myeics

soonyoung hanya bisa menghela napas berat ketika keluar kamar mandi dan mendapatkan mesin cucinya bocor. entah bocor, entah rusak, soonyoung tidak mengerti. yang jelas, air serta busa putih mengalir keluar dari pintu bulat mesin cuci dan membanjiri lantai studio apartemennya.

mungkin memang benar apa yang dikatakan ayahnya soonyoung bahwa ia tidak bisa hidup sendirian. ia terlalu manja. ia tidak pernah bekerja keras. ia hanya bisa bergantung pada orang lain.

sial. kenapa sosok ayahnya muncul lagi di pikiran soonyoung? soonyoung sudah berusaha susah payah kabur dari rumahnya dan menyewa satu studio apartemen di tengah jakarta, walau ia yakin ayahnya mungkin sudah tau posisi soonyoung dimana sekarang. ayahnya bukan orang sembarangan, begitu juga dengan soonyoung.

ini baru hari ketiga, dan soonyoung sudah harus bersinggungan dengan mesin cuci yang rusak. lalu siapa nanti yang akan mengepel lantainya? soonyoung sendiri? tentu ia begitu malas mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti ini.

mengenakan bathrobenya, soonyoung berjinjit keluar kamar mandi dengan hati-hati tak mau terpeleset. ia mengambil handphonenya berniat untuk mengubungi teknisi apartemennya. tanpa berpikir panjang, soonyoung menelepon sebuah kontak dengan nama teknisi – mingyu.

“h-halo? mas mingyu?” soonyoung mendekatkan handphonenya ke telinga setelah dering teleponnya tersambung, “ini soonyoung yang kemarin baru pindahan… mas… boleh tolong kesini… mesin cuci… oke…”

sambil menunggu kedatangan mingyu—teknisi apartemennya, soonyoung mengepel tumpahan air yang keluar dari pintu mesin cucinya. iya, soonyoung mengambil tisu dari kamar mandi dan ia letakan di lantai satu persatu hingga genangan air semakin kering. tepat saat soonyoung menarik lembar tisu yang terakhir, pintu unitnya diketuk.

soonyoung bangkit dari posisinya yang menunduk dan langsung merasakan sakit pada punggungnya. tulang-tulangnya seakan kaku karena terlalu lama menunduk mengepel lantai menggunakan lembaran demi lembaran tisu.

ahh— ben-bentar…”

saat soonyoung membukakan pintu, sosok laki-laki bertubuh besar tersenyum pahit kepadanya.

“mesin cucinya kenapa, mas?” laki-laki bertubuh besar itu akhirnya buka suara karena soonyoung hanya menatapnya takjub tanpa bicara. wajahnya sendiri bercucuran keringat, seperti habis melakukan pekerjaan berat lainnya. “mas?”

soonyoung mengerjap.

“e-eh.. ini nggak tau kenapa bocor, kemarin mas mingyu pas masang nggak papa kan?” cerocos soonyoung. “atau gue yang gak bisa makenya ya?”

alis mingyu terangkat, “maksudnya? emang masnya gak baca buku petunjuk?”

“enggak…” soonyoung menggeleng. “tapi yaa paham sih. coba dicek deh, mas. capek banget punggung gue…aah…”

soonyoung melenggang begitu saja meninggalkan mingyu yang masih berdiri di depan pintu. bahkan soonyoung tidak menyuruhnya masuk, walaupun mingyu tau ia sudah seharusnya masuk tanpa disuruh. soonyoung merebahkan tubuhnya di atas kasur, masih menggunakan bathrobenya.

tanpa soonyoung sadari, dirinya tiduran dengan posisi kaki setengah terbuka sehingga memperlihatkan paha bagian dalamnya. kepalanya menatap langit-langit dengan mata yang terpejam.

melihat soonyoung, mingyu menelan ludah kasar.

