myeics

soonyoung masih menggenggam handphonenya dengan layar yang menyala dan menampilkan roomchat imessagenya dengan wonwoo, sang manager.

soonyoung— atau hoshi, seorang idol yang separuh hidupnya selalu dikekang dan dibatasi oleh managernya.

namun ada beberapa hal yang orang lain tau dan tidak tau.

yang orang lain tau: hoshi mempunyai hubungan sangat baik dengan manager seventeen yang tak kalah tampan, jeon wonwoo.

yang orang lain tidak tau: hoshi dan wonwoo mempunyai hubungan lebih dari seorang idol dan manager— hubungan spesial. tidak ada yang tau karena keduanya pun bukan sepasang kekasih. bahkan enam member seventeen yang lain tidak mengetahui akan hal ini.

wonwoo yang selalu mengatur hoshi: hoshi harus ini, hoshi harus itu, hoshi tidak boleh ini, hoshi tidak boleh itu, hoshi harus seperti ini, hoshi tidak boleh seperti ini.

terkadang memang hoshi muak dibuatnya. namun selalu saja, di pengujung hari, wonwoo akan mengetuk kamar hoshi lalu memeluknya dengan erat sampai keduanya tertidur pulas. terkadang dengan pakaian, terkadang pakaiannya sudah entah terlempar kemana.

dan hoshi, selalu terbuai akan hal itu.

hoshi suka. hoshi menikmati. hoshi selalu menerima perlakukan wonwoo sebagai manager yang mengatur dan mengekangnya sepanjang hari, sepanjang minggu, atau bahkan sepanjang masa promosi. kemudian pada malam hari ia dipeluk sedemikian erat dan kadang meninggalkan bekas kecupan di leher atau dadanya.

selain hubungan mereka yang tidak jelas statusnya, wonwoo juga selalu melakukan manipulasi kepada hoshi. sebelum hoshi ditempatkan—dipindah dari apartemen ke kost yang jauh dari kantor agensi, wonwoo sempat mengatakan janji seperti “nanti saya kesana setiap malam atau dua hari sekali”, “saya akan hubungi kamu tiap saya ada waktu”, “saya akan urus masalah ini secepatnya agar kamu bisa kembali aktif jadi idol”.

namun nihil.

semua janjinya kepada hoshi nihil adanya.

maka hari ini, setelah dirinya mengirimkan pesan kepada wonwoo, hoshi akan memulai sebuah pembangkangan. wonwoo bukan lagi managernya. wonwoo bukanlah siapa-siapanya.

dan disinilah hoshi atau soonyoung — yang sedang tidak menjadi seorang idol, duduk di sebuah kantin fakultas seni rupa dan desain universitas terdekat dari kostnya.

di hadapannya ada chan— teman kamar sebelah kostnya, lalu di samping chan ada temannya yang kalau hoshi tidak salah dengar namanya hansol, sedangkan di samping hoshi sendiri ada temannya chan yang lain, seungkwan.

keempatnya saling diam. namun hoshi bisa menangkap beberapa kali hansol menyikut lengan chan, mungkin meminta penjelasan. dan chan sendiri menatapnya jengah dan sedikit kesal.

bagaimana chan tidak kesal, hoshi tiba-tiba datang ke kampusnya dengan penampilan seperti idol atau aktor terkenal yang sedang di bandara menuju ke luar negeri, atau yang biasa disebut dengan airport fashion.

hoshi terlihat begitu stylish dengan kaos putih berlogo sebuah brand mahal dibalut jaket hitam kebesaran dengan motif logo brand yang sama di punggungnya serta baggy jeans dan sepatu warna coklat yang chan yakin tidak ada satupun mahasiswa di kampus ini yang memilikinya.

penampilannya disempurnakan dengan hoshi yang memakai riasan wajah, yang mana membuat chan sedikit banyak terkejut dan dengan tidak sadar terus memandang hoshi dengan berbagai pertanyaan di kepalanya.

dengan hoshi—soonyoung yang datang tiba-tiba ke kampusnya dengan penampilan seperti ini, mau tidak mau semua mata menuju pada meja mereka. meja yang berisikan empat orang laki-laki, tiga diantaranya memakai kaos dan kemeja biasa sedangkan satunya memakai pakaian dengan logo brand mahal lengkap dengan aksesoris di leher dan kacamata hitam tergantung di kaosnya.

mie ayam dan nasi goreng yang tersaji di mejanya seakan begitu timpang tindih dengan pakaian hoshi dari atas hingga bawah. orang dengan penampilan seperti hoshi rasanya tidak pantas makan di sebuah kantin fakultas dengan menu makanan mie ayam seharga lima belas ribu rupiah.

chan jengah ditatapi seperti itu. ia juga tau kalau semua orang disini pasti menatap soonyoung yang memang terlihat luar biasa bak seorang model sekarang. berbeda dengan chan, soonyoung terlihat seperti menikmati situasi saat ini, menyebabkan chan merasa semakin kesal.

yang pertama, dirinya dan teman-temannya bukanlah sebuah pertunjukkan. hampir tidak pernah dalam hidupnya ditatap oleh begitu banyak pasang mata.

yang kedua, soonyoung di hadapannya menarik perhatian semua orang namun chan bukanlah siapa-siapanya. maka ia kesal. ia jengah. ada rasa kesal di dadanya mengetahui kalau semua orang menatap soonyoung sementara dirinya tidak terima.

“cepet pada abisin makanannya!” chan mendengus kesal kepada tiga orang di sekelilingnya.

hansol dan seungkwan hanya bisa bersikap canggung, saling tatap satu sama lain.

“lu bisa diem gak?” bentak chan kepada hansol yang masih menyikut lengannya. “sakit, njing!”

