「 Sweetheart – 2 」
Kamar hotel deluxe menjadi pilihan Suna alih-alih membawa Osamu ke rumah tinggalnya. Osamu yang tidak mampu berpijak dengan seimbang hanya bisa menurut pada Suna yang menuntunnya ke kamar mandi. Ia melepas kancing kemeja Osamu hingga dirinya kini bertelanjang dada.
Suna menggigit bibir. Ia menggeleng keras guna menghilangkan pikiran kotor kala melihat pemandangan erotis dihadapannya. Selanjutnya, ia menyalakan shower dan mengaturnya ke titik hangat.
“Rin... mau mandi bareng ya..?” Racau Osamu tak tahu diri.
Suna menghela napas. Ia menarik Osamu, memposisikan kepala pemuda itu tepat di bawah shower. “Lo sadarin diri dulu, Sam. Gue gamau kena pasal gara-gara ngambil kesempatan waktu lo mabuk.” Syukurlah Suna masih bisa menahan diri, walaupun sulit sekali menepis godaan seorang Osamu.
Osamu ditinggalkan begitu saja saat ia sudah mulai berhenti bergumam aneh. Membiarkan air mengalir itu menghanyutkan pengaruh alkohol dalam dirinya.
Suna menghela napas, lagi. Ponsel yang sengaja dimatikan dilempar begitu saja keatas meja nakas. Lelah menanggapi pesan-pesan yang masuk tentang kenapa dirinya menghilang dari pesta. Ia harap pegawai hotel yang tadi berpapasan dengannya mau menutup mulut dengan beberapa lembar uang yang ia berikan.
Rintarou benar-benar muak jika terus dikelilingi manusia-manusia yang tengah menikmati hidangan dengan senyum palsu itu.
Pintu kamar mandi terbuka ketika Suna tengah menanggalkan kancing terakhir kemejanya. Mengekspos dada bidang yang begitu menggoda itu. Osamu memalingkan wajah, menolak untuk beradu pandang dengan Suna.
“Udah sadar?” Tanya Suna yang perlahan berjalan mendekat.
Osamu menelan salivanya enggan untuk bersuara. Ia belum sepenuhnya sadar sehingga rasa takut menyelimutinya, takut akan melontarkan kalimat yang ia tidak inginkan. Suna dihadapannya yang bertelanjang dada cukup membuatnya berdebar hebat sampai kepalanya pusing. Pada titik ini, Osamu masih berharap wajah memerahnya tidak kentara.
“Osamu?”
“Hm?”
“Udah sadar belom?”
“Hm.”
“Masih pusing ya?”
“Hm.”
Kesal, Suna berdecak dalam batinnya. Pemuda abu ini sama sekali tak mau menatapnya atau menjawabnya dengan benar. Wajahnya yang mengarah ke samping membuat Suna berhadapan langsung dengan telinganya.
Sedikit jahil, Suna meniup pelan daun telinga Osamu. Lelaki itu seketika melonjak kaget dengan wajahnya yang kini sewarna tomat.
Itu sudah seperti rangsangan bagi Osamu.
Suna menarik senyum miring di bibirnya. Mengelus pipi Osamu serta bibir ranumnya. Kemudian menghirup aroma mahkota abu yang setengah basah itu. Ia ingin bersenang-senang dengan Osamu. Ia ingin menghabiskan malam yang melelahkan ini bersama Osamu. Ia ingin memiliki Osamu.
Seolah mengikuti instingnya, Suna secara bertahap mengecup kening, pipi, sudut bibir, hingga bertengger di leher mulus Osamu dan menikmatinya seperti permen. Melihat tidak ada perlawanan dari si abu, Suna semakin gencar. Ia mengusap punggung Osamu yang tak tertutup apapun sementara tangan satunya menelusupkan jempol ke dalam mulut hangat Osamu.
Osamu menghela napas berat. Otaknya ingin melawan, namun tubuhnya enggan. Tak ia sangka sedikit sentuhan dari Suna dapat membuatnya begitu candu. Mungkin saja ini karena pengaruh alkohol, atau mungkin Osamu memang ingin belaian.
“Hhh.. Sun..a..” ujarnya susah payah dengan saliva yang mengalir dari sudut bibirnya. Ia mencengkram erat bahu yang lebih tinggi kala kedua kakinya sudah tak kuat dipakai berdiri.
“Yeah? Samu, what do you want?” Bisik Suna di telinga.
Berhenti. Menjauh. Pulang. Hanya itu yang butuh ia ucapkan pada pemuda sipit yang mendekapnya ini. Namun, bibirnya berkehendak lain. Mengikuti hasrat daripada akal sehat.
“Milk...” ucapnya lemah.
Mungkin benar, susu hangat bisa mengurangi keruhnya rasa alkohol di kerongkongannya.
“What milk?” Tanya Suna memastikan.
“Yours.”
Suna memandang Osamu yang seolah terbakar padahal pendingin ruangan sudah di setel ke suhu terendah. Iya tersenyum lagi. “I don't have any.”
Osamu mendengus frustasi. “Then, i have to milking you first.”
