myeics

soonyoung itu pintar. cukup sekali mendengar penjelasan chan, soonyoung langsung bisa mengerti dan memahami semuanya.

soonyoung sudah mengatur jadwal bertemu dengan mingyu minggu ini— berpura-pura ada biztrip selama lima hari di bandung, padahal nyatanya tidak. soonyoung sengaja agar keduanya tidak bertemu dulu selama beberapa hari, mengikuti saran chan. lalu pada hari jumatnya, soonyoung sudah pesan kamar hotel di jakarta pusat untuk dirinya dan mingyu menghabiskan waktu berduaan.

you: nanti kamu langsung ke hotel aja gyu, soalnya aku lgsg dianter ke hotel sama driver kantor capek bgt soalnya mau lgsg mandi nanti sekitar jam 8an mungkin aku sampe sent 16.53

soonyoung juga sudah menyiapkan segalanya. soonyoung memaksa chan untuk membantunya memilih dildo merangkap vibrator yang chan sebutkan kemarin dan juga kostum yang nantinya akan dipakai untuk roleplay— walaupun soonyoung tidak yakin apakah mingyu akan suka.

yang jelas, soonyoung tahu kalau kekasihnya itu tidak suka kekerasan. mingyu tidak suka bdsm— apapun bentuknya. sekadar untuk memukul pantat soonyoung saja, mingyu tidak berani.

jangan harap mingyu mau mencekik lehernya sambil menghentakan penis di lubang analnya, karena mingyu tidak akan tega. mingyu juga anti untuk memanggil soonyoung dengan panggilan yang sifatnya merendahkan, karena mingyu begitu menghormati soonyoung. bagi mingyu, soonyoung hanya patut untuk dipuja, bukan dihina.

itulah salah satu penyebab mengapa kegiatan seksual mereka selalu terasa vanilla, plain. karena mingyu terlalu menyayangi dan menghormati tubuh soonyoung. mingyu selalu menyanjung tubuh soonyoung yang putih dan halus, dan ia tidak akan tega meninggalkan bekas disana. mingyu juga tidak akan membiarkan soonyoung menangis atau merintih kesakitan walaupun itu bagian dari kenikmatan seksual.

lalu disinilah mingyu, di depan pintu kamar hotel yang baru saja dibuka oleh soonyoung. namun di hadapannya bukan seperti soonyoung yang mingyu kenal, karena soonyoung mengenakan pakaian yang berbeda dengan biasanya.

soonyoung mengenakan pakaian pelayan bernuansa hitam dan putih, lengkap dengan apron, hiasan di kepala, dan... rok pendek. mingyu berdiri mematung, tidak mengucapkan sepatah kata pun. sementara soonyoung tersenyum ramah, sesekali memperlihatkan cengirannya.

“selamat datang, tuan mingyu.” sapa soonyoung dengan ramah, lalu membungkukkan tubuhnya tiga puluh derajat.

butuh beberapa detik untuk mingyu membalas sapaan soonyoung, “soonyoung kamu pake a— tuan??” nadanya meninggi saat menyebutkan 'tuan'.

soonyoung masih dengan perannya sebagai pelayan, maka ia mempertahankan senyuman lebarnya walaupun jantungnya berdebar bukan main. mingyu gak suka, ya?

soonyoung bergeser dari posisinya, memberikan akses untuk mingyu masuk ke dalam kamar. “silahkan masuk, tuan.” tambahnya.

wajah mingyu dipenuhi dengan tanda tanya. begitu banyak pertanyaan di kepalanya, dimulai dari pakaian apa yang dikenakan soonyoung, lalu mengapa soonyoung berbicara seakan dirinya seorang pelayan, lalu menagapa kamar hotel ini beraroma sensual yang mana dirinya belum pernah cium sebelumnya, lalu mengapa soonyoung sekarang membungkukan tubuhnya dan sengaja memperlihatkan pantatnya—

“soonyoung!” tegur mingyu tidak tahan dengan pemandangan di depannya.

tubuh soonyoung menegang dengan posisi masih membungkuk memamerkan pantatnya.

“kamu ngapain, sih?”

“ah... ini… bando saya jatuh…” jawab soonyoung, nadanya sedikit gemetar.

“bando?”

soonyoung masih memunggungi mingyu, tidak berani menatap wajah mingyu yang terlihat tidak suka dengan apa yang ia lakukan sekarang. lalu dengan cepat soonyoung berjalan ke meja di ujung ruangan. “tuan silahkan menunggu di kasur, saya siapkan susu hangat dulu.”

“soonyoung-ah...” mingyu menghela napas berat saat melihat kekasihnya berjalan menjauh.

soonyoung menyibukan diri dengan menyiapkan segelas susu hangat untuk mingyu, sementara mingyu akhirnya menurut untuk menunggu soonyoung di kasur. mingyu menaruh dompet dan kunci mobilnya di atas nakas tanpa melepas pandangannya pada punggung soonyoung.

selain pakaian pelayan yang jelas mingyu baru pertama kali lihat di tubuh soonyoung, mingyu tidak bisa melupakan bayangan akan pantat soonyoung yang bergoyang-goyang kecil tadi. tidak hanya pantat soonyoung yang bisa ia lihat namun juga lubang pantat serta penis soonyoung yang menggantung selagi ia membungkuk.

mingyu begitu larut akan pikirannya sendiri sampai tidak sadar bahwa soonyoung sudah berdiri di hadapannya, membawa segelas susu putih dengan sebuah nampan.

“silahkan, tuan.”

soonyoung ingin menyerahkan gelas susu ke mingyu, namun belum sempat mingyu terima, soonyoung malah menumpahkan susunya ke tubuhnya sendiri.

sudah jelas sekali kalau soonyoung memang sengaja menumpahkan susunya, dan mingyu mulai bisa mengerti maksudnya.

“oh?!” soonyoung pura-pura terkejut. “yah, tumpah…”

mingyu menaikan alisnya sebelah, mencoba mengikuti permainan soonyoung. “kok bisa tumpah?”

soonyoung yang semula menunduk melihat tubuhnya yang basah kini langsung menatap mingyu tidak percaya.

“ah... maaf, tuan... saya bersihkan dulu…” jawab soonyoung pelan. suaranya masih terdengar sedikit ragu-ragu.

tangan soonyoung meraih kancing kemeja paling atas dan hendak membukanya satu persatu, namun mingyu lebih dulu menarik tubuh soonyoung ke pangkuannya. tubuh kecil soonyoung terduduk di atas kasur, dengan tangan mingyu masih di pinggangnya.

“sini, biar aku aja.” ujar mingyu. “aku bersihin, ya?”

soonyoung mendongak, menatap mingyu penuh harap. soonyoung hanya ingin malam ini berjalan lancar sesuai rencana…

maka soonyoung menganggukan kepalanya pelan, membiarkan mingyu membuka kancing kemejanya.

namun apa yang mingyu lakukan selanjutnya malah membuat soonyoung terkejut bukan main. mingyu tidak melepas kancingnya, melainkan menjulurkan lidahnya ke kemeja soonyoung yang basah karena susu.

lidah mingyu menjilat bagian kemeja yang basah, di bagian dada soonyoung.

“sayang,” ucap mingyu. ia melanjutkan menjilat kemeja soonyoung, “susunya…”

jilatannya semakin bergerak liar, kini tidak hanya menjilat bagian yang basah, namun turun ke bawah dada, lalu ke perut rata soonyoung. soonyoung menahan desahan dari mulutnya ketika lidah mingyu bergerak naik ke dadanya sementara tangannya mulai mengelus paha bagian dalamnya.

“t-tuan... ahhnn…” soonyoung menggelengkan kepalanya saat lidah mingyu berhenti di puncak dadanya. lidahnya bergerak kecil disana, menggoda putingnya yang sudah mengeras. “ahh.. mingyu…”

“mingyu?” mingyu mendongak, menghentikan jilatannya.

soonyoung membuka matanya lebar, menatap mingyu bingung.

“tadi manggil tuan... kenapa sekarang jadi mingyu doang?” tanya mingyu. “mau dibersihin lagi nggak?”

“oh...” seakan ada sebuah lampu yang menyala di kepalanya, soonyoung mengerti maksud mingyu. mingyu mulai larut ke dalam permainan roleplay yang ia buat. “maaf, tuan...”

mingyu membungkukkan kepalanya kembali, melanjutkan aksinya menjilat puting soonyoung dari luar kemeja. tidak ada satupun kancing yang mingyu lepas, jadi mingyu tidak langsung menjilat kulit soonyoung.

dan ini pertama kalinya… bagi mingyu maupun soonyoung.

“t-tuan... saya harus ganti bajunya…” soonyoung mencoba membuka kancing kedua, sementara mingyu masih sibuk menjilat puting kanannya. “saya lepas dulu, nanti lanjut lagi, tuan! stop dulu!”

lidah mingyu berhenti menjilat. lalu mingyu tertawa terbahak-bahak, membiarkan soonyoung kebingungan sendiri.

“soonyoung-ah...” ujar mingyu di sela-sela tawanya, “kalau pelayan itu harus nurut sama tuannya… jangan keras kepala… kalau keras kepala itu kwon soonyoung namanya, bukan maid soonyoung.”

mendengar komplen mingyu, soonyoung refleks memukul lengan mingyu dengan kencang lalu berdiri dari duduknya. soonyoung mendengus kesal, hancur sudah moodnya. penisnya tidak setegang sebelumnya, gairahnya juga menurun drastis.

“dahlah, gyu!” bentak soonyoung. “males aku, udah udah. aku pulang aja ke apart! kamu tuh, aku udah nyiapin ini seminggu, tau?!”

mingyu mengangguk, “aku tau. kamu beli baju ini di tokopedia, kan? kamu lupa akun kamu pake email aku?”

“hah?!”

“iya.. aku terima email pesanan kamu… kamu juga beli… dildo, kan?”

rasanya sia-sia. seluruh rencana soonyoung yang ia siapkan, sia-sia. mingyu sudah tau semuanya… bukan hanya gairahnya yang turun, namun jantungnya juga seakan copot dari tempat seharusnya.

“kamu juga sebenernya di jakarta kan? nggak ada jadwal biztrip ke bandung?” tanya mingyu, kali ini lebih berhati-hati. “kan location hape kamu bisa aku liat di find my friend…”

tidak ada alibi yang bisa soonyoung katakan, kekasihnya itu memang serba tahu. kesimpulannya: semua rencana yang ia susun, gagal.

mingyu ikut berdiri, lalu berjalan mendekati soonyoung. tangannya meraih kancing kemeja soonyoung, melepaskannya satu persatu.

soonyoung memajukan bibirnya, cemberut. ada rasa penyesalan dalam dirinya karena mendengarkan saran dan arahan juniornya.

mungkin memang dirinya dan mingyu seharusnya cukup melakukan vanilla sex saja, tanpa harus mendengar apa kata orang lain. mungkin apa yang orang lain lakukan belum tentu cocok untuk dirinya.

soonyoung menghela napas pasrah saat mingyu melepaskan kemejanya. mingyu juga mencoba melepaskan bando di kepalanya, lalu menaruhnya di atas nakas.

“kayak gini aja, roknya nggak kena susu kan?” tanya mingyu. ia menyisakan soonyoung hanya dengan rok maidnya.

soonyoung menunduk, memastikan kalau roknya kering. “iya.”

“kamu cantik, pake rok pendek gini…” puji mingyu. “tapi rok biasanya dipake sama perempuan… kamu kan laki-laki. kamu pake baju biasa aja aku udah napsu kok, sayang…”

wajah soonyoung memanas, menahan malu. sial, sial, sial!

“tapi kamu nyaman pake rok gini? atau mau dilepas aja? i’m fine with anything.” ujar mingyu lagi.

soonyoung mengangguk, “nyaman.”

“oke… mumpung kamu pake rok… boleh kasih liat aku pertunjukan?” pinta mingyu.

soonyoung mengerjap, “pertunjukan?”

“iya….. sama pake dildonya, boleh? kasih liat aku, kenapa kamu beli itu semua….?”

.:.

pertunjukan yang mingyu maksud sebenarnya adalah pertunjukan soonyoung yang menggunakan vibratornya sendiri, namun yang soonyoung tangkap adalah pertunjukan mengenakan pakaian maid.

soonyoung berdiri depan kasur, memutar-mutar tubuhnya dengan girang. ia memperlihatkan rok maidnya, merasa puas dan bangga akan pilihannya.

“gyu…” “lucu kan…” “liat, roknya bisa dilepas terus tinggal apron transparan… ini seksi juga… loh…”

“eh?” mingyu membetulkan posisi duduknya jadi tegak sempurna. matanya melebar menyaksikan soonyoung melepas roknya dan menyisakan apron berenda pendek dan transparan. “k-kenapa roknya dilepas?”

“tuan mingyu…” soonyoung tiba-tiba bersikap sopan dengan mengaitkan kedua tangannya di depan tubuhnya, kembali menjadi perannya sebagai pelayan pribadi mingyu.

“hmm?”

“saya tadi numpahin susu ke baju… bajunya basah dan saya harus lepas bajunya… terus sekarang saya lepas rok padahal tuan nggak bolehin…”

“terus?”

“saya perlu dihukum, tuan…”

“yaudah, sini naik ke kasur.”

soonyoung menurut. ia berjalan lalu duduk di kasur, jaraknya masih agak jauh dari posisi mingyu.

“sini, deketan.”

kali ini soonyoung berjalan merangkak menuju mingyu. salah satu bagian tubuhnya yang mingyu paling suka, yaitu lekukan punggung soonyoung yang terlihat jelas saat tubuhnya merangkak.

soonyoung berhenti tepat di depan mingyu. seharusnya ia tetap diam, menunggu arahan mingyu selanjutnya. namun yang soonyoung lakukan adalah berpindah tempat menjadi duduk di atas paha mingyu.

soonyoung menggesekkan pinggulnya maju mundur, menggoda mingyu yang terlihat masih menahan napsunya. penisnya sesekali bersentuhan dengan selangkangan mingyu yang masih tertutupi celana jeans tebal. mingyu masih diam di tempatnya, tidak bereaksi apapun.

namun soonyoung tidak semudah itu untuk menyerah.

lalu tangannya menyentuh dada mingyu, turun ke perutnya, dan menarik ke atas ujung kaus yang mingyu kenakan. kausnya kini terlepas sempurna, mingyu bertelanjang dada.

