Wichapasology

AFTERGLOW

#AFTERGLOW #BabyInLove

Javi duduk di pojokan kamar. Tangannya memeluk kedua lututnya, sementara jari-jemarinya menggenggam ponsel yang tadi dia gunakan untuk menghubungi Prisa.

Headphone sudah terpasang di kedua telinganya dengan musik yang cukup keras. Cukup untuk meredam suara Raksa dan Buwana yang bertengkar di luar kamarnya.

Sementara itu, di luar Raksa dan Buwana masih saling beradu argumen.

“SAYA BILANG KELUAR DARI RUMAH SAYA!” ucap Buwana lantang. Tangannya menunjuk pintu unit apartemennya.

“Udah cukup, Sa. Udah cukup sama semua sakit yang kamu kasih ke Saya. Yang kamu kasih ke Javi. Cukup sama sikap sok heroik kamu itu!” lanjut Buwana lagi.

“Saya bukan sok heroik, Pak. Saya memang harus ngelakuin ini semua,” ujar Raksa. Ada nada sedikit tak terima.

“Bapak pikir, selama 4 tahun ini yang tersakiti cuman Bapak? Saya juga, Pak. Saya juga ngerasain sakitnya. Saya ngerasain sakit harus putus dari Bapak. Harus jauh dari Bapak. Saya juga nahan sakit untuk nggak ngehubungin Bapak,” lanjut Raksa.

“Keluar, Sa!” titah Buwana sekali lagi. Dia berjalan ke lorong kamarnya, tak ingin lagi mendengar perkataan Raksa. Namun, Raksa mengikuti Buwana dan terus saja berbicara.

“Bapak cuman nunggu. Saya harus berusaha keras biar sukses. Biar Saya diakuin dan direstuin sama Tante Davika, biar Saya pantas buat Bapak. Bapak cuman nung—”

Buwana berbalik, nafasnya makin memburu, dadanya naik-turun dengan cepat.

“SAYA NGGAK PERNAH MINTA KAMU UNTUK JADI KAYAK SEKARANG RAKSA! SAYA NGGAK PERNAH MINTA KAMU UNTUK JADI KAYA! SAYA NGGAK PERNAH MINTA KAMU UNTUK DAPETIN RESTU MAMI SAYA SENDIRIAN! YANG SAYA MINTA CUMAN KAMU STAY SAMA SAYA. SAMA JAVI.”

Air mata Buwana sudah meluncur dengan bebas di pipi putihnya. “Cuman nunggu kata kamu? Kamu nggak tau apa yang Saya lalui! Kamu nggak tau setiap malam Saya harus minum pil cuman untuk tidur. Kamu nggak tau setiap malam Saya nangis cuman karena Saya kangen sama kamu!”

Raksa menyadari, ucapannya tadi keterlaluan. Benar, dia tak tahu apa yang Buwana lalui. Berbeda dengan Buwana yang harus bangkit sendirian dari patah hatinya, Raksa terlalu sibuk dengan urusan karir dan target suksesnya. Raksa terlalu bersemangat mengejar targetnya hingga dia lupa keadaan Buwana sebenarnya. Hingga dia lupa perasaannya sendiri. Hingga dia lupa merindu dan tersiksa karena patah hatinya.

Berbeda dengan Buwana. Berbeda dengan Buwana yang meratap. Berbeda dengan Buwana yang setiap detik merasakan sakitnya patah hati, sakitnya kandas dalam hubungan percintaan.

“Pak, Sa—”

“Kamu nggak tau gimana setiap malam Javi juga cari kamu. Gimana stressnya Saya harus menghadapi tantrumnya Javi. Belum lagi tekanan Mami Saya yang selalu jodohin Saya ke anak temen-temen atau client-nya,” potong Buwana.

“Kamu nggak tau berapa kali Saya mau nyerah. Kamu nggak tau itu, kan, Raksa? Cuman nunggu kata kamu? KAMU BAHKAN NGGAK PERNAH MINTA SAYA BUAT NUNGGU KAMU! KAMU MINTA SAYA MOVE ON DARI KAMU!” sentak Buwana.

