—-
“Baru aja gue keluar dari kamar ini tadi pagi” jay terkekeh, kali ini ia tak langsung duduk disebelah reva yang bersandar pada headboardnya, ia malah melangkahkan kaki ke sofa kamar reva, duduk menghadap ke arah reva yang membawa gitar diatas pangkuannya.
‘I never doubt you-’
Suara merdu reva mengalun lembut menyapa indra pendengaran jay
Lagu baru?
‘You know I dont talk much but I’m questioning everything you do’
Jay merasa dadanya sesak, ia tertohok dengan lantunan reva,
“Rev”
Ucapan jay memutus petikan gitar reva, membuat reva mengalihkan atensinya pada jay
Ia tersenyum “kenapa jay?”
“Umm- “ jay mengaitkan jari-jarinya, ia tak tahu harus mulai darimana “Udah baca grup?”
Reva menggeleng “sorry gak pegang hp daritadi”
“Besok kak nana ajak set list asian tour”
“Ohh bagus dong udah mulai prepare”
“Masalahnya besok gue gabisa” jay menunduk membuat reva terkekeh
“Kok lo tegang banget sih, gue tau kok lo pasti punya alasan, may i ask?”
Jay sangat amat menyayangi lelaki didepannya ini, reva sangat tau bagaimana cara bertindak di segala situasi
“Umm, just family business”
Reva hanya mengangguk, belasan tahun bersahabat dengan jay, sedikitpun jay tak pernah menceritakan tentang keluarganya.
Jika kalian bertanya apakah reva penasaran? Tentu saja! Tapi apa yang bisa ia lakukan, ia tak akan memaksa jay untuk menceritakan silsilah keluarganya kan?
“It’s okay jay, gue bakal notul, lo baca aja nanti juga kita bisa ngobrol via chat, kalo lo gak setuju atau gimana”
Jay berdiri dan mendekat ke arah reva. Ia sekarang duduk diatas kasur reva, menghadap ke arahnya
“Lo kenapa gak pernah nanya apapun kalo gue mention keluarga gue”
Reva tersenyum teduh, mengusap kepala jay lembut “gue gabakal nanya kalo lo gamau cerita jay”
Jay menunduk
“Gue gak seakur itu sama keluarga”
Reva mengangguk mendengarkan, ia sudah menebaknya.
“Papa dari dulu fokusnya cuman kerja kerja kerja terus, mama juga jarang dirumah ada aja acara entah ikut papa atau kumpul sama temen-temennya-“
Jay menatap ke reva, mencoba mengamati ekspresi sang sahabat.
Reva hanya tersenyum teduh menatapnya membuat hatinya menghangat
“-ya kita juga jadi gak deket karna emang jarang kumpul, dari kecil aku diasuh sama bibi, yah gak deket sama bibi juga karna bibinya ganti-ganti”
Reva merasa hatinya teriris, jay hanya merasa sepi.
“Iya” reva akhirnya bersuara membuka tangannya “mau peluk?”
Jay mengangguk dan mengusalkan badannya ke badan reva kepalanya mencari tempat ternyaman pada ceruk leher reva.
“It’s okay, jay cuman ngerasa kesepian” ia mengusap usap belakang kepala jay berkali-kali “Mama sama papa gak maksud ninggalin jay, papa kerja buat jay kan? Mama juga harus bantu papa”
“But i was just a kid back then? Didn’t i should get the attention i should got kan?” Jay berbicara kecil masih memeluk reva, semakin erat malah
Reva mengangguk “iya itu bener, disini gue gak maksa lo buat lupain itu semua kok, rasa sepi kalo terlalu lama bersarang dihati emang berubah jadi kesedihan-“
“-maunya jay bilang apa yang jay rasain sama mama dan papa”
“Dikeluarga gue tuh, ngungkapin apa yang kita rasain itu susah, kita gak terbiasa nunjukin afeksi kita”
Kali ini reva hanya mengusap punggung jay lembut.
“Trus-“ jay melanjutkan ucapannya
“-rev”
“Iya” reva merasa jay memeluknya semakin erat tak ada niatan melepaskannya, mungkin jay ingin berbicara sambil memeluknya
“Gimana kalo eskpetasi lo soal gue dan mungkin keluarga gue? Gak sesuai?-“ jay gugup
“-maksutnya kaya, ternyata apa yang lo fikirin soal gue dan mungkin keluarga gue itu beda banget sama kenyataannya”
Reva masih diam
“Berapa persen kemungkinan lo benci gue?” Lanjut jay
Kali ini reva melepas pelukan mereka dan menatap jay dalam
“Jay-“
Ia membawa tangan jay untuk digenggam
“Walaupun lo suru gue pergi pun, gue bakal gatau diri buat tinggal disamping lo”
“Lo sama hachi itu rumah gue jay, kalo gue benci kalian artinya gue benci diri gue sendiri”
Ia kembali memeluk sang sahabat,