“seungkwan, buruan, katanya mau review materi!” chan masih mendumel.

yang diprotes langsung melahap habis makanannya, takut-takut chan semakin meledak amarahnya.

chan beralih ke soonyoung yang sedang tersenyum mengobservasi ketiga laki-laki yang usianya lebih muda daripada dirinya, “pulang deh lo bang, gue kelas bentar lagi.”

senyuman di bibir soonyoung makin lebar. tidak lama, soonyoung bangkit dari duduknya. lalu ia mengedipkan sebelah matanya kepada chan.

see you at home, chan-ah.” soonyoung melangkah pergi meninggalkan meja chan dan kedua temannya.

setelahnya, terdengar suara orang-orang yang terkejut dan suasana di kantin yang semula hening berubah menjadi kaos.

chan sudah berdiri di depan pintu kamar soonyoung sejak satu menit yang lalu. langkahnya yakin, namun kepercayaan dirinya menurun saat tubuhnya benar-benar bertemu dengan daun pintu yang membatasi dirinya dan kamar soonyoung. seperti yang soonyoung katakan lewat teks, chan tidak perlu membawa apapun untuk ke kamar soonyoung, maka chan hanya menggenggam handphonenya di tangan.

memang benar chan tidak membawa apapun— selain handphone, namun chan mengganti bajunya dengan yang baru, menyemprotkan parfum, dan mencuci mukanya.

chan menghirup oksigen dalam-dalam sebelum mengetik di layar handphonenya, ‘gw di depan.’

soonyoung menyuruhnya untuk masuk saja— lewat teks. maka chan menurut, tidak ada ketukan di pintu, tangannya langsung menggenggam gagang pintu dan masuk ke dalam kamar soonyoung.

mata chan menyapu ke seluruh ruangan mencari soonyoung, sementara soonyoung terduduk di atas kasurnya. kakinya dilipat, kepalanya menunduk, soonyoung memeluk dirinya sendiri.

.:.

satu jam yang lalu, chan masih sibuk dengan tugas kuliahnya ketika menerima teks dari soonyoung. soonyoung memintanya untuk ke dapur, katanya ada orang yang memfoto dirinya diam-diam. chan awalnya ragu, namun tidak ada salahnya untuk mengecek keadaan soonyoung, kan? maka dengan langkah santai— karena ragu, chan menuruni anak tangga, menuju dapur.

saat kedua kakinya memasuki area dapur, chan langsung menemukan punggung seseorang yang sedang mengambil foto soonyoung. ya, chan bisa lihat sendiri layar handphonenya yang jelas sedang membuka kamera.

jantungnya berdebar bukan main. apa yang soonyoung bilang benar, walaupun otaknya masih belum percaya sepenuhnya.

ngapain foto orang diem-diem? nggak sopan dan nggak ada kerjaan.

maka chan menarik handphone orang itu dari belakang, berlari ke arah soonyoung, dan berdiri tepat di depannya untuk menutupi tubuhnya. seakan soonyoung adalah benda berharga yang kehadirannya perlu dilindungi.

“lo ngapain moto orang diem-diem bang?” chan bertanya dengan keras dan lantang. “lo mau apaan?”

orang itu kaget bukan main, mulutnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, namun tidak ada kata yang keluar.

chan merasakan bajunya ditarik pelan oleh soonyoung dari belakang, meminta dirinya untuk mundur— atau menyudahi ini semua.

“gw tanya, lo ngapain?!” nada chan semakin tinggi.

chan tidak pernah teriak sekencang ini semasa hidupnya. bahkan ketika bertengkar adu mulut dengan abangnya, chan tidak pernah semarah ini.

deru napasnya naik-turun dengan cepat, jantungnya semakin berdebar kencang. amarah semakin memuncak saat orang di hadapannya belum menjawab, malah mencoba mengambil handphonenya kembali dari genggaman chan.

dengan gesit chan menjauhkan tangannya tanpa berpindah sedikitpun. chan pikir, tugasnya melindungi bang soonyoung, maka dirinya tetap menutupi tubuh yang lebih tua.

“gw banting hapenya, jawab bangsat!” chan berteriak kencang dan penuh penekanan tepat di depan wajah lawannya.

orang itu mundur beberapa langkah, mulutnya terbuka lagi, “s-suka aja, gue suka aja… maaf…” katanya terbata-bata.

“goblok, gak sopan banget, tolol!” demi tuhan, rasanya chan ingin mengeluarkan semua sumpah serapah pada orang di depannya. namun soonyoung semakin kencang menarik kaosnya, tanda kalau dirinya harus berhenti.

chan membuka handphone yang masih dalam genggamannya, menghapus foto-foto soonyoung dari semua folder, lalu membanting benda hitam itu dengan kencang.

“lo berani foto diem-diem lagi, lo yang gue banting.”

.:.

“gue nggak tau yang lo bilang di gym waktu itu bener,” ujar chan setelah mendaratkan pantatnya di kasur dengan memberi jarak antara dirinya dan soonyoung. “kalau lo udah sering difoto secara diem-diem.”

soonyoung mengangkat wajahnya, “jadi lo nggak percaya sama gue waktu itu? kenapa semua orang nggak percaya sama gue, sih? gue bukan pembohong.”

chan menggeleng cepat, “nggak. bukan gitu… sorry, sorry…”

thanks, buat yang tadi. walaupun lo nggak seharusnya begitu, sih.”

chan mengerutkan keningnya, “emang seharusnya gue gimana?”

“yaa hapus aja fotonya, terus balikin hapenya. gak perlu sampe banting gitu sih…” soonyoung mengakhiri ucapannya dengan menaikkan kedua bahu.

jujur saja, chan sedikit tersinggung. dirinya sudah merasa begitu berani dan melakukan hal yang benar— hal yang seharusnya ia lakukan, atau siapapun lakukan jika dihadapkan dengan situasi seperti itu. lagipula, bukankah terlihat keren saat mencoba melindungi seseorang?

“ya gue marah, lah. lo difoto diem-diem gitu, mana banyak.” jawab chan cepat. terlalu cepat, chan karena menjawab tanpa berpikir.