“Dan sekarang, kamu dateng lagi dan seenaknya minta kembali ke Saya? Minta Saya terima kamu lagi? You must be joking, Raksa!” Buwana mendorong dada Raksa dengan keras.

Yes, I love you. I still do. But, it doesn't mean I will let you make a fool of me again, Raksa. I won't let you do that!”

I never make you a fool, Pak. I love you. I love you so much. I love you until the point where I can't imagine myself with someone,” kini Raksa yang berbicara. Tangannya mencengkram kedua pundak Buwana. Memaksa yang lebih tua untuk menatap matanya yang sudah berair.

I can't stay with you and Javi, even if I want to. I need to get blessing from your mother, Pak. Saya nggak bisa selamanya insecure dan ngerasa nggak pantas buat bersanding sama Bapak. SAYA NGGAK BISA SELAMA-LAMANYA SELALU MANUT SAMA BAPAK DAN TUTUP MATA-TELINGA KALAU SAYA NGGAK PANTAS SAMA BAPAK,” sentak Raksa.

“Saya juga punya harga diri, Pak. Saya juga mau pantas berdiri di samping, Bapak, tanpa harus malu atau ngerasa nggak pantas. Saya juga mau bisa jadi seseorang yang Bapak andelin kayak Bapak andelin Bang Joss,” tukas Raksa sebelum ia terisak.

#BabyInLove #Afterglow

@ Sydney 8 years ago @ Studio

Christian, atau yang biasa dipanggil teman-temannya Ian tengah menyiapkan kameranya. Lampu sudah ia tata sedemikian rupa.

“Kostumnya udah ready semua kan?” pertanyaannya dijawab dengan anggukkan oleh teman kerjanya. “Modelnya kapan dateng? Benci banget gue kalau telat-telat gini. Kebiasaan orang Indo nih, jam karet,” cibirnya sembari melihat jam di ponselnya.

10 menit sudah waktu yang lewat dari jam yang dijanjikan.

**“Lah? Gue kan udah ngasih tau ke lo, Ian. Dia telat 15 menit. Ada urusan di kampusnya. Sabar dong. It's only 15 minutes and he's already told us about it,” sahut sang teman.

Tepat dengan selesainya ucapan tersebut, pintu ruangan diketuk dan dibuka oleh seorang pria berperawakan tinggi dengan kulit putih. Sorry, ya? Saya telat. Tadi ada sedikit berkas yang harus Saya urus segera,” ujarnya pada kedua pria di ruangan tersebut, pada Ian dan temannya.

“Santai. Lo mending minum dulu, deh. Capek banget kayaknya. Lo lari-larian ke sini?” tanya teman Ian. Yaksa mengangguk.

Teman Ian memberikan sebotol air mineral pada Yaksa yang langsung dihabiskan olehnya.

Sementara itu, Ian di ujung sana terpana oleh sosok Yaksa. Kehadiran Yaksa tiba-tiba saja membawa angin segar di hidupnya. Membawa ketenangan dalam gemuruh kepalanya. Hanya dengan kehadirannya. Hanya dengan wajah teduh dan mata hangatnya yang bahkan hanya bertemu dengan matanya selama beberapa detik saja.

Ini lah awal pertemuan mereka.

Di situ, Ian mulai dekat dengan Yaksa. Selain keinginannya mendekati Yaksa, juga project-project yang dipegangnya selalu meminta Yaksa menjadi model brandnya.

Namun, setelah lebih mengenal Yaksa, Ian tak lagi berani melangkah lebih jauh. Dia merasa mereka terlalu berbeda. Ian untuk pertama kalinya merasa insecure di hadapan seorang Yaksa.

Selama setahun lebih, mereka hampir selalu bertemu setiap minggu, kadang mereka juga hang out berdua. Sayangnya, di tahun kedua Yaksa, intensitas pertemuan mereka mulai berkurang. Ian kembali berpetualang mengelilingi dunia, sementara Yaksa fokus ke studi juga pekerjaan part-timenya.