Wonwoo membuka helm berwarna hijau khas ojek online yang mengantarnya di tempatnya saat ini, rumah Mingyu. Saat SMA dulu, hampir tiap minggu Wonwoo dibawa Mingyu ke rumahnya, entah itu dengan alasan kerja kelompok, belajar bersama, atau hanya sekedar ingin ditemani karena orang tua Mingyu seringkali ditugaskan ke luar kota.
Baru melihat dari luar pagar, Wonwoo langsung merasa aneh melihat lampu teras rumah itu tidak dihidupkan. Wonwoo memeriksa pintu gerbang, ternyata tidak terkunci. Lalu Wonwoo langsung membuka sedikit pintu gerbang itu, melangkahkan kaki ke halaman rumah Mingyu.
Diketuknya pintu kayu berwarna coklat tua itu, puluhan kali, sampai punggung jari Wonwoo mulai lelah. Wonwoo mencoba menelpon nomor Mingyu, namun bukan lagi tak diangkat seperti yang dikatakan Seokmin tadi, kali ini bahkan tidak aktif. Wonwoo sempat berpikir mungkin Mingyu tidak di rumah dan ingin pulang saja, sampai tangannya memutuskan mencoba memutar gagang pintu itu, dan ternyata bukan hanya gerbang, pintu utama rumah itu juga tidak terkunci.
Wonwoo sudah berpikiran negatif, bayangan kemungkinan hal buruk memenuhi pikirannya, apa mungkin rumah Mingyu dirampok? Dan Mingyu dilukai- Wonwoo langsung menggelengkan kepalanya ribut, Jeon Wonwoo dan segala overthinking-nya.
Seluruh rumah itu gelap gulita. Wonwoo mencari sakelar lampu dengan lampu flash ponselnya. Setelah lampu dihidupkan, Wonwoo agak lega, rumah itu rapi dan tidak ada tanda-tanda perampokan seperti yang dipikirkannya.
Masih tak kunjung menemukan siapapun di rumah itu, Wonwoo membawa langkahnya menaiki tangga ke lantai atas, kamar Mingyu yang ditujunya. Setelah tiba di depan pintu kamar Mingyu, Wonwoo langsung membuka pintu itu, tanpa mengetuknya terlebih dahulu, jujur saja ia sangat penasaran dan khawatir sekarang.
Pintu terbuka, menampilkan gundukan selimut di atas ranjang Mingyu. Wonwoo mendekat dengan ragu, entah kenapa ia jadi takut. Walaupun ragu, Wonwoo memberanikan diri untuk membuka selimut itu dengan sekali hentakan.
Mata Wonwoo membulat seketika ia melihat ternyata di balik selimut itu adalah Mingyu yang sedang memejamkan mata, wajahnya sangat pucat dengan keringat memenuhi keningnya.
Wonwoo menepuk pelan pipi Mingyu untuk membangunkannya dan lagi-lagi Wonwoo dibuat makin khawatir, telapak tangan dingin Wonwoo merasakan panas dari pipi Mingyu, seluruh tubuhnya sangat panas.
“Mingyu? Mingyu bangun… Gyu kenapa ga bangun-bangun?”
Kali ini Wonwoo mengguncang tubuh Mingyu dengan panik, ia sudah hampir menangis.
Akhirnya usaha Wonwoo membuahkan hasil, mata Mingyu mengerjap lalu terbuka perlahan.
“Mingyu kita ke rumah sakit ya? Badan lo panas banget-”
Tangan Wonwoo yang berusaha membopong tubuh Mingyu ditahan oleh Mingyu membuat Wonwoo akhirnya kembali duduk di sisi ranjang.
“Gue ngigau apa ya? Kok gue lihat Wonwoo sih… bisa dipegang juga, nyata banget” ucap Mingyu setengah bergumam yang membuat Wonwoo keheranan. Setelah mengucapkan itu mata Mingyu kembali terpejam.
Mingyu merasakan kepalanya sangat pusing, matanya pun terasa perih, namun ia berusaha membuka matanya. Saat kesadarannya sudah benar pulih, Mingyu merasakan sesuatu menempel di keningnya, rasanya dingin, batinnya menerka mungkin itu adalah plester penurun panas. Badannya juga terasa sudah sedikit turun panasnya.