“kenapa lo yang marah?” tanya soonyoung.

kali ini, chan mulai berpikir keras mencari jawaban, “ya…”

“yaa?”

chan mencoba menyusun kalimat demi kalimat, alasan mengapa dirinya ikut marah atas kejadian yang menimpa soonyoung. pertama, dirinya bukan korban. kedua, dirinya tidak dirugikan dalam hal apapun. ketiga, soonyoung bukan siapa-siapanya. keempat—

thanks sekali lagi,” soonyoung menidurkan tubuhnya di atas kasur. “dek chan.”

dek chan.

dek chan.

satu panggilan spesial—istimewa dari soonyoung mampu mengubah atmosfer di ruangan ini dan meluluhkan segala perasaan chan yang campur aduk: malu, bingung, dan sedikit kesal.

namun chan tau, dirinya tidak pernah merasa sesenang ini ketika mendengar seseorang memanggilnya adek.

.:.

“suka?” soonyoung menapakkan kakinya di lantai dengan sedikit lompatan. tangannya masih pada pull up bar, namun kakinya sudah sepenuhnya menapak lantai. soonyoung menoleh ke belakang dan mendapati chan yang sedang mengarahkan kamera handphone ke arahnya.

chan terlihat gelagapan. buru-buru ia tekan tombol kunci pada handphonenya.

“udah biasa kok.” ujar soonyoung lagi.

“a-apanya?” tanya chan bingung.

soonyoung menaikkan kedua bahunya santai, “difotoin diem-diem. candid.”

chan mendecak pelan. pede banget.

kali ini soonyoung benar-bensr menyudahi pull upnya, lalu berjalan menuju chan yang duduk dengan dumbbell di bawah kakinya.

“sini, mending foto sama gue aja sekalian.” soonyoung menepuk bahu chan dan menuntunnya ke cermin yang tidak tertutupi oleh dumbbell set.

“pegang hapenya,” ujar soonyoung. soonyoung mendekat pada chan, saking dekatnya bahu mereka saling menyentuh satu sama lain. dengan ragu dan tangan yang sedikit gemetar chan memposisikan handphone di depan dada. “kaku banget, sih! anglenya yang bagus, dong. kayak gak pernah mirror selfie aja.”

chan menggerutu dalam hati. siapa elu nyuruh-nyuruh trus ngatain pula! bang gyu aja nggak sebegini nyebelinnya!

walaupun begitu, chan tetap tersenyum saat difoto. soonyoung di sampingnya juga sama, bahkan memberikan ekspresi yang berbeda tiap chan mengambil foto.

“dah.” soonyoung menarik tubuhnya menjauh, “nanti kirim fotonya ke gue ya. lumayan lo bisa foto sama gue gratis. di gym pula.”

chan hanya menggeleng pelan. ganteng tapi pedenya di luar batas.

jadwal yang seharusnya sarapan berubah menjadi brunch karena chan baru bangun pukul sepuluh lewat. untungnya, masih ada waktu beberapa jam sampai kelas siang chan dimulai.

kost maestro sebenarnya ada 15 pintu dan seingat chan semua kamar sudah memiliki penghuni sekarang. namun pagi ini, chan dan soonyoung  hanya makan berdua.

chan sempat kaget saat makanan datang, karena makanan yang tersaji di meja makan cukup untuk porsi 4 orang. sebagai mahasiswa yang masih mengandalkan abangnya  untuk masalah uang, chan tentu sangat bersyukur dan berterima kasih kepada soonyoung yang sudah menyediakan makanan begitu banyak. dan yang terpenting, soonyoung menolak untuk split bill.

chan semakin tidak sabar untuk tumbuh menjadi dewasa dan memiliki banyak uang.

“bang, lo suka ngegym ya?” tanya chan memulai percakapan saat keduanya sibuk menghabiskan makanan dalam porsi banyak.

sebetulnya mereka sudah ngobrol saat keduanya baru duduk di meja makan, namun masih perihal makanan: saling tanya tadi pesan apa, kebanyakan atau tidak, suka atau tidak, dan pertanyaan-pertanyaan sejenis.

soonyoung mengangguk, lalu menggeleng. “nggak suka, tapi dipaksa, jadi terpaksa.”

chan memang sudah menduga kalau soonyoung pasti rajin berolahraga. masih terekam jelas di ingatan chan bentuk tubuh—perut berotot soonyoung saat pertama kali mereka bertemu.

namun yang chan tidak tau, kalau saja tidak dipaksa okeh managernya, soonyoung tidak akan mau ngegym, atau jadwal ngegymnya tidak akan sesering yang soonyoung lakukan. karena dari segala aktivitasnya sebagai idol seperti latihan dance, latihan vocal, pergi ke klinik estetik, rekaman album, syuting berbagai acara dan klip, semua sudah cukup menguras baik waktu maupun tenaga soonyoung.

namun sebagai seorang idol profesional, soonyoung terpaksa harus menjaga bentuk tubuh idealnya karena adanya beberapa ikatan kontrak dengan brand yang sudah ditandatangani.

mendengar jawaban soonyoung, chan mengangguk-anggukan kepalanya seolah mengerti. yah mungkin kebanyakan orang memang seperti itu, harus tetap sehat dan berolahraga walaupun rasanya malas.

entah mendapat keberanian darimana, chan tiba-tiba mengusulkan sesuatu pada soonyoung, “bang soonyoung, ngegym bareng yuk kapan-kapan!” yang mengakibatkan reaksi soonyoung sulit dibaca.

soonyoung terkejut, mematung, dan hanya memandang chan tanpa mengucapkan apapun.

“…bang?” chan melambaikan tangannya di depan wajah soonyoung, mencoba menarik perhatian soonyoung padanya.

soonyoung yang lama mematung akhirnya bersuara, “lo manggil gue apa tadi?”

