudah. Saling jaga katanya. Tapi sekarang malah Haru yang merepotkan Hara, tapi itu bukan masalah besar untuk Hara.

“Hara, suara ombaknya indah kan?” Tanya Haru. “Tapi menurutku lebih indah senyumanmu deh Har ahaha.”

Hara hanya tersenyum melihat pacarnya ini. Haru orang yang kuat di mata Hara. Kuat sekali. Bahkan di masa sulitnya seperti ini dia masih tersenyum dan mengajak nya berkeliling. Tubuh Haru sebenarnya sudah tidak kuat lagi menahan semua ini, tapi dia berusaha sekuat tenaga tidak terlihat lemah agar Hara tidak terlalu khawatir.

“Hara gamau cerita apa apa ke aku? Di dengerin sambil tiduran di paha boleh?” Tanya Haru, Hara menerimanya dan mengusap surai kekasihnya yang sudah terbaring di pahanya.

“Emm, apa ya aku mau cerita tentang apa yaa.” Gumam Hara.

“Apa aja deh di dengerin.” “Tapi aku ngantuk, jadi dongengin ya?”

Hara bercerita tentang tempat kerjanya yang sangat padat dan dipenuhi banyak anak magang, kantin yang ada disana pun mempunyai banyak makanan. Dia ingin mengajak Haru kesana sesekali, dibalas senyuman oleh Haru dibawahnya.

Lama kelamaan Hara bercerita tentang kecerobohan Haru saat mereka baru saja jadi pasangan.

Kini suara ombak mendominasi di telinga Hara. Kekehan yang tadi dia terima mulai hilang, ternyata Haru sudah tertidur pulas di pahanya.

Hara tersenyum.

Sepersekian detik ada di pangkuannya, deru ombak semakin besar hingga menyentuh kakinya tanda akan pasang.

“Haru, bangun yuk. Ini udah tinggi lautnya kita pindah dulu.”

“…”

“Haru.” Kata Hara menggoyangkan badan Haru.

“Haru? Bangun bentar sayang.” Usap Hara pada pipi Haru. Masih tidak ada jawaban.

Tuhan haruskah begini? Ombak dan angin menjadi saksi kepergian kekasihku. Aku merasakannya tepat dipangkuan ku.

“Haru jangan bercanda gini ah.”

..

“Haru.” Hara mulai menangis merasakan tubuh Haru mendingin, wajahnya semakin pucat di pangkuannya.

“Haru udah pergi?” “Har, aku belum bilang selamat tinggal kok udah di tinggal?” Mungkin kedengarannya bercanda, tapi sekarang Hara sedang menangis sesak. Dadanya seperti dihantam peluru berkecepatan tinggi.

Hara masih dalam kegiatan menangisnya dipinggir pantai dan Haru yang terbaring lemas di pangkuannya. Kekasihnya pulang ke pelukan semesta tanpa ada kalimat selamat tinggal.

”Padahal sebelumnya kamu masih senyum di depan aku bahkan nyium kening ku. Aku bahkan ga nyangka itu terakhir kali aku ngeliat kamu dan ngerasain kecup kening mu. Selamat jalan Haru sayangku. Kamu bakal jadi cinta sehidup semati ku.” Bisik Hara yang bertabrakan dengan suara kicauan burung di tepi pantai.

Hara dipaksa semesta untuk ikhlas. Dia sama sekali belum menyiapkan diri dan mental untuk kepergian Haru. Walaupun sudah tau, tapi tetap saja dia tidak siap dan tidak akan pernah siap.

Pantai akan jadi saksi bisu seseorang telah kehilangan semesta nya.

#Pantai

Pantai kali ini indah sekali di hiasi oleh pujaan hati ku, Phuwin.

Sore yang sejuk dan sunyi hari ini, ada dua insan yang sedang jatuh cinta duduk di pinggir pantai yang suara ombaknya merdu seperti kicauan burung di pagi hari.

Dilan berbohong, bukan rindu yang berat, tapi restu semesta.

“Phuwin, pantainya indah?” Tanya salah satu pemuda disana.

“Iya kak, indah bangett!” Ujar nya balik.