“mas, ini saya keluarin mesin cucinya ya,” ujar mingyu. tanpa diizinkan soonyoung pun, memang seharusnya begitu. maka dengan kedua tangannya yang berotot, mingyu menarik mesin cuci soonyoung keluar dari kitchen set. sempat terhambat karena kabel listrik yang menyangkut, namun dengan mudah mingyu mencabutnya dari stop kontak.

mendengar suara grasak-grusuk, soonyoung setengah bangkit dari tidurnya. perhatiannya sepenuhnya pada mingyu, yang kini berjongkok dan mengutak-atik mesin cucinya. ada kejutan di wajahnya saat melihat mingyu hanya mengenakan kaos kutang, padahal sebelumnya mingyu mengenakan kemeja hitam. eh? betul tidak ya?

entahlah. soonyoung hanya fokus pada wajah mingyu dari tadi.

mingyu terlihat begitu fokus. keningnya mengkerut, bibirnya tertutup rapat, wajahnya terlihat sedang berpikir namun tetap tenang. walaupun begitu, ototnya terlihat bekerja keras. soonyoung dapat melihat otot bisep dan trisep mingyu yang bergerak secara bergantian. ditambah, warna kulit mingyu yang coklat keemasan menjadi berkilauan akibat basah keringat.

sebagai laki-laki homoseksual, tentu soonyoung merasakan bagian selatannya menegang. tubuhnya terasa mulai panas, matanya mulai diselimuti oleh gairah, dan kepalanya mulai berpikiran yang tidak-tidak.

pikiran seperti mingyu yang mengekang tubuh kecilnya dengan kedua lengan berototnya, atau mingyu yang berada di atas tubuhnya, atau juga mingyu yang menggerakan jemarinya di lubangnya dengan lihai seperti apa yang sedang mingyu lakukan saat ini—jemarinya memutar-mutar obeng.

haaaahhh!

soonyoung tiba-tiba menghela napas dan menjatuhkan tubuhnya ke kasur. ia lipat kaki kanannya ke atas secara tidak sadar. pantatnya terasa berkedut, penisnya semakin mengeras.

mingyu yang terusik dengan helaan napas soonyoung pun menoleh. and fuck— napas mingyu tercekat. pemandangan di depannya benar-benar menguji kesabaran serta ketabahan dirinya.

susah payah mingyu mengontrol tubuhnya untuk tidak bereaksi apa-apa, namun sayangnya ia gagal karena selatannya pun sudah mengeras dan tercetak jelas di balik celana jeansnya.

bagaimana tidak? soonyoung hanya mengenakan bathrobe tanpa pakaian dalam sehingga mingyu bisa melihat dengan jelas penis soonyoung yang berdiri tegak dari sini. posisi tidurannya seperti menantang lawan, dengan satu kakinya yang dilipat ke atas.

fuck. fuck. fuck.

bahkan sekarang dada soonyoung tercetak jelas karena bathrobenya terbuka lebar. berantakan. tak beraturan. rasanya mingyu ingin berlari kesana dan menerjang soonyo—

tidak.

mingyu menggeleng dengan kuat.

ia harus menyelesaikan pekerjaan ini. susah payah, mingyu menyampingkan napsunya dan berusaha membetulkan mesin cuci soonyoung.

;—;

larut dalam kesibukan, mingyu tidak sadar kalau soonyoung berdiri di sampingnya. begitu dekat sampai mingyu bisa merasakan hangat tubuh serta deru napas soonyoung.

“udah?” tanya soonyoung. tangannya di atas mesin cuci sebagai tumpuan tubuhnya berdiri. “mesin cuci gue kenapa?”

mingyu sedikit menunduk, wajahnya sejajar dengan wajah soonyoung. jarak keduanya begitu dekat, cukup menunggu satu dorongan kecil maka bibir mereka akan menyentuh satu sama lain. namun dengan susah payah mingyu menahan itu semua, walaupun penisnya kembali menegang karena soonyoung.

hal yang sama terjadi juga pada soonyoung.

“bocor.” jawab mingyu dengan suara parau, “kaget aja kayaknya mas. baru pertama kali dipake kan?”

soonyoung mengerjap, “iya, baru pertama kali dipake.” jawab soonyoung setengah sadar.