Suna tertawa geli, sedikit meremehkan. “Terus lo mau ngapain? Handjob?”
“Oh... i can show you my gag reflex.”
Suna menaikkan satu alisnya, kemudian kembali terkekeh. Ia menarik lengan Osamu mendekati ranjang, duduk di pinggirannya kemudian memaksa si abu untuk berlutut di hadapannya.
Suna mengelus mahkota abu milik Osamu.
“it's been a stressful night, let's see if you can make me feel good with your sweet mouth.”
Osamu meneguk salivanya, melupakan semua masalah harga dirinya didepan putra sulung Suna kemudian menggerakkan jemarinya. Detik berikutnya, dagunya diangkat oleh sebuah telunjuk.
“You won't spit it, right?” Tanya Suna dengan nada rendah yang mengintimidasi.
“I won't.”
“Good.” Berikutnya, Suna mengarahkan pandangan Osamu pada miliknya yang sudah sesak dibalik celana. “Then, suck it and get your milk, baby.”
ー
Osamu memang gila.
Suna tak menyangka mulut yang menyimpan segudang ucapan pedas itu ternyata memiliki kebolehan lain yang juga mampu membuat Suna panas.
Suna menghela napas berat, kemudian menggigit bibirnya untuk menahan desahan lolos dari sana. Matanya masih lekat pada Osamu yang tengah memaju mundurkan kepalanya. Memasukkan kejantanan Suna hingga menyentuh tenggorokan, kemudian segera mengeluarkannya lagi saat Suna mulai keenakkan.
Osamu kembali menjilati milik Suna dari puncak hingga pangkalnya. Mengecup bagian kepalanya, kemudian melumatnya dengan bibir.
“Mmh... Samu, lo sengaja kan?” Suna menatap Osamu kesal yang dibalas dengan pandangan tak peduli.
Sudah lama, Osamu diam-diam ingin melihat Suna yang seperti ini. Ia ingin mempermainkan lelaki itu dan membuatnya frustasi seperti bagaimana Suna membuatnya frustasi dengan sikap keras kepalanya.
“Hm,” sahut Osamu singkat sembari menelan cairan precum yang membasahi bibirnya.
Gemas dengan tingkahnya, Suna meremat rambut belakang Osamu dan memasukkan paksa miliknya memenuhi rongga mulut Osamu. “Mngh!” Erang Osamu kaget sementara Suna tersenyum puas.
Tangan Suna menuntun kepala Osamu. Membuat gerakan keluar masuk dengan tempo yang teratur hingga air mata menyembul dari ekor mata Osamu.
Suasana menjadi semakin panas ditambah bibir Suna tak henti-hentinya melantunkan nama si surai abu. “Ah... Samu your mouth is so good around my cock huh.” Suna menarik sedikit rambut Osamu untuk saling beradu pandang. Wajah merah serta mulut manisnya yang candu memuaskan Suna membuatnya terlihat...
“Menawan.”
Osamu kembali menunduk. Ia mengulum kejantanan Suna sekali lagi hingga menemui tenggorokan sembari lidahnya ikut bermain di dalam. Ia tidak mengerti rasa apa yang tengah memenuhi indra pengecapnya ini. Namun bukannya berhenti, ia malah semakin gencar. Mempercepat gerakannya tak peduli ia dapat tersedak atau bagaimana. Osamu hanya.... menyukainya.
“Good, baby. Ngh... fuck..” Suna menengadah ketika klimaksnya sudah sangat dekat. Tangannya yang memegang belakang kepala Osamu semakin memperdalam hentakan terakhir.
Suna mengeluarkan cairan kentalnya tepat di kerongkongan Osamu, membuat pemuda abu itu menyentak kaget. “Mmh...” Osamu mendesah tertahan saat dirinya hampir saja tersedak akibat banyaknya yang Suna keluarkan.
“Telan semua, sayang. Aku gak ngasi susu itu ke sembarang orang asal kamu tahu,” ucap Suna setelah Osamu melepas kulumannya.
Ibu jari Suna tergerak ke bibir ranum Osamu. Mengisyaratkan pemuda itu untuk membuka mulutnya yang basah. Hingga Osamu menampilkan rongga mulut yang kosong dengan sisa cairan berwarna putih di permukaan lidahnya.
Pemandangan yang erotis.
“Good job. Sekarang giliranmu?” Pandangan Suna beralih ke bagian bawah Osamu yang nampaknya sudah lama tegang. “You're hard, baby.”
“Gue bisa sendiri,” sahut Osamu ketus ditengah napasnya yang tersenggal-senggal.
Ia bangkit, berniat untuk menuju toilet dan memuaskan hasratnya dengan tangannya sendiri. Sebelum pergelangannya dicengkram dan tubuhnya dihempaskan ke ranjang yang empuk. Sebelum ia sadar pemilik manik tajam itu telah menahan tubuhnya.
Osamu masih merasa pusing. Sejak awal, dirinyalah yang terbawa alur permainan di malam yang panjang ini. Sampai yang bisa terdengar hanyalah suara berat dari Suna Rintarou.
“I'll make you beg me for more, Osamu.”