myeics

wonwoo mengiyakan ajakan chan.

detik setelah chan tersenyum mengejek pada wonwoo, wonwoo langsung mengangkat tubuh chan dan ia duduki pada meja bar di belakangnya. senyuman pada wajah chan langsung hilang, berganti menjadi pekikan kencang akibat tubuhnya terangkat tanpa peringatan. yang selanjutnya terjadi tak kalah mengejutkan bagi chan, wonwoo melepas kacamatanya, memiringkan kepalanya, lalu mencium bibir chan.

bibir keduanya saling bertemu. mulutnya refleks terbuka, seakan ciuman ialah hal sudah sangat biasa dilakukan oleh mereka. lidahnya menginvasi mulut satu sama lain. sesekali chan menggigit bibir bawah wonwoo di tengah ciumannya. sedangkan tangan chan menahan leher belakang wonwoo, menariknya agar makin mendekat.

wonwoo tak tinggal diam. selagi memejamkan matanya dan menikmati ciuman dengan seorang barista bernama chan, wonwoo mengusap pelan punggungnya. usapannya semakin kebawah, lalu ia selipkan kedua tangannya ke dalam baju chan. tangannya pada kulit chan terus berpindah, kini ke perutnya, dan naik hingga ke dada.

ketika tangan wonwoo berhenti di dada chan, chan melepaskan ciumannya. kepalanya mulai pusing, tubuhnya mulai panas. lalu desahan berhasil lolos dari mulutnya saat wonwoo mencubit pelan kedua putingnya.

ahhn…”

kepala chan terlempar ke belakang saat wonwoo memilin putingnya, sedangkan wonwoo mengambil kesempatan untuk menghirup ceruk leher chan. ia hisap leher chan sementara tangannya berpindah ke paha chan.

chan hampir rubuh ke belakang kalau kedua tangannya tidak cukup kuat menopang tubuhnya karena wonwoo baru saja melebarkan paha chan dengan kasar.

“kayak gini? disini?” tanya wonwoo tanpa memutus tatapan matanya pada chan. “di meja bar? di tempat kamu kerja? atau di meja yang disana?”

chan menjawab dengan sebuah anggukan.

“nggak takut dipecat kamu?” tanya wonwoo lagi. kini chan menggelengkan kepalanya. “cctv?”

“rusak.” jawab chan.

wonwoo ingin tertawa karena dirinya baru saja dibohongi oleh chan. jika memang cctvnya rusak, seharusnya wonwoo tidak perlu takut identitas aslinya diketahui, karena hanya chan yang bisa melihat wajahnya.

“mas jeremy,”

“ya?”

i’ll give you the best head if you tell me your real name.”

“wonwoo. it’s wonwoo.”

.:.

f-fuck… nghh… ahh fuck…”

chan tidak bohong. wonwoo dibuat panas sebadan-badan karena penisnya sedang dihisap dan dipuaskan oleh chan. chan mungkin lebih muda darinya atau jeonghan, namun keahliannya dalam memuaskan tubuhnya jauh di atas jeonghan.

mulut wonwoo menganga dan terus-terusan mengerang nikmat. batang penisnya dihisap sedangkan lidah chan bermain pada ujung penisnya. tangan chan juga meremas pelan testisnya, menambah sensasi yang kian menjalar ke seluruh tubuh.

mulut chan begitu hangat dan basah. sesekali chan sengaja memasukan penis wonwoo makin dalam, hingga ujungnya menyentuh tenggorokannya. lalu wonwoo hanya bisa mengerang nikmat dibuatnya. sungguh, bahkan wonwoo tak perlu susah payah mengajari atau mengatur gerakan kepala chan, chan berhasil dengan sendirinya.

nghh… chan, you can s-stopnow…” pinta wonwoo.

chan mengeluarkan penis wonwoo dari mulutnya hingga menimbulkan suara plop, lalu mendongak, “kenapa? nggak enak?”

“enak banget.” jawab wonwoo begitu cepat. “saya nggak mau keluar di mulut kamu.”

wonwoo membantu chan untuk berdiri dari posisinya yang di bawah. ia duduki lagi di meja bar, sembari memperhatikan chan yang masih mengatur napasnya. wajah chan dipenuhi bulir keringat, pipinya merah, rambutnya berantakan, dan mulutnya yang pink dan mengkilap.

melihat chan yang seperti ini, wonwoo bisa keluar sekarang juga.

wonwoo berdeham, “tanpa kondom?”

“iya.”

“pelumas?”

“nggak usah.”

“bakal sakit. dan susah.”

“tau. tapi suka.”

wonwoo mengiyakan ajakan chan.

detik setelah chan tersenyum mengejek pada wonwoo, wonwoo langsung mengangkat tubuh chan dan ia duduki pada meja bar di belakangnya. senyuman pada wajah chan langsung hilang, berganti menjadi pekikan kencang akibat tubuhnya terangkat tanpa peringatan. yang selanjutnya terjadi tak kalah mengejutkan bagi chan, wonwoo melepas kacamatanya, memiringkan kepalanya, lalu mencium bibir chan.

bibir keduanya saling bertemu. mulutnya refleks terbuka, seakan ciuman ialah hal sudah sangat biasa dilakukan oleh mereka. lidahnya menginvasi mulut satu sama lain. sesekali chan menggigit bibir bawah wonwoo di tengah ciumannya. sedangkan tangan chan menahan leher belakang wonwoo, menariknya agar makin mendekat.

wonwoo tak tinggal diam. selagi memejamkan matanya dan menikmati ciuman dengan seorang barista bernama chan, wonwoo mengusap pelan punggungnya. usapannya semakin kebawah, lalu ia selipkan kedua tangannya ke dalam baju chan. tangannya pada kulit chan terus berpindah, kini ke perutnya, dan naik hingga ke dada.

ketika tangan wonwoo berhenti di dada chan, chan melepaskan ciumannya. kepalanya mulai pusing, tubuhnya mulai panas. lalu desahan berhasil lolos dari mulutnya saat wonwoo mencubit pelan kedua putingnya.

ahhn…”

kepala chan terlempar ke belakang saat wonwoo memilin putingnya, sedangkan wonwoo mengambil kesempatan untuk menghirup ceruk leher chan. ia hisap leher chan sementara tangannya berpindah ke paha chan.

chan hampir rubuh ke belakang kalau kedua tangannya tidak cukup kuat menopang tubuhnya karena wonwoo baru saja melebarkan paha chan dengan kasar.

“kayak gini? disini?” tanya wonwoo tanpa memutus tatapan matanya pada chan. “di meja bar? di tempat kamu kerja? atau di meja yang disana?”

chan menjawab dengan sebuah anggukan.

“nggak takut dipecat kamu?” tanya wonwoo lagi. kini chan menggelengkan kepalanya. “cctv?”

“rusak.” jawab chan.

wonwoo ingin tertawa karena dirinya baru saja dibohongi oleh chan. jika memang cctvnya rusak, seharusnya wonwoo tidak perlu takut identitas aslinya diketahui, karena hanya chan yang bisa melihat wajahnya.

“mas jeremy,”

“ya?”

i’ll give you the best head if you tell me your real name.”

“wonwoo. it’s wonwoo.”

.:.

f-fuck… nghh… ahh fuck…”

chan tidak bohong. wonwoo dibuat panas sebadan-badan karena penisnya sedang dihisap dan dipuaskan oleh chan. chan mungkin lebih muda darinya atau jeonghan, namun keahliannya dalam memuaskan tubuhnya jauh di atas jeonghan.

mulut wonwoo menganga dan terus-terusan mengerang nikmat. batang penisnya dihisap sedangkan lidah chan bermain pada ujung penisnya. tangan chan juga meremas pelan testisnya, menambah sensasi yang kian menjalar ke seluruh tubuh.

mulut chan begitu hangat dan basah. sesekali chan sengaja memasukan penis wonwoo makin dalam, hingga ujungnya menyentuh tenggorokannya. lalu wonwoo hanya bisa mengerang nikmat dibuatnya. sungguh, bahkan wonwoo tak perlu susah payah mengajari atau mengatur gerakan kepala chan, chan berhasil dengan sendirinya.

nghh… chan,_ you can s-stop… now_…” pinta wonwoo.

chan mengeluarkan penis wonwoo dari mulutnya hingga menimbulkan suara plop, lalu mendongak, “kenapa? nggak enak?”

“enak banget.” jawab wonwoo begitu cepat. “saya nggak mau keluar di mulut kamu.”

wonwoo membantu chan untuk berdiri dari posisinya yang di bawah. ia duduki lagi di meja bar, sembari memperhatikan chan yang masih mengatur napasnya. wajah chan dipenuhi bulir keringat, pipinya merah, rambutnya berantakan, dan mulutnya yang pink dan mengkilap.

melihat chan yang seperti ini, wonwoo bisa keluar sekarang juga.

wonwoo berdeham, “tanpa kondom?”

“iya.”

“pelumas?”

“nggak usah.”

“bakal sakit. dan susah.”

“tau. tapi suka.”

chan tidak mengira kalau pengunjung cafenya benar-benar menghampirinya karena runtutan pertanyaannya barusan. mungkin memang benar kata orang-orang kalau chan masih sangat kekanak-kanakan walau umurnya sudah menyentuh 23 tahun. tapi bagi chan, semua memang hanya untuk bersenang-senang belaka.

wonwoo—atau yang chan kenal sebagai jeremy, sudah berdiri di hadapanya. kedua tangannya menumpu pada meja bar yang sedikit rendah, tubuhnya busung ke depan, dan matanya menatap tepat pada manik mata chan. chan refleks menahan napasnya ketika wonwoo membuka masker hitamnya. wajah wonwoo terus mendekat, hanya menyisakan beberapa senti di antara mereka.

well.. fuck.

ganteng. banget.