“terus langsung becek kemana-mana ya?” tanya mingyu lagi. entah apa yang mingyu maksud, soonyoung mulai kehilangan akal sehatnya.

“iya. becek kemana-mana.” setelah menjawab mingyu, soonyoung menahan napasnya. soonyoung merasa wajah keduanya semakin dekat, walau ia tak tau siapa yang berinisiasi.

tangan soonyoung yang di atas mesin cuci bergerak dengan sendirinya, menyentuh jemari mingyu yang juga ada disana. tubuh mingyu tersentak bagai tersengat listrik.

soonyoung menaikkan dagunya, matanya terlihat sayu. bibirnya terbuka sedikit, seperti ingin mengucap sesuatu namun tertahan. tangannya semakin naik, kini sudah menyentuh lengan mingyu.

“mas soonyoung.”

mingyu memperingatkan.

“…ya..?”

namun soonyoung seakan tak peduli.

sudah. mingyu sudah sepenuhnya dibalut napsu. pikirannya kotor. begitu kotor sampai otaknya sudah disetir oleh napsu.

mingyu menarik tubuh soonyoung dan mendekapnya, membawa selatan miliknya bertemu milik soonyoung. ada teriakan kecil yang keluar dari mulut soonyoung, dan berhasil membuat libido mingyu semakin naik.

soonyoung mulai menggerakan tubuhnya yang menempel dengan tubuh mingyu. dari sini, soonyoung bisa merasakan milik mingyu yang sama kerasnya. tangan soonyoung yang semula pada lengan mingyu, semakin bergerak naik ke leher mingyu. ia lingkarkan lengannya disana, seakan mengunci mingyu dan mengajaknya larut dalam permainan soonyoung.

atau permainan mingyu.

karena sekarang mingyu mendekatkan bibirnya, mencium soonyoung tanpa ampun. gerakannya begitu cepat, seakan tergesa-gesa. mungkin takut waktunya akan habis. atau mungkin takut tiba-tiba akan ada orang yang masuk.

mingyu mengecap bibir soonyoung, memasukan lidahnya, menggigit bibir bawahnya, mengintervensi rongga mulut soonyoung, tak membiarkan soonyoung bernapas sebentar.

tanpa memutus ciuman panas mereka, tubuh soonyoung semakin bergerak liar pada tubuh mingyu. gerakannya naik-turun, menciptakan sebuah kenikmatan.

shit. this shit feels so fucking good.

“nghh…”

begitu desahan lolos dari mulut soonyoung, mingyu sudah tidak bisa menahannya lagi. mingyu angkat tubuh kecil soonyoung dan ia dudukan di atas mesin cuci. kecupan demi kecupan ia bubuhkan pada leher jenjang soonyoung, sesekali ia hisap di titik-titik tertentu.

“aahnn!” tubuh soonyoung menggelinjang saat mingyu menghisap dan menggigit kecil lehernya. “buka…. mingyu buka…”

dengan suara parau, mingyu memastikan. “buka apanya, mas?”

“b-bathrobe!” soonyoung sedikit berteriak.

mingyu tersenyum jahil, “nanti aja ya, mas? emangnya mas soonyoung mau apa?”

soonyoung menatap mingyu tidak percaya. umpatan kasar hampir lolos dari mulutnya namun soonyoung memilih jalan lain.

soonyoung menyentuh gundukan celana mingyu, ia remas dengan pelan.

“ah! shh—“

“lo juga sange.” ujar soonyoung. “cepet buka, mingyu.”

“kenapa nggak buka sendiri, soonyoung?” mingyu terlalu larut dalam permainan ini sampai ia melupakan formalitas ‘mas’ dalam memanggil nama soonyoung. tapi biarlah. sudah tidak ada formalitas ketika melakukan hubungan seksual.

bukannya menuruti soonyoung untuk membuka tali bathrobenya, mingyu malah membuka bathrobe bagian dada sehingga menampilkan dada soonyoung yang putingnya sudah menegang.

