naacndy

Box Lunch itu Jaemin tata serapih mungkin di atas meja kantin dengan terburu. Raut manisnya tampak serius namun juga menggemaskan di waktu bersamaan.

“Kak Jaemin?”

Mendengar namanya dipanggil membuat Jaemin mendongak, memandang adik kelas perempuannya yang termasuk kedalam pelanggan setia.

Lunch pesenan aku dong kak.” Ucap Karina dengan senyum manisnya.

Jaemin balas tersenyum kecil, membungkuk untuk mengambil Lunch box di dalam khusus kotak pesanan.

Mata tajam Karina menyipit saat tatapannya terpusat pada lelaki yang sejak tadi menatap Jaemin tak berkedip di belakang dengan jarak lima meter, berjalan pelan seperti akan menghampiri Jaemin.

Mendengar gosip tadi pagi rasanya gatal jika tidak berbasa – basi dengan orang yang terlibat di dalamnya.

“Kak Jaemin deket sama Kak Jeno ya?”

Jaemin melirik sekilas lalu menegakan tubuhnya dengan Lunch Box milik Karina di tangannya. “Lumayan. Temen kok.”

Karina mengangguk anggukan kepalanya, namun tidak terasa puas atas jawaban Jaemin. “Kak Jaemin tau ga? Hari ini Kak Jaemin sama Kak Jeno di gosipin satu sekolah. Alesannya udah pasti karna Kakak berangkat bareng Kak Jeno, si pinter dari kelas XII-A. Yaiya si, siapa yang ga suka sama Kak Jeno? Hampir satu sekolah kayanya suka sama Kak Jeno deh.”

Jaemin spontan menoleh dengan satu alis yang terangkat. “Serius hampir satu sekolah?” Nada bertanya nya sedikit tidak suka.

“Iya, Emang Kak Jaemin ga suka sama kak Jeno?”

Bibirnya Jaemin tipiskan, mata cantiknya penatap Karina dengan tatapan ragu sebelum menjawab.

“Suka kok, Gua suka sama Jeno.”

Jawaban yang keluar dari mulut Jaemin terdengar bersamaan suara yang sangat di kenali Omega manis itu.

“Jaem?”

Karina mengulum bibirnya menahan tawa, siswi itu nyatanya punya sisi usil yang kerap kali di tunjukan pada siapa saja yang dia ingin. Contohnya seperti sekarang, Karina sudah melihat Kakak kelasnya—Jeno yang sejak tadi tak berhenti memperhatikan Jaemin dengan intens membuat Karina penasaran, apa lagi gosip yang tadi pagi dia dengar tentang kedua Kakak kelas nya itu.

Lunch Box di tangan Jaemin—Karina ambil, sambil terkekeh pelan Karina mengedipkan satu matanya pada Jaemin. “Oh, Jadi Kak Jaemin suka sama Kak Jeno ya.”

“Oke deh, ini duitnya. Bye Kak.” Usai memberikan uang pas di meja lantas Karina berbalik pergi sembari tertawa pelan.

Dalam hati Jaemin merutuki adik kelasnya yang sangat usil itu, belum selesai malunya karna kejadian kemarin sekarang Jaemin harus menahan malu lagi karna ucapannya.

Lunch gua dong, Jaem.” Ucap Jeno meminta.

Jaemin tersenyum canggung lalu bergerak kikuk mengambil pesanan Jeno yang kemudian dia berikan pada Jeno sembari menerima uang dari Alpha itu.

Jeno tentu saja mendengar ucapan Jaemin yang bilang bahwa Omega itu suka padanya, tapi melihat wajah Jaemin yang muncul rona merah sedikit tidak tega rasanya jika menggoda Jaemin.

Namun, mungkin sedikit saja karna Jeno sudah terlanjur gemas.

“Ga panas.” Celetuk Jeno, telapak tangannya meraba dahi Jaemin; memastikan suhunya. “Tapi kenapa muka lu merah ya?” Lanjut Jeno tersenyum jail.

Semakin merah saja wajah Jaemin, maka dengan tergesa dia menjauhkan tangan Jeno di dahinya kemudian berbalik memunggungi Jeno lalu pura – pura menyibukan diri, tak ingin terlihat bahwa dia salah tingkah.

Tawa Jeno terdengar renyah setelahnya, Alpha itu menyempatkan untuk menaruh susu pisang di meja depan Jaemin sebelum beranjak pergi menjauh.

cw / kiss

Tubuh ringan di gendongannya Jeno peluk erat, tak Jeno lepaskan barang sedetik pun. Bahkan saat Jeno membawa mobil Mark yang dia dapat dari mengambil kuncinya di saku lelaki itu secara diam – diam—Jeno tetap mengendarai mobil dengan Jaemin di dekapannya.