“kamu ada masalah apa sama saya?”

kaki chan tiba-tiba lemas saat mendengar suara berat wonwoo. double ‘well fuck’ bagi chan.

entah apa yang chan pikirkan dan rasakan sekarang. walau napasnya masih tertahan, jantungnya berdebar begitu kencang. kalau saja musik tiba-tiba berhenti, wonwoo pasti bisa mendengar detak jantungnya.

dan sialnya, musik pun berhenti.

chan tidak lagi memberikan atensinya pada wonwoo, kini ia sibuk mengutak-atik ipadnya untuk menyetel musik yang sebelumnya berhenti. sialnya menjadi dua kali lipat karena ipadnya ternyata mati karena habis baterai. baiklah. chan akan menghadapi wonwoo.

“jawab saya,” ujar wonwoo. wonwoo masih menatapnya tajam, lalu tatapannya turun ke dada kanan chan dimana name tag disematkan disana, “chan.”

chan menelan ludahnya sebelum menjawab, “nothing. just asking.

wonwoo berdecak, tidak puas dengan jawaban yang chan berikan. “sini, kamu.”

ah, matilah sudah dirinya itu. mengumpulkan keberanian, chan keluar dari area belakang bar dan menghampiri wonwoo.

“saya mau ketemu manager kamu b—“

“nanti ketauan dong nama mas bukan jeremy?” potong chan sebelum wonwoo menyelesaikan kalimatnya.

chan tersenyum puas. kalah sudah, laki-laki yang lebih tinggi darinya itu.

“kata siapa nama saya bukan jeremy?” tanya wonwoo. nadanya sedikit bergetar, tipikal wonwoo ketika berbohong. sebuah fakta apabila laki-laki yang memiliki nama lengkap jeon wonwoo benar-benar tidak bisa berbohong.

you’re not…. jeremy at all.” jawab chan santai. kini berdirinya sudah tidak setegak dan setegang tadi. “yakan?”

wonwoo menghela napas berat, lalu mengulang pertanyaan sebelumnya, “kamu ada masalah apa sama saya?”

chan tertawa kecil. matanya berbinar jahil.

“penasaran aja, kenapa mas jeremy setiap kesini pakai jaket atau hoodie. kalau boleh tau, mas jeremy pake apa di balik jaket tebelnya?”

wonwoo mengerjap.

bocah tengil di depannya seperti mengetahui banyak hal tentangnya. dari namanya yang bukan jeremy, kotak kondom di kantung jaketnya, lalu orang yang menjemputnya adalah seorang pejabat negara, dan sekarang? pakaian yang ia kenakan di balik jaket tebalnya.

mungkin selama ini wonwoo terlalu lengah, tidak mempedulikan sekitarnya, atau memang ceroboh.

“mas jeremy, have you ever fuck someone in a public space?” tanya chan tiba-tiba. makin berani, bocah itu tidak ada niatan mundur sedikitpun. “or should i say… semi public because nobody’s here? i know you like to do something that can give you adrenaline rush.”

tentu belum pernah. selama ini yang wonwoo dan jeonghan lakukan hanya bersembunyi di kamar hotel bak pengecut. dan memang pengecut.

bayangan melakukan hubungan intim di ruang publik ternyata mampu membuat jantung wonwoo berdebar penasaran. pikirannya mungkin menolak, namun tubuhnya berkata sebaliknya.

entah wonwoo sadari atau tidak, bagian selatannya mulai mengeras.

kali ini chan benar lagi, he likes to do something that can give adrenaline rush to his body. something challenging.

“chan… saya nggak mau main-main.” balas wonwoo dingin. tangannya membetulkan letak kacamatanya, “i don’t wanna waste my time here. saya beneran mau ketemu manager kamu besok.”

lagi, jeon wonwoo tidak bisa berbohong.

“terserah.” chan menaikan kedua bahunya. “saya juga nggak mau buang-buang waktu. i’ll gladly help you, tho. temen mas nggak jemput, kan? i may be a menace, but i also can be a good boy for you. you can fuck me right here, right now, and you can also hit my hole raw. no condom, no lubricant. something you’ve never done before, am i right?

walaupun kalimat yang chan lontarkan sudah cukup vulgar bagi wonwoo, yang chan lakukan selanjutnya jauh lebih mengejutkan. chan tiba-tiba melepaskan kacamata wonwoo lalu membersihkan lensanya dengan kaosnya. sebelum wonwoo mulai protes, chan sudah menempatkannya kembali di antara telinga wonwoo.

semuanya terjadi begitu cepat sampai wonwoo hanya bisa terpana melihat aksi chan yang tidak bisa ditebak.

dan bagaimana kalau wonwoo mengiyakan ajakan chan?

bagaimana kalau apa yang chan tawarkan padanya adalah apa yang selama ini wonwoo inginkan?

malam semakin gelap dan sepi. musik the weeknd masih menggema di seluruh penjuru cafe.

[i said i didn’t feeling nothing, babe but i lied]

keduanya masih saling tatap. wonwoo enggan menjawab, namun chan pun masih penasaran.

sorry kalau nggak nyaman, mas’ atau ‘maaf kalau saya lancang’ adalah kalimat yang wonwoo harapkan keluar dari mulut barista di hadapannya. sayangnya, chan masih menunggu wonwoo menjawab dan tidak ada niatan untuk mengalihkan topik. terlihat dari wajahnya yang semakin mendekat maju, alisnya yang terangkat, dan tiba-tiba tangannya menopang dagu.

[and when times were rough, when times were rough]

“belum.” jawab wonwoo singkat.

“ah..”

[i made sure i held you close to me]

kini wonwoo membalikan badannya dan berjalan cepat menuju mejanya, meninggalkan chan sendirian disana.

“mas jeremy!” panggil chan dari tempatnya, “kalau temen mas jeremy masih belum jemput, tidur sama saya aja!”

wonwoo tersedak minumannya.

[so call out my name]

i can see a box of condom in your pocket!” tambah chan sebelum wonwoo bisa protes. “tuh, kotak kecil warna hologram!”

[so call out my name when i kiss you so gently]

ah. benar. wonwoo menyimpan kondomnya di kantung jaketnya sebelum berangkat tadi.

“saya tebak… mas jeremy sama partnernya selalu pake kondom? hmm…” chan mengusap dagunya lalu berbicara lagi, “kalau sama saya ngga usah pake kondom, deh!”

wonwoo membenarkan perkataan chan dalam hatinya namun wajahnya bersusah payah tetap menampilkan emosi datar walaupun ia sedang dilecehkan.

“masnya… pernah ngewe di tempat publik? saya tebak lagi… nggak pernah? soalnya kan mas jeremy selalu dijemput setiap malem jumat disini ya? habis itu kemana, mas?”

[i want you to stay even though you don’t want me]

wonwoo sungguh tidak nyaman. ditanyakan beribu hal yang sifatnya privasi oleh orang yang ia tidak kenal rasanya seperti ditelanjangi di depan publik.

sambil menahan amarah, wonwoo berniat untuk pergi sekarang juga. peduli setan, jeonghan juga sepertinya tidak akan datang. maka wonwoo cepat-cepat menaruh handphonenya ke dalam tasnya, lalu bergegas menuju pintu keluar.

namun mulut chan nampaknya masih belum mau diam.

“mas jeremy ketemu sama siapa sih? selingkuhan ya? atau mas jeremy yang jadi selingkuhan? emang siapa temennya? jangan-jangan, orang penting ya? pejabat negara?”

dan wonwoo berharap dirinya hilang di telan bumi detik ini juga.

[so call out my name]

“atas nama jeremy!” chan setengah berteriak.

chan tidak perlu berteriak sebenarnya, karena orang yang dipanggil adalah satu-satunya pengunjung di cafe yang tersisa malam ini.

merasa terpanggil, jeremy menoleh dan bangkit dari duduknya untuk mengambil segelas es teh leci yang ia pesan.

saat jeremy berjalan menghampirinya, chan memperhatikan pengunjungnya itu. laki-laki tinggi dan berkacamata yang setiap jumat malam datang ke cafe tempatnya bekerja. setiap kali datang, pakaiannya mirip-mirip: luaran jaket atau hoodie, celana panjang, dan yang tidak pernah ia lupa kenakan adalah masker, seakan dirinya tidak ingin dikenali oleh siapapun.

chan juga hapal kalau jeremy datang setiap pukul sembilan malam. jeremy biasanya menunggu beberapa menit ditemani segelas kopi sampai mobil hitam menjemputnya, lalu pergi dan kembali lagi pada hari jumat berikutnya.

dari pengamatannya, chan bisa menyimpulkan kalau cafe ini adalah tempat dimana jeremy dijemput oleh seseorang yang tidak seharusnya ia temui. dalam kata lain, ini adalah pertemuan rahasia atau terlarang antara jeremy dengan sesosok orang di dalam mobil hitam.