“bang... soonyoung?” jawab chan ragu dan sedikit takut. benar kan, namanya soonyoung?

soonyoung terlonjak di duduknya. masih terkejut ternyata.

soonyoung. bang soonyoung.

sudah sekian lama soonyoung bekerja di industri hiburan, mungkin ini kali pertama soonyoung mendengarkan orang memanggilnya dengan nama asli. bahkan fansnya sekalipun hampir tidak pernah, mereka memanggilnya dengan hoshi.

hoshi, yang dalam bahasa jepang artinya bintang.

soonyoung sendiri yang mengusulkan nama panggung hoshi sejak sebelum debut. wonwoo, sang manager pun memanggil soonyoung dengan nama panggungnya, hoshi. atau kwon hoshi jika soonyoung managernya ingin menegur soonyoung karena sebuah kesalahan.

soonyoung yakin chan tau siapa dirinya. hoshi. idol hoshi, member grup seventeen.

“coba, panggil gue lagi…?”

“bang… soonyoung?” masih ada keraguan dalam intonasi chan. masa sih, bapak kost ngerjain gue?

“oke.” soonyoung menepuk kedua tangannya seakan setuju akan sesuatu, “panggil gue bang soonyoung… mulai dari sekarang… dan seterusnya—selamanya.”

raut wajah chan yang menampakan dirinya bingung makin terlihat jelas. namun sudah sangat terbiasa menjadi adik yang penurut, chan mengangguk mengerti. toh, nggak ada yang salah juga, memang namanya soonyoung, kan?

sementara soonyoung masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. bukan hanya karena chan yang memanggilnya bang soonyoung—nama lahirnya, namun dirinya entah kenapa merasakan gelenyar aneh di dadanya saat chan menyebut namanya.

bang soonyoung. bang soonyoung.

that felt… different.

entah karena panggilan chan kepadanya (lagi-lagi, soonyoung kan nama aslinya?), atau caranya memanggil dirinya soonyoung dengan suara khas chan—lantang dengan nada yang sedikit tinggi?

mereka berdua masih mengenakan baju tidur masing-masing, dengan wajah tanpa riasan — chan tentu tidak pernah pakai riasan, rambut masih acak-acakan karena bangun tidur, dan mulut yang terus menguyah makanan.

dan soonyoung suka akan betapa domestiknya situasi ini. dirinya dan chan, hanya dua orang biasa yang tinggal di sebuah kost kecil di bilangan jakarta timur, jauh dari kantor soonyoung, jauh dari kantor stasiun tv, jauh dari studio latihannya, dan jauh dari managernya.

ah, managernya. kapan terakhir kali managernya membalas pesan soonyoung?

walau begitu, soonyoung merindukan hal seperti ini jauh di dalam lubuk hatinya. saat dirinya menjadi soonyoung, bukan hoshi seorang idol yang hidupnya dipenuhi dengan tekanan dan kepalsuan.

“mau ngegym…” ujar soonyoung tiba-tiba. “malem ini?!”

perkataannya seperti gabungan antara ajakan dan pertanyaan.

“hah? ntar dulu, bang. gue liat jadwal dulu!” chan mengambil handphonenya yang sedari tadi diletakkan di atas meja. “oke, malem ini kosong. berangkatnya bareng?”

soonyoung mengangguk semangat. ada kilatan cahaya bak api yang membara di matanya.

untuk pertama kalinya, soonyoung pergi ke tempat gym tanpa paksaan siapapun dan tanpa rasa tertekan sedikitpun.

pagi ini chan berhasil bangun tepat waktu, terima kasih kepada hansol — sahabatnya. hansol berkali-kali menghubungi chan karena hari ini kelompok mereka harus tampil presentasi pertama. hansol hanya nggak mau kelompok mereka tidak mendapatkan nilai karena anggotanya kurang satu. selain itu, hansol juga khawatir kalau ketua kelompoknya, seungkwan, akan menghabisi keduanya dengan rentetan omelan dan ungkapan kekesalan.

chan yang merasakan pusing di kepala karena hanya tidur tiga jam— dari pukul empat subuh sampai pukul tujuh pagi, akhirnya benar-benar bangun dari posisi tidurnya dan berjalan masuk ke kamar mandi. setelah bertelanjang bulat, chan berdiri di bawah shower dan menyalakan menggeser tuas ke kanan lalu menariknya ke atas.

baru saja chan menuangkan sampo ke telapak tangannya, kamar mandi di kamar sebelah ikut menyalakan showernya. iya, suaranya terdengar sampai kamar mandi chan.

chan yakin kalau penghuni kamar sebelah sedang mandi juga jika diperhatikan dari suara showernya. namun berbeda dengan chan yang mandinya agak terburu-buru karena dikejar waktu, soonyoung sepertinya mandi dengan santai karena mulutnya melantunkan sebuah lagu. lagu yang menurut chan familiar di telinganya, namun chan tidak tau apa judulnya.

bagi chan, soonyoung punya nilai plus selain wajah yang ganteng dan tubuh yang atletis, yaitu suara yang merdu. soonyoung masih bernyanyi, suaranya makin kencang dan jelas terdengar (atau mungkin karena chan mulai menempelkan telinganya ke dinding).

ada suara kecipak basah dari kamar mandi sebelah. chan bisa membayangkan kalau laki-laki itu sedang membilas badannya yang habis disabuni bersih. atau, sedang membilas rambutnya yang baru saja dikeramasi sampo. atau, baru saja mengusap kulit bersihnya dengan sabun di sekujur tubuhnya.

chan menjauhkan telinganya dari dinding lalu menggelengkan kepalanya dengan cepat. bayangan-bayangan tentang soonyoung yang sedang mandi mulai berkeliaran di kepalanya. chan melanjutkan mandinya, menggosok tubuhnya dengan sabun cair.

suara air yang keluar dari shower kamar mandi sebelah masih terdengar, walaupun sang penghuni kamar sudah berhenti bernyanyi.

chan yang tadinya harus mandi dengan cepat karena diburu waktu entah kenapa malah sengaja melambatkan gerakannya. seakan chan masih mau mendengarkan suara nyanyiian soonyoung atau suara kecipak basah pertemuan telapak tangan soonyoung pada kulit tubuhnya yang samar-samar terdengar.