Hoodie miliknya yang menutupi Jaemin telah Jeno lepaskan saat akan mengendarai mobil menuju appartement nya. Dan ketika telah sampai, Jeno mengangkat tubuh Jaemin dengan gaya koala lalu mulai melangkah memasuki gedung di kawasan elit itu.

Bayangkan bagaimana sulitnya Jeno berkendara dari sekolah hingga appartement saat feromon manis Jaemin tak berhenti menguar.

Begitu memabukan dan hampir membuat dia hilang kendali. Jika saja Jeno tidak memaksa menahan instingnya, maka bisa dipastikan Jeno telah memperkosa Jaemin sejak di mobil tadi.

Tentu saja Jeno berusaha mati – matian sekarang, hingga keduanya sampai di ruang appartement Jeno—Alpha itu menidurkan Jaemin pada kasur empuknya, kemudian menghampiri meja dekat dengan pintu kamarnya; mencari pil supressan di laci meja itu.

Benda bulat berukuran kecil itu terlihat dan langsung diambil oleh Jeno, lalu keluar kamar berniat mengambil air sebelum kembali memasuki kamarnya.

“Jeno?”

Pemilik nama terkejut melihat Jaemin ada di depannya saat dia membuka pintu, berdeham pelan—Jeno memberikan air dan pil di tangannya pada Jaemin.

“Diminum pil nya, Jaem.”

Kedua alis Jeno bertautan; bingung saat Jaemin hanya melirik benda di tangannya. Jaemin menggeleng, tubuhnya perlahan maju hingga dada keduanya saling menempel—melingkarkan tangannya pada leher Jeno.

“Minum, Jaem—,”

“Ga mau.” Balas Jaemin yang mulai menenggelamkan wajahnya di tengkuk sang Alpha.

Jeno menahan nafasnya, rahangnya mengeras karna Jaemin yang sepertinya sudah tenggelam dalam masa heat nya.

Omega itu seperti tidak perduli pada sekitarnya atau pada Jeno yang berusaha menahan insting nya. Omega tetaplah Omega, mau bagaimanapun Jaemin berusaha menahan diri jika di hadapkan oleh Alpha maka seorang Omega pemilik strata terendah akan tunduk dan patuh.

Tenggelam dalam birahi bersamaan heat yang muncul akan membuat Omega lupa diri. Rasa ingin disentuh, di setubuhi bahkan meminta di buahi akan keluar berupa kata dengan nada rengekan dari bibir mereka.

Seperti sekarang, tangan Jaemin sudah mulai bergerak—meraba dengan sentuhan lembut tengkuk, bahu lalu turun ke dada bidang milik Jeno; menggoda Alpha-nya.

Secara sengaja Omega di depannya terus menerus mengeluarkan feromon manis, feromon dengan scent bluberry dan vanilla itu menguar memenuhi kamar juga indra penciuman Jeno.

Kepala Jeno rasanya berputar, Jaemin yang seperti ini sangat berbahaya baginya. Karna tidak ingin hilang kendali, dengan terburu Jeno memasukan pil supressan beserta air kedalam mulutnya, lantas membawa tubuh Jaemin hingga bersandar pada dinding.

Jaemin memejamkan matanya, sedikit meringis merasakan tubrukan pada punggungnya. Jaemin bawa bibirnya terangkat membentuk senyum, kelopak yang dilengkapi bulu mata panjang nan cantik miliknya terbuka bersamaan iris yang berubah warna menjadi soft blue.

“Hai, Alpha...” Ucap Jaemin sembari terkekeh kecil. “Alpha, aku ga perlu supressan. Cukup ini.” Lanjut Jaemin mengarahkan tangannya mengelus kejantanan Jeno yang tertutupi celana.

Jeno menggeram pelan—menggeleng untuk membalas ucapan Jaemin. Lengan yang lebih kecil Jeno tahan agar berhenti memberikan elusan lalu di bawa untuk melingkar di lehernya.

Jaemin mengerucutkan bibirnya saat Jeno menolak, namun Alpha itu malah menyelipkan sebelah tangannya di pipi Jaemin sembari mengelus lembut bagian itu dengan ibu jarinya.

“Kenap—,”

Pertemuan dua bibir itu tak terelakan, Jeno memotong ucapan Jaemin dengan ciuman menuntut. Menekan bibir pink itu—berusaha mendorong air serta pil supressan ke dalam rongga mulut Jaemin.

Rasa pahit terasa bercampur dengan saliva keduanya, tangan Jeno berpindah ke tengkuk Jaemin; menekan bagian itu kuat tak ingin melepaskan sebelum Jaemin menelan dengan baik hingga sedikit air sampai menetes di sudut bibir Omega manis itu.

Dengan pelan Jeno melepaskan ciumannya, menempelkan dahinya dengan dahi Jaemin masih sembari memejamkan mata. Nafas keduanya beradu, bahkan Jaemin dapat menghirup aroma mint dari nafas yang dikeluarkan Jeno.