“saya akan hukum diri saya sendiri, tuan…”

“hukum gimana?”

soonyoung melebarkan kedua pahanya yang masih duduk di atas paha mingyu, lalu memasukan kedua jarinya ke dalam lubangnya sendiri.

hanya beberapa detik jarinya di dalam sana, soonyoung langsung mengeluarkannya lagi dan memperlihatkan mingyu dua jarinya yang begitu basah.

“saya sudah tahu kalau saya akan dihukum, jadi saya sudah menyiapkan lubang saya… dilumasi…”

mingyu mendecak pelan, “kurang, sayang. aku basahin lagi biar nanti kamu nggak sakit.”

dengan sekali hentakan mingyu mengangkat tubuh soonyoung dan ia pindahkan ke atas kasur, tepatnya di sampingnya.

“dimana pelumasnya?” tanya mingyu sembari bangkit dari duduknya.

“di tas aku.”

mingyu mengerti. ia berjalan dan membuka tas ransel soonyoung, lalu menemukan sebuah gel pelumas dan vibrator yang sebelumnya ia sudah lihat melalui email.

“tiduran.” pinta mingyu.

soonyoung menurut. tubuhnya ia rebahkan di atas bantal, lalu melebarkan kedua kakinya dan memperlihatkan lubang analnya yang merah. penisnya juga sudah menegang.

mingyu membalurkan gel pelumas ke jari tengah dan jari manisnya. soonyoung menunggu dengan tenang, hal ini sudah biasa mingyu lakukan. namun setelah soonyoung perhatikan lagi, mingyu membalurkannya terlalu banyak, sampai gelnya mentes-netes ke kasur. lalu mingyu mengambil dildo yang bisa berfungsi sebagai vibrator, kemudian menuangkan gel pelumas disana. banyak, sangat banyak.

hingga sprei hotelnya basah, dan lengket.

namun mingyu tidak peduli. ia mendekat ke soonyoung yang sudah dalam posisi tiduran, lalu tanpa aba-aba ia masukan vibrator dan kedua jarinya ke dalam lubang soonyoung. pada waktu bersamaan.

ahh! mingyu!” soonyoung hampir menangis saat lubangnya terasa sakit karena dihantam dua benda asing sekaligus.

mingyu menarik vibrator dan jarinya keluar, “huh? mingyu lagi?”

soonyoung merasakan kehampaan pada lubangnya setelah mingyu menarik semuanya keluar. ia menggeleng cepat, “maaf, maaf!”

“yah… nggak bisa dilanjutin kalau kayak gini,”

“mingyu, please!

mingyu masih terlihat kecewa walaupun soonyoung sudah hampir menangis. mingyu nggak pernah kayak gini.

“aku bahkan belum dapet cium hari ini… kita seminggu nggak ketemu loh…” ujar mingyu pelan. “cium aku dulu…”

soonyoung juga merasakan hal yang sama, ia ingin dicium mingyu. rasa rindu di dadanya sudah membuncah sedari tadi, saat melihat mingyu memasuki kamar hotel. biasanya, mingyu langsung mendekap tubuhnya dalam pelukan, lalu memberikan kecupan-kecupan manis pada bibirnya.

maka soonyoung memposisikan dirinya kembali duduk untuk mencium bibir mingyu, namun sesuatu yang dingin menyentuh dada kirinya. lalu bergetar hebat, menciptakan sensasi yang langsung menjalar di sekujur tubuhnya. tubuh soonyoung refleks terhempas ke belakang, jatuh ke atas kasur.

mingyu baru saja menggunakan vibrator soonyoung untuk menahan tubuh soonyoung saat ingin bangkit, dengan menyentuh tepat pada puting soonyoung. lalu pelumas yang masih tersisa disana terasa dingin, sehingga soonyoung terkejut bukan main.

sementara soonyoung masih mencerna apa yang sedang terjadi, mingyu merangkak dan memposisikan tubuhnya di atas soonyoung. masih dengan vibrator dalam genggaman tangannya, ia mengeksplorasi tubuh soonyoung menggunakan benda berwarna pink muda itu.

dalam keadaan menyala dan intensitas medium, vibrator terus bergetar menyapa kulit soonyoung. menyapa aerolanya, turun ke perutnya, lalu naik lagi ke dadanya. berputar-putar disana, membuat tubuh soonyoung menggelinjang. belum berhasil meraih kesadarannya, soonyoung sudah disiksa lagi dengan vibrator yang bergerak liar menggoda di atas kain apronnya, lalu berhenti di selangkangannya.

mingyu menatap soonyoung seakan meminta izin, yang kemudian dijawab dengan sebuah anggukan oleh soonyoung. maka dalam hitungan ketiga, mingyu kembali memasukan benda bergetar ke dalam lubang soonyoung.

aah… hnggh..”

soonyoung memejamkan matanya, mencoba membiasakan tubuhnya dengan sebuah vibrator yang tertanam disana. kakinya ikut bergetar tanpa ia sadari, karena mingyu semakin meningkatkan intensitas getarannya. pinggulnya bergerak sendiri mencari sebuah kenikmatan yang lain, seakan mingyu tidak ada disana.

ah! ahh! ah!

mingyu memperhatikan pinggul soonyoung yang dihiasi sebuah apron berwarna putih transparan. soonyoung begitu cantik menggunakan kostum ini walaupun menurutnya soonyoung tidak perlu repot-repot menggoda dirinya.

tangannya melepas genggaman pada vibratornya, membiarkan benda itu tertanam disana dan bergerak dengan sendirinya. soonyoung merapatkan kedua pahanya, lalu terengah sendiri karena vibratornya terasa semakin dalam.

mingyu membuka celana jeans dan celana dalam yang membungkus penisnya. ia mengurut penisnya pelan, memberikan stimulasi agar penisnya tegang sempurna.

“m-mingyu… ngghh…”

“iya, sayang. sebentar.”

namun soonyoung tidak suka menunggu. tangannya memilin kedua putingnya dan bermain dengan nakal disana.

“nakal, nggak nurut.” protes mingyu. “emang sengaja minta dihukum lagi ya?”

soonyoung membuka mulutnya namun tidak ada kata yang dia ucapkan, tenggorokannya terasa begitu kering.

“mingyu! aku mau—“

mingyu dengan cepat meraih penis soonyoung dan mengurutnya dengan kasar—

ahhhh! kim min…gyu!”

—membantu kekasihnya mencapai pelepasan pertama.

setelah soonyoung menetralkan napasnya akibat pelepasan, mingyu buru-buru mencabut vibrator yang masih di dalam lubang soonyoung dan membuangnya ke sembarang arah. ia juga langsung bangkit ke kamar mandi, mengambil handuk bersih dan membersihkan sperma dan segala cairan lainnya yang mengotori tubuh soonyoung.

soonyoung menghela napas pasrah, mingyu masih saja menerapkan konsep plain, vanilla sex yang selama ini dilakukan.

iya, soonyoung berharap mingyu akan menghujam lubangnya dengan penis dan vibrator— seperti apa kata chan. soonyoung berharap mingyu mau bermain sedikit lebih lama dengan vibratornya, atau dengan tubuhnya. namun mingyu tetaplah mingyu, yang malah membersihkan tubuh soonyoung tanpa diminta.

“kamu tuh kenapa tiba-tiba kayak gini?” tanya mingyu, masih sibuk mengelap bersih tubuh soonyoung dengan handuk.

soonyoung mengangkat kedua tangannya, membiarkan mingyu mengelap bagian dada sampai ketiaknya, “ya aku takut kamu bosen aja kalo kita ngewe kayak gini-gini aja…”

mingyu mendecak pelan, “nggak, aku nggak bosen. kamu bosen?”

“enggak…. aku suka disayang-sayang… tapi aku takut kamu yang bosen… aku takut kamu lama-lama nggak napsu lagi sama aku.”

“kamu diem aja juga aku udah napsu sama kamu, kwon soonyoung… perlu pembuktian, kah?”

soonyoung memajukan bibirnya, merasa bersalah. tidak seharusnya ia meragukan mingyu!

setelah selesai membersihkan tubuh soonyoung, mingyu beralih membersihkan sprei yang juga ternodai sperma dan gel pelumas.

“emang kamu abis konsultasi sama siapa sih?”

“sama juniorku di kantor.”

“si chan chan itu?”

“iya.”

“terus dia nyaranin kayak gini?”

“iya, dia ngasih 4 tips gitu… salah satunya rolepay sama pake toys…”

“berarti dia sama pasangannya emang suka yang freaky…”

“iya…”

“tiap pasangan kan beda, sayang.”

“iya… maaf, mingyu…”

“nggak perlu minta maaf, kamu nggak salah…”

“maaf…”

“iya dimaafin.”

“sayang mingyu…”

“sayang juga…”

“siapa?”

“soonyoung.”

“kenapa soonyoung?”

“astaga, sayang kwon soonyoung!”

soonyoung terkekeh. ah, begini rasanya dicintai sepenuh hati oleh kim mingyu.

“bang, ngapa sih? dari tadi cemberut mulu, badmood lu?”

soonyoung yang sedang menikmati minumannya sekarang jadi terbatuk-batuk karena chan— juniornya, menepuk bahunya dengan kencang.

“lo belum dapet jatah ngewe, ya?” bisik chan vulgar, yang untungnya tepat di telinga soonyoung sehingga tidak ada orang lain yang mendengar.

karena pertanyaan vulgar chan barusan, soonyoung bukan hanya terbatuk-batuk, namun es kopi susunya sekarang muncrat dari mulutnya dan mengotori segala objek yang ada di depannya.

soonyoung yang lebih peduli dengan bisikan juniornya daripada tumpahan es kopi susu, melotot tajam ke arah chan. “chan, anjing lu!”

walaupun dihina dan diberikan tatapan tajam oleh seniornya, chan terlihat tidak ambil pusing. dengan entengnya, chan hanya menaikan kedua bahunya tanda tidak peduli.

soonyoung melirik ke sekelilingnya dengan hati-hati. soonyoung dan chan sedang berada di cafe, menghabiskan waktu coffee break di luar kantor. posisi chan dan soonyoung di kantor sama-sama masih staff biasa, jadi keduanya memiliki banyak kesamaan. salah satunya yaitu tempat nongkrong favorit saat jam makan siang atau coffee break.

setelah dirasa aman— tidak ada orang kantor di cafe itu, soonyoung mendekatkan duduknya ke arah chan, lalu gantian berbisik di telinga chan.

“justru… gue rasa gue keseringan ngewe sama cowok gue…” soonyoung berhenti sebentar, melirik ke arah chan untuk melihat reaksinya. chan tampak biasa saja, tidak ada keterkejutan di wajahnya. maka soonyoung melanjutkan, “dan somehow kita kalo ngewe tuh… selalu vanilla…”

seakan langsung mengerti permasalahan seniornya, chan memejamkan mata dan mengangguk-anggukan kepalanya seperti anak anjing menggemaskan.

“mas mingyu, ya….” jawab chan pelan. “hmmm… emang kalian gak nyoba sesuatu yang lain gitu? fetish? kink? roleplay? costume? toys?

soonyoung mengerjap.

“h-hah?”

melihat reaksi seniornya yang nampak kosong, chan tertawa kecil. sudah bisa ditebak oleh chan kalau soonyoung dan pacarnya— mas mingyu, tidak pernah mengeksplorasi kegiatan seksualnya.

“lo serius belum pernah nyoba?” chan gentian menatap soonyoung lekat dan tepat di bola matanya. jika sebelumnya soonyoung yang terkejut dengan pertanyaan chan, kini chan juga terkejut karena reaksi soonyoung.

chan pikir, bang soonyoung yang dari usia lebih tua daripada dirinya seharusnya lebih banyak pengalaman terkait apapun, termasuk kegiatan seksual. namun ternyata, chan jauh lebih berpengalaman daripada bang soonyoung. dan hal itu membuat chan sedikit banyak bangga kepada dirinya dan mas wonwoo—kekasih chan.

soonyoung mengangguk pelan, terlihat ragu. soonyoung tidak tahu apakah ini sebuah keputusan yang tepat atau tidak, tapi dirinya baru saja membocorkan rahasia seksualnya dengan mingyu kepada orang lain.

chan menepuk paha soonyoung yang lagi-lagi masih dengan tatapan kosongnya. “lo mau seksnya jadi spicy nggak, bang?!”

soonyoung menelan ludah dengan kasar. “m-mau…”

“nih, denger… eh tapi lo pengen tau aja, apa pengen ta—“

“bodo ah ngentot!” soonyoug tiba-tiba berteriak kencang. lalu sebuah tamparan pelan mendarat di pipi chan sebelum chan selesai bicara.

seisi cafe menoleh pada mereka berdua, terusik dengan teriakan kasar soonyoung. chan lalu menundukan kepalanya seolah meminta maaf kepada pengunjung lain, walaupun dirinya juga termasuk korban disini.

“bercanda, anjing!” protes chan sambil ngusap-ngusap pipinya lembut. “denger dulu sini! gue mau nyelametin hubungan lo berdua, nih! belajar dari pengalaman gue sama mas wonwoo!”

soonyoung yang takut ditipu kedua kalinya oleh chan hanya diam seakan tidak mau mendengarkan, namun percayalah telinganya 100% dalam mode menyimak.

“pertama, lo harus tau kesukaan lo dan kesukaan bang mingyu apa, dan kesukaan tiap orang pasti beda. kalau mas wonwoo, dia sukanya roleplay gitu deh. jadi setiap ngewe, gue sama mas wonwoo bukan jadi diri kita sendiri. bisa aja hari ini gue jadi sekretarisnya, minggu depan gue jadi dosennya, minggu depannya lagi dia jadi dokter dan gue pasiennya. nah, dari sekian kali gue ngewe sama mas wonwoo, dia bilang dia paling suka sama office sex. jadi nanti yang dilakuin mas wonwoo adalah booked kamar business suite di hotel yang ada meja sama kursinya, terus kita ngewe lengkap pake outfit kantor di atas kursi sama meja hotel. yaudah, pas ngewe kita bakal main peran kalua dia direktur dan gue sekretaris atau personal assistantnya.

nah kalo gue… gue suka banget sama pujian. jadi setiap mas wonwoo muji gue, ‘pinter banget, jungchan..’ atau, ‘enak banget, goyangan chan enak banget’ atau yang paling gong bikin gue langsung muncrat itu, ‘ahhh.. anjing jungchan… kamu di bawah aku cantik banget…’, dan yap… gue langsung crot— nah sekarang aja gue ngaceng kan cuma nginget gitu doang...”

chan menundukan kepalanya, dan benar saja— celananya yang menggembul di bagian selangkangan. soonyoung yang juga melirik ke celana chan hanya bisa ngangguk pelan dengan mulut yang setengah terbuka, amused.

