Wichapasology

BabyinLove

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

Tidak ada pesta meriah, hanya acara keluarga yang dihadiri teman-teman terdekat mereka berdua. Diadakan di halaman belakang rumah Yakaa, makan malam kali ini berlangsung sukses dan hangat.

Tadi siang, setelah melangsungkan upacara pernikahan dan mendaftarkan pernikahan mereka di Kantor Catatan Sipil, keduanya resmi menyandang status sebagai pasangan suami. Yang paling bahagia di antara semuanya tentu saja Javi. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya setelah ia diberitahu bahwa Raksa resmi menjadi ayahnya.

Kembali ke acara makan malam ini, Raksa sedang duduk di pendopo pinggir kolam yang menghadap ke meja makan panjang. Ia duduk bersama Mew.

”Buwana sekarang milik kamu,” ujar Mew. Raksa menoleh sebentar ke arah Mew yang memusatkan pandangannya pada Buwana yang tengah duduk di ujung meja. Menikmati makanannya sembari menyuapi Javier.

”Saya titip anak Saya ke kamu, ya?” lanjut Mew. ”Tolong bahagiakan dia. Kalau kamu nggak sanggup lagi untuk lakuin tugas itu, tolong kembalikan ke Saya.”

Mew berhenti sebentar, berpikir, ”tapi Saya yakin kamu bisa. You always give him happiness, right? You try so hard, even harder than me,” lanjut Mew. ”Kamu yang berhasil bikin dia berani untuk menikah, padahal sebelum ketemu kamu, dia benar-benar nggak mau menikah.”

Raksa tersenyum simpul, ”tapi Saya juga pernah bikin dia nangis, Om,” jawab Raksa. ”Makasih Om sudah jagain Mas Buwana pas masa-masa itu terjadi,” ujar Raksa.

”Makasih Om juga sudah percaya ke Saya.” Mew menepuk pundak Raksa dua kali, tersenyum, lalu pergi ketika melihat mantan istrinya datang menghampiri Raksa. Kini, posisi Mew digantikan Davika. Jujur, Raksa masih kikuk dan takut berada berdekatan dengan Davika seperti ini.

He can't sleep without his blanket,” kata Davika. Matanya memandang Buwana, persis seperti yang dilakukan Mew tadi.

”Dia suka dielus punggungnya kalau tidur. Dia paling nggak bisa liat ruangannya berantakan. Dia suka kucing, tapi dia alergi bulunya.”

”Pas kecil, dia pernah nangis kejer karena teman sebangkunya pindah,” Davika terus menceritakan hal-hal random tentang Buwana semasa kecil.

He is my little boy, Raksa. Now he is your husband. Please take care of him. I can't make him happy, so I hope you can do that,” tukas Davika lalu pergi.

”Pasti, Tante. Pasti Saya akan bikin Mas Buwana bahagia.” Davika menoleh ke belakang dan tersenyum.

***

Makanan penutup sudah habis dihidangkan. Vio sebagai MC ala-ala lalu mempersilahkan Raksa menyampaikan sepatah-dua patah kata.

Raksa berdiri di podium kecil yang sebenarnya digunakan untuk siapapun yang ingin menyumbangkan lagu nantinya. ”Saya nggak pernah nyangka hari ini datang juga,” ujarnya. Matanya terus menatap mata Buwana yang duduk di hadapannya.

”Saya pertama kali ketemu Mas Wana waktu Saya jadi anak magang di perusahaannya. Waktu itu, bahkan Saya nggak berani deketin Mas Wana. Tapi, thanks to my little boy, Javi, Saya bisa deketin dia, meskipun tetep Mas Wana yang nembak Saya karena Saya nggak berani nembak.”

”Dari awal hubungan, kami udah punya banyak cobaan. Sampai rasanya segala cobaan udah kami cobain demi sampai di sini. Tapi nggak papa, those things make our relationship strong and our love biggier,” ujarnya lagi.

”Mas Buwana, _I can't promise you will be happy every day, but I will try so hard to make it happen. I will always try to be the first and the last person you see every morning and night. I will always try to be the ears for all of your stories. I will always try to be as strong as rock and soft at the same time so you can lean on me. I will always try to be patient with your mood swings. I will always accompany you to eat rujak in the middle of the night. I will always help you to cover your eyes when we watch horror movies.I will always love you, Mas.”

I love you too,” sahut Buwana.

Raksa turun dari podium dan memeluk Buwana serta mengecup bibir sang suami.