“boleh?” tanya mingyu. napasnya tak beraturan.

“do as you wish.”

dan mingyu menurut.

mingyu membungkukan badannya, menyejajarkan wajahnya pada dada soonyoung yang sedari tadi menjadi perhatiannya. dihisapnya puting kecoklatan itu, sementara tangannya bermain di puting sebelah. soonyoung membusurkan badannya ketika mendapatkan dua stimulus pada putingnya. mingyu menggerakan lidahnya tak beraturan disana, di putingnya, di aerolanya, lalu ia gigit kecil putingnya. tangannya meremas, memilin, mencubit, dan menekan-nekan putingnya.

“ahh.. hahh… ahhnnnn..”

desahan demi desahan terus soonyoung lontarkan. dirinya mabuk. mabuk kenikmatan yang mingyu berikan. maka ketika mingyu menyentuh ujung penisnya, tubuh soonyoung bergetar hebat.

menggunakan ibu jarinya, mingyu mengusap pelan ujung penis soonyoung yang sudah basah. ia balur penis soonyoung dengar cairannya sendiri.

“hiks…min..ghhyu…”

mingyu mendongak.

wajah soonyoung merah. air mata perlahan mengalir di pipinya. soonyoung sudah terisak disana hanya karena sentuhan-sentuhan mingyu. kepala mingyu pusing membayangkan bagaimana kalau penisnya masuk ke dalam lubang soonyoung? akan seperti apa soonyoung nanti?

“yaa, soonyoung?” tanya mingyu. satu detik. dua detik. tiga detik. belum ada jawaban lagi, maka mingyu kembali bertanya, “mau udahan?”

soonyoung menggeleng kencang.

“b-boleh… jari….?” ucap soonyoung begitu pelan. “pake.. jari…?”

mingyu menarik tubuh soonyoung mendekat, melebarkan kedua kaki soonyoung, dan memperlihatkan lubang soonyoung yang berkedut.

satu jari ia masukkan ke dalam lubang sempit itu. soonyoung memekik hebat, mingyu mendorong jarinya lebih dalam.

“saya tambah ya,” dan mingyu mengerjakan apa yang ia ucap.

dua jari. dua jari mingyu dimasukan kesana.

soonyoung berteriak lagi saat jari mingyu ditekuk dan menggaruk dinding lubangnya. walau belum menyentuh titik nikmat soonyoung, jari mingyu begitu lihai disana. rasa nikmat dan sakit menyatu dan berhasil membuat soonyoung meneteskan air mata lagi.

jari mingyu masih bermain disana, sementara tangan satunya mengurut pelan penis soonyoung yang berdiri tegak.

“ahh! ahh! e-enak…. shit enak bange—AHH!”

berhasil menyentuh prostat soonyoung, mingyu menyentuh titik itu berkali-kali, tanpa henti. saking nikmatnya, mata soonyoung berputar keatas dan mulutnya terbuka lebar. sudah tidak bisa mendesah atau berteriak lagi si soonyoung itu.

precum terus-terusan keluar dari lubang penis soonyoung. analnya masih dihantam oleh dua jari mingyu. kakinya terbuka lebar, sedangkan kedua tangannya menapak pada mesin cuci.

melihat soonyoung keenakan bukan main, mingyu masih belum puas rasanya. entah dapat ide darimana, mingyu menekan tombol start pada mesin cuci soonyoung sehingga mesinnya mulai bergetar. getarannya lama-lama menjadi kencang, sampai-sampai tubuh soonyoung ikut bergetar.

“mingyu! mingyu! aahhh!!!”

soonyoung tidak bisa menahannya lagi. dua jari mingyu masih menyentuh prostatnya sementara getaran mesin cuci menambah rangsangan pada tubuhnya, seakan sebuah vibrator bergerak bebas di antara lubangnya.

mingyu menekan satu tombol lagi, dan getaran pda mesin cuci semakin kencang. pegangan soonyoung mengerat takut-takut dirinya akan jatuh, walau ia tau mingyu tidak akan membiarkan soonyoung jatuh.