“terus yang kedua, cobain pake alat bantu.” chan masih melanjutkan materinya, “lo harus coba beli dildo yang sekaligus jadi vibrator, bang. beeuh, merinding sebadan-badan kalo udah kena titik prostat! sebenernya banyak banget jenis toys, tapi buat beginner bisa coba vibrator itu dulu. mas wonwoo biasanya bakal pakein pelumas di lubang gue pake jari dulu, terus kalo udah becek, dia masukin vibratornya pelan-pelan. kalo udah mentok, dia mentok-mentokin lagi sampe beberapa kali. ngerti kan, maksudnya? dia dorong, terus dia cabut setengah, dorong lagi sampe mentok, terus cabut lagi. dan tiap mentok, mata gue pasti muter keatas saking enaknya! kalo gue udah mau nangis, mas wonwoo langsung nyalain vibratornya dan gue bakal teriak keenakan, anjing enak banget sumpaaaah! nah yang bikin beda itu kalau vibrator masih ada di dalem lubang, mas wonwoo masukin tititnya juga. jadi makin sempit, dan lo bisa ngerasain double nikmat. yang cuma enak gak cuma gue doang, tapi mas wonwoo juga, soalnya tititnya jadi kerasa geter juga.”

soonyoung gelagapan di kursinya, mencoba mencari posisi duduk yang bisa menyembunyikan gundukan selangkangannya. penjelasan chan yang terlalu jelas dan detail berhasil membuat tubuhnya terangsang serta dirinya sudah sepenuhnya larut dalam perbincangan dewasa ini.

“biasanya kalo udah kayak gitu, kaki gue bakal makin ngangkang lebar dan sampe ikut gemeter. terus, mas wonwoo juga tipe yang suka ngasih stimulasi berlebihan, tau nggak? jadi gue udah di ambang klimaks gitu, dia malah muter-muterin vibratornya. jadi itu vibrator di lubang gue geter, muter, dan nusuk. badan gue otomatis kelojotan saking enaknya. dan mas wonwoo? puas banget ngeliatin badan gue yang nggak berdaya di bawahnya. lo bayaaangin, bang! pake toys tuh bisa banget ngebantu seks jadi ada rasanya!”

“gi..tu.. ya?” soonyoung menelan ludahnya lagi. “beli dimana toys kayak gitu, chan?”

chan mendecak pelan, “ah, gampang. online banyak, kok! terus nih, tips ketiga! jangan ngewe terlalu sering, bang. lo bakal bosen, capek, terus sperma lu dan mas mingyu bakal berkurang kualitasnya. seminggu maksimal dua hari aja, bang. kasih jeda, jangan berturut-turut dua hari gitu, biar spermayang keluar warnanya putih dan kentel. kalau keseringan, spermanya bening terus cair, kan?”

kali ini soonyoung ngangguk dengan cepat. soonyoung merasa chan begitu profesional dengan pengetahuannya yang luas dan penjelasan yang mudah dipahami— bahkan penjelasannya lebih mudah dipahami melebihi dosen-dosennya semasa kuliah dulu.

“tips keempat?” tanya soonyoung, tidak mau menyia-nyiakan materi berharga dari chan pagi ini.

kening chan mengkerut, kedua jemarinya memperlihatkan empat jari di udara. “tips keempat, semakin lo malu, semakin enak seksnya!” jawab chan menggebu-gebu.

“m-maksudnya?”

“iyaaa… kalo lagi ngewe itu, gak usah malu, gak usah jaga imej. lo jilat tuh titit, lo mainin bijinya, jangan malu! lo desah sesering mungkin, gak usah ditahan-tahan! kalau rasanya nagih, ya tagih! bilang ‘enak, lagi, cepetin, kencengin’, jangan malu! vokal, bang! terus, ngangkang aja yang lebar, biarin mas mingyu jilat lubang lo pake lidahnya, sampe sedalem mungkin, nggak usah malu, yang penting lo bersih-bersih dulu sebelum ngewe!

oh iya... terus yang sering dilupain, nih. puting tete lo, bang! mas wonwoo tuh suka banget mainin puting, tau nggak? hngg… dipilin, ditarik, dicubit, dijilat, digigit, itu kesukaan mas wonwoo. mas wonwoo juga jago multitasking, dia biasanya milin puting gue sambil genjot, jadi gue dapet stimulasi atas sekaligus bawah di waktu yang bersamaan. jadi lo boleh banget minta mas mingyu buat mainin puting lo sampe bengkak. soalnya kebanyakan cowok lupa buat ngenakin puting, padahal puting itu bisa banget ngasih simulasi ke tubuh.

‘nggak malu’ ini termasuk ke pemilihan posisi, bang. lo harus coba semua posisi, bahkan posisi yang dikiranya nggak memungkinkan. gue tau badan lo lentur, dan badan mas mingyu kuat. cocok, kok. gue yakin mas mingyu bisa gendong lo selama apapun, dan lo bisa sefleksibel mungkin. lo pelajarin semua posisi, lo praktikin!”

lagi-lagi soonyoung hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya. soonyoung benar-benar tidak menyangka kalau belajar dari chan ternyata banyak banget pengetahuan yang bisa ia ambil. kalau sudah seperti ini, soonyoung nggak jadi menyesal cerita ke chan soal kegiatan seksualnya dengan mingyu.

“masih ada lagi, nggak?” tanya soonyoung masih penasaran.

chan berdeham. ia merapikan poninya sebentar lalu melanjutkan, “ada. terakhir, nih.”

“apa?”

“visual. seks itu manjain visual juga, bang. lo harus tampil seseksi mungkin di mata mas mingyu. lo pake baju seksi kek, atau pake sesuatu yang bisa manjain pengelihatan dia. lo juga harus styling rambut lo dulu walaupun nantinya bakal berantakan parah. oh ya, lo tanya mas mingyu, dia prefer titit lo berbulu atau enggak, itu penting juga tuh. mau gimana pun kan seks itu kegiatan antara dua orang, jadi yaa biar sama-sama enak dan puas aja gitu. lo juga bisa request sama mas mingyu lo maunya dia kayak gimana pas ngewe.

kalo gue… mas wonwoo biasanya request gue pake baju seksi, apapun roleplaynya. kalo dia minta office sex, yaa gue pake kemeja dan celana yang fit body. ditambah kacamata, mas wonwoo suka banget kalo gue pake kacamata. mas wonwoo juga lebih suka ngewe pake baju, jadi nggak telanjang sebadan. katanya… gue lebih seksi kalo pake baju… tapi ya habis itu baju gue suka sobek di beberapa bagian gitu sih… ah pokoknya gitu deh, lo udah paham belum, bang?”

chan bisa menilai kalau soonyoung merasa canggung di kursinya, terlihat dari tangannya yang mengusap leher belakangnya. menurut chan, apa yang perlu dirasa canggung? toh menurutnya, seks adalah sebuah kebutuhan bagi manusia.

setelah beberapa saat mencoba meresap banyak informasi dari chan, soonyoung mulai membuka suara, “tunggu— tadi gimana pertama-tama… gue harus tau mingyu suka apa dulu? gimana cara taunya?”

“yaa dicobaaa, explore! lo coba semuanya, bang soonyoung! terus lo perhatiin yang mana yang bikin mata mas mingyu lebar, yang mana yang bikin mulut mas mingyu desah dan teriak nama lo dengan kenceng, yang—“

“iya, ngerti. udah jangan ngomongin mingyu, mingyu pacar gue, nyet.” potong soonyoung sambil mengibaskan tangannya ke udara, seakan sebuah sinyal untuk chan agar berhenti menyebut nama mingyu.

“lah, gue juga udah punya mas wonwoo, njir…” chan memberikan pandangan sinis ke soonyoung sebelum bangun dari duduknya dan meninggalkan soonyoung sendirian. “bukannya bilang makasih!”

“kak, kan udah janji!”

jeonghan menutup buku komik ito junji yang sedang dibacanya. perhatiannya teralihkan sepenuhnya pada laki-laki yang sedang berdiri di hadapannya. “apaan?”

suara jeonghan terdengar tidak acuh, walaupun dalam hatinya ia tau betul janji apa yang dimaksud lawan bicaranya, lee chan. lagipula sebelum chan mendatanginya, mereka sudah saling mengobrol di whatsapp untuk melaksanakan kegiatan malam ini, yaitu menenuhi janji jeonghan pada chan.

“ih, lo mah. ini udah lewat dua bulan dari ulang tahun gue, kak!” chan menghentakan satu kakinya ke lantai, “tepatin janji lo lah.”

“yaudah, yaudah. pake jaketnya, bakal pulang tengah malem kita.” jeonghan bangkit dari posisinya yang semula tiduran di sofa panjang ruang tamu kost berlian.

chan mendecak kesal, “lo gak liat gue udah pake jaket?” ia menunjuk dirinya sendiri yang sedang mengenakan jaket jeans.

“oh? iya deng. yaudah tunggu gue ke kamar dulu ambil cardigan.”

“gak pake lama.”

“iya, chan. astaga.”

“lo sih kebanyakan ngibulin gue, jadi trust issue gue sama lo, kak.”

sosok jeonghan sudah hilang sepenuhnya dari pandangan chan, namun suara tawanya masih bisa chan dengar. tawanya nyaring dan melengking— terdengar menyebalkan.

menunggu jeonghan kembali, chan duduk di sofa tempat jeonghan membaca komik horor kesukaannya. berbeda dengan chan yang lebih suka membaca non-fiksi seperti self improvement, jeonghan lebih suka membaca komik dengan genre apapun.

kalau dipikir, jeonghan dan chan tidak punya kesamaan dalam hal apapun. jeonghan yang usil, sedangkan chan lebih suka keseriusan. jeonghan yang makan dengan porsi sedikit, chan bisa menghabiskan dua porsi makanan sekaligus. jeonghan harus tidur di kamar yang gelap dan suasana hening, chan bisa tidur dimana saja bahkan dalam situasi apapun.

tidak ada satu hal pun yang sama dari keduanya. jeonghan bagikan kutub utara, dan chan bagaikan kutub selatan.

“ngapain? kayak berani aja bacanya.” jeonghan tiba-tiba datang dan melingkarkan kedua tangannya ke leher chan dari belakang seakan mencekiknya. “yuk.”

chan bergidik ngeri setelah lehernya terbebas dari tangan jeonghan. kan sudah dibilang sebelumnya, jeonghan itu usil.

namun nyatanya chan masih saja mau berteman dekat dengan jeonghan sejak sma hingga sekarang jadi kakak tingkatnya di universitas.

“naik motor lo apa gue, chan?”

“lo aja.”

“cih. isiin ya bensinnya.”

“najis, lo kan banyak duit kak, pelit banget sumpah.”

salah satu perbedaan keduanya lagi: jeonghan itu pelit— atau hemat (menurut jeonghan ia hemat), sedangkan chan amat sangat royal— walaupun uang chan tidak sebanyak jeonghan.

“ke tempat biasa aja ya, chan.” ujar jeonghan saat motornya sudah keluar dari garasi kost. “sebelum minum itu harus makan yang banyak.”

yang di belakang mengangguk. “yaa.”

“kalo bisa gak usah sampe mabok ya. nanti ribet bawanya, kan kita naik motor.” jelas jeonghan.

lagi, chan mengangguk. “yaa.”

“pinteeeer.”

entah memang chan yang suka pujian, atau hanya suka bila dipuji oleh jeonghan. pipinya memerah hanya karena satu kata dari jeonghan, yang bahkan lebih bisa disebut ledekan daripada pujian.

“karena masih newbie, minumnya bir dulu. yaa?” jeonghan setengah berteriak, karena angin jakarta terasa begitu kencang malam ini.

chan mengangguk lagi, “yaa.”

jeonghan tertawa. chan bisa merasakan bahunya bergetar. kebiasaan jeonghan.

motornya membelok dengan lumayan kasar, chan merekatkan pegangannya pada pinggang jeonghan. tepatnya, pada cardigan di bagian pinggang jeonghan.

“pgngnnya ng ner!” teriak jeonghan sambil menoleh ke belakangnya.

chan mengatur posisi helmnya agar telinganya bisa sedikit terbuka, “hah? apa?”

“pegangannya yang bener!”

“oh, iyaaa!”

lalu jeonghan menambah kecepatan motornya. ada kalanya chan terkejut bukan main hingga akhirnya pegangannya pada jeonghan bukan lagi pada cardigannya, namun pada pinggangnya. tak lama, chan mengulurkan kedua tangannya, memeluk tubuh jeonghan dari belakang agar dirinya tidak terjatuh dari motor.

.:.

janji jeonghan yang dimaksud chan tadi adalah menemani chan minum alkohol untuk pertama kalinya. dua bulan yang lalu, chan menginjak usia 19 tahun dan akhirnya dirinya sudah legal untuk meneguk segala jenis minuman alkohol. jeonghan berjanji (atas paksaan chan) untuk menemani sekaligus mengajari chan bagaimana cara minum alkohol, dan bagaimana cara mengatasi hangover.

yang chan mau adalah ketika malam hari dirinya tidur dalam keadaan mabuk, jeonghan ada di sisinya. tidak boleh orang lain, hanya jeonghan semata. chan juga mau kalau saat dirinya terbangun di siang hari, jeonghan masih ada di sisinya, membantunya dengan segala kebutuhan setelah mabuk.

chan memang tidak pernah mabuk sebelumnya, namun setidaknya, seperti itulah yang chan ketahui.

malam ini jeonghan membawanya ke restoran jepang yang beberapa kali mereka pernah datangi. tempatnya di sebuah komplek perumahan elit di jakarta pusat. jika dilihat dari jauh, restoran itu bahkan tidak begitu terlihat karena posisinya berada di antara dua rumah besar. restorannya kecil dan terlihat tua, harganya standar untuk mahasiswa seperti mereka.

“makannya bento, ya.” ucap jeonghan, mengingatkan chan kalau dirinya harus makan yang banyak sebelum minum alkohol. “jangan ramen atau sushi.”

chan menurut. maka ia memesan dua bento set untuk dirinya dan jeonghan ketika seorang pelayan datang untuk mencatat pesanannya. porsinya besar, harganya sekitar delapan puluh ribu, belum termasuk minum. sedangkan alkohol terletak di sebuah lemari es yang bisa langsung dijangkau oleh pengunjung.

jeonghan bangkit dari kursinya dan berjalan menuju lemari es untuk mengambil empat kaleng bir sekaligus. saat jeonghan kembali ke mejanya, mata chan melebar sempurna.

