Nnonuwu

Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

I’m not mad.. just disappointed

Mingyu raih kedua tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu dibanding minta kamu dengerin pembelaan aku, berakhir malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, I'm really sorry, Sayang”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelahnya cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar adanya hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini juga mikir.. Aku sempat kepikiran besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini. Mingyu sayang, maaf juga di hubungan kita, kayak kesannya aku ga kasih apa-apa ke kamu, kamu yang selalu jadi pemberi, aku tinggal terima. Kamu pasrah aku jahilin, dikerjain temen aku... Aku terbiasa dimanja dan diturutin semua mau aku, kadang tanpa sadar aku jadi seenaknya sama orang lain. Mingyu bilang yaa kalo aku ada salah atau bikin kamu sedih, yaaaa?”

Sumpah demi Tuhan, hanya Mingyu yang tahu betapa berharganya tuturan kalimat yang Wonwoo jabarkan itu. Sisi Wonwoo yang ini, sangat langka dijumpai. Wonwoo-nya yang terlihat bagi orang lain adalah bocah tengil, centil dan nakal, ceria sepanjang waktu. Yang terlihat di luar itu nyatanya hanyalah bentuk projecting dari dirinya yang kesepian, dan satu-satunya yang bisa buat ramai hatinya adalah teman di sekolah. Maka dari itu, ia senang sekali mencari perhatian dari teman-teman sekolahnya. Buat ia tak merasa sendiri.

“Papa kapan pulang Cing?”

“Minggu depan!!! Nanti kamu ke sini ya! Aku bilang Papa buat bawa oleh-oleh banyak, nanti kasih ke Bunda kamu yaa”

“Iya, Sayang. Oh iya, Cing... aku mau nanya ini siapa cewek yang kamu post, yang itu”

“Apa sih Mingyuuu ngomong yang jelas hahaha”

“Itu siapaaa?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, dan makin buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat makin yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang”

Dan siapa lah Mingyu untuk tidak menuruti titah Yang Mulia Cing.


Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

I’m not mad.. just disappointed

Mingyu raih kedua tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu dibanding minta kamu dengerin pembelaan aku, berakhir malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, I'm really sorry, Sayang”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelahnya cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar adanya hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini juga mikir.. Aku sempat kepikiran besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini. Mingyu sayang, maaf juga di hubungan kita, kayak kesannya aku ga kasih apa-apa ke kamu, kamu yang selalu jadi pemberi, aku tinggal terima. Kamu pasrah aku jahilin, dikerjain temen aku... Aku terbiasa dimanja dan diturutin semua mau aku, kadang tanpa sadar aku jadi seenaknya sama orang lain. Mingyu bilang yaa kalo aku ada salah atau bikin kamu sedih, yaaaa?”

Sumpah demi Tuhan, hanya Mingyu yang tahu betapa berharganya tuturan kalimat yang Wonwoo jabarkan itu. Sisi Wonwoo yang ini, sangat langka dijumpai. Wonwoo-nya yang terlihat bagi orang lain adalah bocah tengil, centil dan nakal, ceria sepanjang waktu. Yang terlihat di luar itu nyatanya hanyalah bentuk projecting dari dirinya yang kesepian, dan satu-satunya yang bisa buat ramai hatinya adalah teman di sekolah. Maka dari itu, ia senang sekali mencari perhatian dari teman-teman sekolahnya. Buat ia tak merasa sendiri.

“Papa kapan pulang Cing?”

“Minggu depan!!! Nanti kamu ke sini ya! Aku bilang Papa buat bawa oleh-oleh banyak, nanti kasih ke Bunda kamu yaa”

“Iya, Sayang. Oh iya, Cing... aku mau nanya ini siapa cewek yang kamu post, yang itu”

“Apa sih Mingyuuu ngomong yang jelas hahaha”

“Itu siapaaa?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, dan makin buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat makin yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang”

Dan siapa lah Mingyu untuk tidak menuruti titah Yang Mulia Cing.


Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

I’m not mad.. just disappointed

Mingyu raih kedua tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu dibanding minta kamu dengerin pembelaan aku, berakhir malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, I'm really sorry, please apologize me, Sayang”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelahnya cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar adanya hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini juga mikir.. Aku sempat kepikiran besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini. Mingyu sayang, maaf juga di hubungan kita, kayak kesannya aku ga kasih apa-apa ke kamu, kamu yang selalu jadi pemberi, aku tinggal terima. Kamu pasrah aku jahilin, dikerjain temen aku... Aku terbiasa dimanja dan diturutin semua mau aku, kadang tanpa sadar aku jadi seenaknya sama orang lain. Mingyu bilang yaa kalo aku ada salah atau bikin kamu sedih, yaaaa?”