Jaemin menggigit bibir bawahnya, panas di tubuhnya mulai berkurang pun kesadarannya yang perlahan kembali. Namun seakan tak ingin kehilangan rasa nyaman, tak ayal Jaemin seperti tidak ingin melepaskan cengramannya di pundak Jeno.

Begitu pun Jeno, rasa asing namun candu yang baru dirasakannya—Jeno ingin merasakannya lagi. Maka saat Jaemin membuka mata; memperlihatkan iris nya yang kembali berwarna coklat, Jeno menggumamkan nama Omega-nya lembut.

“Jaemin...”

Seperti tersihir panggilan namanya membawa wajah dengan paras ayu Jaemin mendekat; hingga kedua hidung mancung itu bergesekan. Cengraman pada bahu Jeno—Jaemin lepaskan lalu turun memberikan usapan pelan di dada Jeno.

Kiss me, Alpha.”

Jaemin sadar saat berucap, bahkan saat Jeno mulai mempertemukan bibirnya dengan milik dia, Jaemin sadar betul apa yang dia tengah lakukan.

Hanya sebentar, biarkan Jaemin menikmati sebentar bagaimana mulutnya dikecap dan di kulum lembut oleh Jeno, merasakan hangat serta manis di tiap nafas dan pertukan saliva keduanya.

Pinggang ramping itu Jeno dekap dengan tangan kekarnya, menariknya mendekat hingga tubuh keduanya menempel tanpa ada jarak.

Nyatanya segala tentang Jaemin adalah hal yang menyenangkan bagi Jeno. Namun bagi Jaemin, segalanya tentang Jeno adalah sebuah hal yang rumit.

Entahlah, mungkin Jaemin akan berpikir tentang itu nanti, saat ini diotaknya adalah berciuman dengan Jeno hingga puas sebelum selanjutnya bertingkah seperti tidak ada yang terjadi.

Semua terlalu tiba – tiba, bahkan Mark sampai tidak bisa berfikir karna panik saat mendapat pesan dari Jeno bahwa Alpha itu memerlukan bantuannya.

Menghampiri Jeno dengan nafas yang terengah—sahabatnya itu langsung berjalan mendahuluinya, rautnya begitu datar dan sangat serius, juga rahang tegas yang mengeras itu.

Mark tidak mengerti, namun saat langkah Jeno mengarah ke kamar mandi yang telah muncul beberapa Alpha sedang menggedor pintu toilet akhirnya Mark tau.

Feromon yang menguar berhasil membuat beberapa Alpha berkumpul. Ini bukan feromon yang pernah Mark hirup, dan lagi feromon ini tampak sangat menyengat juga manis hingga Mark harus menutup indra penciumannya.

Minggir.

Alpha tone milik Jeno keluar begitu saja, sangat tegas dengan suara yang dalam berhasil membuat beberapa Alpha yang berkumpul itu langsung menyingkir. para Alpha itu diam dengan kaki yang bergetar pelan, mereka menyingkir bukan karna Alpha tone dari Jeno, melainkan nada suara yang dikeluarkan lelaki itu sangat dingin seakan siap memerangi siapa saja yang menghalanginya.

Dengan satu tendangan Jeno langsung mendobrak pintu toilet hingga terbuka lebar, menampilkan Haechan dan Renjun dengan wajah paniknya.

Jeno melangkah masuk, tak perlu bertanya Jaemin berada di bilik mana jika feromon Omega itu bisa langsung terhirup dengan jelas oleh Jeno.

“Lo mau ngapain?!” Seru Haechan sembari satu tangannya menahan Jeno.

Jeno mengacuhkan Haechan, dia lepas hoodie miliknya lalu dia jadikan penutup kepala Jaemin.

Saat Jeno mengangkat tubuh Jaemin dan berniat melangkah keluar—lengan bajunya di tahan oleh Haechan yang menatapnya nyalang.

“LO MAU BAWA KEMANA SAHABAT GUA?! TURUNIN JAEMIN!”

Renjun yang melihat itu dengan pelan menarik tangan Haechan agar melepaskan pegangannya di baju Jeno. Ayolah, ini bukan saat yang tepat jika Haechan ingin habis di tangan Jeno—ya walau Mark tidak akan membiarkan itu terjadi, namun menahan Jeno yang emosinya tidak stabil karna demi moon goddess Renjun bisa melihat tatapan tajam Jeno yang mengerikan.

“Chan, Jaemin bakal aman sama Jeno.”

“AMAN? DIA ALPHA RENJUN! KALO SAMPE JAEMIN DI—,”

Lepas.

Ucapan Haechan dipotong oleh Mark, lelaki itu terpaksa menggunakan Alpha tone nya karna Mark tau Haechan tidak akan mengalah. Lagi pula seorang Omega yang telah memiliki Alpha sudah tidak bisa tunduk pada Alpha lain mengingat Mark telah marking dan bonding. dengan Haechan.