lagi, chan buru-buru menggelenggkan kepalanya seakan mengusir bayangan-bayangan di kepalanya itu. bayangan apa, tidak ada yang tau kecuali chan sendiri.

chan sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya malam ini, jadilah ia banting pintu kamar kostnya lalu berjalan dan mengetuk pintu kamar sebelahnya. dari kamar chan saja sudah terdengar suara musik yang diputar dengan kencang, apalagi dari depan pintu kamar sang musuh (sudah dianggap musuh oleh chan), suara musik makin terdengar jelas.

tok! tok! tok! tok! tok! tok! tok! tok! tok! tok! tok! tok!

dengan penuh amarah chan mengetuk pintu dengan cepat. persetan dengan kamar lain, toh suara dari musik kamar 05 ini sudah cukup kencang untuk membangunkan penghuni kamar lain.

pada ketukan yang entah keberapa, akhirnya pintu kamar 05 dibuka oleh sang penghuni.

glek.

chan menelan ludahnya. bak dihipnotis, mata chan terpaku dengan apa yang ada di hadapannya saat ini.

laki-laki bertubuh atletis yang lebih tinggi darinya, mengenakan hoodie crop yang dipasangkan dengan celana pendek hitam. bukan hanya itu, laki-laki yang chan tau namanya soonyoung ini berpose bak seorang model. tangan kanannya menahan gagang pintu sedangkan tangan kirinya diletakkan di sisi daun pintu bagian atas.

seakan soonyoung menyambut kedatangan chan dengan suka cita.

dengan posisi seperti itu, hoodie yang memang sudah crop jadi terlihat semakin pendek dan memperlihatkan otot perutnya yang terbentuk dengan jelas.

chan masih mematung di posisinya. seluruh amarah dan sumpah serapah yang ingin chan lontarkan pada soonyoung seakan luluh begitu saja.

soonyoung masih berdiri dengan pose yang sama, lalu mendengus dan dilanjutkan dengan tawa, “mau foto?”

dan chan tersadar dari lamunannya.

“m-mau! eh! nggak! nggak!” ah, bagus, chan. bagus.

“kamar sebelah?” tanya soonyoung lagi.

chan mengangguk, “iya, kamar sebelah.”

“mahasiswa ya?”

chan mengangguk lagi.

“ya, ya, sorry. gue kecilin suaranya. good night.”

lalu pintu ditutup dengan kencang oleh soonyoung hingga chan tersentak. ia kalah. sialan.

ngg… mas… ichan haus… cari minum dulu ya…”

yang lebih muda memberikan tatapan memohon seperti yang biasanya ia lakukan pada saudara laki-lakinya, mas jeonghan. bedanya, laki-laki yang lebih tua di hadapannya bukanlah mas jeonghan, melainkan mas wonwoo, sahabat saudaranya.

biasanya, mas jeonghan akan menjawab dengan “yaudah sana” atau sekadar “ya cepetan”, namun berbeda dengan respon mas wonwoo. mas wonwoo malah tersenyum simpul lalu menggenggam tangan ichan, mengajaknya untuk mencari minuman yang ichan mau.

saat tangannya disentuh dan digenggam oleh mas wonwoo, ichan benar-benar membeku tidak bisa berkutik. bola matanya refleks membulat dan tidak mengedip, menandakan kalau chan begitu terkejut. otaknya perlahan-lahan memproses apa yang sedang terjadi sedangkan tubuhnya berjalan seiringan dengan mas wonwoo.

“chan mau minum apa?”

suara berat mas wonwoo menyadarkan ichan dari lamunannya. ichan bahkan tidak sadar kalau mereka sudah sampai di sebuah booth minuman dingin yang viral akhir-akhir ini.

“eh… itu… apa ya?” tanya ichan terbata-bata, matanya susah payah membaca daftar menu karena jantungnya berdetak lebih kencang daripada biasanya. “ini aja mas, roasted milk tea.”

mas wonwoo mengalihkan pandangannya dari ichan yang masih menunduk melihat menu, “mbak, roasted milk teanya dua, ya.”

ichan buru-buru mengeluarkan handphonenya dari saku celana, berniat untuk membayar minumannya yang sudah dipesan.

“sudah ya, mbak. makasih,” ujar mas wonwoo yang sudah lebih dulu membayar dan memperlihatkan layar handphonenya kepada kasir. perhatian mas wonwoo kembali pada ichan di sampingnya, “chan, duduk?”

“mas wonwoo, aku transfer ya,” ichan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “berapa nomor rekeningnya, mas?”

“transfer apa?”

“minuman.”

“astaga, gak usah lah..”

“baik banget. makasih, mas wonwoo!”

mas wonwoo bangkit dari duduknya karena mendengar nomor antriannya terpanggil. setelahnya mas wonwoo kembali ke kursi dimana keduanya duduk dan menyerahkan satu gelas berisikan roasted milk tea kepada ichan yang masih duduk manis menunggu.

mas wonwoo ingin tertawa geli sebenarnya, ichan benar-benar tidak berubah. ichan masih bersikap layaknya seorang adik kecil yang selalu diberikan sejuta kasih sayang oleh kakaknya, walau memang nyatanya pun masih begitu.

“enak, chan?” mas wonwoo menyedot minumannya menggunakan sedotan.

ichan menggoyang-goyangkan kakinya di bawah meja, “enak, mas.”

“kemanisan nggak?”

ichan menggeleng pelan, “enggak.”

“oh? punya aku kemanisan?”

“bukannya pesenannya sama?”

“iya, tapi karena sambil ngeliatin kamu jadi manis banget minumannya.”

ichan spontan terbatuk-batuk karena tersedak minuman sampai ia harus memukul pelan dadanya yang sakit. bukannya membantu, mas wonwoo malah tertawa kencang sampai kepalanya terlempar ke belakang.