Sumpah demi Tuhan, hanya Mingyu yang tahu betapa berharganya tuturan kalimat yang Wonwoo jabarkan itu. Sisi Wonwoo yang ini, sangat langka dijumpai. Wonwoo-nya yang terlihat bagi orang lain adalah bocah tengil, centil dan nakal, ceria sepanjang waktu. Yang terlihat di luar itu nyatanya hanyalah bentuk projecting dari dirinya yang kesepian, dan satu-satunya yang bisa buat ramai hatinya adalah teman di sekolah. Maka dari itu, ia senang sekali mencari perhatian dari teman-teman sekolahnya. Buat ia tak merasa sendiri.

“Papa kapan pulang Cing?”

“Minggu depan!!! Nanti kamu ke sini ya! Aku bilang Papa buat bawa oleh-oleh banyak, nanti kasih ke Bunda kamu yaa”

“Iya, Sayang. Oh iya, Cing... aku mau nanya ini siapa cewek yang kamu post, yang itu”

“Apa sih Mingyuuu ngomong yang jelas hahaha”

“Itu siapaaa?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, dan makin buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat makin yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang”

Dan siapa lah Mingyu untuk tidak menuruti titah Yang Mulia Cing.


Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

“Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

“I’m not mad.. just disappointed”

Mingyu raih tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu di banding minta kamu dengerin pembelaan aku dan malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, Sayang.”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelah itu cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini juga mikir.. Aku sempat kepikiran besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini”

“Ga kuat aku, Cing. Ga bakal bisa aku lebih lama lagi kamu cuekin” bibirnya melengkung ke bawah.

“Apalagi itu– yang post, cewek”

“Apa sih Mingyuuu ngomong yang jelas hahaha”

“Itu siapaaa?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, dan makin buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat makin yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang”

Dan siapa lah Mingyu untuk tidak menuruti titah Yang Mulia Cing.


Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

“Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

“I’m not mad.. just disappointed”

Mingyu raih tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu di banding minta kamu dengerin pembelaan aku dan malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, Sayang.”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelah itu cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini juga mikir.. Aku sempat kepikiran besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini”

“Ga kuat aku, Cing. Ga bakal bisa aku lebih lama lagi kamu cuekin” bibirnya melengkung ke bawah.

“Apalagi itu– yang post, cewek”

“Apa sih Mingyuuu ngomong yang jelas hahaha”

“Itu siapaaa?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, dan makin buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat makin yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang”

Dan siapa lah Mingyu untuk tidak menuruti titah Yang Mulia Cing.


Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.

Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.

Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.

“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,

“Ngapain ke sini malem-malem begini?”

Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.

“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.

“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.

“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”

For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.

“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”


Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.

“Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.

“I’m not mad.. just disappointed”

Mingyu raih tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.

“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu di banding minta kamu dengerin pembelaan aku dan malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, Sayang.”

Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.

Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.

Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.

“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.

Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.

Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.

“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelah itu cuma itu yang aku inget…”

Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar hanya itu yang terjadi.

“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo

“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”

Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.

“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”

Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.

“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”

“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”

“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”

Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.

Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.

“2 hari ini juga mikir.. Aku sempat kepikiran besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini”

“Ga kuat aku, Cing. Ga bakal bisa aku lebih lama lagi kamu cuekin” bibirnya melengkung ke bawah.

“Apalagi itu– yang post, cewek”

“Apa sih Mingyuuu ngomong yang jelas hahaha”

“Itu siapaaa?”

“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.

“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, dan makin buat Wonwoo terkikik geli.

“Siapaaaa Sayang?”

“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat makin yakin ke kamu”

“Hm? Gimana?”

Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.

“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.

“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”

“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”

“Bikin Bella bilang sendiri”

“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”

“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang”

Dan siapa lah Mingyu untuk tidak menuruti titah Yang Mulia Cing.


