9.25 PM
Setelah baca pesan terakhir dari sahabatnya yang selalu mengaku mirip harimau itu, ia tutup ponselnya, segera cari kunci motor dan hoodie seadanya, Mingyu mantapkan hati untuk lebih berani, ia akan jelaskan semuanya dengan benar kali ini.
Mingyu sudah berada di depan pagar rumah itu seperti malam terakhir sebelumnya. Sempat bergelut dengan batinnya sendiri saat ia lihat pagarnya tergembok, itu artinya ia mau tak mau harus mengirim pesan ke Wonwoo untuk bisa masuk. Namun diurungkan niatnya saat netranya menangkap sosok yang ingin ia temui itu, nyatanya berada di teras rumahnya, bukan duduk di bangku teras, ia duduk di lantai tepat di depan pintu, kepalanya menengadah ke langit yang kebetulan penuh bintang malam itu.
Mingyu ketuk pagar besi di depannya untuk tarik perhatian. Dengan itu Wonwoo baru menyadari ada yang datang di sana, dan dengan sekali tatap ia tahu siapa. Ada hela napas panjang sebelum Wonwoo beranjak, buka akses untuk Mingyu masuk ke pekarangan rumahnya.
“Kamu ngapain di luar malem-malem begini?” Ada khawatir di kalimatnya,
“Ngapain ke sini malem-malem begini?”
Setelah balik bertanya, Wonwoo duduk kembali ke tempatnya semula, diikuti Mingyu duduk di sampingnya.
“Aku.. ganggu?” Tanya Mingyu mendapati yang ditanya hanya gelengkan kepalanya.
“Aku di sini lagi nyari Mama” ucapan Wonwoo itu buat kerutan muncul di kening Mingyu.
“Aku lagi cari Mama di antara banyak bintang malam ini, dulu kata Mama kalo orang yang udah pergi dari bumi nanti dia jadi bintang di langit. Mama yang mana ya?”
For God’s sake, Mingyu was at war with himself right now, Mingyu kepal tangannya sekuat mungkin, the urge to give a warm hug for his Wonwoo.
“Aku punya banyak yang mau aku omongin sama kamu, Cing. Boleh ga kita bicaranya di dalem aja?”
Melihat Mingyu yang hanya berdiri di ambang pintu, Wonwoo yang telah duduk di ranjangnya tepuk pelan tempat di sebelahnya.
“Are you still mad at me?” Tanya Mingyu sesaat ia duduk di samping kekasihnya Wonwoo.
“I’m not mad.. just disappointed”
Mingyu raih kedua tangan Wonwoo untuk ia genggam. Ia tarik napas dalam, kumpulkan keberanian.
“Sejak malam itu, ga ada barang sedetik pun aku ga ngutuk diri aku sendiri, Cing. Iya aku bodoh, banget. Ada pilihan dimana aku harusnya minta maaf dengan benar lebih dulu dibanding minta kamu dengerin pembelaan aku, berakhir malah nyalahin kamu. Wonwoo, aku minta maaf buat semuanya, maaf aku ga cukup pengertian dan paham kalo kamu lagi insecure, maaf bikin kamu sedih karena banyak janji yang aku batalin, dan kamu dengan posisi clueless yang paling butuh penjelasan malah.. aku buat makin kecewa karena kata-kata jahat aku malam itu, aku minta maaf, I'm really sorry, Sayang”
Satu tetes air lolos dari netra indah milik Wonwoo, di titik ini Mingyu tak peduli lagi jika setelah ini Wonwoo akan semakin marah padanya, ia rengkuh badan yang lebih kecil itu segera dalam peluknya.
Kata maaf dan sayang Mingyu ucap berulang seiring dengan usapan lembut di punggung dan kepala kasihnya itu.
Wonwoo yang pertama tarik diri dari pelukan itu. Ia hanya diam saat telapak tangan Mingyu berada di pipinya, lalu ibu jarinya bergerak menghapus jejak air mata di sana.
“Boleh aku jelasin yang terjadi hari itu?” Tanya Mingyu yang mendapatkan anggukan pelan dari yang ditanya.
Lalu Mingyu jelaskan semua bagian yang ia ingat tentang hari itu. Ia benar memang ingin pergi bermain futsal dengan para sahabatnya seperti yang mereka rencanakan, tapi di tengah jalan ia mendapati pesan dari Bella yang bilang butuh bantuan untuk merevisi tugas mereka.
Sempat Mingyu tolak awalnya, namun dengan segala kata manipulatif Bella dan sisi tidak enakan Mingyu, begitulah ia berakhir di rumah Bella.
“Dia ngajak ngerjain tugas di kamarnya Cing, karena biar lebih fokus katanya. Aku minta dia buka pintu kamarnya, karena ga pantes kan aku masuk kamar cewek. Udah lumayan lama aku duduk di sana, aku tanya mana yang harus direvisi, karena dia sama sekali belum ada bahas tugas kami tapi malah sibuk bicarain hal yang ga penting, cerita kerjaan Papanya lah, tentang Mamanya, apalah itu yang aku sama sekali ga tertarik buat denger. Terus dia pergi bikin minum dan ambil snack di dapur, buat temen ngerjain tugas katanya, ya udah aku coba tunggu bentar lagi. Dan pas dia balik ke kamar lagi, dia langsung nawarin minum yang dia bawa. Terus.. ya aku minum, dan setelahnya cuma itu yang aku inget…”
Mingyu tahu sangat besar kemungkinan Wonwoo tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. Tapi benar adanya hanya itu yang terjadi.