“aah!” chan refleks menganga menaikan alisnya ketika menyadari satu hal lainnya: cafe ini berlokasi di pinggir jalan yang biasanya sepi.

chan sendiri tidak tau wajah jeremy dengan jelas, karena ia selalu duduk di pojokan menghadap luar dan menghindari tangkapan cctv. setiap namanya dipanggil, jeremy mengenakan maskernya kembali.

namun ada yang berbeda pada malam ini.

kali ini, sudah gelas ketiga yang jeremy pesan. mobil hitam belum menjemputnya, jeremy masih disini. jam sudah menunjukan pukul sebelas lewat empat puluh lima menit dan seharusnya chan sudah close order sejak lima belas menit yang lalu. alasan chan masih menerima pesanan jeremy tentu karena chan penasaran setengah mati dengan pengunjung yang satu ini.

maka inilah kesempatan chan untuk mengenal lebih dalam sosok jeremy—walau chan yakin nama aslinya bukanlah jeremy.

.:.

“atas nama jeremy!”

wonwoo masih menyempatkan dirinya untuk menatap kembali layar handphone yang masih dalam keadaan menyala, berharap notifikasi dari jeonghan akan muncul. namun nihil. masih belum ada balasan. wonwoo bangkit dari duduknya lalu berjalan mengambil minumannya. minuman ketiganya malam ini.

wonwoo membetulkan letak masker sekaligus kacamatanya ketika sang barista di hadapannya tiba-tiba membuka suara.

“mas… jeremy? kita closing lima belas menit lagi ya.”

genggaman pada gelas es teh lecinya merenggang. wonwoo mengangguk mengerti, walau dalam hatinya sedikit banyak merasakan panik. wonwoo tau hari sudah begitu malam, namun jeonghan belum juga menjemputnya.

baru saja wonwoo mengambil ancang-ancang untuk berbalik badan dan kembali ke mejanya, sang barista memanggil nama samarannya lagi.

“mas jeremy!”

ada binar pada kedua bola matanya saat memanggil nama samarannya. seakan memang mengajaknya untuk berbicara atau sekadar berkenalan.

tapi tidak, jangan sampai orang lain mengenalinya.

atau mungkin, wonwoo harus mengganti lokasi pertemuannya dengan jeonghan mulai minggu depan.

“mas?!” panggil si barista itu lagi.

lamunan wonwoo buyar seketika. fokusnya kembali pada laki-laki yang terlihat lebih muda beberapa tahun darinya.

“temennya belum dateng juga ya?” tambahnya

ah.

“alpha, please…” mingyu menahan panas di sekujur tubuhnya, “please… gue bisa meledak kalo lo nggak sentuh gue…”

mingyu sudah bersimpuh memohon di hadapan seungcheol. mingyu sudah meneteskan air matanya, mengalir di pipinya. mingyu sudah basah oleh keringatnya sendiri. mingyu sudah lemah tak berdaya.

panas. sekujur tubuhnya panas. sekujur tubuhnya haus dambaan alpha.

aroma powdery yang keluar secara natural dari tubuh mingyu sudah menguasai satu ruangan bernuansa gelap milik seungcheol.

“kalo lo udah gue sentuh, apa imbalannya buat gue?” tanya seungcheol dingin. matanya menatap tajam ke arah mingyu, “berapa kali gue harus bilang kalo gue nggak suka sama omega?”

mingyu menangis lagi. air matanya tumpah lagi. kini bukan hanya tubuhnya yang sakit karena masa heatnya, namun juga dadanya yang terasa sesak akibat kalimat yang seungcheol lontarkan.

karena sampai kapanpun, sang alpha akan membenci omega.

tak terkecuali omega mingyu.

derap langkah seungcheol terdengar jelas di telinga mingyu. sang alpha menghampirinya, menghapus jarak di antara mereka berdua. sepatu hitam seungcheol berada tepat di depan tempurung lutut sang omega.

“mingyu,” tangan kekar seungcheol terulur menyentuh dagu mingyu. ia cengkram dagunya dengan keras hingga sang empunya mendongak ke atas. “omega.”

seungcheol tidak bisa berbohong kalau pemandangan omega di depannya sangat memukau karena berbeda dengan omega lainnya. seorang laki-laki berbadan kekar penuh otot, menangis, meminta, dan mengemis untuk disentuh. seluruh wajahnya memerah, keringat mengalir dari dahi hingga telinga, serta pipi yang sudah basah akibat air mata yang tumpah ruah.

fisik omega mingyu adalah sosok yang sempurna dan sepadan untuk alpha seungcheol.

namun pada kenyataannya, alpha seungcheol hanya mau berpasangan dengan sesama alpha atau enigma. seseorang dengan secondary gender sebagai beta apalagi omega tak akan sudi ia jadikan pasangan.

“mau sebesar apapun badan lo, omega tetaplah omega. omega cuma bisa menangis, cuma bisa meminta, dan cuma bisa menerima. omega nggak bisa memberi apalagi mengasihi. dan sebagai alpha, gue nggak mau mengasihi seorang omega.” tutur seungcheol dengan penuh penekanan di tiap kalimatnya.

dalam lubuk hati yang terdalam, mingyu membenarkan kalimat seungcheol. benar dirinya hanyalah seorang omega yang suka meminta dan memohon. lihatlah kondisinya sekarang, mingyu ingin sekali meminta seungcheol meludahi dirinya. meludahi leher dan dadanya yang terekspos.

mingyu melirik ke bawah, kaki panjang seungcheol. jika kaki yang dibalut sepatu hitam itu menginjak pahanya, maka mingyu akan mendesah dan mengerang sekencang yang ia bisa.

baru membayangkan hal-hal sensual yang seungcheol bisa lakukan padanya mampu membuat puting mingyu mengeras. penisnya sudah mengeras dan berteriak ingin disentuh sedari tadi. lubang pantatnya terasa gatal dan berdenyut minta dimasukan.

namun apa yang bisa mingyu lakukan? baru saja seungcheol mengatakan kalau dirinya benci omega yang hanya bisa meminta dan memohon. maka mingyu harus apa?

sekuat tenaga mingyu menahan rasa sakit pada tubuhnya, ia membuka suara. “gue janji…” mingyu menelan ludahnya, “gue janji nggak akan meminta apapun, gue akan nurut di bawah perintah lo, gue— aaakh!”

seungcheol menjambak rambut mingyu dari belakang. refleks, badan mingyu menggelinjang karena nikmat. ini yang mingyu inginkan. sentuhan kasar seorang alpha seungcheol. alpha yang ia idam-idamkan sejak duduk di bangku kuliah.

“mingyu, mingyu, mingyu,” panggil seungcheol masih dengan telapak tangan yang menjambak rambut mingyu, “buktiin ke gue kalo lo nggak cuma nangis dan ngemis.”

seungcheol melepaskan jambakannya, lalu ia bantu mingyu untuk berdiri.

bahkan postur tubuh sang omega jauh lebih tinggi dari sang alpha.

“apa yang lo harapkan kalau pada akhirnya gue mengiyakan untuk having sex?” tanya seungcheol saat mingyu sudah berdiri sejajar di hadapannya.

k-knotting…” jawab mingyu sedikit terbata-bata.

seungcheol berdecak. “udah gue duga, dasar omega.”

mingyu tidak menjawab. satu kesalahan bisa diusirnya oleh seungcheol. susah payah mingyu berusaha masuk ke dalam apartemen seungcheol, tak boleh disia-siakan begitu saja oleh kesalahannya sendiri.

“buka,” titah seungcheol singkat dan jelas.

mingyu menurut. satu persatu ia buka kancing kemejanya yang sudah pada kancing ketiga, lalu ia lepaskan ikat pinggangnya dan juga celana jeansnya.

tubuh mingyu sudah terekspos tanpa sehelai benangpun. tubuhnya gemetar, panas pada tubuhnya melawan dingin suhu apartemen seungcheol.

mingyu begitu terkejut saat seungcheol tiba-tiba menarik tubuhnya, mencengkram pinggangnya, dan mendekap tubuhnya ke dalam pelukan. mingyu dapat merasakan deru napas sang alpha. perlahan feromon seungcheol keluar dari tubuhnya, menyelimuti ruangan dan seakan mengalahkan feromon mingyu.

mingyu menghirup kuat aroma tubuh sang alpha. dari jarak sedekat ini, dengan sentuhan kulit antar kulit, tubuh mingyu terasa semakin panas.

seungcheol menenggelamkan wajahnya pada lekuk leher mingyu dan menciumi kulitnya inci demi inci. sesekali ia jilat ketika erangan mulai terdengar dari mulut mingyu.

seungcheol begitu ahli menggunakan lidahnya. hanya dalam beberapa detik, kulit leher mingyu sudah terlihat bercak kemerahan akibat gigitan-gigitan dan isapan yang seungcheol berikan.

tangan seungcheol yang semula berada pada pinggang mingyu mulai naik ke atas menggerayangi dada mingyu. direnggangkan jemarinya hingga ia pastikan seluruh kulit mingyu mendapatkan sentuhan sensual darinya. lalu ibu jari dan telunjuknya berhenti pada tengah dada mingyu yang mencuat tegang.

putingnya.

seungcheol mencubit pelan kedua puting mingyu, lalu ia pelintir secara asal. mingyu di sana sekuat tenaga menahan desahan. seungcheol menekan puting mingyu yang keras bukan main dengan ibu jarinya. lalu ia cubit lagi. ia tekan lagi. mingyu menggelinjang dalam posisi berdiri ketika seungcheol menjilat ujung puting kanannya.

ujung lidahnya ia mainkan disana, fokusnya yaitu pada puting mingyu. tangan kirinya masih menekan-nekan puting mingyu dengan ibu jari. mingyu ingin meledak rasanya. orgasmenya hampir sampai. precum sudah mengalir deras dari penisnya sampai seungcheol dapat merasakan basah pada paha bagian dalamnya.

dengan licik, seungcheol berbisik di telinga mingyu bersamaan dengan jemarinya yang mencubit kedua puting mingyu, “keluarin.”

layaknya omega yang menurut pada sang alpha, mingyu mencapai orgasmenya. bahkan tanpa penisnya disentuh oleh seungcheol.

ini orgasme terbaik yang pernah mingyu rasakan. saat seungcheol berbisik padanya, seluruh saraf pada tubuhnya seakan bekerja sama untuk mengirimkan pesan kepada otaknya agar segera orgasme. bahkan mingyu melihat jutaan bintang dan pelangi saat ia memejamkan mata mencapai klimaks.

mingyu menunduk dan mendapati tubuh seungcheol dipenuhi cairan spermanya. begitu putih dan kental. baunya semerbak. tak perlu dijelaskan, seungcheol pun tau kalau ini adalah orgasme terbaik mingyu.