Tangan Haechan melemah begitu saja seakan tak punya tenaga, dan dengan begitu pegangan di baju Jeno terlepas. Haechan melirik sinis Jeno yang berjalan dengan langkah yang lebar keluar dari toilet setelahnya.

Mark menghampiri Haechan, pandangannya melembut sembari satu tangannya dia bawa mengelus bahu Omega nya.

“Nanti aku jelasin.”

Melihat itu Renjun menghela nafas—sedikit lega kala Mark bertindak tadi, karna jika tidak mungkin Haechan telah terhempas ke dinding toilet dan selanjutnya hanya ada pertengkaran antara Jeno dan Mark.

Sejak bel istirahat berbunyi, Jaemin bersama box jualannya telah menunggu di meja kantin—menunggu para pemesan Lunch box untuk mengambilnya.

Satu – persatu dari mereka mulai datang, mengambil pesananan makan siang yang di jual Jaemin.

Saat sisa tujuh box yang belum di ambil, entah kenapa tubuhnya mulai berkeringat. Jaemin sedikit menggerakan kerah bajunya agar mendapat angin, padahal kantin sekolah mereka memiliki pendingin ruangan.

Mata Jaemin melirik sekitar, bibir bawahnya dia gigit saat merasakan hawa panas perlahan mulai muncul pada tubuhnya.

“Felix!” Panggil Jaemin pada Omega kenalannya.

Felix mengangkat satu alisnya seakan bertanya. “Kenapa, Jaem?”

Jaemin tersenyum kecil, lalu bangkit dari duduknya sembari menutup tengkuknya dengan satu tangan. “Gua minta tolong. Ini daftar yang mesen dan ini Lunch nya.”

“Eh, nanti duitnya gimana?”

“Simpen dulu aja, nanti gua tagih. Bye.”

Felix mengerjap, memandang Jaemin yang berlari menjauh. Jaemin terlihat panik dan terburu – buru membuat Felix penasaran, apa Jaemin kebelet(?)

Tepukan di bahu menyadarkan Felix dari pemikirannya, kepalanya menoleh ke arah si penepuk.

“Jaemin mana? Kok Lunch nya ada di lu?”

Felix mendengus lalu melihat daftar nama pemesan di tangannya sebelum mengernyit bingung. “Lo mesen? Nama lo ga ada di daftar.”

“Ada anjir, coba cari lagi.” Ucap Hyunjin sembari mengintip daftar di tangan Felix.

“Gak ada.”

“Ada woi, orang gua kebagian.”

“Ga ada memble!” Seru Felix jengkel. “Gua ga buta.”

Hyunjin melotot; tak menyangka, padahal dia bicara baik – baik, kenapa Omega di depannya malah berbicara menggunakan urat(?)

“Coba baca nama di list nya.” Minta Hyunjin merendahkan nada bicaranya.

Felix mendengus, namun tetap menurut dan mulai mengebutkan list nama pada daftar pemesan.

“Haje—,”

“Nah itu anjir!” Seru Hyunjin sembari menunjuk Felix dengan semangat.

Felix memutar bola matanya malas, mengambil satu Lunch box lalu di berikan pada Hyunjin. “Harusnya memble bukan Haje, biar gampang di kenalinnya.” Dumel Felix yang membuat Hyunjin langsung memeletkan lidahnya mengejek ke arah Omega itu.

Di sisi lain—Jaemin yang untuk pertama kalinya memasuki kamar mandi Omega dan bersembunyi di salah satu biliknya langsung terduduk lemas di atas closet.

Efek dari supresan yang Jaemin pakai nyatanya sudah hilang, kali ini entah mengapa hanya bertahan setengah hari, tidak seperti biasanya.

Feromon Jaemin sudah mulai menyebar ke setiap sudut kamar mandi, membuat Jaemin langsung memutar otaknya—berfikir siapa yang dapat menolongnya.

Sungguh menyiksa ketika rasa sakit dan panas perlahan menjalar ke seluruh tubuh hingga Jaemin harus menggigit bibirnya agar rintihannya tak terdengar.

Dengan tangan yang bergetar Jaemin mengambil ponsel di saku celananya, satu hal yang terpikirkan di kepalanya hanyalah meminta bantuan Haechan dan Renjun. Jaemin sudah tidak bisa berfikir jauh selain nama kedua temannya yang menurut dia pilihan bagus untuk dimintai bantuan.

Tidak lama Haechan beserta Renjun datang, berteriak menyebut nama Jaemin dengan panik.

“Jaemin, lo dimana anjir!” Teriak Haechan.

Kepala Jaemin sudah menyandar ke dinding samping sembari tetap menggigit bibirnya. Rasanya Jaemin tidak sanggup untuk sekedar menyerukan nama temannya, jadi Jaemin menggerakan tangannya untuk memukul pintu agar kedua temannya tau bahwa dia berada di dalam bilik itu.