“kak, langsung empat?” suara chan penuh dengan keterkejutan. “serius?”

jeonghan tertawa pelan, “ya elah, bir mah alkoholnya cuma lima persen. lo boleh minum sebanyaknya deh kalo bir doang.”

lagi-lagi chan mengangguk. dirinya mengambil dua kaleng bir dan didekatkan ke sisinya, sedangkan dua kaleng lainnya ia dekatkan ke sisi jeonghan.

“inget, harus makan dulu.” kata jeonghan lagi. “perutnya jangan kosong.”

chan mengurungkan niatnya untuk membuka kaleng dan meneguk bir. sumpah demi apapun, chan begitu penasaran dengan rasa bir. katanya, enak. katanya, segar. ada yang bilang pahit. tapi menyegarkan. minum bir paling cocok ditemani dengan makanan yang kering— dan berminyak.

ah, chan tidak sabar!

chan memperhatikan kaleng bir yang ada di dekatnya. warnanya abu-abu, tulisan asahi paling besar diantara tulisan lain. lalu di atasnya bertuliskan super dry. mungkin itu mereknya. jelas bir ini dari jepang, karena chan sangat jarang melihat bir ini dimanapun.

jeonghan di depannya seperti sedang menahan tawa. mungkin terpukau melihat chan yang begitu polos, begitu takjub hanya dengan melihat dua kaleng bir di dekatnya.

“akhirnyaa,” chan menghela napas lega saat makanan mereka datang. tanpa menunggu lama lagi, chan langsung melahap makanannya dengan nikmat.

sementara jeonghan, belum menyentuh makanannya sama sekali namun langsung meminum birnya dalam beberapa kali tegukan.

chan memperhatikan dengan seksama bagimana leher jeonghan naik-turun tiap kali ia meneguk minumannya.

“AHHHH!” jeonghan meletakkan kaleng birnya dengan kasar di atas meja. ia sudah menghabiskan birnya sebanyak setengah kaleng. “chan, kalo mau minum bir itu neguknya langsung banyak, biar segernya berasa. kan pahit tuh, jadi biar pahitnya disisain di akhir aja.” jeonghan mengakhiri kalimatnya dengan mengusap bibirnya yang basah karena sisa-sisa bir yang barusan ia minum.

chan mengunyah makannya lebih cepat, makin tidak sabar untuk mencoba merasakan bir. melihat jeonghan tadi, rasa penasaran chan meningkat dua kali lipat.

“gue… udah boleh coba, kak?” tanya chan ragu-ragu. keningnya mengkerut, tanda dirinya begitu ingin tahu.

namun di luar ekspektasi chan, jeonghan mengangguk mengiyakan.

yes! inilah saatnya.

chan langsung merebut satu kaleng bir dan membuka penutupnya dengan cepat. mengikuti apa kata jeonghan, chan langsung meminum birnya dalam beberapa kali tegukan.

dan sama persis seperti apa yang jeonghan lakukan, chan mengeluarkan suara “AHH” dan membanting kaleng birnya ke atas meja.

tawa jeonghan meledak sekencang-kencangnya. kelakuan chan begitu menggemaskan di matanya.

raut wajah chan berubah setelah beberapa detik kemudian. chan merasakan segar sekaligus pahit di lidahnya yang kini menjalar sampai ke kerongkongannya.

chan memejamkan mata sambil mengulurkan lidahnya keluar, “hueek…”

jeonghan tertawa lagi, kali ini lebih pelan dibandingkan sebelumnya. “pahit?”

“iya… tapi enak kok.” jawab chan halus. baginya, bir itu enak. kalau kak jeonghan suka, chan juga pasti suka.

“yaudah, makan lagi aja makanannya. nanti abisin birnya. kalo gak suka ya gak usah diminum.” jeonghan menyenderkan tubuhnya ke kursi, mencari posisi paling santai.

chan menggeleng dengan cepat, “suka, suka!”

jeonghan sesekali merapikan rambut bagian depannya yang sudah mulai panjang. terkadang, rambutnya menutupi pengelihatannya sehingga chan hanya tertangkap setengah oleh kedua matanya; dan jeonghan tidak suka akan hal itu.

yang tidak jeonghan duga, chan berhasil menghabiskan satu kaleng birnya dalam waktu yang singkat. dugaannya adalah chan tidak akan suka dengan rasa bir.

chan mengambil kaleng satunya, membuka penutupnya, dan meneguk isinya lagi. jeonghan menggelengkan kepalanya tidak percaya.

“kak…” chan memanggil namanya dengan nada sayu. “satu lagi, ya?”

jeonghan mengisyaratkan dagunya ke arah kaleng bir di atas meja. tandanya, boleh.

chan bersorak senang. ia meneguk birnya lagi, namun kali ini tidak ada suara apapun setelah minumannya masuk ke dalam kerongkongan.

hening menyertai keduanya. jeonghan yang sudah selesai makan, chan yang sibuk dengan kaleng birnya.

“kak…” suara chan terdengar parau.

mendengar perubahan suara chan, jeonghan terlonjak di kursinya. namun dirinya tetap harus terlihat santai, maka jeonghan hanya membalas dengan sebuah gumaman, “hmm?”

“kak han!” pekik chan. kali ini suaranya terdengar sedikit berteriak.

jeonghan mengerjap, “ya? apa? kenapa?”

“k-kepalaku pusing.” jawab chan. ia menundukkan kepalanya perlahan.

“kenapa?” tanya jeonghan lagi. “kebanyakan minyak?”

bukannya menjawab, chan malah mendongakkan kepalanya ke atas.

melihat chan yang bersikap aneh, jeonghan jadi sedikit khawatir.

kenapa chan bersikap layaknya seseorang yang sedang mabuk? pasalnya—

“kayaknya… aku mabok…”

—bir yang jeonghan berikan kepada chan adalah bir yang mengandung 0.00% alkohol. yang artinya, chan tidak akan bisa mabuk sebanyak apapun kaleng yang ia habiskan.

jeonghan mengerutkan keningnya, lalu mendekatkan wajahnya ke chan. “mabok? secepet itu?”

chan mengangguk lemah.

“iya…”

“he… chan.. serius?”

“iya, kak…”

chan menundukkan kepalanya lagi, kini semakin turun, turun, dan mengenai meja di depannya.

jeonghan buru-buru mengambil salah satu kaleng birnya, mengecek kembali apakah bir yang ia ambil benar tidak mengandung alkohol.

dan benar.

chan tidak seharusnya mabuk.

chan tidak mungkin mabuk.

jeonghan mencoba mengelus kepala chan, menyuruhnya untuk bangun dan bersender di kursi. namun chan masih keras kepala (secara harfiah maupun secara kiasan). lalu akhirnya jeonghan memutuskan untuk menarik kepala chan dari meja menggunakan sedikit tenaga.

dan berhasil.

chan disenderkan pada kursi. matanya terlihat sayu.

entah berapa banyak tanda tanya yang ada di kepala jeonghan saat ini. yang jelas, chan sedang bersikap tidak normal.

“chan?” panggil jeonghan. ia menoleh ke sekelilingnya, untungnya orang-orang sibuk dengan makanannya masing-masing, sehingga pemandangan antara dirinya dan chan tidak dilihat oleh siapapun.

chan tidak menjawab. dengan begitu pelan, kepalanya menunduk lagi.

jeonghan buru-buru menahan kepala chan agar tidak jatuh dengan menyentuh kedua pipi chan.

pipi chan bahkan tidak memerah. tidak panas.

“chan…?” jeonghan memanggilnya lagi. “kamu sakit?”

chan menggeleng lemah. “kak han… pipi chan… dipegang kak han… panas… ya…?”

“hah?” jeonghan mengerjap. ia langsung menarik kedua tangannya dari pipi chan.

anehnya, pipi chan yang semula tidak merah dan panas sekarang jadi kemerahan layaknya kepiting rebus setelah jeonghan sentuh.

“kak han… chan aneh ya kalo deket-deket kak han?”

“hah? aneh gimana chan?”

“iya… aneh… kan chan suka sama kak han…”

jantung jeonghan rasanya berhenti berdetak untuk sepersekian detik.

“kak han… nggak mau jadi pacar chan ya…?”

“c-chan… kamu—“

“kak han masih nganggep chan anak kecil…. ya?”

jeonghan sedikit frustasi. ia mengusap rambutnya dengan kasar. ini apa yang sedang terjadi, sih?

“chan, pulang aja yuk?”

chan menggeleng dengan cepat, “nggak! nggak mauuu… chan masih mau disini, chan masih mau sama kak han!”

jeonghan menghela napas berat. baiklah, kali ini ia akan mengakui dirinya kalau ia kalah. chan pasti sedang main-main.

“kak han tahu kan, kalo orang ngomong lagi mabok itu… berarti dia jujur…”

“iya, tahu.”

“chan nungguin lama banget loh biar bisa jujur ke kak han… chan harus mabok dulu… kalo enggak, kak han pasti ngetawain chan… kalo chan ngomong pas lagi mabok, chan bakal lupa besoknya, kan? ya, kan?”

chan mengambil satu kaleng bir milik jeonghan yang sudah terbuka. satu-satunya bir yang masih tersisa di atas meja.

jeonghan ingin menahan chan untuk meneguknya, namun tangan chan lebih dulu bergerak.

“kak… chan suka loh… sama kak han… kita pacaran… yuk…?”

jeonghan mengerjap untuk kesekian kalinya malam ini. ia kehabisan kata-kata untuk melawan chan. sementara chan di hadapannya masih ‘mabuk’, dirinya mengambil kunci motor dan menopang tubuh chan keluar restoran.

sepertinya malam ini akan jadi malam yang panjang bagi jeonghan dan chan.

lagu yang mungkin bisa kamu dengar sambil baca narasi ini: 1. honne – no song without you 2. honne – day 1

.:.

“kan… nyesel nggak lo, gyu?” tanya jihoon saat keduanya sudah satu jam berada di dalam venue konser band kesukaan jihoon, honne. “delay gini konsernya.”

mingyu menggeleng pelan, lalu tersenyum menampilkan gigi taringnya, “nggak lah. lo nyesel emang?”

jihoon mendecak pelan, sangat pelan. “ya nggak sih, tapi gue kan jadi nyesel bawa lo kesini gyu.”

maksud jihoon, dirinya tidak menyesal datang untuk menonton konser honne, namun menyesal sudah mengajak mingyu menemaninya menonton konser yang bahkan artisnya belum datang walaupun sudah satu jam mereka menunggu.

karena jihoon tau mingyu orangnya tidak suka menunggu. apalagi, mingyu menunggu sesuatu yang bahkan ia tidak suka. keduanya tau kalau honne adalah salah satu band kesukaan jihoon, dan mingyu hanya menemani jihoon malam ini.

“lah, gue kan mau dateng sendiri? bukan dipaksa? kenapa lo nyesel, ji?” dari nada bicaranya yang mulai meninggi, mingyu terdengar sedikit tersinggung.

karena bagi mingyu, apapun risiko yang terjadi malam ini adalah akibat atas keinginan dirinya sendiri, tanpa paksaan siapapun. maka mingyu tidak akan menyesal. hell, lagipula apa yang perlu disesalkan?

mendengar mingyu, nada jihoon jadi tidak kalah tinggi, “ya tetep aja, tujuan lo dateng kesini apa?”

padahal, ini bukanlah sesuatu yang perlu dan harus diperdebatkan, kan? artis yang belum datang bukanlah salah jihoon ataupun mingyu. namun jihoon dengan segala rasa ketidak enakannya, dan mingyu dengan segala keras kepalanya.

mingyu menunjuk panggung kosong dengan dagunya, “nonton honne.”

jihoon memutar kedua bola matanya, “iya, yang belom dateng udah hampir satu jam.”

seakan apapun jawaban yang mingyu lontarkan tidak bisa memuaskan hatinya. atau dengan kata lain, jihoon ingin mingyu menyalahkan dirinya.

namun bukannya menyalahkan jihoon, mingyu malah menarik lengan dan menyuruhnya untuk duduk bersila di lantai. jika sudah di bawah kekangan otot besar mingyu, jihoon hanya bisa menurut. keduanya kini duduk bersebelahan menunggu artis yang belum kunjung tiba.

.:.

panggung sudah terisi, live band sudah mengiringi musik yang dilantunkan, dan bagian penonton menjadi gelap karena sorot lampu difokuskan ke atas panggung.

“oooh… i feel nothing without you…” jihoon ikut bernyanyi mengikuti penyanyi aslinya sambil menganggukan kepalanya pelan seirama dengan musik. “when i worry about some stupid shit… you always reassure me… you save me…”

mingyu tahu lagu ini. mana mungkin mingyu tidak tahu, lagu ini merupakan salah satu yang paling sering diputar jihoon dimanapun. di mobilnya, di kamar kostnya, dimana saja.

mau tidak mau, mingyu jadi hampir hapal dengan lagunya walaupun ia tidak pernah mendengarkan secara utuh (hanya lewat jihoon lah ia mendengarkan lagu ini).

oooh.. there’d be no song without you.. without you…

entah mendapat keberanian dari mana, tangan mingyu perlahan naik ke udara dan turun tepat di atas bahu jihoon, lalu merangkulnya dalam dekapan.

ada tubuh yang terkejut dengan pergerakan yang tiba-tiba itu. namun dirinya terlalu larut dalam lagu yang dinyanyikan sehingga rangkulan pada bahunya ia terima begitu saja.

atau mungkin, dirinya memang akan menerima begitu saja, dengan ada atau tidak ada lagu yang mengiringi malam ini.

.:.

“gyu!”

mingyu menoleh ke samping kanannya, sedikit menunduk. jihoon. jihoon menatapnya dengan dua bola mata penuh harap. karena perbedaan tinggi keduanya yang signifikan, jihoon harus sedikit mendongakan kepalanya dan menjadikan tatapan jihoon seperti anak kucing yang sedang memohon sesuatu.

dan tanpa bisa mingyu jelaskan, dirinya selalu— selalu saja tenggelam dalam lautan binar mata laki-laki di sampingnya.

hingga setelah beberapa saat, mingyu mendekatkan bibirnya ke telinga jihoon, “ya?!”