”Tadi udah kita dengerin perkataan-perkataan manis Aa Raksa. Sekarang yuk kita dengarkan ucapan-ucapan manis Kak Buwana. Karena Kak Buwana lagi hamil, duduk aja ya di sini. Ini mic-nya, Kak,” ujar Vio dengan cerianya.

Buwana menyambut mic tersebut sementara satu tangannya tak melepaskan pelukannya di pinggang Raksa. ”_I don't have many words to say. I just want to thank him for his patience, courage, and all the things he has done for me, for Javi, and for our relationship. This event won't happen if he gave up on me. He is the bravest person. The most patient person I've ever known. Let's walk on flowers road now, hubby,” ujar Buwana yang membuat Raksa salah tingkah dan menjadi sorakan teman-temannya.

I want to talk too,” teriak Javi dan merebut mic dari tangan Buwana.

Today I'm so haaaaaaaaaaaaapy. Thank you all for coming to this ceremony to celebrate Papa Raksa becomes my Papa officially,” ujarnya penuh semangat dan tertawa. Javi lalu meminta Raksa menggendonya. Di gendongan Raksa ia mencium pipi sang Papa dan terkekeh dengan diiringi senyuman lebar.

I love you, Papa.”

”_I love you more, baby.”

Fin.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

Raksa berbaring di sofa ruang tamu apartment Buwana. Ia masih melihat-lihat jas yang ada di katalog sembari berdiskusi dengan teman-teman dan abangnya perkara jas apa yang harus dia pilih agar pernikahannya tidak dibatalkan oleh sang kekasih.

Lampu utama sudah dimatikan. Hanya ada penerangan dari lampu meja yang ada di samping rak TV dan cahaya lampu kota yang terpampang di kaca apartemen tersebut.

”Nikah kecil-kecilan doang ribet gini kalau nikah pesta gede-gedean gimana, ya?” gumamnya.

Raksa terus mencari jas yang ia kira sesuai dengan kehendak sang kekasih di katalog yang sudah didapatkannya beberapa hari yang lalu. Saking fokusnya, ia tak menyadari ada Buwana berdiri di sampingnya.

Buwana menyelinap di kedua tangan Raksa yang tengah memegang ponsel, lalu membaringkan kepalanya di dada Raksa.

”Mas… perutnya ketindih, jangan tidur kayak gini ah,” tegur Raksa.

”Ya udah kamu miring! Aku mau tidur di sini sama kamu,” balas Buwana.

”Nggak cukup, Mas. Ayo balik ke kamar aja. Kuning-nya dikandangin di belakang dulu,” kata Raksa sembari bangkit dari rebahnya. Buwana yang sudah duduk di ujung sofa memberengut.

”Si Kuning poop di kasur kita tadi,” gerutunya yang membuat Raksa terkekeh menahan tawa.

”Ya udah ke kamar tamu dulu aja. Besok aku cuci sprei sama kasurnya,” Raksa yang sudah berdiri mengulurkan tangannya dan mengajak Buwana ke kamar tamu.

Di sana, ia dan Buwana berbaring saling berhadapan dengan Buwana yang berada di dekapan Raksa, memainkan puting sang kekasih yang mulai mengeras, sesekali juga membelai bekas luka operasinya Raksa.

Kebiasan baru Raksa sekarang, jika tidur ia harus melepaskan baju atasannya karena Buwana selalu ingin menggunakan bajunya sebagai bantalnya. Kebiasaan ini bertambah lagi dengan Buwana yang selalu memainkan puting Raksa dengan jarinya sampai ia tertidur. Kebiasaan yang sangat menyiksa Raksa.

”Mas, Saya pakai jas—”

Stop talking about it! Jangan bikin mood aku rusak lagi,” potong Buwana. Raksa menutup mulutnya rapat-rapat.

”Maafin aku yang suka marah-marah akhir-akhir ini. Mood aku nggak jelas banget,” ujar Buwana lagi.

It's okay, Mas. I try to understand it,” jawab Raksa.

”Jangan gitu, kamu berhak marah kalau aku keterlaluan!”

Raksa terkekeh lagi, ’yang ada Mas tambah ngamuk kalau gitu, batinnya.

”Ih aku serius! Kenapa malah ketawa sih?” gerutu Buwana lagi.

”Iya, iya… yuk tidur, Mas. Kasian dedek bayi kalau Mas tidurnya kemalaman.”

”Punggung aku dielusin makanya.”

”Iya ini saya elus kok,” ujar Raksa yang mulai membelai punggung Buwana.