Dengan terburu Renjun membuka pintu, pandangannya langsung mengarah pada Jaemin yang tubuhnya tampak bergetar penuh keringat dengan wajah yang memerah.

Haechan menggeleng tak menyangka, sekarang paru – paru nya terisi feromon Jaemin. Bahkan sekedar menghirup feromon Renjun saja Haechan tidak bisa karna setiap sudut kamar mandi telah tertutup feromon Jaemin.

“Jaemin, lo.... Omega?”

Jaemin menatap Haechan sayu. “Chan, tolong..”

Jeno tersenyum melihat David yang tampak lahap disuapi Jaehyun. Keponakannya itu duduk tenang sembari menggoyangkan kaki kecilnya yang mengambang karna bangkunya terlalu tinggi.

Daddy, David mau es klim.” Celetuk David di sela kunyahannya.

Jaehyun mendengus. “Gak boleh, nanti batuk.”

Daddy...”

Rengekan lirih keluar dari bibir kecil yang bergetar, mata bulatnya berkaca juga wajah yang David buat semelas mungkin siap merayu Daddy nya agar menerima permintaannya.

Jeno diam lalu terkekeh pelan, memperhatikan bagaimana Anak kecil di sampingnya memohon agar keinginannya di turuti.

Sungguh, Jaehyun benar – benar di buat pusing karna anaknya yang sangat menggilai makanan manis. Jaehyun hanya takut anaknya akan terkena penyakit gula di usia muda karna makanan kesukaannya itu. Namun wajah memohon yang sangat mirip dengan kekasih hatinya—sekali lagi membuat Jaehyun lemah.

Mengarahkan sendok ke depan mulut David lalu Jaehyun berucap. “Yaudah nanti, makanannya abisin dulu.”

Wajah memelas itu hilang seketika tergantikan dengan raut senang. Jeno terbahak melihatnya, dia sengaja diam dan tak berniat membantu karna tentu saja—Kakak nya itu akan kalah jika dihadapkan dengan wajah imut yang minta dikasihani milik David.

“Jen, tolong bayar makanannya. Nih.” Celetuk Jaehyun sembari memberikan dompetnya di depan Jeno.

“Oke.”

Jeno bangkit berdiri, mengambil dompet Jaehyun di atas meja dan berjalan ke arah kasir. Saat membuka dompet Jaehyun untuk membayar—Jeno di kejutkan dengan sebuah foto anak kecil di selipan saku dompet itu.

Mata tajamnya memperhatikan dengan seksama, bagaimana wajah itu sekilas mirip dengan David namun berbeda.

Wajah yang tampak familiar dan Jeno yakin dia pernah melihat wajah yang sama namun entah kapan.

Setelah membayar Jeno berbalik pergi kembali menghampiri Jaehyun dan David, lalu mengembalikan dompet yang dia bawa kepemiliknya.

“Kak, foto anak kecil di dompet Kak Jae siapa?” Tanya Jeno penasaran sembari mendudukan dirinya.

“Anak kecil?” Jaehyun melirik ke arah lain dengan dahi mengernyit tampak berpikir. Usai teringat, bibirnya langsung membentuk senyum hingga menampilkan kedua lesung pipi yang menambah pesona lelaki anak satu itu.

“Papinya David.”

Jeno tersenyum melihat David yang tampak lahap disuapi Jaehyun. Keponakannya itu duduk tenang sembari menggoyangkan kaki kecilnya yang mengambang karna bangkunya terlalu tinggi.

Daddy, David mau es klim.” Celetuk David di sela kunyahannya.

Jaehyun mendengus. “Gak boleh, nanti batuk.”

Daddy...”

Rengekan lirih keluar dari bibir kecil yang bergetar, mata bulatnya berkaca juga wajah yang David buat semelas mungkin siap merayu Daddy nya agar menerima permintaannya.

Jeno diam lalu terkekeh pelan, memperhatikan bagaimana Anak kecil di sampingnya memohon agar keinginannya di turuti.

Sungguh, Jaehyun benar – benar di buat pusing karna anaknya yang sangat menggilai makanan manis. Jaehyun hanya takut anaknya akan terkena penyakit gula di usia muda karna makanan kesukaannya itu. Namun wajah memohon yang sangat mirip dengan kekasih hatinya—sekali lagi membuat Jaehyun lemah.

Mengarahkan sendok ke depan mulut David lalu Jaehyun berucap. “Yaudah nanti, makanannya abisin dulu.”

Wajah memelas itu hilang seketika tergantikan dengan raut senang. Jeno terbahak melihatnya, dia sengaja diam dan tak berniat membantu karna tentu saja—Kakak nya itu akan kalah jika dihadapkan dengan wajah imut yang minta dikasihani milik David.