“laper…….. nggak?” tanya jihoon. suaranya kalah dibandingkan konser yang masih berlangsung.

untung saja mingyu tidak familiar dengan lagu yang sedang dimainkan, sehingga seluruh fokusnya bisa tertuju pada jihoon.

“mayan.” jawab mingyu. “sabar, ya?”

mingyu mengecek handphone untuk melihat jam pada lockscreennya. pukul setengah dua belas malam. konser honne masih berlangsung. mungkin, mingyu tidak yakin juga, satu jam kedepan konser baru akan berakhir.

hanya butuh satu pertanyaan singkat dari jihoon, ‘laper nggak?’, mingyu jadi memutar otaknya memikirkan makanan apa yang harus ia beli dengan jihoon nanti.

.:.

setelah berbicara panjang pada ending mentnya, sang artis akhirnya mengungkapkan kalau ini adalah lagu terakhirnya.

jihoon dan seluruh penonton bersorak. aaahh… we want more, we want more!

tentu sorakan penonton tidak dijawab, dan honne melanjutkan dengan lagu terakhirnya.

meski hanya menoleh sedikit ke sebelahnya, mingyu sudah bisa memastikan kalau mata jihoon berbinar lagi ketika akhirnya lagu ini dimainkan.

lagu yang paling sering mingyu dengar.

setengah berteriak, jihoon bernyanyi di sampingnya. “you’ll always be my day one!! day zero when i was no one!!

when i first met you, you just feel right.

everybody wants true love.

jihoon menyenggol perut mingyu dengan sikutnya, menyuruhnya ikut bernyanyi.

karena jihoon rasa, mingyu daritadi lebih banyak diamnya daripada ikut bernyanyi. mingyu juga sering menaikkan handphonenya untuk merekam panggung daripada menikmati konsernya sendiri.

i just want you to know..

you’ll always be my day one..

day zero when i was no one..

im nothing by myself..

you and no one else..

mingyu akhirnya ikut bernyanyi bersama dengan jihoon. bersama dengan orang di sampingnya. bersama dengan mantan kekasihnya.

masih dengan lengan yang merangkul bahu satunya. lalu perlahan, sangat perlahan, mingyu memindahkan tangannya yang semula berada pada bahu jihoon, kini turun ke pinggangnya. ia dekap erat tubuh laki-laki di sebelahnya, seakan enggan untuk membiarkannya pergi dari sisinya.

.:.

“jiiiiir sumpah ya, mau berapa kalipun honne dateng ke indo, gue bakal nonton terus sih, pecah jir!” pekik jihoon sambil berjalan menuju mobil mingyu di parkiran.

mingyu ikut senang mendengarnya. mantan sekaligus sahabatnya itu memang sudah dua kali menonton honne di jakarta, dan ini yang ketiga kalinya.

“tapi kocak dah, masa alesan telat gara-gara macet?” balas mingyu sambil menekan tombol unlock pada kunci mobilnya.

“eh— lo ngantuk nggak? mau gue aja yang bawa mobilnya nggak?” tawar jihoon sedetik setelah mingyu menyalakan mesin mobil. “ini mau makan dulu kan, ya?”

mingyu tertawa pelan di kursinya, “lapernya balik lagi, nih?”

“lah, yaiyalah kalo belom diisi ya perutnya bakal laper terus dong! gimana sih?” balas jihoon dengan nada yang meninggi. ia menggerutu kecil karena mendengar pertanyaan mingyu yang menurutnya menyebalkan.

mingyu dengan pertanyaannya yang retoris. jihoon dengan kesabarannya yang setipis tisu.

“galak banget, anjir.”

“cepet gyu, ah!”

“tadi nawarin nyetir, sekarang malah nyuruh cepetan.”

namun mingyu tetaplah mingyu, seberapa banyak protes yang ia lontarkan, mingyu tetap akan menuruti segala permintaan jihoon. kakinya mulai melepas rem perlahan dan mobil bergerak maju.

.:.

“tapwi untwung kita di fwestival, gyuuu!” seru jihoon sambil susah payah mengunyah makanan di mulutnya, lalu menelannya. “lu sadar gak tadi bangkunya jelek banget?”

mingyu tertawa, hampir tersedak lontong sate kuah kacang yang sedang ia makan. buru-buru ia menyesap es jeruknya. “kaya bangku kondangan gitu ya?”

“hooh, jir.” jihoon mengangguk-anggukan kepalanya. ia membuka mulutnya lalu menarik daging sate dari tusukannya dan melahapnya dengan nikmat.

“agak pegel juga tapi kaki gue, soalnya tadi sempet nunggu lama kan sebelom kita duduk.” balas mingyu. “mungkin next konser pilih yang seated aja kali, ji.”

“soriiiiii deh soriiiiii.” ujar jihoon dengan nada setengah meledek.

mingyu mendecak, “yang telat artisnya, bukan lonya, gak usah minta maaf.”

“yaudah, thank you mingyuuu.”

“buat?”

“yaa buat… jemput gue? anter gue balik?”

mingyu tidak menjawab lagi. jihoon kira karena mulutnya masih dipenuhi daging sate dan lontong. namun yang pasti, dalam lubuk hati terdalamnya, mingyu mengucapkan sama-sama, yang penting lo aman, ji.

“mingyu, udah belum sihh? udah dong, gue gak sabar nih!” protesan harimau terdengar mendem karena wajahnya nempel di kasur dengan posisi pantatnya nungging.

sementara gue masih sibuk ngelebarin lubang anal harimau biar bisa gue masukin dengan lancar tanpa tersendat. sempit banget, karena ini pertama kalinya gue dan harimau ngelakuin hubungan seks dalam waktu seminggu belakangan.

“ming—aahh!”

pantat harimau semakin tinggi karena gue baru aja berhasil nyentuh titik nikmatnya harimau.

“disitu? enak?”

harimau ngangguk antusias. maka akan gue lakuin hal yang sama pakai tiga jari gue di titik tadi. toel-toelin, terus garuk perlahan.

badan harimau menggelinjang hebat. shit, pemandangan terbaik sore ini.

“mingyu ah! pake titit, dong!”

“gak sabaran banget?”

jujur, gue masih mau ngegodain sekaligus manjain harimau. gue mau ngasih kenikmatan sebanyak-banyaknya buat harimau. maka gue terus mainin lubang analnya pakai tiga jari gue dan nyentuh prostatnya berkali-kali. sesekali juga gue jilat pinggiran lubang anal harimau sampai dia gemeteran hebat.

akhirnya harimau klimaks buat pertama kalinya, tanpa gue sentuh tititnya.

dua bulan setelah gue dan harimau resmi jadi mahasiswa— sudah melewati masa ospek, harimau beberapa kali ngode-ngode buat ngelakuin hubungan seksual. contohnya: harimau pernah ngajakin nonton film bokep terus masang muka pengen andalannya. contoh lainnya: harimau pernah main ke kamar gue dan sengaja ganti baju depan gue— dengan posisi telanjang bulat tentunya.

gue, nggak mau langsung nyosor gitu aja. ralat, gue mau, tapi gue nggak bisa. gue nggak mau hubungan seks gue sama harimau terasa sepele. gue mau gue dan harimau sama-sama enak di kamar, di atas kasur empuk, di bawah lampu remang-remang, ruangannya harum aromatic oil, dan tentunya pake kondom. yes, safety first.

tentu apa yang gue harapkan itu kejadian. gue nabung buat booking hotel di jakarta selatan yang nggak terlalu mahal tapi gak murah juga. pokoknya, ambiencenya harus oke. situasi dan kondisi juga harus tepat, disaat uas udah selesai. gue dan harimau sama-sama capek, sama-sama penat, dan seks adalah jalan keluarnya.

malam itu tentu gak akan bisa gue lupain. gimana harimau keringetan di bawah tubuh gue, gimana gue bisa ngerasain hangatnya lubang anal harimau, gimana gue berhasil bikin harimau ngedesah dan teriak-teriak sampai nangis, dan yang nggak kalah penting adalah gimana harimau bisa klimaks sampai lima kali dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam di hotel.

sebut kita pemuda penuh napsu (karena memang iya), gue dan harimau ketagihan berhubungan seks. pernah seminggu penuh kita ngeseks dimana aja. di kamar gue, kamar harimau, mobil, toilet, bahkan kampus. tepatnya dimana, rahasia.

tapi tentunya lama-lama kita capek karena nggak setiap hari ada waktu lowong buat ngeseks. akhirnya intensitasnya berkurang, tapi dalam waktu seminggu pasti banget untuk ngeseks. kedengerannya hyper? iya. kalian semua harus ngerasain dulu jadi gue biar paham.

sekarang harimau masih nyesuain tubuhnya dari sisa-sisa gemeteran setelah klimaks. jujur gue nggak tau gimana rasanya klimaks tanpa titit gue disentuh.

“nyong, i wanna taste you. boleh?” gue coba ngelus pinggang ramping harimau.

tentu harimau bolehin, dia ngangguk. “jilat, gigit, isep, terserah lo gyu. kali ini gue nurut.”

tanpa buang-buang waktu, gue ambil posisi di atas harimau. taste you yang gue maksud adalah dada harimau. gue tau banget harimau sensitif sama bagian dada terutama putingnya. puting harimau itu gampang banget tegangnya, dan gue dengan mudah ngisep layaknya bayi yang nyusu. selagi gue isep satu puting harimau, puting satunya biasanya gue mainin pake jari. gue pelintir, gue tarik, gue teken. kalo udah kayak gitu, harimau pasti keenakan.

tubuh harimau nggak bisa dan nggak pernah bohong. kalau harimau keenakan, kayak sekarang contohnya, mulutnya pasti nganga dan matanya muter keatas. putingnya masih gue isep dan gue mainin puncaknya pakai lidah. karena dada harimau rata, gue perlu nangkup dadanya biar sensasinya lebih nikmat. buat gue, dan buat harimau.

shh, aah…” desah ke sekian yang keluar dari mulut harimau. “g-gyu…”

harimau makin ngebusungin dadanya ke arah gue. tandanya, dia minta lebih.

maka gue akan kabulin.

tangan yang gue pake buat mainin putingnya sekarang pindah ke tititnya yang tegang setengah mampus. warna tititnya udah merah banget, minta disentuh, minta diurut, minta disayang-sayang. maka sekali lagi, gue akan kabulin.

fffuck……!” harimau teriak tepat setelah gue kocok tititnya pelan-pelan. “god, yes…. mingyu… please…”

sensasi yang harimau dapetin jelas double. pertama, putingnya masih gue isep. kedua, titinya gue kocok. gue paham dengan reaksi harimau barusan.

“enak?”

“banget… banget! anjing lo gyu!”

kalau harimau udah ngeluarin kata kasar, berarti gue harus bikin permainan makin panas. kocokan di titit harimau gue percepat. buat bikin harimau stress, isepan di putingnya gue udahin dan gue cium bibir harimau dengan brutal. cepet aja, abis itu balik isep putingnya. terus isepannya pindah lagi ke leher dia.

harimau makin keenakan. badannya meliuk-liuk gak karuan. jari-jari kakinya udah nekuk. tangannya sibuk nyakar punggung gue, dasar harimau.

gue tau sebentar lagi harimau bakal klimaks kedua kalinya.

tititnya basah, cairan bening nggak berhenti keluar. mungkin masih ada sisa-sisa sperma yang sebelumnya dia udah muncratin juga.

semakin basah, semakin mudah buat gue kocok.

god, ngeliat harimau gemeteran keenakan kayak gini bikin birahi gue semakin melonjak. cuma harimau yang bisa bikin gue sinting karena seks.

“m-mingyu ahhn gue mau k—“ harimau goyang-goyaning pinggulnya nyari kenikmatan lain.

entah kenapa gue malah jawab dengan, “jangan keluar dulu.”

mungkin gue nggak mau harimau terlalu cepet klimaks, karena gue masih mau nikmatin pemandangan ini yang mana jadi kenikmatan gue sendiri.

kocokan di titit harimau gue stop.

isepan di putingnya gue stop.

aahhh mingyu anjing gue udah diujung bangsaat!”

tanpa gue duga, harimau ngelebarin kedua kakinya dan tiba-tiba ngocok tititnya sendiri. gue gak nyangka kalau harimau udah seputus asa ini.

nghh…” sayangnya desahan harimau kedengeran dipaksain.

“enak emangnya ngocok sendiri?”

“diem lo anjing. sadisme.”

gue nggak bisa nahan buat ketawa. harimau selalu menggemaskan di mata gue. kalau nggak seksi, ya menggemaskan.

“sini gue aja.”

“cepet. jangan main-main lu mingyu!”

gue ngocokin titit harimau lagi. kali ini langsung cepet karena tititnya emang udah tegang banget.

selagi ngocok, tangan gue yang lain gue pake buat mainin putingnya lagi. gue yakin besok puting harimau bakal pedih dikit karena luka (hal yang udah biasa terjadi). tapi sekarang gue langsung mainin kedua putingnya dengan cara ngelebarin jemari gue dan narik puting kiri dan kanannya ke tengah.

ahh! ahhh! ahh!”

“min… gyu…!”

harimau ngelempar kepalanya ke belakang. matanya full merem. god, rasanya gue mau nyekik lehernya dengan cinta.

“shh gyu, cepetin… ahhnn… mau keluar…” tubuh harimau menegang. pinggulnya naik.

“keluarin aja, sayang. jangan lupa tarik napas.”

dan tanpa aba-aba lagi, harimau klimaks kedua kalinya. cairan putih kentel muncrat ke perutnya, ke dadanya, bahkan sedikit ngenain perut gue juga.

“mau langsung lanjut at—“

ucapan gue dipotong sama suara ketukan pintu kamar gue yang nggak kalah kenceng dari desahan dan teriakan harimau.