“apa sih, mas...” ichan menolehkan wajahnya ke lain arah. ah, jantungnya kembali berdetak begitu kencang.

“bercanda, ichan.” balas yang lebih tua dengan enteng dan tanpa rasa bersalah. “kamu masih suka sama aku, chan?”

mari berdoa untuk keselamatan ichan karena lagi-lagi ichan terbatuk-batuk karena pertanyaan mas wonwoo. wajah ichan kini memerah sempurna layaknya kepiting rebus.

namun kali ini, ichan tidak menjawab pertanyaan mas wonwoo baik dengan sebuah gurauan atau sebuah protes.

setelah beberapa detik keduanya saling diam, akhirnya mas wonwoo berujar lagi, “soalnya aku masih suka sama ichan.”

.:.

sejak masuk ke dalam mobil tadi, chan sama sekali tidak menoleh ke wonwoo. ketika memasuki restoran dan keduanya duduk berhadapan, barulah chan melihat wonwoo dengan lebih jelas.

chan mematung selama beberapa detik ketika melihat wonwoo yang sudah duduk manis tepat di hadapannya. siang ini wonwoo memakai turtle neck berwarna putih tulang dengan lengan tangan yang digulung di atas siku. tatanan rambunya lebih rapi daripada biasanya, seperti baru potong rambut tadi pagi. tak lupa kacamata frame hitam—barang wajib yang bertengger di hidung mancungnya.

melihat wonwoo setampan ini, chan tak henti-hentinya memuji wonwoo dan mengutuk dirinya sendiri dalam hati. seakan seluruh perasaan kesalnya luruh begitu saja, digantikan dengan perasaan kagum dan penasaran.

chan penasaran. kapan wonwoo potong rambut? apa bajunya baru? parfumnya juga baru? apa memang wonwoo seganteng ini dari kemarin?

“chan?”

mendengar namanya dipanggil, chan mengerjap. “ya?”

“mau pesen apa? udah laper banget kan?” wonwoo melirik ke samping chan, memberikan tanda sudah ada waitress yang berdiri siap mencatat pesanan.

hah! bahkan waitress datang saja chan tidak sadar!

chan buru-buru membuka buku menu dan matanya memindai dari atas sampai bawah, “steak and egg aja mbak, minumnya jasmine tea.”

jasmine teanya mau iced atau—“

iced. makasih mbak.”

“untuk steaknya mau dimasak medium rare, medium, atau well done?”

well done aja mbak.”

giliran wonwoo yang menyebutkan pesanannya dan chan menunggu dalam diam. sedikit menggerutu sebenarnya, kenapa juga wonwoo nggak pesen duluan? kenapa harus nunggu chan yang pesen duluan padahal chan masih mau ngeliatin wonwoo. untung aja udah sempet foto diem-diem terus kirim ke seungkwan.

“jadi.. chan ada yang mau diomongin atau biar aku dulu yang ngomong?” tanya wonwoo setelah waitress meninggalkan meja mereka.

“mas dulu aja.” balas chan singkat.

chan mencoba duduk dengan santai, padahal dirinya sedang menyiapkan hatinya kalau-kalau penjelasan wonwoo akan menyakiti hatinya.

“sebelumnya, aku mau tanya…” tatapan wonwoo melunak, “waktu kemarin chan bilang mau dicium aku lagi… itu beneran, atau cuma bercanda?”

chan mendengus kesal. “nanyanya kayak gitu? ya mas kira chan bercanda? males ah.”

wonwoo terkekeh pelan lalu melanjutkan, “oke.. ada beberapa hal yang mau aku omongin ya… pertama, sekitar tiga bulan lagi aku mau ke jepang, chan udah tau kan ya? tapi di jepang ada mantan aku. dan alasan aku apply s2 di jepang adalah karena mantanku yang udah duluan kesana. kami putus sekitar dua atau tiga bulan lalu, aku lupa.”

tubuh chan menegang. raut wajahnya susah ditebak.

“dan alasan aku ke solo—ke rumah cheol adalah buat refreshing sebelum ke jepang,” wonwoo melanjutkan, “aku mau ngelupain dia, walaupun caranya pelan-pelan. chan mungkin sering denger aku teleponan malem-malem, ya? iya, itu sama mantanku. kami temenan deket sebelum pacaran, sama cheol juga. jujur rasanya jadi agak aneh setelah putus dan langsung lost contact, karena aku nggak cuma kehilangan pacar, tapi juga kehilangan temen. jadi… semuanya aku lakuin pelan-pelan.“

wonwoo menghela napasnya, chan menyandarkan tubuhnya ke kursi.

“dan ini yang buat cheol marah kemarin,” wonwoo membenarkan letak kacamatanya, “cheol nggak yakin kalau aku udah move on. cheol khawatir aku cuma jadiin chan pelarian yang ujung-ujungnya cuma nyakitin chan aja. cheol bilang, semuanya kecepetan.”

“jadi bukan karena chan dianggep masih kecil?” tanya chan penasaran.

“ngg… bukan, sih…”

“kok ada sihnya?”

“kalau yang chan maksud adalah ciuman kemarin, jawabannya bukan. tapi kalau hubungan serius antara mas—aku dan chan, bisa dibilang masmu khawatir. karena mau seberapa dewasanya chan, chan tetep anak kecil di mata dia.”

sebelum chan ingin membalas, waitress datang dan membawa makanan mereka. chan menahan kalimat yang ingin dilontarkannya, begitu juga dengan wonwoo yang seketika mengubah ekspresi wajahnya.

“makan dulu.” wonwoo terdengar lebih tenang dari sebelumnya. “chan laper kan?”

chan mengangguk. “iya. mas mau coba?”

“keliatannya enak… mau coba dong.”

“ini, ambil aja.”

“kirain mau disuapin…”

“hee?”

wonwoo tertawa jahil. menggoda chan masih menjadi hobinya sampai hari ini. ah, andai seterusnya wonwoo bisa menggoda chan…

“nih!” chan menyodorkan garpunya ke mulut wonwoo, lalu protes karena wonwoo masih cekikikan, “cepet!”