Mingyu duduk manis di tepi ranjangnya dengan senyum bodoh terpampang di wajahnya menatap pintu kamar mandi di sudut kamarnya. Dan saat pintu itu terbuka, menampilkan sosok yang memakai celana panjang dan kaos hitam lengan panjang miliknya, jemari cantik itu tenggelam hanya nampak ujung kukunya, Mingyu semakin tak dapat menahan senyumnya bahkan ia terkikik geli melihat pemandangan gemas di hadapannya.

“What are you laughing at?” Tanya Wonwoo menatap Mingyu tajam

Mingyu menggeleng cepat, lalu menetralkan wajahnya.

“Beneran ga mau makan sesuatu? Atau sekedar cemilan?”

Wonwoo menggeleng. Ia mendudukkan dirinya di samping Mingyu.

“Disini beneran ga ada kamar lain? Setau gue perumahan ini kamarnya lebih dari 2”

“Sebenernya ada, tapi diisi sama banyak barang, sampe ga bisa masuk” bohong Mingyu, ada kamar tamu di rumah itu yang sangat layak untuk ditempati.

Dasar tak tahu di untung, katakanlah Mingyu serakah, ia benar-benar tak mau melewatkan kesempatan ini.

“Wonwoo udah malem, orang tua lo pasti nyariin, mau gue anter pulang?”

Tanya Mingyu itu memecah keheningan melanda mereka karena keduanya tak tahu harus berbuat apa setelah kejadian terakhir sebelumnya. Canggung.

“Gue ga mau pulang ke rumah, ada Papa”

“Terus lo mau tetep di sini? Di sini kotor dan gelap Won..”

“Emang mau dimana lagi”

“Mau ga ke rumah gue? Ayah sama Bunda gue lagi ke Jepang, masih ada yang perlu di urus disana, jadi ga bakal ada yang ngasih tau ke orang tua lo kalo lo di rumah gue”

Wonwoo menoleh, tawaran Mingyu terdengar menarik.

“Tapi kita tetanggaan kalo lo lupa. Gimana kalo mami gue liat kita?”

“Kita lewat pintu belakang rumah gue Wonwoo”

Dan akhirnya Wonwoo setuju. Begitulah bagaimana ia bisa berakhir di kamar Mingyu, yang tak pernah ia bayangkan akan menginjakkan kaki di sini, di tempat manusia yang paling ia benci sebelumnya.

“Wonwoo, gue mau minta maaf soal buku—”

“Ga usah dibahas”

“Tapi gue tetap harus minta maaf buat itu, dan juga gue mau bilang sesuatu sama lo, ini ada kaitannya sama Wony, tapi tolong jangan marah sama Wony, ini semua kesalahan gue sendiri”

“Tell me”

Mingyu menceritakan semuanya dengan runtut, dan sebisa mungkin mencari bahasa yang tak membuat Wonwoo salah paham. Apalagi ini melibatnya Wonyoung yang ia tahu adalah sahabat Wonwoo sendiri.

Sepersekian waktu berlalu, menyisakan Wonwoo yang terperangah tak percaya mendengar pengakuan Mingyu.

“Both of you are stupid ass. Dan Wony—”

“Wonwoo, gue udah bilang kan bukan salah Wony...”

“Satu-satunya yang harusnya lo khawatirin adalah diri lo sendiri disini, you dumb”

“Iya gue tau Wonwoo. Gue bodoh, dari sekian banyak cara buat ngedeketin lo, gue milih cara bodoh”

“Ngedeketin gue...?”

“Lo ga denger sepanjang penjelasan gue tadi? I've always mentioned that. Memang mungkin kedengarannya ga masuk akal kalo gue bilang gue cinta sama lo sekarang, itu terlalu cepat, but I'm really sure if I say I have a crush on you. Wonwoo, once again I say, everything I've done is just because I like you”

“Did you just confessed to me...”

“Iya, tapi lo ga perlu pikirin itu. Gue cuma bilang itu biar semuanya jelas. Karena emang itu awal dari semua rentetan hal bodoh ini terjadi”

“It is to much, I can't—”

“Maaf bikin lo makin bingung.. tapi lo ga perlu pikirin itu sekarang Wonwoo, yang terpenting sekarang lo istirahat... lo pasti capek banget hari ini”

“Kita tidur berdua disini?”

“Kalo lo keberatan, lo tidur disini, biar gue tidur di-”

“It's okay, lagian ini kamar lo”

Lalu yang terjadi setelahnya, Wonwoo dan Mingyu yang berbaring bersebelahan di ranjang kamar Mingyu. Keduanya belum ada yang dapat memejamkan matanya. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Wonwoo”

Wonwok hanya berdehem pelan.