'Kalau ngambek aja ngusir dari kamar. Kalau mau tidur nyariin lagi kan, nggak bisa tidur tanpa gue, kan,

#afterglow #babyinlove

Javi baru saja keluar dan menutup pintu kamar Buwana dan Raksa. Kini tinggal mereka berdua.

“Sa, tolong ambilin lotion aku,” pintu Buwana yang sudah berbaring. Raksa beranjak dari kasur mengambilkan lotion yang ia tak terlalu tau fungsinya apa. Yang jelas, lotion itu untuk perut Buwana.

Buwana menyibak kaos yang ia pakai, memperlihatkan perutnya yang sudah mulai membesar. Raksa duduk di pinggir ranjang, mengoleskan lotion tersebut secara merata.

“Mas, beneran mau nikah setelah lahiran aja?” tanya Raksa. Buwana menjawab dengan berdehem. Sudah berapa ratus kali ia katakan, bahkan saat mereka makan malam bersama waktu itu. Buwana dengan tegas mengatakan akan menikah setelah lahiran.

“Tapi Maminya Mas—”

“Aku yang nikah, bukan mereka!” potong Buwana. Ekspresi wajahnya sudah mulai tak bersahabat.

“Mas sama Saya yang nikah,” gumam Raksa. Ia menarik kaos Buwana turun untuk menutupi perut sang kekasih lalu beranjak dari kasur. Menaruh kembali lotion tersebut di meja skincare Buwana.

Buwana tersentak dengan gumaman pelan Raksa.

“Mas mau minum susu hamilnya nggak? Atau mau air anget aja? Biar Saya ambilin,” tanya Raksa yang sudah ada di depan pintu.

“Air anget aja,” jawab Buwana tersadar.

Sepeninggalnya Raksa, Buwana kembali berpikir dan menyadari, ia tak pernah bertanya kapan Raksa mau melaksanakan pernikahan. Ia lupa, yang menikah ada dua orang, dirinya dan Raksa. Ia terlena dengan segala “trauma” yang ia hadapi sampai melupakan perasaan sang kekasih.

Raksa kembali dengan mug berisikan air hangat untuknya. “Ini Mas,” ujarnya memberikan kepada Buwana.

“Raksa, maaf aku terlalu egois sampai nggak nanyain mau kamu,” perkataan Buwana membuat Raksa mengernyit bingung. What you said was right. There are you and I who are getting married. So, when you gonna marry me?”

Raksa mengambil tangan Buwana untuk ia genggam, “Mas, Saya jujur aja nggak masalah kalau Mas mau nikah setelah lahiran. Tapi, yang Mami Mas omongin juga Saya rasa benar, Mas. Masa adek bayi lahir di luar nikah? Padahal Mas dan Saya udah siap nikah, kan?”

“Saya udah ngobrol sama Bang Yaksa, dia saranin kita nikah sah secara hukum dulu aja. Lalu, bikin pesta kecil-kecilan buat keluarga aja. Nanti setelah Mas lahiran baru kita bikin pesta pernikahan yang besar-besaran,” lanjut Raksa. Buwana mengangguk.

If it is what you want. Kamu udah sabar nungguin aku, so, I will agree on whatever it is,” jawab Buwana. Raksa tersenyum lebar dan mengecup bibir Buwana.

“Makasih, Mas,” tukasnya.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

Raksa dan Wana tampaknya masih ingin berlama-lama di dalam mobil Tian yang Raksa pinjam. Mereka enggan turun meski sudah ada di depan rumah Mew dan Gulf.

Masih dengan tangan yang saling menggenggam. Mereka berdiam diri, sibuk dengan perasaan masing-masing.

I love you,” ucap Buwana pada akhirnya.

Raksa tersenyum simpul meski matanya berkata lain, ”iya, Mas. Makasih, ya.” balasnya. I love you too. But, I'm sorry I hurt you again. This time with unforgivable mistake,” lanjutnya lagi.

Buwana makin erat menggenggam tangan Raksa. Matanya yang awalnya fokus pada pahanya beralih ke genggaman tangan keduanya. I forgive you, but I can't forget what've you said,” ujarnya.

”Mas, jangan lupa makan teratur,” ujar Raksa. Buwana mengangguk.

”Kalau tidur suhu ACnya 25 aja, jangan sampai 16.” Buwana mengangguk lagi.

”Kalau Mas butuh sesuatu, Mas telpon aku aja, atau anak-anak yang lain. Sena, Prisa, Friston, Bang Yaksa, atau Ibu pasti bakal selalu ada buat Mas.” Buwana mengangguk lagi.

”Kalau Mas mau check up dedek bayi, ajak aku, ya Mas? Aku mau liat perkembangan dedek bayi juga. Kalau Mas nggak nyaman, update me about him, ya?” Buwana mengangguk untuk kesekian kalinya.