Baru hendak bertanya dalam hati siapa yang merawatnya, pintu kamarnya terbuka menampilkan Wonwoo yang membawa nampan. Wonwoo mempercepat langkahnya melihat Mingyu yang tiba-tiba berusaha duduk, Wonwoo lantas membantunya.
“Syukurlah akhirnya lo bangun juga” ucap Wonwoo setelah menyamankan posisi duduk Mingyu dengan menegakkan bantal dibelakang punggungnya.
Lalu Wonwoo mengambil mangkuk yang berisi bubur hangat yang dibawanya diatas nampan tadi, diambilnya satu sendok bubur itu dan mengarahkannya ke mulut Mingyu.
“Makan dulu yuk? Biar setelah ini lo bisa minum obat” ucap Wonwoo namun Mingyu hanya menatapnya dengan tatapan tak percaya.
“Ini gue beli kok, enak rasanya. Bukan masakan gue yang ga jelas itu” Wonwoo pikir Mingyu ragu membuka mulutnya takut itu bubur buatannya yang rasanya seperti racun.
Tubuh Wonwoo berjengit karena tiba-tiba tangan Mingyu menangkup sebelah sisi wajahnya. Ia merasakan panas telapak tangan Mingyu yang membuat pipinya ikut memanas, mungkin rona merah muda juga muncul di pipi putih pucatnya.
“Beneran Wonwoo… bukan mimpi” ucap Mingyu pelan menatap Wonwoo lekat, kini jemarinya bergerak mengusap pelan pipi Wonwoo.
Wonwoo dengan cepat menyingkirkan tangan Mingyu dari pipinya, jantungnya berdetak heboh, ia benci suasana ini.
“Buka mulut lo Mingyu, ayo makan, jangan cuma bengong gitu! Gue bukan hantu. Lebay banget drama lo”
Akhirnya Mingyu membuka mulutnya menerima suapan bubur dari Wonwoo.
“Papa sama Mama lo kemana?” tanya Wonwoo disela kegiatannya menyuapi Mingyu.
“Ke Bandung, berangkat 2 hari yang lalu ke tempat tante ada acara keluarga”
“Jadi lo jagain rumah sendiri?” Mingyu mengangguk pelan.
“Jagain rumah apanya?! Dari pintu gerbang sampe pintu rumah ga ada yang dikunci. Gimana kalo ada maling? Lagian kenapa bisa sakit sih? Kebanyakan pacaran-“ Wonwoo tiba-tiba mengatupkan bibirnya rapat, ia mengumpat dirinya sendiri dalam hati, mulutnya itu kenapa selalu hilang kendali.
“Pacaran? Wonwoo, gue-“
“Ekhem-bentar dulu Gyu, gue lupa bawa obatnya, tadi ketinggalan di meja dapur” alibi Wonwoo untuk menghilangkan malu, secepat kilat ia menghilang dari balik pintu kamar Mingyu.
Mingyu sudah minum obat yang diberikan oleh Wonwoo, kini dia sudah kembali berbaring dengan selimut menutupi sampai lehernya. Wonwoo tengah merapikan pakaiannya di depan cermin di kamar itu bersiap untuk pulang.
“Mingyu gue pulang ya, udah malem banget, Mama juga udah nelpon nyuruh pulang”
“Sekarang jam berapa Won?” tanya Mingyu membuat Wonwoo yang hendak melangkah menuju pintu kamar berhenti, Wonwoo lalu melihat jam yang tertera di ponselnya.
“Jam setengah 12”
“Pulang naik apa?”
“Emm naik grab mungkin?” jawab Wonwoo ragu
“Nginep di sini aja ya Won?”
“Hah?”
“Iya, nginep aja. Udah malem banget, bahaya pulang sendirian”
“Rumah gue ga jauh banget dari sini Gyu. Lagian gue kan cowok, mana ada orang mau jahatin cowok”
“Ada Won. Nginep aja ya?”