“mmm, enak.”

“yaa..”

“disuapin chan jadinya makanannya enak.”

“terserah.” chan menggelengkan kepalanya pasrah.

“jadi menurut chan sendiri gimana? chan mau komentar nggak?” tanya wonwoo setelah keduanya sudah menghabiskan makanannya.

setelah menyeruput minumannya, chan melipat kedua tangannya di depan dada, “chan gak suka.”

wonwoo menelan ludahnya dengan kasar.

“chan gak suka kenapa orang-orang bilang ini semua kecepetan. apanya yang kecepetan? chan sama mas setiap hari ketemu, chan hampir tau semua kebiasaan-kebiasaan mas. begitu juga sama mas wonwoo, kan? tau semua tentang chan. mas wonwoo punya mantan yang baru putus? oke, nggak masalah. emangnya masalah? mas wonwoo nggak mau balikan kan?”

“enggak.” jawab wonwoo lugas.

chan mengerutkan keningnya. “ya, yaudah? mas wonwoo mau nggak sama chan?”

wonwoo mulai berpikir apakah mungkin chan merasa kekenyangan makanya melempar pertanyaan-pertanyaan to the point seperti ini.

“daripada kecepetan, chan nganggep ini semua terlambat. chan terlambat kenal sama mas wonwoo. kalau aja chan kenal mas wonwoo sebelum mas wonwoo pacaran sama orang jepang—“

“bukan orang jepang, dia kuliah di jepang, chan.” potong wonwoo.

“iya itu. kalau aja chan kenal mas wonwoo duluan, kalau aja chan lahir lebih cepet sedikit dan bisa masuk ke pertemanan mas cheol, kalau aja chan suka sama mas wonwoo dari awal mas wonwoo kesini…”

wonwoo meneguk minumannya sambil memikirkan satu hal, “kalo aku kenal chan duluan, aku nggak bakal ke jepang dong?”

“ya itu. terlambat, kan? mas wonwoo keburu ke jepang ninggalin chan.”

“ohh gitu..” kini wonwoo menganggukkan kepalanya. “jadi, chan mau?”

“mau apaan? nanyanya yang jelas.” chan menaikan alisnya sebelah.

“mau… jalanin sama aku pelan-pelan?” wonwoo setengah bertanya setelah menjelaskan.

chan meletakkan tangannya di atas meja, “tergantung. mas wonwoo mau serius atau cuma main-main?”

“serius.” jawab wonwoo.

“yaudah, chan mau.”

sebuah seringai muncul di wajah wonwoo, “mau apa? ngomongnya yang jelas.”

“chan mau coba jalanin sama mas wonwoo.” jawab chan santai.

“tapi nanti aku ke jepang ninggalin chan, chan masih mau?”

“mau. nanti chan sering-sering ke jepang.”

“gitu?”

“iya.”

“kamu kok santai banget?” kali ini wonwoo begitu penasaran. reaksi chan jauh berbeda dengan yang wonwoo bayangkan sebelumnya.

chan menaikan kedua bahunya enteng, “emangnya harus gimana? kan sama-sama mau.”

tapi wonwoo akhirnya sadar kalau laki-laki di hadapannya adalah chan, seseorang yang tidak suka ambil pusing dan mempermasalahkan sesuatu. ah, mungkin wonwoo tidak hanya harus melupakan sosok mantannya, namun juga harus membiasakan dirinya mengenal orang baru dengan pribadinya masing-masing.

wonwoo akhirnya mengangguk, “o-oke.. aku boleh panggil chan sayang?”

chan spontan menyemburkan minumannya lalu terbatuk-batuk sambil memukul dadanya sendiri.

lagi-lagi wonwoo tertawa, “kecepetan?”

chan menggeleng cepat, rambutnya ikut bergoyang searah gelengan kepalanya, “telat. harusnya dari kemaren.”

untuk beberapa saat, wonwoo dan chan saling bertatapan tanpa suara lalu melepaskan tawa renyah, seakan semua beban di pundaknya terangkat begitu saja, seakan semua kekhawatiran di pikirannya bertemu dengan solusinya.

they’ll be fine, just as long as they’re together. right?

“chan, sebenernya yang kamu jelasin tadi, tentang terlambat, it kinda doesn’t make sense, does it? i mean.. everything happens for a reason… kenapa kita baru kenal sekarang dan lain-lain.”

“iya, chan cuma nyari alesan aja. abis chan gak suka kalo dibilang kecepetan!”

“oke, oke. nggak kecepetan ya?”

“nggak!”

“okee.”

“abis ini ciuman di kamar chan?”

“b-boleh…”

chan keluar dari kamarnya masih dengan wajah yang ditekuk. entah kenapa pagi ini sejak bangun chan jadi uring-uringan. bawaannya kesal, ingin marah meluapkan emosinya.

chan menuruni tangga dan mendapati rumahnya sepi. chan tau ibu sedang mencuci pakaian, sedangkan mas cheol dan mas mingyu sudah pergi entah kemana. chan tidak mau tau. setelah pamitan pada ibu, chan menuju mobil mas cheol dimana wonwoo sudah menunggunya.

“hai, channie.” sapa yang lebih tua setelah chan masuk ke dalam mobil. “hmm.. you smell good.”

dipuji wangi oleh mas wonwoo, pipi chan langsung merah mendengarnya.

thanks,” jawab chan tanpa menoleh ke lawan bicaranya. “mau kemana?”

“cuma makan siang biasa aja sih.. aku abis google resto yang lumayan oke.”

aku.

lagi-lagi pipi chan terasa panas. mungkin kalau dilihat, pipinya sudah merah seperti kepiting rebus.

“emang harus reservasi segala?” tanya chan, mencoba mengendalikan perasaannya.

“yaa.. nggak sih.” wonwoo mulai menancap gas dan mengeluarkan mobil dari garasi. “tapi mau aja, biar nggak penuh. jam makan siang kan soalnya.”