“Gue akhirnya paham sifat defensive lo sama gue waktu itu”

“Are you?”

“Iya, Wonwoo” Mingyu mengubah posisinya berbaring menghadap Wonwoo

“Wonwoo, alasan ga semua hal sesuai dengan yang kita harapkan, bahkan kita udah berusaha keras untuk itu, adalah untuk ngingetin kalo kita cuma manusia. Banyak hal di luar kuasa kita, karena kita manusia. Wonwoo, it's okay to cry, it's okay if you want to get angry sometimes, and it's totally okay if you're tired and want to rest. It's what makes us human”

Air mata Wonwoo mengalir begitu saja, hanya itu yang Wonwoo ingin dengar, itu saja. Melihat itu, Mingyu menarik Wonwoo ke dalam peluknya. Mengusap punggung yang lebih kecil.

“Why you hug me”

“Because i feel that you need to”

Wonwoo terdiam.

“I still hate you”

“I know” Mingyu terus mengusap lembut punggung dan kepala Wonwoo bergantian.

“But your hug feels so warm.. You should hug me more often if you really want me to forgive you” bersamaan dengan itu, Wonwoo balas memeluk Mingyu.

Tak ada yang bisa mewakili betapa bahagia Mingyu mendengar itu, sudut bibirnya terangkat naik, tak dapat menahan senyumnya.

“I would love to. Sleep well Wonwoo”

Di baris kedua, namanya tersemat disana, sangat asing dimatanya. Kalau bukan jadi yang pertama, lebih baik tidak sama sekali. Doktrin itu selalu tertanam di hidupnya. Sejak ia mulai mengerti apa itu belajar, apa itu peringkat, apa itu persaingan, selalu digenggamnya prinsip itu. Dan memang selalu berhasil.

Namun sepertinya prinsip itu tidak lagi berlaku. Ia telah dicurangi kehidupan. Usaha tidak akan mengkhianati hasil, bullshit. Lagi, air matanya menggenang dan jatuh mengalir di pipinya.

Disana dia duduk meringkuk memeluk kakinya, di lantai kayu tua berdebu. Tak ada siapa-siapa disana, jadi ia bisa menangis tanpa khawatir dianggap lemah. Di tempat ini, bangunan yang dulunya adalah perpustakaan namun sudah lama terbengkalai-tempat yang selalu ia datangi jika tak menemukan tempat lain yang beri ketenangan.

Ia mengerang kesal, menarik kasar rambutnya, putaran ingatan itu kembali lagi, saat dulu dirinya pertama kali mendapatkan peringkat pertama di bangku sekolah dasar. Saat itu Papanya memeluknya erat, tak henti memberinya pujian bangga, sayang, dan syukur diberi putra seperti Wonwoo. Pertama kali sekaligus menjadi terakhir. Karena selanjutnya, setiap pencapaian yang Wonwoo dapatkan tak ada lagi pujian hangat dari sang Papa, Wonwoo sendiri tak mengerti.

Jadilah, Wonwoo terus berusaha menjadi yang pertama lagi, dan lagi, berharap nanti, Papa memeluknya sambil memberikan pujian, mengelus kepalanya dengan sayang, seperti dulu lagi.

Hari ini, untuk pertama kali dalam hidupnya, ia gagal menjadi yang pertama. Tapi anehnya itu malah membuat dirinya mendapatkan perhatian lagi dari sang Papa, namun sayangnya dalam bentuk yang berbeda.

“Pa.. aku udah berusaha, aku belajar tiap hari sampai ga ada kehidupan lain selain belajar.. aku juga ga mau Pa gagal-”

“Tapi kenapa kamu cuma peringkat 2! Kalau kamu belajar dengan benar ga mungkin begitu!”

“Papa mana bisa ngerti!!”

“Wonwoo! Begitu kamu bicara sama orang tu—”

“Aku berusaha paling keras dari siapapun Pa! Ga ada temen sekolah yang setiap hari cuma diisi sama belajar kecuali aku! Senin sampai sabtu aku belajar di sekolah, di bimbel, di rumah sampai tengah malam, dimanapun kapanpun! Aku bahkan dipandang freak dan nerd yang gila belajar. Papa mana tau! Aku juga pengen Pa kayak teman lain, pulang sekolah bisa main, tapi aku ngga. Aku belajar ga kenal waktu, SEMUA ITU KARENA AKU GA MAU KECEWAIN PAPA. Papa kemana aja saat aku selalu juara 1? Aku ga pernah minta hadiah apa-apa Pa.. aku cuma mau ucapan selamat dari Papa itu aja... Tapi sekarang Papa bahkan izin pulang ke rumah dari kantor, cuma buat ngehakimin kegagalan aku?! Maaf Pa kalo aku jadi anak yang ga sesuai keinginan Papa...”