“mingyu! nak! buka pintunya! ibu mau masuk!”

oh fuck.

ketika gue masih duduk (sambil lari-larian tentunya) di bangku tk a, gue ketemu sama satu orang yang selalu nganggep dirinya adalah harimau. enggak, dia nggak cuma suka sama harimau, tapi dia nganggep dirinya adalah harimau.

selain dia punya barang berbau harimau (jaket, tas, gantungan kunci, buku tulis, label nama, dan lain-lain), dia suka banget ngasih gesture tangan kayak cakaran harimau. ngerti nggak? jadi dia lebarin kelima jarinya (kadang dua tangan sekaligus), terus dia tekuk jari-jarinya seakan siap buat nerkam orang.

awalnya gue risih, kayak, apaan sih ini bocah? masa nganggep dirinya harimau? dan yang berpikiran kayak gini nggak cuma gue doang, hampir semua murid di kelas gue mikir hal yang sama.

sampai pada akhirnya dimana kita naik tingkat yang sebelumnya tk a jadi tk b. waktu itu, temen-temen di kelas gue makin badung (iya, termasuk gue). semua miss yang ngajar di kelas pada kewalahan nyuruh tidur siang, karena gak ada yang mau. anak-anak lari-larian dan malah berantakin mainan yang udah dirapihin sebelumnya.

kenakalan itu terus berlanjut sampai akhirnya salah satu miss di kelas gue nangis kesakitan karena kepalanya dilempar balok kayu sama salah satu murid. iya, kepalanya bocor.

kita sekelas langsung diem dengan mulut yang terbuka lebar karena ngeliat darah bercucuran dari jidat miss itu. terus ada yang nangis, ada yang nggak peduli, dan ada yang nyamperin miss buat mastiin keadaannya nggak apa-apa.

tapi waktu itu, temen gue yang ngaku harimau ini malah nyamperin murid yang ngelempar miss pakai balok kayu. dia jalan cepet walaupun agak susah karena badannya gemuk, kedua tangannya di kepal, dan matanya natap tajem ke murid itu.

terus dengan lantang dia teriak, “kamu nakal banget! minta maaf sama miss! kamu bikin miss berdarah-darah! cepet kamu minta maaf, dasar nakal kamu bikin orang nangis!”

murid yang diteriakin harimau diem nggak berkutik. nggak lama, tangisnya pecah.

dan mulai detik itu, gue ngerti dan setuju kenapa dia ngerasa dirinya harimau.

pertemanan gue sama si harimau itu terus berlanjut sampai kita sama-sama duduk di bangku smp. iya, gue kagum sama harimau sejak kejadian dia teriak nyuruh minta maaf ke salah satu murid yang bocorin kepala miss dan gue ngajak harimau buat jadi sahabat gue.

dari sd sampai smp, kebetulan banget gue dan harimau selalu duduk di kelas yang sama. gue sempet kepikiran apakah harimau yang request biar sekelas sama gue ke mamanya. mamanya harimau ini adalah salah satu donatur tetap sekolah gue, rutin dari sd sampai smp.

waktu kelas satu smp, gue ambil eskul basket dan harimau ambil eskul modern dance. harimau jadi punya banyak temen dan banyak penggemar karena dancenya yang lincah dan selalu sesuai beat.

penggemar harimau makin banyak, dan puncaknya pas kelas tiga. harimau selalu ikut lomba dance di tiap acara yang ngundang sekolah lain. hasilnya? harimau menang. kadang juara satu, kadang juara dua. harimau terkenal. bahkan sampai ke sekolah lain.

gue, pada saat itu sempet jadi kapten basket. tapi nggak bertahan lama karena disuruh stop main basket sama ibu. kata ibu, gue harus masuk ke sma negeri, jadi harus belajar lebih rajin biar nilai un-nya bagus.

setelah ibu bilang gitu, gue langsung cerita sama harimau. harimau sempet sedih, karena dia udah cinta mati sama sekolah ini. dari tk sampai smp, kita berdua ada di sekolah yang sama.

gue yang heran sama reaksi harimau langsung nanya, “kenapa lo sedih? kan yang disuruh masuk sma negeri cuma gue, nyong?”

dengan enteng harimau jawab, “loh, kan gue harus satu sekolah sama lo terus, gyu?”

“lah, kok gitu?” gue nanya balik dong, karena makin bingung. belum tau percakapan ini arahnya mau kemana.

harimau garuk-garuk kepala sambil ngerucutin bibirnya, “iya… kan gue maunya sama lo terus. emang gak boleh ya?”

dan entah kenapa setelah denger jawaban harimau, gue jadi deg-degan saat itu. jantung gue berdebar-debar gak karuan kayak abis minum kopi yang biasa ayah gue minum.

entah gimana caranya, gue dan harimau sama-sama bisa masuk sma negeri. di sekolah yang sama. dan duduk di kelas yang sama untuk kesekian kalinya.

nilai un gue dan harimau sama-sama bagus. kita tiap hari belajar, pulang pergi bimbel dianter jemput sama supirnya harimau. gue semangat banget pada waktu itu. lebih semangat dibanding gue dapet pengumuman berhasil jadi kapten tim basket sekolah.

pada saat itu gue ngerasa dunia berpihak pada gue karena ada dua hal yang gue berhasil capai. pertama keinginan ibu, dan kedua masuk sma yang sama bareng harimau.

pertemanan gue sama harimau makin lekat. sampai di titik harimau pacaran sama cewek, gue selalu diajak buat pergi bareng. kalau gue nolak, harimau otomatis nggak mau pergi pacaran.

udah bisa ditebak apa yang selanjutnya terjadi. iya, harimau diputusin sama ceweknya. anehnya, nggak kayak cowok-cowok lain, harimau nggak ngerasa sedih sama sekali. dia malah ketawa cengengesan.

beda banget sama reaksi harimau, si cewek (mantan harimau) nangis berhari-hari. katanya, harimau nggak punya perasaan sama sekali. katanya, harimau gak peduli sama dia sama sekali. bahkan untuk sekadar bales chat pun harimau ogah-ogahan.

ya gue paham sih, karena kalau gue di posisi si cewek gue akan ngerasain hal yang sama.

tapi kalau ditanya kenapa harimau pacaran sama si cewek, alesannya tentu karena si cewe cantik. cantik banget. si cewek adalah wakil ketua osis, primadona sekolah. waktu itu gue dan harimau masih kelas sepuluh sedangkan si cewek udah kelas sebelas.

sekolah gempar banget waktu itu. sampai ada gosip dimana orang-orang nuduh harimau homo sama gue. iya, katanya gitu. harimau nggak ambil pusing, lagi-lagi dia cuma ketawa cengengesan. gue sendiri nggak terima digosipin kayak gitu, lebih tepatnya nggak terima harimau digosipin kayak gitu. gue yakin harimau nggak homo (apalagi sama gue), buktinya harimau mau pacaran sama si kakak kelas. iya, kan?

akhirnya ketika naik kelas sebelas, gue mutusin buat jaga jarak sama harimau. gosip harimau homo sama gue makin melebar kemana-mana. gue takut harimau kenapa-kenapa. gue nggak mau harimau nggak bisa pacaran sama cewek yang dia suka nantinya.

perlahan gue mulai deket sama temen lain. harimau gue biarin nyari kesibukannya sendiri. walaupun gitu, sesekali harimau masih main ke rumah gue dan sebaliknya.

sesuai dugaan gue, gosip harimau homo mulai mereda. naik kelas dua belas, harimau pacaran sama cewek lain, kali ini sama adik kelas yang baru masuk.

cantik, cantik banget. saking cantiknya, gue kayaknya… naksir juga sama si cewek itu? karena tiap gue liat harimau pegangan tangan sama cewek itu di koridor sekolah, hati gue sedikit perih kayak ada yang nyilet.

puncak kecemburuan gue adalah saat gue pernah mergokin harimau sama cewek itu cipokan. lokasinya di kelas, pas pulang sekolah. kelas udah sepi, semua murid udah pulang, termasuk gue. sayangnya, charger hape gue ketinggalan dan mau nggak mau gue harus balik ke kelas buat ngambil. jackpot, gue ngeliat harimau lagi cipokan mesra sama pacarnya.

saking mesranya, tangan harimau udah mulai masuk ke dalem bajunya si cewek. gue juga bisa denger si cewek mulai ngedesah keenakan.

bukannya sange, gue malah ngerasa sesek. dada gue sakit banget, kayaknya tingkat cemburu gue udah akut. dan disaat harimau mulai buka kancing si cewek satu persatu, gue ngerasa asam lambung gue naik ke kerongkongan alias mual. mual banget, sampe akhirnya gue milih lari dan nggak jadi ambil chargeran hape.

sampe di rumah, gue langsung block semua medsos si cewek itu. entah kenapa gue malah benci sama cewek itu tiap liat fotonya. bingung? gue lebih bingung. bukannya gue suka sama dia kemarin?

gue pun makin jaga jarak sama harimau. yang tadinya udah jauh, makin menjauh. tiap harimau ngehubungin lewat line, pasti gue lama-lamain balesnya. walaupun di dalam lubuk hati gue, gue pengen harimau terus reach out gue dan minta maaf atas apa yang dia perbuat sama si cewek. tapi setelah gue pikir-pikir, kenapa harimau harus minta maaf? kan, emang dia pacaran sama si cewek itu. nggak ngerugiin gue sama sekali yang bukan siapa-siapanya. iya, kan?

kondisi pertemanan gue dan harimau yang merenggang ini berjalan hampir dua minggu. hari ke empat belas, harimau gedor pintu kamar gue tanpa bilang sebelumnya kalau dia mau main ke rumah.

posisinya waktu itu gue belum mandi dari pulang sekolah. masih pakai seragam putih abu-abu yang udah lecek dan agak bau matahari. di depan gue, harimau masih keliatan cakep dan wangi kayak baru keluar dari kamar mandi.

sore itu muka harimau kelihatan marah. matanya natap gue tajem. kedua tangannya disilang di depan dadanya. berhadapan langsung sama harimau yang kayak gini ngingetin gue sama kejadian bertahun-tahun lalu dimana harimau marahin temen sekelasnya yang bikin bocor kepala miss.

tatapan gue nggak bisa lepas dari harimau. harimau ternyata nggak berubah sejak dulu. pipinya masih gembul walaupun matanya makin tajem. bibirnya tipis, warnanya pink pucet. lucunya, keringet selalu netes dari jidatnya. rambutnya lurus, kadang jabrik. dan sayangnya, tingginya masih di bawah gue.

walaupun begitu, rasanya harimau udah bukan sahabat gue lagi karena jarak kita yang semakin jauh. jadi kalau pada waktu itu harimau mau marah dan maki-maki gue, gue akan terima.

gue udah nyiapin diri buat diteriakin harimau sejak dia napakin kakinya di kamar gue. gue tau dia berhak marah karena gue udah block ceweknya, gue nggak bales chat dia, dan lain-lain. maka gue siap.

harimau jalan mendekat. kedua tangannya megang bahu gue yang lebih tinggi daripada dia. mungkin gue mau ditampar. tapi salah. harimau jinjit kakinya dan dia malah nempelin bibirnya di bibir gue.

mata gue langsung melotot karena kaget. gue nggak expect sama sekali kalau gue bakal dicium harimau. tapi entah kenapa, badan gue nggak mau menjauh. badan gue kaku, nggak mau gerak. harimau juga masih nempelin bibirnya ke bibir gue.

sampai akhirnya harimau narik tubuhnya menjauh dari gue. gue bisa liat bibir pinknya mengkilap basah.

“kenapa lo gak marah gue nyium lo kayak tadi?”

kenapa gue nggak marah?

lah iya, kenapa ya?

“lo mau sampe kapan denial sih, mingyu?”

denial apa maksudnya?

bukan bahasa indonesianya, tapi maksudnya denial dalam hal apa?

“lo kalo suka sama gue tuh bilang, jangan diem aja! gue nggak perlu buang-buang waktu gue pacarin dua cewek yang gue nggak suka demi lo sadar sama perasaan lo sendiri!”

hah? gimana?

sebelum gue bisa jawab rentetan pertanyaan dari harimau, harimau udah nempelin bibirnya lagi ke bibir gue. kali ini lebih brutal, karena giginya ngenain gigi gue.

lagi, gue nggak marah. gue malah… seneng?

karena mungkin pada sore itu, gue mulai paham sama perasaan gue sendiri. bukan cewek itu yang gue suka, tapi harimau. gue suka sama harimau. dari dulu, gue udah suka sama harimau. gue cemburu ngeliat harimau ciuman sama cewek itu karena gue suka sama harimau, bukan sama cewek itu.

selagi gue berenang di lautan pikiran gue sendiri, harimau mulai gerakin bibirnya dan lidahnya ngejilat bibir gue, minta izin buat masuk ke dalam mulut gue. tentu dengan senang hati gue izinin.

akhirnya, sore itu, gue cipokan sama harimau. cipokan basah. cipokan mesra. cipokan sange. sampe celana dalem gue basah karena cairan precum yang keluar terus-terusan.

gue cuma berharap kalau rasa seneng (dan sange) ini juga dirasain sama harimau.

tiga menit yang lalu pandangan soonyoung hanya fokus pada layar handphonenya—live location dirinya dan mingyu, serta jalanan di depan matanya. setelah titik posisi dirinya dengan mingyu semakin dekat, soonyoung mempercepat langkahnya. yang semula berjalan pelan dengan hati-hati, sekarang berlari kecil dengan harapan dirinya harus bertemu mingyu secepatnya.

titik posisi soonyoung pada layar handphonenya terus bergerak, sama halnya dengan mingyu. hanya butuh beberapa langkah lagi agar keduanya saling bertemu. soonyoung memasukan handphonenya ke dalam saku dan matanya menyapu ke seluruh area terminal dua bandara soetta— dan akhirnya menemukan mingyu disana.

mingyu yang menoleh ke kanan dan ke kiri, mingyu yang melangkah dengan cepat, dan mingyu yang menonjol di antara ratusan manusia lainnya karena tinggi tubuhnya di atas rata-rata.

maka soonyoung melambaikan tangan dan berteriak memanggil namanya, “mingyuuu!” tak peduli dengan orang-orang di sekitarnya.

yang soonyoung pedulikan hanya mingyu, sahabatnya, yang sudah menjemputnya malam ini.

yang dipanggil menoleh. manik mata keduanya bertemu, saling mengunci pandangannya.

“kwon soonyoung,”

soonyoung tidak mendengar mingyu, namun ia bisa lihat bibir mingyu bergerak, memanggil namanya dari sana. lalu ia lihat lagi bibirnya bergerak menciptakan sebuah senyuman.

-

.:.

-

perjalanan pulang malam ini terasa seperti biasanya. mingyu menyetir mobil, sementara soonyoung di sampingnya sibuk bercerita. soonyoung bercerita sewaktu di bali, bagaimana ia berjalan menyisir pasir dari pantai satu ke pantai lainnya, bagaimana ia sarapan di restoran yang jaraknya cukup jauh dari hotel, bagaimana ia makan malam sambil ditemani live music, dan masih banyak lagi. mingyu sesekali mengangguk, sesekali ikut menimpali.