“Jen, tolong bayar makanannya. Nih.” Celetuk Jaehyun sembari memberikan dompetnya di depan Jeno.

“Oke.”

Jeno bangkit berdiri, mengambil dompet Jaehyun di atas meja dan berjalan ke arah kasir. Saat membuka dompet Jaehyun untuk membayar—Jeno di kejutkan dengan sebuah foto anak kecil di selipan saku dompet itu.

Mata tajamnya memperhatikan dengan seksama, bagaimana wajah itu sekilas mirip dengan David namun berbeda.

Wajah yang tampak familiar dan Jeno yakin dia pernah melihat wajah yang sama namun entah kapan.

Setelah membayar Jeno berbalik pergi kembali menghampiri Jaehyun dan David, lalu mengembalikan dompet yang dia bawa kepemiliknya.

“Kak, foto anak kecil di dompet Kak Jae siapa?” Tanya Jeno penasaran sembari mendudukan dirinya.

“Anak kecil?” Jaehyun melirik ke arah lain dengan dahi mengernyit tampak berpikir. Usai teringat, bibirnya langsung membentuk senyum hingga menampilkan kedua lesung pipi yang menambah pesona lelaki anak satu itu.

“Papinya David.”

Tubuh yang masih berbalut seragam sekolah itu berdiri—memandang rumah yang semalam sempat dia datangi.

Rumah sederhana itu masih tampak sama, seperti tidak ada orang di dalamnya. Apa Jaemin tidak sempat keluar barang sekali saja? Bahkan pagarnya masih terbuka dan tidak tergembok seperti semalam.

Bolehkah Jeno khawatir? Jeno sangat ingin tau keadaan Jaemin. Tidak bertemu sehari rupanya sudah menimbulkan rasa rindu.

Apa Jaemin-nya baik – baik saja?

Perlahan Jeno membuka pagar itu dengan sebelah kakinya, bukan maksudnya malas, hanya saja kedua tangannya tampak sibuk memegang kardus berisi susu pisang yang akan dia berikan pada Jaemin.

Seketika senyum kecil Jeno terbit di bibirnya, melihat kantung plastik yang semalam sudah tidak ada di bawah pintu itu membuat Jeno sedikitnya tau jika Jaemin ada di dalam. Mungkin memang Jaemin baik – baik saja.

Ucapan Mark di chat yang mengatakan Jaemin mungkin masih syok—memang mungkin ada benarnya, jadi Jeno tak akan memaksa Jaemin agar mau bertemu dengannya. Jeno hanya perlu menunggu hingga Jaemin masuk sekolah, lalu secara perlahan berusaha menjelaskan apa yang terjadi waktu itu.

Jeno mendekat dan meletakan kardus susu itu kembali di depan pintu. Tidak lupa dia menuliskan lagi sebuah note agar di baca oleh Jaemin sebelum dia tempelkan pada atas kardus.

“Jeno..” Ucap Jaemin lirih.

Semua itu nyatanya tak luput dari penglihatan Jaemin. Mata sayu dengan wajah merah merona karna heat yang berusaha Jaemin tahan membuat dia tidak berani membuka pintu.

Sudah sejak lima menit yang lalu dibalik jendela tak jauh dari pintu, Jaemin terus memperhatikan bagaimana wajah Jeno yang sedikit sendu dan tak bersemangat menampilkan senyum tipis setelah menulis note untuknya.

dalam diri Jaemin ada niat yang muncul karna insting Omega nya—bergerak ingin membuka pintu saat Jeno mengetuk beberapa kali, tapi sayangnya tidak Jaemin lakukan.

Tangan bergetar dengan nafas putus – putus tak beraturan yang berusaha Jaemin tahan membuat rasa panas timbul kembali di dalam tubuhnya.

Dirinya butuh Jeno. Jaemin membutuhkan Alpha nya untuk membatu menghilangkan rasa panas di tubuhnya.

Namun Jaemin tidak bisa, dia belum berani untuk memulai suatu hubungan baru yang tanpa sadar telah mengikat keduanya dengan benang merah tak kasat mata.

Maka dengan ego nya, Jaemin membiarkan Jeno pergi. Kembali pulang membawa raut kecewa karna untuk kedua kalinya—Jaemin menolak untuk bertemu.

Mobil BMW hitam itu berhenti di samping jalan rumah sederhana. Jeno melirik ke bangku penumpang di sampingnya—tepatnya ke arah plastik berisi beberapa obat dan makanan ringan juga bubur.

Setengah jam Jeno memutari jalan untuk mencari penjual bubur di malam hari yang akhirnya dia temukan.

Kantung plastik itu Jeno ambil lalu keluar dari mobilnya—berjalan ke arah rumah Jaemin. Pagar rumah Jaemin tidak terkunci, jadi Jeno masuk ke dalam lalu mengetok pintu.