“baru gitu aja langsung keluar beneran?”

jika tatapan bisa menusuk, mungkin mingyu sudah terbelah menjadi beberapa bagian karena tatapan seungcheol sangat tajam mengintimidasi.

“m-maaf…” mingyu ingin teriak rasanya. mingyu ingin teriak kalau semua ini masih kurang! tubuhnya masih panas, malah jauh lebih panas dari sebelumnya. foreplay yang seungcheol lakukan mampu membakar habis tubuh mingyu hingga ke intinya. “a..alpha…”

apa yang seungcheol katakan benar, omega adalah omega. sebesar apapun badannya, sekuat apapun fisiknya, omega akan bertekuk lutut di bawah alphanya.

“nangis, mingyu. teriak. rengek. layaknya omega yang seharusnya.” tangan seungcheol meraba punggung mingyu dari atas hingga bawah, lalu turun ke bongkahan paha mingyu yang sekal.

mingyu hanya bisa mengerang dengan kencang.

“nangis. teriak. panggil. alpha.” seungcheol meremas kuat pantat mingyu di antara tiap kata yang ia ucapkan.

“alPHAAA! aahn.. ahh… ahhnn…” kepala mingyu terlempar ke belakang saat seungcheol melakukan aksinya.

bajingan, si seungcheol itu. tapi inilah alpha yang mingyu damba.

dengan pahanya yang dipenuhi otot, seungcheol menekan selangkangan mingyu dan menggeseknya perlahan. menggunakan pahanya. sesekali ia dorong lututnya jika erangan mingyu mulai meredam.

“enak, mingyu?” tanya seungcheol yang padahal dirinya sudah tau jawabannya. begitu jelas jawabannya karena air liur mulai turun dari sela-sela bibir mingyu yang terus terbuka karena tak henti mengerang dan mendesah.

mingyu mengangguk dengan cepat selagi tubuhnya habis diraba dan oleh seungcheol. dadanya, punggungnya, penisnya, semua di bawah kekangan seungcheol, sang alpha.

seungcheol mendorong tubuh mingyu ke kasur, memutar tubuh kekarnya menjadi tengkurap, dan memposisikan kedua tangan mingyu di punggungnya. dengan satu tangan, seungcheol mengendalikan kedua tangan mingyu sedangkan lidahnya menjilat punggung mingyu dan terus turun ke pantatnya.

sang alpha menggigit bongkahan pantat mingyu dengan gigi taringnya. teriakan mingyu menggema di ruangannya, namun dengan cepat seungcheol masukan dua jarinya ke dalam lubang mingyu yang sudah basah.

dua jarinya ia masukan dengan paksa, ia tekuk setelah sudah masuk sepenuhnya disana. lalu ia gerakan keluar-masuk dengan begitu cepat hingga suara kecipak dari pantat mingyu terdengar jelas di telinganya. seungcheol pastikan kedua jarinya menyentuh seluruh dinding rektum mingyu.

ah! ah! aahhh! ahh! ah! aaahh! ahh!

seungcheol yang tidak bisa melihat wajah keenakan mingyu dari posisinya, langsung memutar tubuh mingyu menjadi telentang menghadapnya.

fuck..” umpatan lolos keluar dari bibir seungcheol saat melihat kondisi mingyu saat ini.

hancur. berantakan. menggoda.

rambut hitam mingyu berantakan kesana kemari, matanya sayu hampir tertutup rapat karena dihujani nikmat tanpa henti, bibir kemerahannya menganga dengan kilatan air liur pada dagunya, pipinya merah dan basah karena air mata. semua karena ulahnya.

fuck… mingyu…”

pandangan seungcheol mulai berkabut oleh napsu. omega secantik mingyu di hadapannya, tiduran lemas tak berdaya dan mendamba sentuhannya, alpha mana yang tidak tergoda?

bahkan seungcheol sekalipun langsung terangsang sampai penisnya keras dan berdiri tegak.

seungcheol yang masih berpakaian lengkap langsung membuka kancing dan menurunkan resleting celananya. ia lempar celananya ke sembarang arah lalu diikuti dengan baju putihnya yang kini sudah tergeletak asal di lantai.

seungcheol menarik kedua kaki mingyu dan menekuk lututnya. seungcheol benar-benar tidak bisa menahan lagi napsunya terhadap mingyu.

sang alpha langsung memasukan penisnya ke dalam lubang mingyu tanpa aba-aba. tanpa perlindungan sebuah kondom. tanpa bantuan cairan pelicin. peduli setan, seungcheol hanya ingin memuaskan omega mingyu.

ujung penis seungcheol perlahan masuk menembus lubang mingyu yang masih rapat. kepala penisnya sudah masuk sempurna dan disambut dengan teriakan mingyu yang begitu memanjakan telinganya.

a..ahh… alpha cheol… ahh… lagi… lebih dalam….”

seungcheol menghentakan tubuhnya dan penisnya masuk lebih dalam. erangan mingyu menggema. tubuhnya seakan melayang ke langit ketujuh saat ujung penis seungcheol berhasil menyentuh kelenjar prostatnya.

penis seungcheol begitu besar di dalam tubuhnya. butuh beberapa detik untuk mingyu menyesuaikan lubangnya sendiri. sesak. penuh. mengganjal.

mingyu menatap wajah seungcheol yang berada di atasnya. kalung rantai menggantung di lehernya, hampir mengenai dada telanjang mingyu. mingyu dapat melihat mata seungcheol yang menggelap, lebih pekat dari biasanya. sang alpha benar-benar sudah terbangun.

seungcheol mulai menggerakan tubuhnya perlahan. ia mengerang saat lubang mingyu menjepit penisnya disana. lubang mingyu terlalu sempit untuknya.

lama-lama gerakannya dipercepat. badan mingyu ikut bergerak ke atas dan ke bawah mengikuti gerakan seungcheol. keringat membasahi sekujur tubuh keduanya. namun siapa yang peduli? bahkan seungcheol sekarang kembali menjilat puting mingyu yang terabaikan.

seungcheol masih menghujam lubang mingyu sekaligus memainkan puting dadanya. mingyu tidak kuat, mingyu tidak bisa menahannya lagi!

bola mata mingyu mulai juling ke atas saat hentakan seungcheol pada lubangnya semakin dalam.

“alpha.. a..alpha… ahh… ahhh… alpha….!”

seakan mengerti reaksi yang mingyu berikan, seungcheol makin mempercepat gerakannya. puting mingyu yang keras juga ia pelintir tak beraturan.

mingyu semakin dekat. ia jambak kepala seungcheol sebagai sebuah pegangan karena tubuhnya semakin melayang.

AHHN.. AALPHA..!”

mingyu sampai pada klimaks keduanya.

namun belum, seungcheol belum mendapatkan orgasmenya.

walaupun kondisi penis dan puting mingyu yang masih sangat sensitif akibat orgasmenya, seungcheol tidak peduli. seungcheol bantu rangsang penis mingyu yang sudah lemas dengan cara mengurutnya dari batang hingga ujung lubangnya.

a-ahh! ge..geli..! ahh! alpha! nant… ahh!”

tangan seungcheol begitu lihai di bawah sana, sedangkan pinggulnya terus-terusan bergerak menghujam mingyu.

hahh! mingyu.. fuckk! haahh!”

sang alpha mulai meracau tidak jelas di atas mingyu. suhu tubuhnya memanas. bulir demi bulir keringat mulai menetes dari tubuhnya.

mingyu mencengkram dua lengan seungcheol yang menjadi tumpuan tubuhnya sendiri. gerakan seungcheol semakin menggila, dan mingyu dapat merasakan penis seungcheol membesar di lubangnya.

“c-cheol… cheol…!”

mingyu mulai panik ketika genggamannya pada lengan seungcheol merosot ke bawah karena lengannya basah oleh keringat. seungcheol memejamkan matanya, seperti sedang mencoba mengendalikan dirinya sendiri.

mingyu bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. mungkinkah sang alpha sedang dalam keadaan rut yang datang tiba-tiba?

seungcheol mengusap kening mingyu yang penuh dengan bulir keringat. napasnya terengah-engah.

