Rumahku kosong. Suhunya dingin. Kamu hembuskan nafas, ada uap putih membeku. Sudah lama begitu. Sengaja, aku kunci agar tidak ada yang masuk.

Kamu datang di musim dingin. Rumahku sudah cukup dingin, jadi aku menolak menerima tamu. Kamu tidak mengetuk, tidak pula memohon. Kamu hanya tersenyum. Kamu tanya apa aku kesepian. Aku terdiam. Rumah ini kecil sendiri. Di bukit paling atas. Jauh dari hangat.

Kamu datang dari anak bukit paling rendah. Disinari mentari pagi-sore. Katamu kamu ingin kenal. Ujung matamu tersenyum lagi, dan suhu di rumahku menghangat. Siap menyambut tamu yang tak tau sopan ini.

Perabotku senang denganmu. Mereka tanya kapan kamu akan datang lagi. Kamu menjawab, aku tidak pergi, aku akan tinggal.

Aneh, tamu ini kurang ajar. Tapi tungku api di rumahku mulai menyala. Tanaman di ujung jendela tumbuh menjalar. Mereka berteriak tinggal. Maka aku iyakan, aku bolehkan kamu tinggal. Untuk satu minggu saja.

Enam bulan berlalu dan hangatmu masih mengisi relung rumahku. Kamu masih tinggal, dan aku masih sayang.