“Jadi, Bella mungkin masukin semacam obat tidur ke minuman kamu?” Sela Wonwoo
“Aku ga tau.. Aku ga bisa pastiin karena cuma itu yang aku inget, setelahnya aku kebangun udah hampir malem, hp aku mati padahal aku inget banget batrenya masih banyak. Aku buru-buru pergi dari sana, di jalan aku berhenti bentar karena kepala aku masih pusing sekalian mau cek hp, ribut banget hp aku ternyata”
Sepanjang mendengarkan cerita itu, Wonwoo terus tatap mata kekasihnya, ia tak temukan kebohongan memang di sana. Yang Wonwoo tangkap, Mingyu-nya tak kalah bingung saat coba ingat semua yang ia ceritakan itu.
“Dan, untuk ga kabarin kamu kalo aku ga jadi futsal, iya itu ga ada pembenaran, Cing. Emang akunya yang bodoh, karena ku kira aku pasti bisa tepat waktu ke kamu dan nantinya kasih tau ke kamu langsung aja. Tapi yang terjadi malah beda, maaf...”
Wonwoo tarik dan hela napas panjang dan beri seulas senyum kepada Mingyu.
“Mingyu, iya aku percaya. Aku juga minta maaf juga karena sempat ragu ke kamu-”
“Engga, jangan minta maaf, kamu ga salah Sayang”
“Denger duluu.. Aku terlanjur kecewa sama yang aku liat hari itu. Aku udah cukup banyak ngeyakinin kalo aku percaya sama kamu, tapi hari itu kayak puncak dimana aku kalah sama pikiran aku sendiri. Tanggapan orang luar juga bikin aku makin bingung, mana yang harus aku liat, mana yang harus aku denger. Aku juga minta maaf atas nama temen-temen aku ya Gyu? Kadang candaan dan kata-kata mereka kelewatan ya?”
Mingyu tak bisa untuk tak kembali menarik Wonwoo ke dalam pelukannya. Kali ini Wonwoo juga turut membalas peluk itu, ia kalungkan tangannya di leher Mingyu, beringsut naik ke pangkuan Mingyu dan melingkarkan kaki di pinggang kesayangannya itu.
Cukup lama mereka di posisi itu. Hingga Wonwoo teringat untuk memberi tahu Mingyu sesuatu. Ia meraih ponselnya di nakas samping tempat tidur, tanpa turun dari pangkuan Mingyu.
“2 hari ini juga mikir.. Aku sempat kepikiran besok mau ajak kamu bicara, taunya malah keduluan kamu malam ini. Mingyu sayang, maaf juga di hubungan kita, kayak kesannya aku ga kasih apa-apa ke kamu, kamu yang selalu jadi pemberi, aku tinggal terima. Kamu pasrah aku jahilin, dikerjain temen aku... Aku terbiasa dimanja dan diturutin semua mau aku, kadang tanpa sadar aku jadi seenaknya sama orang lain. Mingyu bilang yaa kalo aku ada salah atau bikin kamu sedih, yaaaa?”
Sumpah demi Tuhan, hanya Mingyu yang tahu betapa berharganya tuturan kalimat yang Wonwoo jabarkan itu. Sisi Wonwoo yang ini, sangat langka dijumpai. Wonwoo-nya yang terlihat bagi orang lain adalah bocah tengil, centil dan nakal, ceria sepanjang waktu. Yang terlihat di luar itu nyatanya hanyalah bentuk projecting dari dirinya yang kesepian, dan satu-satunya yang bisa buat ramai hatinya adalah teman di sekolah. Maka dari itu, ia senang sekali mencari perhatian dari teman-teman sekolahnya. Buat ia tak merasa sendiri.
“Papa kapan pulang Cing?”
“Minggu depan!!! Nanti kamu ke sini ya! Aku bilang Papa buat bawa oleh-oleh banyak, nanti kasih ke Bunda kamu yaa”
“Iya, Sayang. Oh iya, Cing... aku mau nanya ini siapa cewek yang kamu post, yang itu”
“Apa sih Mingyuuu ngomong yang jelas hahaha”
“Itu siapaaa?”
“Pacar aku?” Jawab Wonwoo dengan santainya.
“AKU PACAR KAMU!!!” Mingyu hentak-hentakkan kakinya hingga buat Wonwoo yang duduk di pangkuannya terguncang, dan makin buat Wonwoo terkikik geli.
“Siapaaaa Sayang?”
“Namanya Younjung. Dia juga yang bantuin aku buat makin yakin ke kamu”
“Hm? Gimana?”
Lalu untuk menjawab pertanyaan itu, Wonwoo buka ponselnya, tunjukkan direct message di twitternya dengan Younjung. Mingyu baca dengan serius semua yang ada disana.
“Hah? Bella...” Mingyu bahkan tak bisa menemukan kata yang cocok untuk diucapkan. Keduanya bertukar tatap, seolah berkomunikasi melalui pikiran.
“Iya. Nah sekarang, tugas kamu harus buktiin kalo yang kamu ceritain itu bener”
“Loh? Katanya kamu percaya sama aku, Sayang...”
“Bikin Bella bilang sendiri”
“Cing sayanggg aku bisa nih sekarang berlutut di depan kamu, atau kamu mau pukulin aku gapapa, tapi gimana caranya aku bisa bikin Bella ngaku?”
“Bisa. Kamu ikutin aja yang aku bilang”
Dan siapa lah Mingyu untuk tidak menuruti titah Yang Mulia Cing.