Telinganya berdengung mengingat luapan kalimat yang telah lama dipendamnya itu, itu adalah hal yang membuatnya berakhir di tempat tua dan berdebu ini. Wonwoo pergi dari rumah mengabaikan seruan dari kedua orang tuanya.


Lantai kayu itu berderit membuat Wonwoo yang sepertinya juga tak sadar ia terlelap karena lelah menangis- mengangkat kepalanya, mencari sumber suara. Wonwoo tak salah dengar, itu adalah suara langkah kaki. Dan saat tahu siapa sosok yang muncul, Wonwoo lekas berdiri mengabaikan kepalanya yang berdenyut, membuat tubuhnya sedikit oleng.

“Wonwoo...” sapaan lemah dari seberang sana ketika keduanya bertemu tatap.

Wonwoo menyadari sosok tersebut menatap mata dan pipinya yang penuh jejak air mata sambil jalan mendekat hingga jarak mereka hanya tersisa satu langkah. Wonwoo hapus sisa air matanya dengan kasar.

“Mau apa lo brengsek? Lo mau nagih taruhannya kan? Kenapa lo sampe bisa nemuin gue disini?”

“Bukan, gue kesini bukan untuk itu.. gue ngikutin lo dari rumah lo tadi, gue liat lo masuk ke sini, gue tungguin lo di luar, tapi lebih 1 jam lo ga keluar juga, gue khawatir lo kenapa-kenapa...”

Wonwoo memutar bola matanya malas.

“Ga usah sok baik— tunggu, lo bilang lo ke rumah gue tadi? Mingyu lo berarti denger, seberapa banyak yang lo denger?”

“Maaf Won gue ga sengaja denger—”

“Gue tanya seberapa banyak yang lo denger!” Wonwoo menekan setiap kalimatnya dan menatap tajam lawan bicaranya.

“Hampir.. semuanya. Gue minta maaf Won, gue ga sengaja, gue cuma mau ketemu lo dan minta maaf secara langsung tadi, tapi malah gue denger yang seharusnya ga gue denger, Wonwoo gue bener-bener minta maaf”

“Lo seneng kan? Seneng kan lo lihat gue hancur dan lemah kayak gini? Ini kan yang lo mau? Lo—”

Wonwoo limbung sepersekian detika selanjutnya yang ia rasakan tangan Mingyu melingkar di kepala dan pinggangnya, pipinya menempel di dada Mingyu, ia bahkan dapat mendengar suara detak jantungnya.

“Wonwoo maaf.. gue ga pernah bermaksud bikin semuanya jadi begini. Maaf kalo bikin lo berpikir gue sejahat itu, tapi gue bersumpah semua yang ada di kepala lo itu sama sekali bukan yang sebenernya gue pengen terjadi. Dan sekali lagi maaf Wonwoo, maaf gue cuma bisa bilang maaf terus-terusan ke lo”

Mingyu membisikkan kata-kata itu dengan lembut sembari mengusap rambut Wonwoo yang berada di dekapannya. Dia dapat merasakan dadanya basah, yang ia yakini itu adalah air mata, Wonwoo kembali menangis di dalam peluknya.

“Lepasin gue. Gue ga sudi dipeluk lo brengsek”

Kontradiktif, mulutnya mengatakan itu, namun yang terjadi malah Wonwoo ikut melingkarkan tangannya di pinggang Mingyu, mencari kenyamanan disana.

Suasana taman kota hari ini cukup ramai, tidak diragukan karena hari ini adalah akhir pekan. Banyak orang yang datang bersama pasangan, keluarga, ada juga yang sendiri.

Seorang pemuda telah berhasil menata barang-barang bawaannya di atas karpet bermotif kotak-kotak warna merah itu, ada banyak jenis makanan yang berjejer rapi disana. Selanjutnya, ia mendudukkan dirinya dengan nyaman di atas karpet tersebut. Memandangi seorang remaja laki-laki yang tengah bermain dengan seekor anjing putih, milik entah siapa, yang pasti merupakan pengunjung taman di sore hari ini juga.