“ahh! mau- mau keluar! minn ahhhh!”

puas dengan apa yang ia lihat, mingyu menarik kedua jarinya dari lubang soonyoung. lalu hampa. soonyoung merasakan hampa pada lubangnya namun tubuhnya terus bergerak hebat. brengsek memang si mingyu, padahal klimaksnya hampir sampai!

soonyoung masih terus mengejar klimaksnya, maka satu tangannya ia gunakan untuk mengocok kencang penisnya.

sementara mingyu menyaksikan soonyoung dengan takjub. seperti pertunjukan erotis gratis dari soonyoung untuk mingyu.

melihat soonyoung bersusah payah mengocok penisnya yang belum juga sampai pada putihnya, mingyu akhirnya mendekat kembali untuk membantunya. lagipula, tubuh soonyoung amat sangat disayangkan untuk tidak dijamah lebih lama. mingyu masih ingin mencium lehernya yang masih wangi sabun, masih ingin menghisap dan memilin putingnya yang kecoklatan, dan masih ingin menekan perut bagian bawah soonyoung ketika jarinya bermain di lubangnya.

dan mingyu melakukan itu semua.

“ahhnn…”

“hahh mingyu…”

“hhnghh… ahh! ahh! mingyu gue k-keluar!”

mingyu menyaksikan semuanya dengan mulut menganga. penis soonyoung memuncratkan banyak sekali cairan sperma, putih dan kental. spermanya mengenai perut, dada, hingga wajah soonyoung. tubuh kotornya masih bergetar hebat di atas mesin cuci.

soonyoung menarik napas, tubuhnya hampir jatuh. lemas. seakan energinya terkuras habis akibat perbuatan mingyu.

dan seperti yang ia duga, mingyu menahan tubuhnya. bukan hanya itu, mingyu menggendong tubuh soonyoung dengan lembut lalu ia turunkan di atas kasur.

“keluar sekali lagi, bisa?” tanya mingyu.

soonyoung menggeleng, “nggak, capek..”

“saya belum keluar..”

“derita lo.”

mingyu tertawa kencang. “mesin cucinya udah bener lagi, udah dibuktiin ya, badan mas soonyoung bisa geter heb—“

soonyoung menutup mulut mingyu menggunakan kedua tangannya menghentikan mingyu menyelesaikan kalimatnya, “diem lo, mingyu! nggak usah ngomong lagi!”

“kenapaa?” rengek mingyu, “saya suka liatnya. cantik.”

“eh gue cowok ya, mingyu!”

“cantik kan nggak cuma buat perempuan, mas.”

“ya gue nggak mau dibilang cantik!” protes soonyoung lagi.

mingyu masih terkekeh, lalu berjalan menjauh dari kasur. seperti tidak ada yang terjadi sebelumnya, mingyu mendorong mesin cuci soonyoung ke dalam kitchen set. mesin cucinya sudah berhenti bergetar, namun masih dalam keadaan menyala.

“kalau rusak lagi, telepon saya aja, mas.” ujar mingyu.

soonyoung tidak menjawab, mungkin terlalu lemas.

“saya pamit, mas soonyoung.” tambah mingyu.

tubuh mingyu semakin jauh terlihat, dan hilang saat dirinya menutup pintu.

soonyoung kembali sendirian. unit apartemennya terasa kosong. ia harus segera mandi dan mengembalikan akal sehatnya. atau mungkin meminta maaf kepada mingyu adalah hal yang pertama harus ia lakukan.

atau mungkin juga meminta mingyu kembali ke unitnya, menyelesaikan apa yang belum mereka selesaikan.

dan soonyoung memilih opsi yang terakhir.

entah sudah keberapa kalinya mingyu berjalan mengitari meja kerjanya. hari ini hari sabtu, kantornya terlihat kosong. seharusnya mingyu bisa sepuas-puasnya menikmati fasilitas kantor selagi sendirian, namun saat ini perasaan mingyu jauh dari kata puas. yang mingyu rasakan adalah cemas.