Dua menit pintu di hadapannya tak kunjung terbuka, Jeno menghela nafas pelan kemudian mengetok pintu itu kembali.

Jeno sudah memastikan ini, mungkin Jaemin telah tertidur atau memang Omega itu tidak ingin membukakan pintu untuknya. Tidak masalah, untung saja Jeno membawa sticky note juga pulpen.

Kertas kecil itu Jeno tuliskan sebuah pesan sebelum menempelkannya di plastik yang dia bawa.

Tersenyum kecil lalu Jeno menaruh plastik di bawah depan pintu. “Good night, Jaemin.” Lantas pergi kembali mengendarai mobilnya untuk pulang.

Sesampainya di rumah, Jeno tidak ke kamarnya. Tak sempat rasanya mandi atau sekedar berganti baju karna ingin langsung bertemu Jaehyun—menceritakan dan meminta pendapat mengenai Omega-nya.

Jeno sempat ke ruang kerja Jaehyun, berharap menemukan Kakak lelaki dia disana. Namun kedua alis Jeno menyatu ketika tak mendapati Jaehyun di ruang kerjanya.

Satu ruangan terpikirkan, dengan langkah besar Jeno menapak tanpa bersuara. Pijakannya berhenti di depan pintu—kamar David, keponakannya. Gagang pintu kayu itu Jeno putar pelan, takut menimbulkan bunyi yang akan mengganggu jika saja ternyata Jaehyun sedang menidurkan anaknya.

Pandangan Jeno langsung terpusat pada dua orang beda umur yang tengah berbaring. Berbeda dengan sang Daddy, David tampak membuka matanya namun tetap diam memperhatikan Jaehyun yang sangat nyenyak dalam tidur nya.

Jeno tersenyum kecil, menghampiri dengan perlahan lalu duduk di samping David.

Daddy ketiduran?” Tanya Jeno berbisik.

David menoleh ke arah Jeno, matanya menatap Jeno polos. “Iya.”

“David kenapa ga ikut tidur?”

“David udah tidul, tapi kebangun.”

Dahi Jeno mengernyit bingung. “Kenapa?”

“Tangisan Daddy belisik, jadi David kebangun.”

Jeno tertegun beberapa saat, irisnya melirik Jaehyun sendu. Jeno baru sadar jika Kakak lelaki nya itu tidur sambil memeluk foto Papi David—mate Jaehyun.

Satu tangannya Jeno arahkan mengusap kepala David, memberikan senyuman kecil yang menenangkan. “Yaudah, David tidur lagi ya? Temenin Daddy.”

David menggangguk, lantas merapatkan kembali selimutnya lalu memejam—berusaha untuk tidur kembali.

Jeno menghela nafas kasar, tubuhnya bangkit berdiri kemudian berjalan ke sisi sebelah Jaehyun. Menaikan selimut agar Jaehyun tetap nyaman, lalu mengambil foto di pelukan Jaehyun pelan – pelan agar tak terbangun.

Wajah cantik dalam foto itu Jeno pandangi, ibu jarinya mengelus nya dengan hati – hati.

“Kak, liat? Kak Jaehyun bucin banget sama Kakak.” Jeno terkekeh sebelum meneruskan kalimatnya. “Tolong dateng ke mimpi Kak Jae, bilang kalo dia udah kerja keras dan jadi Daddy yang baik buat David.”

Sejak mendapat pesan dari Jeno—Jaemin pun berniat untuk menunggu Alpha itu di depan gerbang. Namun saat akan melewati lapangan suara teriakan membuat Jaemin berhenti melangkah.

“Kak Jaemin!”

Jisung pemilik suara itu, berhenti tepat di depan Jaemin yang menatapnya bertanya. “Udah mau pulang, Kak?”

“Iya, kenapa Ji?”

Menggaruk kepalanya yang tidak gatal—Jisung berucap ragu. “Mau pulang bareng?”

Di dalam hati Jisung berharap Jaemin menolak ajakannya, karna demi moon goddess jika Omega di depannya menerima ajakannya, Jisung akan kelabakan sendiri.

Mata jernih dengan bulu mata panjang itu menatap Jisung tidak enak, Jaemin menarik senyum kecil. “Maaf Ji, mungkin lain kali.”

Jawaban Jaemin membuat senyum lebar terbit di bibir Jisung, berhasil menjadikan Jaemin bertanya – tanya. Bagaimana bisa seseorang tampak senang karna ditolak permintaannya?

“Gapapa, Kak. Yaudah, Aku balik duluan ya?”

Jaemin mengangguk sembari tersenyum. Bertepatan dengan Jisung yang ingin berbalik pergi, Jaemin secara tiba – tiba mengaduh dan membuat Jisung kaget—menatap Jaemin yang sedang mengusak matanya.

“Kak, kenapa?”

Matanya sungguh perih, Jaemin tidak berhenti mengusakan jari pada matanya. “Kelilipan, perih banget.”