“Ican mau ke kakak Ican dulu ya Kak, dadah Bobpul!” Chan pamit kepada seorang pemilik anjing itu dan mengusak kepala anjing yang bernama Bobpul itu sebelum berlari menuju Wonwoo.

“Anjingnya lucu!!” Seru Chan semangat sesaat ia duduk di samping Wonwoo.

“Punya kakak cewek itu ya anjingnya?”

“Bukan, dia pengasuhnya katanya”

“Pengasuh? Pasti yang punya orang kaya, anjing aja ada pengasuhnya”

Chan menangguk, mengiyakan pendapat kakaknya tersebut.

“BETUL! Kata kakak tadi, yang punya Bobpul-bosnya kakak itu punya perusahaan gede, uangnya banyakkkk”

Chan merentangkan kedua tangannya menunjukkan seberapa banyak uang yang dimaksud, membuat Wonwoo tak mungkin untuk tak tersenyum melihat tingkah gemas adiknya.

“Kita kapan ya punya uang sebanyak itu?”

Pertanyaan polos itu membuat senyum Wonwoo perlahan memudar.

“Nanti, Kak Nu pasti bisa punya banyak duit kayak gitu, makanya Ican jadi anak pinter ya kalo Kak Nu tinggal kerja”

“Ican kan selalu gituuuu. Ga pernah nakal, Ican juga udah bisa cuci piring sendiri, ga ngerepotin Kak Nu”

“Iya, Ican adalah adek terbaik sedunia. Nah, sekarang ayooo kita serbu makanan yang kita bawa!!!!”

Dengan itu keduanya disibukkan oleh makanan di tangan masing-masing. Tak ada percakapan antara kakak beradik itu sementara, hingga Chan teringat akan sesuatu.

“OH! Ican kemaren disuruh Bu guru kasih tau wali Ican”

“Apa De?”

“Ituu.. bulan depan, ada study tour gitu Kak. Bayarnya 5 juta, kata Bu guru nanti dikasih surat izinnya senin nanti. 5 juta itu banyak kan Kak?”

“Ngga kok, itu dikit De”

“Kok kata Seungkwan banyak. Kak, Ican ga ikut gapapa kok, nanti Seungkwan juga ga ikut aja katanya biar Ican ada temennya”

Helaan napas, lalu menengadah ke langit, Wonwoo bersusah payah menahan air matanya agar tidak terjatuh begitu mendengar kalimat yang keluar dari Ican. Adiknya itu, di dewasakan oleh keadaan.

“Kenapa ga ikut? Dede harus ikut dong, seru tau, emangnya Ican ga mau?”

“Mau.. tapi nanti Kak Nu ga ada uang”

“Ada kok, jangan ngeremehin Kak Nu dong”

“EH bukan bukannn!! Bukan gitu Kakkk”

Tawa ringan terdengar dari yang lebih tua melihat Chan yang jadi panik tiba-tiba karena ucapan sang kakak.

“Iyaaaa makanya ga perlu pusing pikirin uangnya, itu tugas Kakak. Tugas Dede, belajar yang bener aja, oke?”

Chan mengangguk sebagai jawaban.

Mereka melanjutkan acara piknik mereka hari ini dengan penuh tawa canda. Chan menceritakan teman-teman di sekolahnya, siapa saja teman yang dekat dengannya, dan banyak hal lainnya.

Senyum dan tawa Wonwoo berhasil menyembunyikan kerisauannya, iya, ia berbohong kepada adiknya itu, sebenarnya ia bingung sekali menyiapkan uang tersebut. Gajinya setiap bulan memang cukup banyak, tapi itu sudah terbagi untuk keperluan rumah dan sekolah Chan.

Chan yang ia sekolahkan di sekolah swasta cukup berkelas memakan cukup banyak biaya, tapi ia tidak pernah mundur dari pilihannya tersebut meski banyak yang menyarankan untuk Chan bersekolah di SMP Negeri saja. Ia ingin adiknya tetap mendapatkan pendidikan terbaik meski sekarang hanya ada dirinya sendiri yang berjuang, akan menjadi sangat tidak adil bagi Chan, Wonwoo dulu bahkan bersekolah di sekolah yang lebih bagus, dan oleh karena itu, Wonwoo tak mau hidup terasa lebih tidak adil kepada adik tersayangnya.