setelan olahraga yang laki-laki aries itu kenakan sudah basah kuyup akibat keringat hasil jogging pagi ini. mungkin juga ditambah keringat dingin yang mengalir dari dahinya, turun ke pelipis, lalu beberapa menetes ke bajunya. semua karena soonyoung. satu orang yang sejak tadi malam tidak berhenti berkeliaran di kepalanya.

astaga tuhan, kenapa juga gue harus jatuh cinta sama temen sendiri…?

mingyu mengambil botol minumnya yang berada di atas meja lalu meneguknya dengan kasar. ia seka sisa-sisa keringat pada dahinya. dingin ruangan ber-ac itu berhasil mengeringkan pakaian mingyu, namun ia yakin badannya akan masuk angin sepulang dari kantor. tak apa, mingyu tidak peduli. toh perutnya memang sudah terasa mual sedari pagi akibat asam lambungnya naik karena stress ia rasakan.

mingyu jadi lupa akan maksud dan tujuannya datang ke kantor pagi ini. tentu ia sudah melakukan presensi sejak menginjakkan kakinya di lobby kantor, namun ia tidak ingat apa yang harus ia lakukan selanjutnya di kantor setelah sampai di ruangannya.

duduk di kursi kerjanya, mingyu bersender dan menatap langit-langit kantor. pikirannya melayang kemana-mana, membayangkan soonyoung yang dilamar jihoon tadi malam. mingyu mulai menerka-nerka; apakah semalam soonyoung ingin mengabarinya kalau mereka sudah bertunangan?

di kepalanya, terputar adegan jihoon yang menempatkan cincin di jari manis tangan kiri soonyoung. soonyoung mungkin akan menampakkan senyuman lebarnya karena akhirnya mereka sudah saling terikat satu sama lain. senyuman yang mingyu suka, yang menjadi alasan mingyu tetap bertahan hidup setiap harinya.

lalu mengapa soonyoung tidak lagi membalas pesan mingyu, ia menebak kalau soonyoung mungkin sudah tertidur pulas di pelukan jihoon. mungkin juga saling mengirimkan hangatnya kulit masing-masing yang bersentuhan tanpa sehelai benang.

mungkin.

mingyu menghela napas berat sambil melepaskan topi yang masih melekat di kepalanya. dadanya terasa sakit, seperti penuh dan sesak serta berteriak ingin mencurahkan seluruh emosinya. namun mingyu bisa apa selain menahan segala emosinya?

pelan-pelan mingyu mengumpulkan segala perhatiannya pada pekerjaan—atau yang bisa disebut dengan sebuah distraksi. apapun akan ia lakukan agar sosok soonyoung berhenti berlarian di kepalanya, setidaknya untuk saat ini. mingyu menyalakan komputer di hadapannya, bersiap melanjutkan pekerjaan yang seharusnya ia selesaikan sebelum senin pagi.

karena sepahit apapun kenyataan, hidup harus terus berjalan, bukan?

suara ketikan pada keyboard, klik pada mouse, serta gemercik air dari akuarium menemani mingyu mengerjakan lemburnya. tak terasa mingyu sudah tiga jam lebih duduk di mejanya, sinar matahari mulai menusuk masuk menembus jendela. mingyu melirik jam dinding, pukul 12 siang. pantas saja, karena perut mingyu mulai berisik minta diberi asupan makanan.

mingyu menyimpan semua pekerjaannya di komputer, melepaskan earphonenya, lalu bangkit dari kursi untuk mengambil air minum dari dispenser. selagi meneguk air, mata mingyu menyapu ruangan kerjanya selama dua tahun ke belakang.