“mingyu,” panggilnya di sela-sela deru napasnya yang berat. “fuck… gue rut.”

mata mingyu membulat sempurna. sang alpha benar sedang rut. mingyu yakin, semua karena dirinya yang berhasil memancing rut sang alpha yang mungkin seharusnya bukan sekarang.

jika sang alpha benar dalam keadaan rut, maka knotting yang mingyu inginkan akan terjadi.

mingyu membusurkan badannya, berniat memperdalam penis seungcheol pada lubangnya. dengan sigap seungcheol mengangkat tubuh mingyu dalam gendongannya.

demi alam semesta, bahkan ukuran tubuh mingyu lebih besar daripada seungcheol!

seungcheol menggendong mingyu tanpa mengeluarkan penisnya disana. ia bawa mingyu ke kamar mandi apartemennya, kemudian ia dudukan mingyu di meja westafel.

seungcheol menghirup feromon tubuh mingyu sekali lagi. wangi powdery yang ia hirup di awal tadi berubah semakin soft karena mingyu sudah berhasil orgasme dua kali dibantu oleh sang alpha.

seungcheol membuka lebar kedua kaki mingyu, membiarkannya mengangkang lebar. lubang mingyu memerah dan cairan bening mengalir ke pahanya.

seungcheol menoleh ke kiri, menatap cermin panjang disana. “liat badan lo di kaca, mingyu.”

mingyu ikut menoleh ke kaca sesuai perintah seungcheol. sial. tubuhnya benar-benar berantakan akibat keintiman kasar ini.

seungcheol mendorong pelan dada mingyu, menyuruhnya untuk bersender pada dinding di belakangnya. dengan posisi seperti ini, seungcheol lebih mudah untuk membuahi mingyu.

“liat badan lo dan jangan pernah lepas ngeliat kaca.” tambah seungcheol. kepalanya mendekat pada dada mingyu, kembali menjilat puting kecoklatan mingyu. “liat gimana gue ancurin badan lo, liat gimana lo merintih keenakan, liat gimana badan lo minta lagi dan lagi.”

belum sempat mingyu menjawab, seungcheol tiba-tiba menghentakan pinggulnya pada lubang mingyu. penisnya semakin masuk ke dalam. refleks, mingyu membusurkan tubuhnya ke depan dan menekuk jari-jari kakinya yang menggantung.

seungcheol lebih mudah menghisap dada mingyu dalam posisi seperti ini. seungcheol mengeluarkan penisnya setengah dan ia masukan kembali dalam satu hentakan. ia keluarkan lagi, lalu ia masukan dengan kuat. lagi. dan lagi.

mingyu menuruti sang alpha dengan menatap pantulan dirinya di cermin. tubuh besarnya lemas tak berdaya, bergerak mengikuti gerakan tubuh seungcheol. sialnya, mingyu suka. mingyu ingin lagi.

hahh.. hahh… mhhh… f-fuck!”

aah! ah! aahh! ah!

erangan keduanya menyatu bak melodi indah di telinga masing-masing.

penis seungcheol mulai membesar pada bagian bawahnya, membentuk sebuah knot sempurna di dalam lubang mingyu.

seungcheol mengerang, mingyu berteriak.

nghh… mingyu..”

“a-alpha!!”

mingyu menjambak rambut hitam seungcheol saat orgasmenya sampai. seungcheol menghentak sekali lagi pinggulnya dan ia ikut menjemput orgasmenya, bersamaan dengan mingyu.

seungcheol dapat merasakan begitu banyak sperma yang keluar dari penisnya sekarang. lubang mingyu terasa begitu hangat dan penuh.

“penuh… perutnya penuh…” isak mingyu.

dengan hati-hati seungcheol meraba perut mingyu yang tercetak penisnya karena proses knotting masih berlangsung.

mingyu menangis lagi. masa heatnya sudah selesai.

melihat mingyu yang menangis di hadapannya, seungcheol menekan perut mingyu ke arah penisnya. tubuh mingyu menggelinjang hebat akibat sentuhan seungcheol pada perutnya.

shit, mingyu..”

ada hening sebentar setelah soonyoung mengangkat telepon mingyu. lalu mingyu berdeham, namun soonyoung masih tak bersuara.

“…nyong… ngapain?” tanya mingyu dengan suara parau. matanya melirik adiknya yang duduk bersender di sampingnya. “ada minseo…”

minseo menoleh sebentar, namun seakan mengerti itu soonyoung, minseo tak mempedulikannya lagi.

kalau disini mingyu sedikit takut (jantungnya berdebar tak karuan setelah melihat foto yang dikirim soonyoung), soonyoung di seberang sana malah menahan tawa. ia cekikikan dengan pelan, namun mingyu bisa menangkap suaranya.

pfffft…. sange gyu?” soonyoung masih cekikikan, “usir dulu dong minseonya— eh, jangan jangan. lebih menantang gak sih kalo phonesex tapi ada adek lo disana?

“nyong…..” mingyu mencoba menahan segala emosinya, karena jujur saja mendengar soonyoung menyebut phonesex selatannya mulai mengeras. “lu ngapain sih?”

soonyoung tertawa terbahak-bahak sebelum akhirnya berujar, “jihoon pulang duluan ke jakarta, terus gue sendirian di hotel.” belum sempat mingyu menjawab, soonyoung merengek, “gyuuuu…. temenin?

mingyu menelan ludahnya. ada suara kecipak air dari seberang sana.

lo liat kan fotonya, gue udah telanjang di bathtub gini, apa nggak sayang? hmm?

mingyu buru-buru mengecilkan volume handphonenya, takut adiknya mendengar percakapan mereka. sial, benar kata soonyoung. phonesex saat ada orang lain menjadi sebuah tantangan yang anehnya.. mingyu suka.

dan mingyu melanjutkan permainan soonyoung.

“terus lo lagi ngapain?”

suara kecipak air lagi. kali ini durasinya lebih lama sebelum soonyoung menjawab.

mmm… ngocok?

“enak emangnya? di air?”

haha.. enak aja kok.

mingyu berdeham, takut-takut untuk berbicara namun adrenalinnya sedang tinggi-tingginya.

“nggak nyoba dimasukin?”

ada suara tarikan napas di seberang sana sebelum ia melanjutkan, “pake apa, gyu?

“jari.” tegas mingyu. detik setelahnya ia melirik ke minseo lagi. “bisa nggak?”

soonyoung menghela napas. suara gemercik air terdengar lagi, namun lebih pelan.

bisa. mingyu, gue bayangin ini jari lo.

“iya, kan emang gue.”

bodoh, mingyu. bodoh.

kan emang gue.

hal terbodoh yang mingyu ucapkan hari ini. dirinya langsung merasa begitu rendah mengucapkannya karena ia sadar dirinya begitu salah. dan berdosa.

that should be jihoon’s finger, not mine… soonyoung is jihoon’s fiance, what the fuck are you doing right now, kim mingyu?

percakapan itu terus berlanjut, hingga suara desahan bercampur berisik gemercik air terdengar. percakapan itu terus berlanjut, hingga yang satu bicara tak jelas—menyusun kalimat patah-patah.

sampai akhirnya yang duduk di atas kasur bangkit ke kamar mandi, dan yang di kamar mandi bangkit membersihkan diri.

ada hening sebentar setelah soonyoung mengangkat telepon mingyu. lalu mingyu berdeham, namun soonyoung masih tak bersuara.

“…nyong… ngapain?” tanya mingyu dengan suara parau. matanya melirik adiknya yang duduk bersender di sampingnya. “ada minseo…”

minseo menoleh sebentar, namun seakan mengerti itu soonyoung, minseo tak mempedulikannya lagi.

kalau disini mingyu sedikit takut (jantungnya berdebar tak karuan setelah melihat foto yang dikirim soonyoung), soonyoung di seberang sana malah menahan tawa. ia cekikikan dengan pelan, namun mingyu bisa menangkap suaranya.

pfffft…. sange gyu?” soonyoung masih cekikikan, “usir dulu dong minseonya— eh, jangan jangan. lebih menantang gak sih kalo phonesex tapi ada adek lo disana?

“nyong…..” mingyu mencoba menahan segala emosinya, karena jujur saja mendengar soonyoung menyebut phonesex selatannya mulai mengeras. “lu ngapain sih?”

soonyoung tertawa terbahak-bahak sebelum akhirnya berujar, “jihoon pulang duluan ke jakarta, terus gue sendirian di hotel.” belum sempat mingyu menjawab, soonyoung merengek, “gyuuuu…. temenin?”

mingyu menelan ludahnya. ada suara kecipak air dari seberang sana.

lo liat kan fotonya, gue udah telanjang di bathtub gini, apa nggak sayang? hmm?

mingyu buru-buru mengecilkan volume handphonenya, takut adiknya mendengar percakapan mereka. sial, benar kata soonyoung. phonesex saat ada orang lain menjadi sebuah tantangan yang anehnya.. mingyu suka.

dan mingyu melanjutkan permainan soonyoung.

“terus lo lagi ngapain?”

suara kecipak air lagi. kali ini durasinya lebih lama sebelum soonyoung menjawab.

mmm… ngocok?

“enak emangnya? di air?”

haha.. enak aja kok.

mingyu berdeham, takut-takut untuk berbicara namun adrenalinnya sedang tinggi-tingginya.

“nggak nyoba dimasukin?”

ada suara tarikan napas di seberang sana sebelum ia melanjutkan, “pake apa, gyu?

“jari.” tegas mingyu. detik setelahnya ia melirik ke minseo lagi. “bisa nggak?”

soonyoung menghela napas. suara gemercik air terdengar lagi, namun lebih pelan.

bisa. mingyu, gue bayangin ini jari lo.