“ah, iya! baru inget! sushiiiiii…” soonyoung menoleh ke belakang, lalu mengambil plastik putih yang ditaruh di kursi penumpang. “lo harus coba sih, gyu. enak banget!”

mingyu mengerutkan hidung dan bibirnya, “nggak usah. buat lo aja, ribet lagian gue nyetir.”

“gue suapiiiin,” paksa soonyoung.

soonyoung sudah hapal, mingyu itu jarang sekali menolak. cukup sekali atau dua kali rayuan, mingyu langsung luluh dan menurut. maka kali ini, soonyoung membuka plastik sushi yang ia bawa langsung dari bali dan menyuapi mingyu menggunakan sumpit kayu.

“buka mulutnya, aaaa…” soonyoung membuka mulutnya, berharap mingyu menurut.

dan mingyu selalu menurut.

mingyu membuka mulutnya menerima suapan soonyoung tanpa memutus fokusnya pada jalanan di depan. sementara soonyoung susah payah menyuapi mingyu karena seatbelt menahan tubuhnya untuk bergerak dengan leluasa.

“salmon semua ini? sama krim keju?” tanya mingyu setelah kunyahan ketiganya.

soonyoung mengangguk sambil tertawa, “enak kan? minseo suka kan?”

mingyu berdecak pelan, “dia mah apa aja dimakan kok. makasih, nyong.”

“hmm. sama-sama. yang di mulut udah abis belum?” soonyoung sudah siap dengan sumpitnya. “a lagi.”

mingyu rasa tidak ada untungnya untuk menolak suapan dari soonyoung, maka mingyu membuka mulutnya lagi, menerima apapun yang soonyoung berikan.

“ini dianter kemana? apart atau rumah jihoon?” tanya mingyu di tengah-tengah kunyahannya.

“apart lah!” jawab soonyoung cepat.

mendengar nama jihoon disebut, mood soonyoung langsung berubah. kenapa mingyu malah menyebut orang lain di tengah-tengah pembicaraannya berdua? kenapa mingyu menawarkan dirinya dipulangi ke rumah jihoon?

mingyu dan ketidak pekaannya.

padahal menurut soonyoung, malam ini sudah hampir sempurna kalau saja mingyu tidak menyebut nama orang lain. mingyu yang menjemputnya di bandara, dirinya yang duduk di samping mingyu dan bercerita tentang kesehariannya di bali, dirinya yang menyuapi mingyu makan sushi dengan sumpit, dan perjalanan pulang ditemani oleh radio dengan volume yang pas serta penerangan sempurna dari lampu gedung-gedung tinggi di sekitaran jalan jakarta.

“gyu,”

“ya?”

“mulai besok jangan nyebut nama orang lain di tengah pembicaraan kita bisa nggak?”

aaakh!!” chan meringis kesakitan saat telinganya dijewer oleh sang abang, “ampuun, bang gyu!”

yang lebih tua masih kesal.

“lu tuh!” nada mingyu meninggi, “lu tuh kok bisa pacaran sama hoshi?! coba jelasin!”

chan masih meringis sakit, namun sekarang rasa takut menyelimuti perasaannya karena abang satu-satunya itu terlihat sangat marah. setelah percakapannya di teks dirasa kurang meyakinkan, mingyu langsung mengunjungi kampus chan di tengah jam kerjanya.

hanya untuk meminta konfirmasi serta klarifikasi serinci-rincinya.

“gue nggak pacaran bang, suer! nggak ada tembak-tembakan!” jawab chan dengan nada yang tak kalah tinggi.

mingyu mencondongkan tubuhnya ke depan, “tapi lo cipokan?!”

“itu bang soonyoung — “

“BANG SOONYOUNG?!” mingyu menjewer adiknya lagi. chan berteriak kesakitan lagi.

tidak terima dengan perlakuan abangnya, chan menepuk paha mingyu kasar, “bang udah dong! sakit, anjing!”

“gak sebanding sama sakitnya hati gue, chan!”

“cih. kemaren bang soonyoung alias HOSHI itu mabok, kecium tuh bau alkoholnya.” jawab chan dengan penekanan saat menyebut nama hoshi, takut-takut mingyu protes lagi. “tapi dia masih setengah sadar gitu lah bang, apa namanya? tips? tipis?”

tipsy.” mingyu mengkoreksi.

“iya, tipsy.” chan mengusap-usap telinganya yang masih sakit akibat jeweran mingyu, “trus abis cipokan dia malah ketiduran! udah gak ngapa-ngapain lagi! percaya dong!”

kini chan menggoyang-goyangkan paha mingyu, tingkahnya seperti anak kecil yang merengek minta mainan.

“bang gyu…” rengek chan, “maaaaaf… gue juga nggak tau kalo bang soonyoung itu hoshi, pantes mukanya familiar gitu tapi gue beneran gataaau bang. di kost juga gak pernah pake make up, jadi yaaa mana gue engeh…”

mingyu menekuk wajahnya. campur aduk rasanya hati mingyu itu. sedih; karena idolanya ternyata seorang pacar dari adiknya sendiri. kecewa; karena ia menaruh rasa kagum yang begitu besar pada hoshi dan mengganggap “bias is mine”. kesal; karena adik yang dirinya anggap masih kecil itu sudah berpacaran bahkan berciuman dengan laki-laki yang lebih tua beberapa tahun dari usianya.

namun mingyu juga lega; karena ia tidak perlu menyeleksi pacar adiknya karena setidaknya dirinya sudah tau mengenai seluk beluk hoshi baik dari luar maupun dari dalam— atau begitulah yang ada di pikirannya.

maka sebuah “iya dimaafin,” akhirnya lolos dari mulut mingyu.

karena pada akhirnya, mingyu hanyalah seorang abang yang ingin menjaga adiknya dan rela melakukan apapun agar adik satu-satunya itu bahagia— walaupun harus menerima kenyataan bahwa adiknya dan idolanya berpacaran.

“beneraaan gak bang gyuuuu?” tanya chan masih dengan nada merengek manja, “gue gak dibalikin ke ibu bapak ke pekanbaru kaaan bang? lagian repot bang, gue kan masih kuliah, nanti pindah kampusnya gi — “

“bacot.” potong mingyu. wajanya masih ditekuk, bibirnya masih cemberut, “nggak dibalikin! nah itu tau masih kuliah, jangan pacar-pacaran apalagi cipokan dulu harusnya lah!”

kini sang adik yang menekuk wajahnya, “bang gyu udah pacaran dari sma…. sama siapa tuh? bang seokmin?”

mingyu memukul kepala adiknya dengan bungkus rokok, “pacaran juga cuma seminggu!”

“tetep ajaaa pacaran!”

.:.

sore itu sepulang dari aktivitas interogasi dengan sang abang, chan siap menerima keputusan apapun dari soonyoung. berita bahwa soonyoung berpacaran dengan mahasiswa benar sudah tersebar dimana-mana. namun beberapa jam kemudian, berita tersebut sudah tertutupi oleh berita-berita besar lainnya.

chan siap kalau soonyoung akan mengatakan “maaf semalem gue mabok, lupain aja ya.” atau “maaf chan, gue nggak maksud nyium lo. sekarang rumor tentang kita ada dimana-mana. lebih baik gue pindah cari kost lain aja ya.” atau yang lebih parah lagi, “jangan pernah temuin gue lagi, chan.”

toh, itu semua sudah menjadi risiko berteman dengan seorang idol, kan? maka dari itu chan sudah siap. walaupun hatinya tergores sedikit. sedikit.

chan mengingat-ingat kembali isi kamar soonyoung yang sempat ia tiduri selama satu malam. ada sebuah foto soonyoung lengkap dengan bingkai berukuran lumayan besar yang dipajang pada dindingnya. fotonya terlihat familiar sekarang, yang ternyata setelah chan ingat-ingat lagi, itu adalah foto yang sama dengan foto standee hoshi yang mingyu kirim lewat teks.

chan masih berbaring di atas kasurnya sambil bermain handphone dan ditemani musik yang diputar melalui speaker portablenya. chan sengaja memutar lagu-lagu dari seventeen— ingin mengenal seventeen lebih jauh, katanya. jemarinya sibuk berselancar di internet untuk mencari biodata dan fakta menarik tentang hoshi. kini fokusnya pada sebuah artikel mengenai alasan hiatusnya hoshi dari grup seventeen, yang mana grupnya sedang berada di puncak karir.

SEVENTEEN’s HOSHI to take a temporary hiatus due to personal reasons.

SEVENTEEN’s HOSHI goes on temporary hiatus after private clip leak.

PLEDIS Ent. announces SEVENTEEN’s HOSHI hiatus from group activities.

baru saja chan ingin mengklik salah satu artikel, pintu kamarnya diketuk secara kasar dan tak beraturan.

tok tok tok tok tok tok tok tok tok tok tok tok

“iyaa! sebentar!”

akh. gendang telinga chan bisa pecah kalau orang di depan kamarnya terus mengetuk pintu dengan kencang seperti itu. chan bangkit dari tidurnya, mematikan musik, lalu berjalan ke arah pintu.

baru saja chan menekan gagang pintu ke bawah, suara teriakan tidak sabar terdengar jelas di telinganya. mungkin saking kerasnya, teriakan itu terdengar juga di seluruh penujuru kostan.

“chan!”

chan menelan ludah. sosok soonyoung kini ada di hadapannya. begitu jelas, begitu nyata.

namun soonyoung di hadapannya adalah soonyoung yang biasanya. bukan hoshi yang memakai riasan, bukan hoshi yang memakai pakaian branded, dan bukan hoshi yang dikenal dimana-dimana. soonyoung yang hanya memakai kaos rumahan, celana pendek, rambut yang disisir seadanya, dan wajah tanpa riasan sedikitpun.

“e..eh… bang soonyoung…”

soonyoung membuka lebar pintu kamar chan dan memaksa masuk tanpa dipersilahkan masuk oleh sang pemilik kamar. lalu ditutupnya lagi pintu kamar chan ketika keduanya sudah berada di dalam.

“kenapa lo nggak bangunin gue?” tanya soonyoung tanpa basa basi.

ada jeda beberapa saat sebelum chan menjawab, “tidurnya nyenyak banget kayaknya. gak tega bangunin.”

soonyoung menaikan alisnya sebelah dan menyilangkan kedua tangannya di dada, “pas gue tidur, lo ada fotoin gue?”

“nggak lah! emangnya gue mesum?!” nada ichan meninggi, tidak terima dituduh macam-macam oleh soonyoung.

“kenapa?”

“kenapa apa?”

“kenapa nggak foto?”

“dih sinting ya lo, bang?”

“gapapa kok kalo mau foto!” masih dengan tangan yang dilipat di depan dada, soonyoung sekarang menaikkan dagunya.

“ya gue nggak mau?!” chan bersikeras.

“kalo udah jadi pacar ya gakpapa kalau mau foto!”

“hah?” chan menyeritkan dahinya, mulutnya terbuka sedikit. seperti ada tanda tanya besar di atas kepala chan saking bingungnya dengan perkataan soonyoung.

soonyoung melangkah maju, mendekati tubuh chan yang lebih besar. kemudian berhenti saat jarak diantara keduanya hanya berkisar tiga puluh senti. mereka saling tatap, bedanya chan menatap soonyoung dengan bingung, sedangkan soonyoung menatap chan dengan jahil.

“gue suka sama lo, dek chan.”

“heee?” kepala chan mau meledak rasanya. banyak sekali hal yang harus ia proses perlahan sekarang. pertama, soonyoung bilang apa? suka? kedua, soonyoung memanggilnya apa? dek chan?

dek chan.

dek chan.

bahkan mingyu tidak pernah memanggilnya dek chan.

“ayo makanya pacaraaaan!” soonyoung mendekatkan wajahnya ke wajah chan. terlalu dekat!

di luar dugaan soonyoung, chan melebarkan lalu menempelkan telapak tangannya tepat di wajah soonyoung, memberikan sebuah gestur penolakan, “jangan cium gue!”

ditolak dengan cara seperti itu, soonyoung malah tertawa sekencang-kencangnya.

chan buru-buru melepas tangannya dari wajah soonyoung yang kini ikut bergetar karena tawa soonyoung masih terdengar.

“hahahah pfffttt hahahahahh pede ya lo dek chan? hahahaha!”

malu, chan menghentakkan kakinya kesal, “keluar deh lo bang!”

soonyoung menghentikan tawanya, lalu menggeleng pelan seakan menghempaskan bayangan-bayangan tentang chan yang ada di kepalanya. ah, chan begitu menggemaskan di matanya sekarang.

masih dengan tawa yang tersisa, soonyoung mengangguk, “yuk. gue udah gofood banyak makanan.” lalu tangannya menggenggam tangan chan dan menariknya keluar kamar.

.:.

“jadi, pacaran kan?” tanya soonyoung lagi, memastikan kalau sebelumnya chan sudah menjawab ‘iya’.

“hm.”

tadi siang selagi diinterogasi oleh mingyu, chan akhirnya mendapat perizinan dari mingyu jika di kemudian hari keduanya akan berpacaran. sebenarnya chan tidak meminta izin apapun, namun mingyu dengan pasrah langsung mengatakan kalau dirinya akan baik-baik saja dengan hubungan hoshi dan chan, sejauh apapun hubungan keduanya. mungkin mingyu memang sudah terlanjur peka dengan situasi adiknya sekarang.

“yang beneeeer, dek chan…”

“iya pacaran.” jawab chan singkat, malu.

soonyoung bisa menyengir selebar-lebarnya. akhirnya, soonyoung pacaran di usia ke dua puluh lima tahun! kehidupan menjadi idol telah menyita masa muda soonyoung sehingga tidak ada sisa waktu untuk berpacaran atau sekadar bermain-main. dan nilai plusnya, pacar soonyoung hanya berjarak sepuluh senti dari kamarnya.

“udah ngerti kan, kenapa aku hiatus? eh, sekarang aku-kamu ya ngomongnya, dek chan?” tanya soonyoung yang dilanjutkan dengan menggigit dimsum udang dari garpunya.

selagi keduanya menyiapkan makanan yang baru datang, chan bertanya langsung kepada soonyoung alasan dirinya hiatus dari seventeen untuk sementara waktu. menurutnya, bertanya langsung kepada soonyoung lebih kredibel dibanding membaca potongan-potongan artikel yang bisa dimanipulasi oleh agensi.

chan menghela napas, “terserah deh.” pasrah.

“yang beneeeer, apa mau pake panggilan sayang? sayangku? cintaku?” kini soonyoung mencoba menyuapi dimsum ke mulut chan, “aaaaa..” sambil membuka mulutnya lebar.