“Masa gue tidur pake jeans sama baju yang udah gue pake seharian ini? Udah ga apa-apa gue pulang aja, ga usah kha-“
“Pake baju gue. Pilih aja di lemari mau yang mana” potong Mingyu dengan cepat
“Tapi-“
“Oh iya, sikat gigi baru yang belom dipake ada di laci di samping wastafel. Kalo mau sabun yang lain juga ada disana”
Wonwoo diam, menatap Mingyu dengan tajam. Bibirnya tanpa sadar mengerucut kesal, ia tak punya alasan lagi untuk menolak. Akhirnya dengan langkah malas Wonwoo menuju lemari pakaian Mingyu.
“Oh iya! Tadi kan Mama nyuruh pulang” Wonwoo masih mencari cara lainnya
“Telpon aja Tante Yoona biar gue yang ngomong minta izinin lo nginep disini” jawab Mingyu enteng. Wonwoo berdecak kesal membuka kunci layar ponselnya.
“Gue chat aja” ucap Wonwoo ketus.
“Gimana? Dikasih izin kan?” tanya Mingyu kemudian
“Ya” jawab Wonwoo singkat, lalu mengambil baju dan celana dengan cepat dari lemari Mingyu dan setelahnya langsung ke kamar mandi.
Mingyu mengulum senyumnya, gemas dengan tingkah Wonwoo yang kesal dengannya.
Tak lama, Wonwoo keluar dari kamar mandi dengan telah berganti celana kain panjang berwarna hitam dan sweater abu-abu, ujung telapak tangannya hilang ditelan lengan sweater itu.
Wonwoo berjalan gontai menuju ranjang mingyu, mengambil 1 bantal di samping kepala Mingyu. Lalu ia jatuhkan bantal itu di karpet berbulu yang terletak di lantai. Ia sudah duduk dan bersiap untuk merebahkan tubuhnya di sana sebelum Mingyu yang dari tadi diam memperhatikannya membuka mulutnya.
“Won… mau ngapain?”
“Ya tidurlah” jawab Wonwoo lalu hendak berbaring kembali, ia menepuk-nepuk bantal itu
“Kok tidur di lantai?”
“Ini di karpet. Emang mau di mana lagi kalo bukan di sini?”
“Di sini” jawab Mingyu sambil menepuk sisi kasur yang kosong di sebelahnya.
Wonwoo mengernyit heran dan menatap Mingyu tidak suka.
“Ga. Di sini aja. Dah gue mau tidur, mending lo diem” kini Wonwoo sudah berbaring membelakangi Mingyu dan mulai menutup matanya.
“Tapi di situ dingin Won, lo kan ga tahan dingin.. nanti sakit” Wonwoo tidak menghiraukan ucapan Mingyu, berharap Mingyu akan berhenti sendirinya.
Hening beberapa saat, Wonwoo lega akhirnya bisa tidur dengan tenang, sebelum tiba-tiba
“Heh! Mau ngapain lo?!”
Kedua mata Wonwoo terbuka lebar ketika menyadari ada tangan yang mengangkat tubuhnya dan dengan secepat kilat tubuhnya kini sudah terbaring di ranjang Mingyu.
“Udah, pokoknya tidur di sini. Nanti lo sakit, gue yang kena marah Tante Yoona”
Wonwoo yang sudah terlalu mengantuk memilih tidak ingin berdebat lagi dengan Mingyu walaupun ia sangat kesal, saat sakit saja tingkahnya menyebalkan. Ia memiringkan tubuhnya membelakangi Mingyu, ia hanya ingin tertidur sekarang.
“Won….” Panggil Mingyu pelan. Tampaknya Mingyu benar-benar menguji kesabaran Wonwoo.
“Apalagiiiiii” jawab Wonwoo kesal sembari berbalik menghadap Mingyu, Mingyu hanya tersenyum tanpa dosa.
“Boleh aku peluk?”
Wonwoo tidak salah dengar? Mata Wonwoo mengerjap beberapa kali. Sebelum Wonwoo sempat menjawab, Mingyu telah melingkarkan kedua tangannya di pinggang Wonwoo, dibawanya tubuh pria yang lebih kecil itu mendekat, hingga kini wajah Wonwoo berada tepat berhadapan dengan dada Mingyu.
‘Hangat’ ucap Wonwoo dalam hati tanpa sadar.