sudah ada dua perubahan yang signifikan sejak mingyu mendapatkan surat keputusan diangkat menjadi pegawai negeri sipil. meja dan kursi yang berubah, layout ruangan yang berubah, serta orang-orang yang menjabat pun berubah. sebuah perubahan itu ada dan nyata, mingyu tau ia harus selalu siap dan menerima. lalu ia pandangi meja dan kursi atasannya, sebuah meja jabatan kepala seksi. tak ada papan nama atau papan jabatan disana, hanya ada tumpukan map serta kalender meja yang menghiasi mejanya.

mingyu sering menyumpahi atasan barunya ini. sering juga ia banding-bandingi dengan atasan lamanya yang memang jauh berbeda. dari segi usia, generasi, kinerja, dan juga sikapnya. namun mingyu bisa apa selain menyumpahi dalam diam? sebagai pelaksana biasa, mingyu tidak bisa berbuat apa-apa. ia dipaksa harus bisa bekerja di bawah orang seperti atasannya sekarang. ia juga hanya bisa berdoa kepada tuhan agar atasannya segera dimutasi, walau kemungkinan terbesarnya doanya akan dikabulkan dalam waktu dua tahun lagi.

lalu mata mingyu berpindah ke meja di sebrang kanannya. meja yang kini kosong, namun sebelumnya ditempati oleh seniornya. senior yang biasanya menemani mingyu ngopi atau merokok, walau mingyu tidak merokok. mingyu hanya ikut menyesap kopi sambil berdiskusi dengan seniornya, mengenai hal apapun, mulai dari kehidupan nyata, hingga klub bola favorit mereka. sayangnya, tiga bulan yang lalu giliran seniornya yang mendapatkan surat keputusan mutasi. sampai sekarang, belum ada lagi orang yang menggantikan seniornya, sehingga mingyu mau tak mau mengerjakan beban kerja dua kali lipat.

mingyu paham, orang-orang akan datang lalu pergi. mingyu paham, apapun yang terjadi pasti ada sebab dan akibatnya. mingyu percaya bahwa tuhan akan memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.

mungkin mingyu juga harus paham kalau soonyoung datang di hidupnya untuk menemaninya sampai di titik ini saja. mungkin mingyu harus siap menerima kenyataan kalau soonyoung akan pergi dari hidupnya sebentar lagi.

setelah dua puluh empat tahun hidup, mingyu harusnya sudah terbiasa dengan dinamika kehidupan ini, kan?

namun mengapa rasanya sulit dan sesak membayangkan kepergian soonyoung dari hidupnya?

dan jujur, mingyu tidak akan pernah siap.

mingyu merasa dirinya sudah terlalu lama menatap meja kosong di sebrangnya. mungkin sudah waktunya ia pulang ke rumah, ke keluarganya. setidaknya, masih ada rumah untuk tempat berpulangnya ketika ia merasa dunia sedang tidak adil.

mingyu merapikan lembaran kertas dan menyatukannya dengan cara menyisipkan klip disana. kertas yang sudah jadi satu itu ia masukan ke dalam map berwarna putih dengan logo kementerian di depan. dengan menggenggam map di tangannya, mingyu meninggalkan ruang kerjanya.

sebetulnya, alasan kenapa gue 99% yakin jihoon mau ngelamar gue di bali adalah… jihoon tau banget gue nggak mau having sex sebelum ada status yang jelas.

yes, we’ve been in a situationship for almost…. two years?

intinya, kita berdua deket tanpa status.

selama dua tahun ini juga, jihoon nggak pernah aneh-aneh. nggak pernah macem-macem, apalagi maksain napsunya. call me conservative, but yes, i wanna keep my virginity for my one and only.

sebenernya pernah sih, kalau macem-macem. blow job di mobil selama perjalanan pulang dari kantor ke apart, termasuk lah ya… atau fingering dan dry humping di depan laptop ketika gue numpang lembur di rumah jihoon karena mau irit listrik apart. semuanya berakhir kentang, nanggung.

kalau jihoon ngajak ke bali, berarti jihoon ngajak nginep. dan kalau nginep jauh-jauh ke bali dan cuma sekadar cuddling atau foreplaying…. agak nggak masuk di akal. cowok manapun pasti mau yang lebih, apalagi ketika suasana mendukung.

dan disinilah gue… sama jihoon. di bandara ngurah rai lagi nunggu pengambilan bagasi. jihoon udah siap sama travel bagnya, sedangkan koper gue masih belum kelihatan tanda-tanda munculnya.