“oh.”

wonwoo tidak membalas lagi, begitu juga dengan chan. setelah beberapa saat perjalanan terasa hening, wonwoo menyalakan radio untuk mencairkan suasana. chan refleks menghela napas lega.

wonwoo yang sadar chan menghela napas langsung menoleh ke sampingnya, “kenapa?”

chan menggeleng kaku, “nggak.”

“aku ada salah ngomong ya?” tanya wonwoo lagi. “kasih tau dong…”

“nggak ada.” singkat chan.

“kalau nggak ada, kenapa chan kayak bete gitu sama aku?” kali ini nada wonwoo terdengar lebih pelan.

“laper.” jawab chan asal. apapun agar wonwoo berhenti bertanya hal yang berulang-ulang, karena chan sendiri nggak tau kenapa! yang jelas hatinya memang sedang tidak dalam suasana menyenangkan.

wonwoo tertawa pelan lalu membenarkan letak kacamatanya. fokusnya kembali pada jalanan di depan, namun chan yakin ia mendengar wonwoo bergumam pelan.

“gemes.”

tumbuh dewasa bersama kakak laki-laki seperti seungcheol yang bisa dibilang overprotective membuat chan menjadi pribadi yang sedikit banyak manja. dalam keadaan apapun, chan secara sadar maupun tidak sadar akan memperlihatkan sisi manjanya kepada siapa saja yang ada di dekatnya.

seperti yang baru saja terjadi, chan merengek manja minta dicium oleh wonwoo. mungkin chan menganggap remeh permintaan tersebut, namun berbeda dengan wonwoo. wonwoo langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur, menenggelamkan wajahnya di bawah bantal, lalu berteriak kencang.

padahal ini bukan kali pertama chan berlaku manja ke wonwoo. jumlah pastinya sudah tidak bisa dihitung jari, namun yang jelas tiap chan seperti ini, wonwoo akan tetap salah tingkah.

wonwoo terperanjat dan langsung melempar bantalnya ke posisi semula saat pintu kamarnya diketuk. ketukannya pelan, samar-samar wonwoo bisa mendengar namanya dipanggil.

“mas wonwoo!”

chan. sudah pasti chan yang mengetuk pintu dari luar.

mencoba menormalkan detak jantung dan wajahnya yang masih kemerahan, wonwoo membukakan pintu. benar saja, chan sudah menunggunya di luar kamar dengan mata yang berbinar.

“hai, mas.” sapa chan pelan. sebuah senyuman terlukis di wajahnya, seakan bangga atas apa yang ia lakukan disaat seungcheol dan mingyu masih di lantai bawah.

“chan, udah malem…” balas wonwoo ragu. “k-kenapa?”

“chan mau tidur di kamar chan…”

wajah wonwoo seketika dipenuhi kepanikan, “ta—“

“tukeraaan,” potong chan. “chan sama mas cheol tidur di kamar chan, mas sama mas mingyu di kamar mas cheol. yaa?”

oh.

oh.

wonwoo mengangguk mengerti setelah beberapa saat pikirannya sempat kemana-mana.

“yaudaah, awas..?” chan menjulurkan tangannya, memberikan gesture agar wonwoo minggir.

“chan,” panggil wonwoo setelah ia memberikan ruang untuk chan masuk ke dalam kamarnya. “good night.

chan menyengir lebar, “good night, mas wonwoo. mimpiin chan, ya.”

“iya—eh… iya.” wonwoo tergagap. salah tingkah.

chan menaiki kasurnya, menarik selimut, dan berniat untuk tidur. “tolong matiin lampunya, mas.”

wonwoo mematikan lampu kamar sesuai permintaan chan, namun tubuhnya masih belum keluar kamar. memberanikan diri, wonwoo malah berjalan ke kasur chan.

wonwoo membungkukan badannya, mendekatkan wajahnya ke wajah chan, lalu mendaratkan ciuman di bibir chan secepat kilat.

chan tidak protes, wonwoo juga tidak memberikan penjelasan atas ciumannya. wonwoo langsung membalikan tubuhnya berniat keluar kamar, namun chan berhasil meraih tangan wonwoo dan menahannya pergi.

yang selanjutnya terjadi adalah tangan kanan wonwoo ditarik kencang oleh chan dan tubuhnya jatuh terduduk di atas kasur. chan yang semula sudah dalam posisi tiduran kini bangun dan ikut duduk bersama wonwoo. detik setelahnya, chan menarik wonwoo mendekat lalu mencium bibirnya.

kali ini ciumannya lebih lama. chan memejamkan matanya, disusul oleh wonwoo setelah melepaskan kacamatanya. tanpa melepas ciumannya, tangan wonwoo bergererak menarik pinggang chan. keduanya saling melumat bibir satu sama lain, memainkan lidahnya yang basah dan hangat, serta memberikan gigitan kecil pada bibir bawahnya.

tangan wonwoo bergerak ke rahang chan, lalu turun ke lehernya. chan pun sama, kedua tangannya mulai bergerak menarik rambut wonwoo dengan pelan, memberikan tanda bahwa dirinya ingin memperdalam ciumannya.

sampai beberapa saat belum ada yang mau melepas. belum ada yang mau menjauhkan tubuhnya. masih ingin merasakan hangatnya bibir satu sama lain. masih ingin mendekap tubuh satu sama lain. masih ingin merasakan deru napas satu sama lain. sampai akhirnya keduanya membutuhkan oksigen untuk bernapas, chan menjauhkan tubuhnya lebih dulu.

“m..mas…” chan menarik napas kuat-kuat. sehabis ini chan akan berjanji untuk lebih sering olahraga agar napasnya lebih panjang.

“chan, maaf.” ujar wonwoo cepat setelah menyadari keduanya terlalu larut dalam suasana. dirinya buru-buru bangkit berdiri dan berjalan keluar kamar chan tanpa menoleh ke belakang, meninggalkan chan sendirian.