“iya, kan emang gue.”

bodoh, mingyu. bodoh.

kan emang gue.

hal terbodoh yang mingyu ucapkan hari ini. dirinya langsung merasa begitu rendah mengucapkannya karena ia sadar dirinya begitu salah. dan berdosa.

that should be jihoon’s finger, not mine… soonyoung is jihoon’s fiance, what the fuck am i doing right now, kim mingyu?

percakapan itu terus berlanjut, hingga suara desahan bercampur berisik gemercik air terdengar. percakapan itu terus berlanjut, hingga yang satu bicara tak jelas—menyusun kalimat patah-patah.

sampai akhirnya yang duduk di atas kasur bangkit ke kamar mandi, dan yang di kamar mandi bangkit membersihkan diri.

you: chan, kenapa? sorry tadi abis mandi 22.17

lee chan: sol gua ke tempat lo ya jangan tanya gue kenapa gua mau numpang tidur aja boleh ga 22.31

you: boleh lah sini chan 22.32

.:.

hansol nggak bisa tenang. disaat sahabatnya lagi ngalamin hal yang nggak enak, hansol ikut gelisah. takut. khawatir.

hansol takut chan kenapa-kenapa walaupun chan ada di rumahnya. tapi justru itu, rumah chan. hansol yakin 90% masalah yang chan alami sekarang berakar dari rumahnya. sebagai anak kuliahan biasa, hansol tau dia nggak bisa bantu apa-apa kecuali ngasih tempat aman dan nyaman untuk chan. atau makanan enak yang harganya nggak seberapa. atau minjemin akun netflix premiumnya buat chan selama seminggu. apapun, yang hansol bisa lakuin, hansol akan usahain.

buat chan.

demi chan.

handphonenya nggak lepas dari genggaman hansol, seakan benda itu yang menentukan hidup chan selanjutnya. dan mungkin dugaan hansol benar karena chan tiba-tiba missed call. nggak lama, chan ngirim pesan yang isinya, “sol. gua digebukin bokap. gua mau kabur sol.

rasanya dunia hansol hancur saat itu juga.

.:.

chan yang ada di hadapannya bukan seperti chan yang biasanya. nggak ada cengiran lebar malu-malu, nggak ada binar di bola mata, dan nggak ada pelukan hangat yang nyambut hansol saat hansol buka pintu.

chan, dengan luka memar yang masih segar di pipi, darah yang membeku di ujung bibir, dan ujung rambut poni yang basah. chan hancur. baik fisik maupun mentalnya.

hansol langsung bawa chan ke dalam pelukannya. sesuai janjinya, hansol nggak mau nanya apa-apa. hansol cuma mau ngasih kasur empuk buat chan rebahan malam ini. tapi sebelumnya, hansol mau dan harus ngobatin segala luka yang ada wajah chan sebelum chan mandi pakai air hangat.

“sebentar, gue ambil betadine dulu.” suara hansol sedikit gemetar. “u-udah makan belum?”

chan ngangguk tipis. tapi hansol tau chan lagi bohong.

“bentar, ya. tiduran aja dulu. atau.. minum air di gelas gue, atau.. pokoknya tunggu, gue ke bawah sebentar!”

.:.

“sol..” chan meringis, “bisa pelan-pelan gak… sakit anjir..”

hansol langsung narik tangannya dari tubuh chan. bahu kanan, lebih tepatnya.

“ini.. kenapa bisa memar gini?”

chan cuma tersenyum pahit. hansol mungkin lupa kalau dia nggak boleh nanya apa-apa. tapi hansol nggak bisa nahan rasa penasarannya, apalagi sekarang, saat hansol lagi mandiin chan di kamar mandinya.

yang hansol liat, beberapa titik di tubuh chan memar-memar. kayak pipinya, bahunya, dan pahanya. dan tiap tangan hansol nyabunin bagian tubuh chan yang ada memar itu, hansol meringis pelan. hansol membayangkan rasa sakit yang chan alami dan juga rasa sakit yang harus chan tahan.

padahal, sahabatnya itu cuma remaja berusia 19 tahun pada umumnya. tingginya nggak jauh beda sama hansol. besar tubuhnya juga bisa dibilang sama kaya hansol. tapi kenapa kehidupan mereka jauh berbeda? disaat hansol punya rumah yang nyaman, chan nggak punya. disaat chan takut tiap kali ayahnya pulang kerja, hansol nungguin ayahnya.

hansol cuma mau chan bahagia. hansol mau chan nggak takut sama orang tuanya sendiri. hansol mau chan bisa tidur nyenyak di atas kasurnya sendiri.

“bentar, gue ambilin handuk. lupa bawa tadi.” ujar hansol tanpa melirik ke chan karena susah payah menahan untuk tidak terisak.

.:.

“sempit, chan?”

hansol menggeser tubuhnya menjauh dari chan walaupun yang ditanya belum ngasih jawaban. hansol dan chan sekarang lagi tiduran berdua di atas kasur hansol, dengan satu selimut yang sama. hansol ngerasa sedikit awkward, karena mau bagaimana pun hansol harus menetralkan detak jantungnya.

“nggak.” jawab chan pelan. “jangan jauh-jauh, sol. dingin gua.”

hansol refleks bangun dari tidurnya, lalu berdiri dan ngubah suhu ac kamarnya.

“udah dua empat ini.” kata hansol sambil berjalan balik ke kasur. “kalo masih kedinginan bilang aja ya.”

“sol.”

“ya?”

“makasih ya, buat semuanya.”

“apaan deh.”

“serius gua, sol. kalo nggak ada elu, gatau dah gua mau tidur dimana.”

chan mengubah posisi tidurannya yang semula miring menjadi berbaring.

“gua masih pantes buat hidup gak sih, sol?”

kening hansol mengkerut, “ngomong apa sih lo?”

“jujur aja, sol. gua merasa jadi orang paling nggak berguna dan cuma beban di dunia ini.” ujar chan, lalu tertawa getir. “pick me ya gua?”

tapi hansol masih diem, belum ngasih jawaban apa-apa. chan mungkin mikir kalau hansol ngeiyain pertanyaan dia barusan.

yaudah, berarti bener gua orang yang paling nggak berguna.

“chan.” panggil hansol, suaranya melembut. “lo tuh.. bawa kebahagiaan buat gue, tau. kalo nggak ada lo waktu pas gue jatoh dari motor, gue mungkin udah pingsan karena gemeter dan shock. tapi lo waktu itu ngajak gue ngomong terus sambil nepuk-nepuk paha gue. abis itu lo juga nganterin gue ke rumah sakit. selama gue dirawat inap, tiap hari lo nyamperin gue. lo nemenin gue sampe gue keluar rumah sakit, lo juga nemenin gue tiap gue latihan nyetir mobil. kata lo, biar gue nggak takut turun ke jalanan lagi. at least, gue nggak sendirian.”

chan cuma senyum malu-malu sambil natap langit-langit kamar hansol.

“chan, apapun yang terjadi, gue disini kok. gue bakal tetep jadi temen lo, sampe kapanpun.” ujar hansol lagi. tangan hansol bergerak, mencari tangan milik orang lain yang ada di kasur itu. “kalo lo bingung mau kemana, ke gue aja.”

“gua kan nggak mungkin nyusahin lo terus, sol.” jawab chan. tangannya merekatkan genggaman hansol. masih dalam posisi saling berbaring menghadap langit-langit kamar, keduanya berpegangan tangan. “makasih ya, sol. beneran, dah.”

“gue ngantuk banget sejujurnya chan, tidur aja yuk..” hansol rasa, dia harus ngubah topik lain biar chan nggak terus larut dalam kesedihannya.

dan berhasil, chan nggak lagi ngebahas topik itu. “tangannya dilepas dulu nggak sih…?” tanya chan sambil gerak-gerakin tangan mereka yang masih bertautan.

“nggak us— eh, pegel yak lu?”

“nggak. belom.”

“yaudah, lepas aja, chan.”

“gak deh, enak.”

“posisinya gak enak sih jujur.”

“dih, lu mau posisi gimana? pelukan?”

“boleh?”

.:.

chan berharap tadi malam bukan cuma mimpi. chan berharap setelah dirinya keluar dari rumah, waktu berhenti disitu aja.

disini.

di saat sekarang ini.

dimana hansol yang tertidur pulas sambil memeluk tubuh rapuhnya, memberikan kehangatan saat selimutnya sudah jatuh ke lantai. dimana tangan hansol menjadi bantalan untuk lehernya, dimana bantal sudah tidak pada tempatnya.

chan mungkin kehilangan rumahnya untuk saat ini.

tapi setidaknya, chan masih punya hansol, sahabat terdekatnya. sahabat satu-satunya.

namun chan masih punya satu tugas lain, yaitu bagaimana caranya membiasakan dirinya berdekatan dengan hansol setelah ini, tanpa harus merasakan jantungnya berdebar-debar tak karuan.

soonyoung hanya bisa menghela napas berat ketika keluar kamar mandi dan mendapatkan mesin cucinya bocor. entah bocor, entah rusak, soonyoung tidak mengerti. yang jelas, air serta busa putih mengalir keluar dari pintu bulat mesin cuci dan membanjiri lantai studio apartemennya.

mungkin memang benar apa yang dikatakan ayahnya soonyoung bahwa ia tidak bisa hidup sendirian. ia terlalu manja. ia tidak pernah bekerja keras. ia hanya bisa bergantung pada orang lain.

sial. kenapa sosok ayahnya muncul lagi di pikiran soonyoung? soonyoung sudah berusaha susah payah kabur dari rumahnya dan menyewa satu studio apartemen di tengah jakarta, walau ia yakin ayahnya mungkin sudah tau posisi soonyoung dimana sekarang. ayahnya bukan orang sembarangan, begitu juga dengan soonyoung.

ini baru hari ketiga, dan soonyoung sudah harus bersinggungan dengan mesin cuci yang rusak. lalu siapa nanti yang akan mengepel lantainya? soonyoung sendiri? tentu ia begitu malas mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti ini.

mengenakan bathrobenya, soonyoung berjinjit keluar kamar mandi dengan hati-hati tak mau terpeleset. ia mengambil handphonenya berniat untuk mengubungi teknisi apartemennya. tanpa berpikir panjang, soonyoung menelepon sebuah kontak dengan nama teknisi – mingyu.