Entah sudah berapa detik, menit yang berlalu, hanya keheningan yang ada. Mingyu tak tahu harus berkata, berbuat apa, pun Wonwoo yang masih berusaha menetralkan kembali kesadarannya.

“Wonwoo, kasih tahu saya alamat kamu, saya antar kamu pulang” akhirnya Mingyu pilih buka suara, malam semakin larut jika tak ada yang mengambil langkah.

Keduanya kini telah berada di dalam mobilnya, setelah ia menemukan Wonwoo di depan gedung kantornya sebelumnya.

“Saya.. bisa pulang sendiri Pak, terima kasih sudah membantu saya tadi, saya permisi” sebelum tangan Wonwoo menyentuh handle pintu mobil, tangannya ditahan oleh seseorang di balik kemudi itu.

“Dengan tangan yang masih bergetar seperti ini?”

Pandangan Wonwoo menatap tangannya dan sepasang mata Mingyu bergantian, lalu menunduk. Benar, memang rasanya untuk berdiri pun ia masih kesusahan saat ini, tapi tidak mungkin ia harus menunjukkan kelemahannya kepada orang lain, terlebih ini adalah bosnya.

“Jadi dimana?”

“Rumah saya jauh, mungkin juga berlawanan arah sama rumah Bapak-“

“Dimana?”

Akhirnya Wonwoo menyerah, disebutkannya alamat kediamannya. Dia tidak berbohong, rumahnya memang cukup jauh dari kantor, bisa menempuh 1 jam lebih jika tidak macet mengendarai mobil. Dan yang Wonwoo tahu, rumah sang Pak Bos jelas bukan searah dengan miliknya.

Hujan turun semakin lebat, seakan tak ada habisnya air yang ingin ditumpahkan. Di perjalanan ini, Wonwoo hanya menyandarkan kepalanya ke pintu mobil, menatap tetesan air di kaca jendela yang berubah menjadi embun, melihat bulir tersebut jatuh satu persatu. Bahkan menghitung bulirnya. Tak lama alunan lagu menyapa pendengarannya, mungkin Mingyu putar agar tidak terlalu sepi. Karena keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

There I was again tonight Forcing laughter, faking smiles Same old tired, lonely place Wall of insincerity Shifting eyes dan vacancy Vanished when I see your face All I can say is it was enchanting to meet you


Wonwoo terbangun dari tidurnya yang dia sendiri tidak tahu bahwa dia sempat terlelap. Mereka sudah tiba di depan rumah sederhana yang dihuninya bersama sang adik. Dia menoleh ke sebelahnya, Mingyu tampak menatap layar ponselnya.

“Maaf saya ketiduran, Pak. Udah lama ya sampenya? Bapak kenapa ga bangunin saya?”

“Kita baru sampe kok”

“Oh...”

“Wonwoo, saya minta maaf tadi secara spontan mem-” tiba-tiba tenggorokannya terasa kering saat ingin melanjutkan ucapannya.

“Memeluk kamu” lanjutnya tanpa menatap Wonwoo.

Wonwoo sendiri tidak akan ingat kejadian tadi jika Mingyu tidak mengatakan ini. Semuanya berlalu sangat cepat, dan Wonwoo hanya sibuk mengatur napasnya di saat seperti itu.

“I-iya, ngga apa-apa, Pak. Saya juga makasih sudah diantar pulang”

Mingyu hanya mengangguk. Sungguh, canggung sekali suasana di dalam mobil itu.

“Kalau begitu saya permisi ya, Pak. Terima kasih sekali lagi, selamat malam”

Dengan itu Wonwoo keluar dari mobil Mingyu, ia sedikit membungkuk tanda hormat terakhir sebelum mobil Mingyu mulai meninggalkannya.

Dari pantulan spion mobilnya, Mingyu melihat Wonwoo seketika dihampiri oleh Mina, yang ia tahu rumah keduanya memang tepat bersebelahan.

“Kak Nu darimana aja?”

Samar-samar Mingyu mendengar suara Mina yang sangat kentara khawatir ketika melihat Wonwoo. Hingga tak terdengar apa-apa lagi karena mobil yang dikendarai Mingyu kian menjauh dari sana.

Sebenarnya Mingyu sudah lama tahu rumah Wonwoo, ia hanya menanyakannya lagi agar Wonwoo tidak berpikiran aneh kepadanya.