“geli ah, bang…” namun tetap saja chan melahap dimsumnya.

soonyoung tersenyum jahil, “geli, geli! nanti lo juga bakal cemburu kalo gue ngasih fan service ke fans!”

“terserah deh,” nggak, chan nggak akan cemburu.

“satu dunia nggak perlu tau hubungan kita, chan. siapapun yang bakal jadi pacar aku. hubungan ini ya privasi kita aja.” soonyoung berujar pelan, nadanya berubah serius. “kamu ngerti kan, maksudku? bukannya aku mau nutup-nutupin hubungan ini…”

tentu chan mengerti, maka chan mengangguk pelan, “iya. jadi kapan lo mau keluar dari agensi pledis?” matanya melirik ke arah satu-satunya dimsum yang tersisa di piring, “suapin lagi, bang. enak.”

dengan gesit soonyoung menyuapi dimsum menggunakan garpu ke mulut yang lebih muda. apapun yang chan minta, akan soonyoung turuti mulai sekarang.

soonyoung berpikir sebentar, “tiga bulanan lagi kontraknya habis. aku sebenernya udah ditawarin masuk agensi lain juga.”

“oh gitu? terus seventeen tetep jalan?”

“iya dong. aku tetep bagian dari seventeen. cuma keluar dari pledis aja. yang penting, wonwoo udah nggak bisa ngatur aku lagi.” soonyoung berhenti sejenak lalu melanjutkan, “dan aku lepas dari wonwoo dan segala ketoxic-annya itu.”

rasa lega bisa terdengar ketika soonyoung menjelaskan kondisinya ke chan.

pandangannya terhadap wonwoo sang manajer sudah sepenuhnya berubah. sudah tidak lagi soonyoung menaruh harapan apapun ke wonwoo.

“yang terbaik buat kamu deh bang…” balas chan. walaupun jawabannya terdengar singkat, chan benar-benar ingin yang terbaik untuk soonyoung dan karirnya.

“ciee udah panggil kamu,” soonyoung mengerling jahil, “sekarang, sayang dong coba!”

“males.”

“sini cium dong, dek chan!” soonyoung bergerak mendekat ke wajah chan yang duduk di sampingnya. lalu ia tempelkan bibirnya ke bibir chan selama beberapa detik.

setengah menjahili, setengah meminta dukungan dari chan— yang kini sudah resmi menjadi pacarnya.

“cium aja ya! kata abangku gak boleh selain cium!”

detik selanjutnya tawa soonyoung pecah lagi. soonyoung terbahak-bahak sampai perutnya terasa sakit.

ah, begini rasanya punya pacar yang lebih muda.

soonyoung suka.

anjing.

sumpah, anjing banget.

hanya itu yang bisa chan katakan. atau lebih tepatnya, chan katakan dalam hati karena bibirnya masih dikunci oleh bibir soonyoung. wajahnya juga tidak bisa bergerak bebas karena tangan soonyoung menahannya dengan kuat.

anjiiiiing. gue dicium bang soonyoung.

mencoba menikmati, chan akhirnya memejamkan matanya— ini pertama kalinya chan berciuman. rasanya chan ingin mengabari bang gyu secepatnya bahwa di usianya yang ke-19 chan sudah ciuman. dan yang tak kalah penting, dengan orang yang chan suka pula!

badan dan bibir chan masih diam, tidak tau harus berbuat apa. chan takut satu kesalahan bisa mengakibatkan fatal. chan takut soonyoungnya mundur, melepas ciumannya, atau bahkan mendorongnya menjauh. maka chan hanya menikmati dan menerima tanpa bergerak sedikitpun.

bibir soonyoung juga masih diam, soonyoung hanya menempelkan kedua bibir kenyal itu dan seakan menguncinya. lama-lama, chan bisa merasakan rasa manis dan sedikit asam dari bibir soonyoung. chan juga bisa mencium sisa-sisa alkohol dari napas soonyoung.

tunggu.

bang soonyoung mabok?!

seakan tersadarkan dari ciuman—lamunannya, chan menjauhkan bibirnya lalu mendorong pelan tubuh soonyoung.

“bang soonyoung… mabok?” wajah chan menggambarkan kekhawatiran. tidak bisa dan tidak mau mengelak lagi, kali ini chan benar khawatir.

soonyoung di hadapannya tersenyum getir. wajahnya merah. rambutnya berantakan. matanya sayu seperti kurang istirahat.

chan memandangi sosok di hadapannya yang berjarak kurang lebih lima belas senti dari dirinya. untuk pertama kalinya, chan menatap wajah soonyoung dari sangat dekat dengan durasi yang cukup lama. setelah beberapa saat, kini chan mengerti mengapa tadi saat soonyoung datang ke kampusnya, semua mata dan seluruh perhatian tertuju pada laki-laki ini.

bang soonyoung itu, ganteng banget. juga ada aura yang dipancarkan bang soonyoung, namun chan nggak ngerti apa dan bagaimana. yang jelas, chan merasa kalau bang soonyoung memang punya magnet tersendiri yang dapat menarik orang-orang.

lalu chan memandangi rambut soonyoung yang berwarna hitam legam. rambutnya lurus, berkilau, dan ada poni yang menutupi keningnya. namun malam ini, rambutnya terbelah ke samping, mungkin sisa dari hairspray atau hair gel yang soonyoung pakai tadi siang.

pandangan chan turun lagi ke wajah soonyoung. rasanya chan tidak puas hanya memandangnya sepersekian detik. apalagi setelah ciumannya barusan, chan semakin jatuh. sedalam-dalamnya.

matanya sipit, kalau soonyoung tersenyum, matanya seakan hilang dan menyisakan satu garis dengan bulu mata yang pendek.

hidungnya kemerahan, mungkin karena alkohol.

pipinya juga merah. panas sepertinya, pipinya itu.

bibirnya, berwarna merah muda. bibirnya tebal di bagian bawah dan tipis di bagian atasnya. ada noda bekas wine— chan tebak, tertinggal di sudut bibir dalamnya. bibir yang baru saja menciumnya.

pandangan chan masih tertuju pada bibir soonyoung. tanpa sadar, ibu jarinya mengelus lembut bibir soonyoung, mencoba menghapus noda merah keunguan itu.

selagi mengusap bibir soonyoung, chan dikejutkan dengan pergerakan soonyoung yang menciumnya lagi secara tiba-tiba. namun kali ini, bibir soonyoung tidak cuma diam menempelkan kedua benda kenyal tersebut. bibir soonyoung kali ini bergerak, terbuka, dan menuntun bibir chan untuk ikut bergerak.

berpegangan pada kedua lengan chan, soonyoung melangkah maju memasuki kamar chan dan menendang pintu kamar chan menggunakan kaki kanannya— hingga tertutup sempurna, tanpa melepas ciumannya. ciuman keduanya semakin intens ketika lidah soonyoung menjilat halus bibir bawah chan dan kemudian mencoba mengintervensi masuk ke dalam mulut chan.

kedua tangannya kini naik menyentuh rahang chan dan memiringkan kepala yang lebih muda, mempermudah ciuman keduanya.

berhasil membuka mulut sang lawan, lidah soonyoung masuk ke dalam dan mencari lidah satunya. chan sedikit tersentak ketika lidahnya saling bersentuhan. sebuah perasaan yang chan belum pernah rasakan sebelumnya. ada gelenyar aneh disana, yang mana rasanya seperti tersengat aliran listrik.

tanpa sadar, desahan kecil muncul dari mulutnya.

soonyoung memperdalam ciumannya. tangannya beralih dari rahang chan dan turun ke lehernya, diistirahatkan disana untuk beberapa saat.

lalu tangan satunya semakin turun ke bawah, menelusuri dada bidang chan. semakin ke bawah, menyentuh perut chan yang tak kalah kerasnya dari perut soonyoung sendiri.

semuanya dilakukan soonyoung tanpa melepas ciuman mereka.

persetan dengan norma asusila, chan sudah dibuat mabuk oleh ciuman soonyoung. entah kebaikan apa yang sudah chan lakukan di kehidupan sebelumnya, chan merasa sangat beruntung di kehidupan yang sekarang karena ciuman pertamanya dilakukan bersama soonyoung. sepanas ini. seintim ini.

atau mungkin keberuntungannya selama setahun sudah terpakai penuh pada malam ini.

erangan kecil lolos lagi dari mulut chan ketika tangan soonyoung berhasil masuk dan meraba perutnya dari dalam kaos hitam kebesaran yang chan pakai. gelenyar aneh itu muncul lagi. aliran listrik itu terasa lagi di sekujur tubuhnya. kini jari soonyoung menari-nari di perut rata chan.

chan lemas selemas-lemasnya.

siapapun, tolong chan!

chan memang belum pernah ciuman sebelumnya, namun lidah soonyoung terus-terusan seperti mengajak lidahnya berperang. chan juga tak mau kalah jadinya. lidahnya selalu membalas pergerakan lidah yang lebih tua. rasanya? tentu saja enak.

adiksi itu nyata, dan ciuman soonyoung adalah candu baginya.

lalu di tengah ciuman mereka, jemari soonyoung mengelus pelan perut chan, bergerak naik, lalu berhenti di puncak dadanya. menggunakan jari telunjuknya, soonyoung menekan puting dada chan yang sudah tegang.

tubuh chan gemetar. lagi, erangan dan desahan lolos dari mulutnya.

putingnya dicubit pelan, dipelintir, dan ditekan penuh sensual.

chan hampir meledak.

mencoba mengumpulkan kesadaran—walau dengan susah payah, chan membuka matanya dan menjauhkan tubuhnya perlahan.

“b-bang soonyoung… udahan, bang…”

soonyoung tertawa getir saat melihat roomchatnya yang hanya berisikan dua orang. dan dua-duanya adalah orang yang paling ia ingin temui sekarang—tentu dengan tujuan yang berbeda.

wonwoo dan chan.

sampai detik ini, wonwoo belum membalas pesan soonyoung lagi. bajingan. ancaman wonwoo di pesan terakhirnya berhasil membuat ego soonyoung tersentil.

dipulangkan ke jawa timur.

soonyoung tertawa miris. ironis.

ancaman itu datang dari wonwoo, orang yang paling ia percaya, atau mungkin orang satu-satunya yang ia percaya di dunia ini. di dunianya sebagai idol.

chan juga sama bajingannya. soonyoung paham kalau chan tidak suka dengan kedatangannya yang tiba-tiba di kantin kampusnya. namun yang mengusik pikirannya adalah komentar chan tentang baju yang soonyoung pakai— berlebihan, katanya. padahal menurut soonyoung pakaian tersebut biasa saja, tidak lebay seperti apa yang chan katakan.

dan perlukah chan berlagak marah seperti apa yang ia ketik lewat teks?

lama menghabiskan waktu dengan chan, soonyoung mulai hapal kalau chan bukanlah tipikal orang yang mudah marah. selama ini, chan hampir tidak pernah marah kepada dirinya, atau sekadar membentak, atau membuatnya terluka. namun malam ini, dirinya terluka.

soonyoung mengacak rambutnya frustasi. ia butuh alkohol. malam ini, soonyoung ingin mabuk. pelarian satu-satunya dan mungkin yang paling sering soonyoung lakukan adalah menenggak alkohol ke dalam tubuhnya sampai dirinya tertidur pulas.

setelahnya soonyoung bangkit dari kasur menuju lemari pakaiannya. lemari kayu dua pintu, dengan sisi sebelah kiri dipenuhi pakaian yang digantung. soonyoung berjongkok dan menjulurkan tangannya, mengambil satu botol wine yang ia letakkan di pojok.

wine tersebut masih tersegel rapih lengkap dengan sebuah pita berwarna merah marun yang disematkan pada leher botol. hadiah ulang tahunnya yang ke dua puluh lima. soonyoung berniat untuk meneguk habis wine itu hingga botolnya kosong, dengan harapan memori tentang si pemberi wine juga hilang di kepalanya.

.:.

malam ini, chan merasa ada yang berbeda. mungkin karena tidak ada sapaan dari penghuni kamar sebelahnya, mungkin karena tidak terdengar suara musik yang keras dari kamar sebelahnya, atau mungkin juga karena tidak ada yang mengajaknya (memaksanya) makan malam, yang biasanya pun dari kamar sebelahnya.

mungkin ketiga hal itu adalah benar perbedaan suasana malam ini dari malam-malam biasanya. penghuni kamar sebelah chan seperti sedang tidak di kamarnya.

chan yang semakin lama makin terbiasa dengan kehadiran sosok tersebut, bang soonyoung. bukan, bukan hanya makin terbiasa, namun chan sudah merasakan kenyamanan disana.

beberapa hari belakangan, chan dan soonyoung selalu makan berdua—hanya berdua namun dengan catatan: keduanya sedang di kost. karena terkadang chan disibuki tugas kuliah sehingga memerlukan waktu sendiri di kamarnya, atau sekadar mengerjakan tugas di cafe agar mendapat wifi yang lebih kencang.

chan akhirnya mengambil benda kecil yang sedari tadi tak lepas dari perhatiannya.

you > bang sunyong, lagi di luar? > nitip dong sent 21.25

basa-basi. tidak ada barang atau makanan yang chan ingin titip. semata hanya karena chan mau tau kemana soonyoung perginya malam ini.

sepuluh menit, soonyoung belum balas.

lima belas menit.

chan sih nggak khawatir. untuk apa juga chan mengkhawatirkan laki-laki yang lebih tua darinya. pasti bang soonyoungnya itu bisa menjaga dirinya sendiri.

tiga puluh menit.

tidak, chan yakin ia tidak khawatir. dirinya hanya penasaran aja. dan saking penasarannya, chan mengirimkan pesan lagi.

you > bang, dimana sih? > pengen nitip nih sent 22.03

detik selanjutnya, chan dikejutkan dengan suara ketukan kasar di pintu kamarnya.

“iya bentar!” chan menjawab dengan teriakan karena ketukannya belum berhenti juga. sambil setengah berlari, chan melempar handphonenya ke atas kasur.

menghela napas, chan membukakan pintu kamarnya dan—

“lah, bang soon y—“

—menemukan soonyoung yang berdiri di depan kamarnya dengan mata sayu serta rambut yang sedikit berantakan.

ucapan chan terhenti saat soonyoung menempelkan bibirnya pada bibir chan, mengikis jarak diantara keduanya.

ada tubuh yang mematung. ada mata yang membelalak. dan ada tangan yang menarik leher lawannya untuk makin mendekatkan keduanya.