Hari ini genap setahun usia hubungan mereka, Pond membawa Phuwin ke pantai dengan tujuan akan merayakan anniversary mereka.

Tidak perlu hal yang romantis, duduk berdua di pinggir pantai sambil ditabrak angin laut sore hari adalah hal yang cukup indah.

Selama setahun hubungan mereka sudah melewati banyak cobaan dan lika liku, seakan akan semesta tidak merestui. Tapi Pond memilih untuk melanjutkan hubungan ini walaupun Phuwin sebenarnya sudah menyerah dari dulu.

“Phu, happy anniversary” Ujar Pond.

Yang diajak berbicara diam dan tersenyum sambil memeluk kekasih nya.

Semesta tolong ajari aku menjelaskan semuanya, aku hanya tidak ingin menyakiti anak ini.

“Happy anniversary kak, makasih udah ada di samping aku selama ini. Sayang banget sama kakak.”

“Phu, what if..”

Phuwin menoleh agak ragu karena setiap ada kata “What if” keluar dari lisan seorang Pond, pasti ada sesuatu yang kurang mengenakkan.

“Kenapa kak? Beam lagi?”

Pond menghela nafasnya berat, seperti yang di katakan Phuwin barusan adalah fakta.

“Phu bukan aku yang minta.”

“Gapapa kak, harusnya bilang aja dari awal. Gausah bertahan selama ini.” Kata Phuwin sembari bangun dari pangkuan Pond.

“Tapi kan dulu aku udah bilang, aku mau pergi ga tega. Toh, kamu bilang gapapa juga.” Kata Pond menatap Phuwin yang sudah hampir meneteskan butiran yang sedari tadi dia tahan.

“Aku juga udah bilang kurang kurangin sayang nya ke aku, kamu pantes buat lebih sayang sama Prim, Phu.” Sambungnya.

“Tapi aku lebih sayang sama kakak.” Kata pemuda berumur 18 tahun itu.

“Kamu kira aku ga sayang kamu? Sayang. Sayang banget, Phu.”

Pertahanan Phuwin hancur disini. Dia terisak hingga tidak bisa berbicara.

“B-besok aku c-” Phuwin tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Pond sebenarnya tidak tega melihat Phuwin seperti ini, tapi bagaimana lagi? Sampai kapan mereka akan menjalani hubungan diambang ambang seperti ini.

Iya mereka sudah berpasangan, tapi disisi lain mereka mempunyai seseorang yang mereka sayang juga.

Dari awal hubungan ini di mulai, orang sekitar mereka tidak ada yang mendukung bahkan orang tua mereka sekali pun.

Alhasil, Pond dijodohkan dengan Beam. Untungnya Beam paham dengan keadaan Pond, jadi Beam menyuruh Pond untuk bertahan dengan Phuwin. Beam tidak terlalu mencintai Pond. Beam tau Pond akan lebih memilih Phuwin.

Sedangkan Phuwin, mencari pelariannya ke sahabat sedari kecil nya, Prim. Prim juga sama dengan Beam, dia paham betul kalau Phuwin sayang sekali pada Pond.

Tapi Pond dan Phuwin juga menyeimbangkan hubungan dengan Beam dan Prim. Bisa dibilang saling selingkuh, tapi menghasilkan simbiosis mutualisme. Buktinya mereka bisa bertahan selama setahun.

“Kak, kita udahan ya?” Kata Phuwin setelah sepersekian detik diam dan menangis. “Aku capek.” Sambungnya.

Pond ikut sesak. Dia tidak menyangka Phuwin akan mengatakan ini di tempat seindah ini.

“Phu-”

“Kak. Please. Stop, aku tau. 2 hari lagi kan? Udah sampe kok undangannya. Awalnya aku dateng kesini juga udah siap, aku kira kakak yang bakal bilang udahan.”

“Ternyata aku yang bilang.”

“Phu, kalo papa ga maksa aku ga gini.”

“Iya gapapa kak, kalo semesta udah bicara aku bisa apa?” “Gapapa.”

Terimakasih telah singgah di hati walau hanya sampai hari ini.