“h-halo? mas mingyu?” soonyoung mendekatkan handphonenya ke telinga setelah dering teleponnya tersambung, “ini soonyoung yang kemarin baru pindahan… mas… boleh tolong kesini… mesin cuci… oke…”

sambil menunggu kedatangan mingyu—teknisi apartemennya, soonyoung mengepel tumpahan air yang keluar dari pintu mesin cucinya. iya, soonyoung mengambil tisu dari kamar mandi dan ia letakan di lantai satu persatu hingga genangan air semakin kering. tepat saat soonyoung menarik lembar tisu yang terakhir, pintu unitnya diketuk.

soonyoung bangkit dari posisinya yang menunduk dan langsung merasakan sakit pada punggungnya. tulang-tulangnya seakan kaku karena terlalu lama menunduk mengepel lantai menggunakan lembaran demi lembaran tisu.

ahh— ben-bentar…”

saat soonyoung membukakan pintu, sosok laki-laki bertubuh besar tersenyum pahit kepadanya.

“mesin cucinya kenapa, mas?” laki-laki bertubuh besar itu akhirnya buka suara karena soonyoung hanya menatapnya takjub tanpa bicara. wajahnya sendiri bercucuran keringat, seperti habis melakukan pekerjaan berat lainnya. “mas?”

soonyoung mengerjap.

“e-eh.. ini nggak tau kenapa bocor, kemarin mas mingyu pas masang nggak papa kan?” cerocos soonyoung. “atau gue yang gak bisa makenya ya?”

alis mingyu terangkat, “maksudnya? emang masnya gak baca buku petunjuk?”

“enggak…” soonyoung menggeleng. “tapi yaa paham sih. coba dicek deh, mas. capek banget punggung gue…aah…”

soonyoung melenggang begitu saja meninggalkan mingyu yang masih berdiri di depan pintu. bahkan soonyoung tidak menyuruhnya masuk, walaupun mingyu tau ia sudah seharusnya masuk tanpa disuruh. soonyoung merebahkan tubuhnya di atas kasur, masih menggunakan bathrobenya.

tanpa soonyoung sadari, dirinya tiduran dengan posisi kaki setengah terbuka sehingga memperlihatkan paha bagian dalamnya. kepalanya menatap langit-langit dengan mata yang terpejam.

melihat soonyoung, mingyu menelan ludah kasar.

“mas, ini saya keluarin mesin cucinya ya,” ujar mingyu. tanpa diizinkan soonyoung pun, memang seharusnya begitu. maka dengan kedua tangannya yang berotot, mingyu menarik mesin cuci soonyoung keluar dari kitchen set. sempat terhambat karena kabel listrik yang menyangkut, namun dengan mudah mingyu mencabutnya dari stop kontak.

mendengar suara grasak-grusuk, soonyoung setengah bangkit dari tidurnya. perhatiannya sepenuhnya pada mingyu, yang kini berjongkok dan mengutak-atik mesin cucinya. ada kejutan di wajahnya saat melihat mingyu hanya mengenakan kaos kutang, padahal sebelumnya mingyu mengenakan kemeja hitam. eh? betul tidak ya?

entahlah. soonyoung hanya fokus pada wajah mingyu dari tadi.

mingyu terlihat begitu fokus. keningnya mengkerut, bibirnya tertutup rapat, wajahnya terlihat sedang berpikir namun tetap tenang. walaupun begitu, ototnya terlihat bekerja keras. soonyoung dapat melihat otot bisep dan trisep mingyu yang bergerak secara bergantian. ditambah, warna kulit mingyu yang coklat keemasan menjadi berkilauan akibat basah keringat.

sebagai laki-laki homoseksual, tentu soonyoung merasakan bagian selatannya menegang. tubuhnya terasa mulai panas, matanya mulai diselimuti oleh gairah, dan kepalanya mulai berpikiran yang tidak-tidak.

pikiran seperti mingyu yang mengekang tubuh kecilnya dengan kedua lengan berototnya, atau mingyu yang berada di atas tubuhnya, atau juga mingyu yang menggerakan jemarinya di lubangnya dengan lihai seperti apa yang sedang mingyu lakukan saat ini—jemarinya memutar-mutar obeng.

haaaahhh!

soonyoung tiba-tiba menghela napas dan menjatuhkan tubuhnya ke kasur. ia lipat kaki kanannya ke atas secara tidak sadar. pantatnya terasa berkedut, penisnya semakin mengeras.

mingyu yang terusik dengan helaan napas soonyoung pun menoleh. and fuck— napas mingyu tercekat. pemandangan di depannya benar-benar menguji kesabaran serta ketabahan dirinya.

susah payah mingyu mengontrol tubuhnya untuk tidak bereaksi apa-apa, namun sayangnya ia gagal karena selatannya pun sudah mengeras dan tercetak jelas di balik celana jeansnya.

bagaimana tidak? soonyoung hanya mengenakan bathrobe tanpa pakaian dalam sehingga mingyu bisa melihat dengan jelas penis soonyoung yang berdiri tegak dari sini. posisi tidurannya seperti menantang lawan, dengan satu kakinya yang dilipat ke atas.

fuck. fuck. fuck.

bahkan sekarang dada soonyoung tercetak jelas karena bathrobenya terbuka lebar. berantakan. tak beraturan. rasanya mingyu ingin berlari kesana dan menerjang soonyo—

tidak.

mingyu menggeleng dengan kuat.

ia harus menyelesaikan pekerjaan ini. susah payah, mingyu menyampingkan napsunya dan berusaha membetulkan mesin cuci soonyoung.

;—;

larut dalam kesibukan, mingyu tidak sadar kalau soonyoung berdiri di sampingnya. begitu dekat sampai mingyu bisa merasakan hangat tubuh serta deru napas soonyoung.

“udah?” tanya soonyoung. tangannya di atas mesin cuci sebagai tumpuan tubuhnya berdiri. “mesin cuci gue kenapa?”

mingyu sedikit menunduk, wajahnya sejajar dengan wajah soonyoung. jarak keduanya begitu dekat, cukup menunggu satu dorongan kecil maka bibir mereka akan menyentuh satu sama lain. namun dengan susah payah mingyu menahan itu semua, walaupun penisnya kembali menegang karena soonyoung.

hal yang sama terjadi juga pada soonyoung.

“bocor.” jawab mingyu dengan suara parau, “kaget aja kayaknya mas. baru pertama kali dipake kan?”

soonyoung mengerjap, “iya, baru pertama kali dipake.” jawab soonyoung setengah sadar.

“terus langsung becek kemana-mana ya?” tanya mingyu lagi. entah apa yang mingyu maksud, soonyoung mulai kehilangan akal sehatnya.

“iya. becek kemana-mana.” setelah menjawab mingyu, soonyoung menahan napasnya. soonyoung merasa wajah keduanya semakin dekat, walau ia tak tau siapa yang berinisiasi.

tangan soonyoung yang di atas mesin cuci bergerak dengan sendirinya, menyentuh jemari mingyu yang juga ada disana. tubuh mingyu tersentak bagai tersengat listrik.

soonyoung menaikkan dagunya, matanya terlihat sayu. bibirnya terbuka sedikit, seperti ingin mengucap sesuatu namun tertahan. tangannya semakin naik, kini sudah menyentuh lengan mingyu.

“mas soonyoung.”

mingyu memperingatkan.

“…ya..?”

namun soonyoung seakan tak peduli.

sudah. mingyu sudah sepenuhnya dibalut napsu. pikirannya kotor. begitu kotor sampai otaknya sudah disetir oleh napsu.

mingyu menarik tubuh soonyoung dan mendekapnya, membawa selatan miliknya bertemu milik soonyoung. ada teriakan kecil yang keluar dari mulut soonyoung, dan berhasil membuat libido mingyu semakin naik.

soonyoung mulai menggerakan tubuhnya yang menempel dengan tubuh mingyu. dari sini, soonyoung bisa merasakan milik mingyu yang sama kerasnya. tangan soonyoung yang semula pada lengan mingyu, semakin bergerak naik ke leher mingyu. ia lingkarkan lengannya disana, seakan mengunci mingyu dan mengajaknya larut dalam permainan soonyoung.

atau permainan mingyu.

karena sekarang mingyu mendekatkan bibirnya, mencium soonyoung tanpa ampun. gerakannya begitu cepat, seakan tergesa-gesa. mungkin takut waktunya akan habis. atau mungkin takut tiba-tiba akan ada orang yang masuk.

mingyu mengecap bibir soonyoung, memasukan lidahnya, menggigit bibir bawahnya, mengintervensi rongga mulut soonyoung, tak membiarkan soonyoung bernapas sebentar.

tanpa memutus ciuman panas mereka, tubuh soonyoung semakin bergerak liar pada tubuh mingyu. gerakannya naik-turun, menciptakan sebuah kenikmatan.

shit. this shit feels so fucking good.

nghh…”

begitu desahan lolos dari mulut soonyoung, mingyu sudah tidak bisa menahannya lagi. mingyu angkat tubuh kecil soonyoung dan ia dudukan di atas mesin cuci. kecupan demi kecupan ia bubuhkan pada leher jenjang soonyoung, sesekali ia hisap di titik-titik tertentu.

aahnn!” tubuh soonyoung menggelinjang saat mingyu menghisap dan menggigit kecil lehernya. “buka…. mingyu buka…”

dengan suara parau, mingyu memastikan. “buka apanya, mas?”

