Jeno keluar ruang rapat dengan terburu, menatap jam mahal yang melingkar apik di tangannya, pukul tujuh malam dan ia baru selesai rapat,
“Tolong siapkan mobil saya secepatnya” Sekretaris jeno yang berjalan disampingnya mengangguk menerima kunci mobil jeno dan berlari menuju parkiran secepatnya.
Jeno membuka ponselnya dan segera menghubungi sang papa
‘Papa?! Bukankah papa melanggar perjanjian kita?’ Ia meninggikan nada bicara sesaat setelah yang disebrang mengangkat panggilannya.
Ia mengerutkan dahinya mendengar jawaban sang papa ‘aku menuju ke sana secepatnya, dan jangan pernah menyentuh ibu’ ucapnya menekankan seluruh kata didalam kalimatnya.
Ia memasuki mobilnya dan melajukannya dengan kencang, ia sangat marah sekarang
•
“Papa?!” Jeno berteriak. suaranya menggema disebuah lorong rumah sakit yang sangat sepi, hanya ada satu kamar diujungnya, vvip.
Ia tiba dihadapan papanya “papa bilang kalo jeno menikahi renjun, ibu akan tetap hidup?!”
Lelaki yang lebih tua didepannya mengusap wajahnya kasar “jeno? Mau sampai kapan? Hari ini dokter menelfon papa, ibumu kejang?! Kamu seperti ini cuman nyiksa ibu jeno”
Jeno menatap sang ibu melalui jendela kaca, perempuan paruh baya yang masih cantik walaupun terlihat kurus sedang terbaring lemah disana, “sebentar aja pa, jeno mohon”
ia berujar sedih, meletakkan tanganya pada jendela kaca didepannya “sebentar aja, jeno belum siap kalo ibu bener-bener pergi”
Jeno membuka pintu kamar rawat ibunya dan duduk disamping ranjang pasien, meninggalkan papanya diluar ruang rawat, sudah lama ia tidak berbincang dengan sang ibu, hanya berdua
“Ibu- ibu capek ya? Maafin jeno, tapi jeno masih percaya keajaiban bakal dateng ke ibu, sebentar aja, ibu bertahan ya, jeno percaya ibu bakal bisa sadar dan balik lagi nemenin jeno disini” ia mengusap tangan kurus sang ibu,
Ia merasa matanya berlinang sekarang, “haha jeno udah besar, tapi masih pengen diusap kepalanya sama ibu kalo mau nangis, ibu? Jeno boleh cerita sedikit?”
Ia mengubah posisi duduknya nyaman dan bercerita pada sang ibu “sekarang jeno udah menikah, maafin jeno telat ngabarin ibu, kalo ibu gak lagi dalam keadaan ini mungkin ibu benci banget sama jeno, ibu yang selalu ngingetin jeno tentang kebaikan dan tuhan, tapi jeno malah main-main dihadapan tuhan, awalnya jeno benci banget sama pernikahan ini, cuman ini satu-satunya cara biar ayah gak setuju ke dokter buat ngelepasin alat bantu hidup ibu. Tapi setelah beberapa saat, sepertinya pasangan jeno gak terlalu buruk, namanya renjun huang, dia baik walau agak ceroboh, dia manis jadi banyak yang suka”
Ia menghela nafasnya sebentar “jeno takut ibu”
Jeno mengusap tangan sang ibu dan menundukkan kepalanya “jeno takut kalo jeno bakal terbiasa sama renjun dan ngelupain dia, Ibu masih inget gak? temen sma jeno yang datang seperti takdir?”
Jeno terkekeh “dia yang dulu bawain jeno pelangi ditengah hujan, anehnya kita ketemu lagi setelah bertahun-tahun dan jadi temen sma, tapi sekarang kita harus pisah lagi” ia menerawang kembali semasa sekolah.
Jeno mengecup dahi sang ibu “maafin jeno ngelanggar omongan ibu, cuma ini cara satu-satunya supaya jeno bisa jaga hati buat dia, jeno gak boleh terlalu deket sama renjun”
“Ibu mau cerita seru lainnya?” Jeno kembali bercerita pengalamannya selama beberapa bulan terakhir, ia tertawa dan bersedih. Waktu berlalu begitu cepat saat ia mencurahkan semua perasaannya pada sang ibu.