“Sini Kak, Aku tiupin.”

Hanya menurut, Jaemin diam saat Jisung memegang pundaknya, mendekatkan wajah hingga Jaemin bisa menghirup sedikit feromon Alpha junior nya itu.

Diujung koridor, aura mencekam menguar dari feromon Jeno—menunjukan jika Alpha itu tengah marah. Bagaimana dirinya melihat sosok yang di kenalinya beberapa kali tampak berkomentar di akun Jaemin, menjadi pelanggan setia Jaemin-nya saat ini tengah menyentuh milik nya. Wajah keduanya begitu dekat seperti akan berciuman.

Jeno tak terima kemudian tanpa sadar memunculkan insting serigala yang sedikitnya berusaha dia tahan. Sebelah mata nya telah berubah menjadi biru gelap—beruntung, karna jika kedua matanya berubah warna tandanya serigala dalam dirinya telah mengambil alih.

image

Langkah kakinya terasa ringan, Jeno seperti tak menapak karna berusaha berlari dengan cepat untuk sampai pada kedua orang itu.

Dipikirannya hanya berusaha menjauhkan Jisung dari Jaemin agar setidaknya membuat jarak.

Jaemin mengernyit begitu menghirup feromon yang dia kenali. feromon dengan scent; cinnamon dan hujan. Namun kali ini sangat menyengat membuat nafasnya memburu tanpa sadar.

Saat Jaemin akan membuka matanya, bunyi benturan yang sedikit keras menyapa bersamaan angin dengan kecepatan yang kencang menerpa kulit Jaemin.

Jaemin terkejut, di depannya sudah ada Jeno yang tampak marah, terlihat dari rahang lelaki itu yang mengeras. Sebelah pergelangan tangan Jaemin di cengram Jeno erat, matanya tepat memandang Jisung yang baru saja terhempas ke pagar pembatas lapangan sembari memegangi dadanya.

Stay away from MINE.” Ucap Jeno sembari menekankan kata di belakang kalimatnya.

Alpha Tone yang dikeluarkan Jeno membuat Jisung sedikit bergetar. Dalam hati Jisung menyumpahi Kakak sepupu dari Matenya; Renjun, yang merencanakan ini. Sengaja agar membuat Jeno terpancing dan akhirnya kalah pada insting serigalanya; marah.

Jisung berdiri sambil meringis, lalu berjalan mendekati pasangan mate di depannya. Insting serigalanya merasa tidak terima mendapat perlakuan seperti ini, namun bagaimana? Aura Jeno sangat pekat, Jisung pasti kalah jika melawan Jeno karna tentu saja perbedaan umur keduanya mempengaruhi.

Sesak, Jaemin tak bisa bernafas dengan benar, seakan paru – parunya telah di penuhi aroma feromon dari Jeno pun jantungnya berdetak sangat cepat.

Ini tidak boleh terjadi, Jaemin harus menahannya atau jika tidak dia bisa saja menyerah dan melemparkan dirinya tanpa sadar kepada Jeno.

Cengraman itu berusaha Jaemin lepaskan, Jeno menoleh dengan pandangan yang berubah menjadi lembut setelah melihat Jaemin mencoba menarik tangan darinya.

“Jaemin?”

Jaemin menggeleng, nafasnya berhembus tidak beraturan karna menahan tangis dan air mata yang entah sejak kapan telah berkumpul di sudut iris indahnya.

“Lepasin.. lepasin..”

“Kak—,” Jisung berdehem pelan. “—Sorry, Aku ga niat deketin Kak Jaemin kok. Aku udah ada mate.

“Kalian selesaiin aja urusannya, Aku duluan.” Lanjut Jisung dan langsung berjalan pergi masih mengusap dadanya walau nyerinya berangsur hilang sedikit. Lagian tugasnya sudah selesai, bonus dia mendapat hempasan dari Senior nya dan ucapannya yang dianggap angin lalu.

Melihat Jeno yang lengah, Jaemin langsung menyentak tangannya kencang. Jeno terkejut, berusaha mengejar Jaemin yang langsung lari begitu dia menoleh. Namun sayangnya dia tidak berhasil. Bus yang di tumpangi Jaemin langsung menutup pintu dan jalan meninggalkan Jeno dengan jarak dua meter dibelakang.

Jeno mengacak rambutnya kesal dan berdecak setelahnya. “Shit.”

Di dalam Bus Jaemin menangis, menumpahkan air matanya yang berusaha dia tahan di depan Jeno. Kedua tangannya mengusap majah manisnya yang saat ini sudah memerah dan terlihat frustasi.

Jaemin tidak menyangka bahwa hari ini akan datang begitu cepat, dimana Jeno yang entah bagaimana sudah tau bahwa mereka mate dengan berani telah menunjukan status lelaki itu di depannya.