“b-bathrobe!” soonyoung sedikit berteriak.

mingyu tersenyum jahil, “nanti aja ya, mas? emangnya mas soonyoung mau apa?”

soonyoung menatap mingyu tidak percaya. umpatan kasar hampir lolos dari mulutnya namun soonyoung memilih jalan lain.

soonyoung menyentuh gundukan celana mingyu, ia remas dengan pelan.

ah! shh—“

“lo juga sange.” ujar soonyoung. “cepet buka, mingyu.”

“kenapa nggak buka sendiri, soonyoung?” mingyu terlalu larut dalam permainan ini sampai ia melupakan formalitas ‘mas’ dalam memanggil nama soonyoung. tapi biarlah. sudah tidak ada formalitas ketika melakukan hubungan seksual.

bukannya menuruti soonyoung untuk membuka tali bathrobenya, mingyu malah membuka bathrobe bagian dada sehingga menampilkan dada soonyoung yang putingnya sudah menegang.

“boleh?” tanya mingyu. napasnya tak beraturan.

do as you wish.”

dan mingyu menurut.

mingyu membungkukan badannya, menyejajarkan wajahnya pada dada soonyoung yang sedari tadi menjadi perhatiannya. dihisapnya puting kecoklatan itu, sementara tangannya bermain di puting sebelah. soonyoung membusurkan badannya ketika mendapatkan dua stimulus pada putingnya. mingyu menggerakan lidahnya tak beraturan disana, di putingnya, di aerolanya, lalu ia gigit kecil putingnya. tangannya meremas, memilin, mencubit, dan menekan-nekan putingnya.

ahh.. hahh… ahhnnnn..”

desahan demi desahan terus soonyoung lontarkan. dirinya mabuk. mabuk kenikmatan yang mingyu berikan. maka ketika mingyu menyentuh ujung penisnya, tubuh soonyoung bergetar hebat.

menggunakan ibu jarinya, mingyu mengusap pelan ujung penis soonyoung yang sudah basah. ia balur penis soonyoung dengar cairannya sendiri.

hiks…min..ghhyu…”

mingyu mendongak.

wajah soonyoung merah. air mata perlahan mengalir di pipinya. soonyoung sudah terisak disana hanya karena sentuhan-sentuhan mingyu. kepala mingyu pusing membayangkan bagaimana kalau penisnya masuk ke dalam lubang soonyoung? akan seperti apa soonyoung nanti?

“yaa, soonyoung?” tanya mingyu. satu detik. dua detik. tiga detik. belum ada jawaban lagi, maka mingyu kembali bertanya, “mau udahan?”

soonyoung menggeleng kencang.

“b-boleh… jari….?” ucap soonyoung begitu pelan. “pake.. jari…?”

mingyu menarik tubuh soonyoung mendekat, melebarkan kedua kaki soonyoung, dan memperlihatkan lubang soonyoung yang berkedut.

satu jari ia masukkan ke dalam lubang sempit itu. soonyoung memekik hebat, mingyu mendorong jarinya lebih dalam.

“saya tambah ya,” dan mingyu mengerjakan apa yang ia ucap.

dua jari. dua jari mingyu dimasukan kesana.

soonyoung berteriak lagi saat jari mingyu ditekuk dan menggaruk dinding lubangnya. walau belum menyentuh titik nikmat soonyoung, jari mingyu begitu lihai disana. rasa nikmat dan sakit menyatu dan berhasil membuat soonyoung meneteskan air mata lagi.

jari mingyu masih bermain disana, sementara tangan satunya mengurut pelan penis soonyoung yang berdiri tegak.

ahh! ahh! e-enak…. shit enak bange—AHH!”

berhasil menyentuh prostat soonyoung, mingyu menyentuh titik itu berkali-kali, tanpa henti. saking nikmatnya, mata soonyoung berputar keatas dan mulutnya terbuka lebar. sudah tidak bisa mendesah atau berteriak lagi si soonyoung itu.

precum terus-terusan keluar dari lubang penis soonyoung. analnya masih dihantam oleh dua jari mingyu. kakinya terbuka lebar, sedangkan kedua tangannya menapak pada mesin cuci.

melihat soonyoung keenakan bukan main, mingyu masih belum puas rasanya. entah dapat ide darimana, mingyu menekan tombol start pada mesin cuci soonyoung sehingga mesinnya mulai bergetar. getarannya lama-lama menjadi kencang, sampai-sampai tubuh soonyoung ikut bergetar.

“mingyu! mingyu! aahhh!!!”

soonyoung tidak bisa menahannya lagi. dua jari mingyu masih menyentuh prostatnya sementara getaran mesin cuci menambah rangsangan pada tubuhnya, seakan sebuah vibrator bergerak bebas di antara lubangnya.

mingyu menekan satu tombol lagi, dan getaran pda mesin cuci semakin kencang. pegangan soonyoung mengerat takut-takut dirinya akan jatuh, walau ia tau mingyu tidak akan membiarkan soonyoung jatuh.

ahh! mau- mau keluar! minn ahhhh!”

puas dengan apa yang ia lihat, mingyu menarik kedua jarinya dari lubang soonyoung. lalu hampa. soonyoung merasakan hampa pada lubangnya namun tubuhnya terus bergerak hebat. brengsek memang si mingyu, padahal klimaksnya hampir sampai!

soonyoung masih terus mengejar klimaksnya, maka satu tangannya ia gunakan untuk mengocok kencang penisnya.

sementara mingyu menyaksikan soonyoung dengan takjub. seperti pertunjukan erotis gratis dari soonyoung untuk mingyu.

melihat soonyoung bersusah payah mengocok penisnya yang belum juga sampai pada putihnya, mingyu akhirnya mendekat kembali untuk membantunya. lagipula, tubuh soonyoung amat sangat disayangkan untuk tidak dijamah lebih lama. mingyu masih ingin mencium lehernya yang masih wangi sabun, masih ingin menghisap dan memilin putingnya yang kecoklatan, dan masih ingin menekan perut bagian bawah soonyoung ketika jarinya bermain di lubangnya.

dan mingyu melakukan itu semua.

ahhnn…”

hahh mingyu…”

hhnghh… ahh! ahh! mingyu gue k-keluar!”

mingyu menyaksikan semuanya dengan mulut menganga. penis soonyoung memuncratkan banyak sekali cairan sperma, putih dan kental. spermanya mengenai perut, dada, hingga wajah soonyoung. tubuh kotornya masih bergetar hebat di atas mesin cuci.

soonyoung menarik napas, tubuhnya hampir jatuh. lemas. seakan energinya terkuras habis akibat perbuatan mingyu.

dan seperti yang ia duga, mingyu menahan tubuhnya. bukan hanya itu, mingyu menggendong tubuh soonyoung dengan lembut lalu ia turunkan di atas kasur.

“keluar sekali lagi, bisa?” tanya mingyu.

soonyoung menggeleng, “nggak, capek..”

“saya belum keluar..”

“derita lo.”

mingyu tertawa kencang. “mesin cucinya udah bener lagi, udah dibuktiin ya, badan mas soonyoung bisa geter heb—“

soonyoung menutup mulut mingyu menggunakan kedua tangannya menghentikan mingyu menyelesaikan kalimatnya, “diem lo, mingyu! nggak usah ngomong lagi!”

“kenapaa?” rengek mingyu, “saya suka liatnya. cantik.”

“eh gue cowok ya, mingyu!”

“cantik kan nggak cuma buat perempuan, mas.”

“ya gue nggak mau dibilang cantik!” protes soonyoung lagi.

mingyu masih terkekeh, lalu berjalan menjauh dari kasur. seperti tidak ada yang terjadi sebelumnya, mingyu mendorong mesin cuci soonyoung ke dalam kitchen set. mesin cucinya sudah berhenti bergetar, namun masih dalam keadaan menyala.

“kalau rusak lagi, telepon saya aja, mas.” ujar mingyu.

soonyoung tidak menjawab, mungkin terlalu lemas.

“saya pamit, mas soonyoung.” tambah mingyu.

tubuh mingyu semakin jauh terlihat, dan hilang saat dirinya menutup pintu.

soonyoung kembali sendirian. unit apartemennya terasa kosong. ia harus segera mandi dan mengembalikan akal sehatnya. atau mungkin meminta maaf kepada mingyu adalah hal yang pertama harus ia lakukan.

atau mungkin juga meminta mingyu kembali ke unitnya, menyelesaikan apa yang belum mereka selesaikan.

dan pada akhirnya, soonyoung memilih opsi yang terakhir.