“laper nggak?” tanya jihoon sambil ngeliat apple watch di lengannya. “masih jam segini, makan dulu yuk?”

gue ngangguk antusias, selain karena emang laper, gue nurut-nurut aja sama jihoon. i love to be manhandled.

setelah makan siang nasi tempong, jihoon ngajak ke hotel buat nitip koper, terus kita lanjut ke pantai kuta. jihoon udah mempersiapkan semuanya, kamar hotel dan juga sewa motor. gue beneran tinggal terima beres aja, nikmatin semua yang jihoon siapin dan kasih ke gue. panggil gue princess, karena memang iya.

jihoon beda sama mingyu yang masih suka ceroboh dan dikit-dikit pelupa. mingyu juga biasanya suka nanya pendapat gue sebelum memutuskan sesuatu. misalnya, “nyong, mau yang mana?” atau “nyong, menurut lo kalau kita kesini… susah nggak ya?” atau “gue suka ini deh, tapi lo suka nggak?”.

tapi kalau dipikir-pikir… mungkin gue lebih suka kalau diikutsertakan dalam memutuskan sesuatu. lebih dianggap ada dan pendapatnya dibutuhin. kayak apa yang biasanya mingyu lakuin ke gue. tapi, tapi!!!!! gue juga nggak nolak kalau jihoon udah siapin semuanya, karena pilihan dia juga nggak mengecewakan.

iya, kan?

lagi pula, kenapa juga gue tiba-tiba kepikiran mingyu disaat gue cuma berdua sama jihoon di pantai?

ribuan tanda tanya yang ada di benak soonyoung lenyap begitu saja saat rumah mingyu menyambutnya hangat. soonyoung yang jauh dari keluarga karena merantau sejak kuliah, menemukan keluarga mingyu sudah seperti keluarganya sendiri. bahkan mungkin terasa dan terlihat lebih hangat. memang segala yang ada pada diri mingyu terasa begitu sempurna.

senyuman bapak serta pelukan ibu mingyu mampu melunturkan segala kegelisahan dan kekhawatiran yang soonyoung rasakan saat ini. terutama terkait jihoon, terkait mingyu, terkait perasaannya.

belum lagi ketika adik perempuan mingyu tiba-tiba muncul dari kamarnya, lalu menyengir lebar melihat soonyoung berjalan di samping mingyu.

“abang!”

soonyoung menoleh, minseo sudah dulu lari ke pelukannya.

“kangeeeen! abang kenapa udah jarang main kesini sih?” rengek minseo yang belum juga melepaskan soonyoung dari pelukannya. “abang, wanginya enak…”

soonyoung terkekeh pelan dan tentu membalas pelukan minseo yang begitu erat, “gue mau ke bali loh, mau nitip apa? jangan sushi yang mahal itu, belum sanggup gue!”

“oh? soonyoung mau ke bali? kapan?”

minseo melepaskan soonyoung saat ibunya bersuara dari kejauhan. keduanya berjalan menuju ruang keluarga dimana ada sofa panjang serta tv dalam keadaan menyala.

“minggu ini bu, cuma dua malem..” jawab soonyoung dengan sopan.

mingyu berdeham pelan, “soonyoung mau dilamar sama pacarnya.”

pernyataan mingyu barusan langsung mengubah atmosfir di ruang keluarga. semua orang yang ada disana kecuali mingyu dan soonyoung terkejut bukan main. adiknya menutup mulut dengan kedua tangan, menahan agar tidak berteriak. sang ibu memandang keduanya secara bergantian. sang ayah menatap anak pertamanya dengan rasa iba.

dan mingyu tidak pernah merasa semenyesal ini.