”Bolehin aku sesekali main ke apart Mas dan ketemu Javi, ya?” Buwana mengangguk lagi.

”Nanti biar aku yang jawab pertanyaan Javi kenapa aku nggak bisa tinggal sama kalian lagi.”

Mobil kembali dipenuhi suara dari radio. Kali ini lagu The One That Got Away mengalun pelan.

”Kalau… kalau suatu saat Mas mau balikan sama aku,” ujar Raksa, suaranya tercekat menahan tangis, ”maaf, aku tau aku nggak pantas berandai-andai dan berharap kayak gini,” lanjut Raksa. Kali ini ia menyembunyikan wajahnya dengan sebelah tangan kiri yang bebas. Raksa mulai terisak. Dengan jempol tangannya, Buwana membelai punggung tangan Raksa yang ia genggam.

”Kalau…. suatu saat…. eghh hiks Mas mau balikan sama aku, please…. hiks hiks hiks come to me and tell me.” Dengan susah payah, Raksa menyelesaikan kalimatnya.

Raksa mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah Buwana yang juga sudah berlinang air mata. Melihat Buwana yang juga ikut menangis, tangis Raksa yang sedari tadi dia coba tahan akhirnya benar-benar pecah. Ia menangis layaknya bayi. Buwana mendekap Raksa, membelai punggung sang soon-to-be mantan kekasihnya.

I'm sorry, I'm sorry I let this fear consume me and hurting you,” bisik Buwana. I'm sorry, after what we've been through, I don't choose you.”

Don't you ever choose me when you feel uncomfortable and it hurts you. I love you, Mas. I want you to be happy,” bisik Raksa di sela tangisnya.

Pada akhirnya, ini lah yang terbaik bagi keduanya. Berpisah. Cinta mereka terlalu besar untuk membiarkan menyakiti satu sama lain. Raksa memilih pergi, sementara Buwana memilih meninggalkan. Mungkin di lain waktu dan kesempatan cinta mereka tak akan serumit ini. Mungkin di lain waktu dan kesempatan mereka bisa bersama. Mungkin di lain waktu kehidupan.

#afterglow #babyinlove

”Raksa…” panggil Buwana lembut pada pemuda yang sedari tadi mondar-mandir di depannya dengan mengigitii kuku tangannya. Lorong rumah sakit yang tak terlalu ramai ini diramaikan oleh langkah-kakinya. Sudah dari 15 menit yang lalu pemuda itu mondar-mandir tak karuan. Dia sempat berhenti hanya untuk membalas pesan dari Prisa beberapa menit sebelum kembali mondar-mandir.

”Raksa!” ulang Buwana, kali ini lebih tegas dan keras. Raksa menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Buwana. Kakinya membawa tubuh tegapnya mendekat ke arah Buwana dan berlutut di hadapan kekasihnya tersebut.

”Kenapa? Mas ngerasa perutnya sakit?” tanyanya penuh kekhawatiran. Buwana menggeleng sebagai balasan.

”Raksa, Sayang, aku cuman makan sesuap nanas. Aku nggak papa, dedek bayi juga nggak papa. Kamu denger sendiri kan kata dokter tadi apa? Makan nanas nggak bakal bikin aku keguguran, apalagi ini nanas mateng Raksa, dan aku makannya cuman sesuap doang. I'm fine. So, can we go back now? Kasihan Javi sendirian kita main tinggal aja kayak gitu,” jawabnya.

Raksa menggeleng, ”nggak. Kita nggak pulang sebelum hasil pemeriksaan Mas keluar,” tolak Raksa tegas. Dia kembali berdiri dan Buwana kembali menghembuskan nafasnya berat.

”Aku pinjem hp kamu buat telpon Javi sini,” pinta Buwana menyodorkan tangannya. Raksa memberikannya dan kini ikut duduk di sebelah sang kekasih.

Beberapa puluh menit lalu, Javi membuat makanan dari kulit tortila yang ia isi dengan buah-buahan. Entah dapat ide dari mana anak itu. Tapi, ternyata, tortila isi buah yang ia buat untuk Buwana berisikan nanas. Raksa yang tahu akan hal itu panik bukan kepalang dan langsung mengajak Buwana pergi ke rumah sakit. Ia pergi begitu saja meninggalkan Javi seorang diri di apartemen.

Di jalan Buwana meyakinkan berkali-kali bahwa dirinya tidak apa-apa, tapi Raksa tak mendengarkan. Di rumah sakit pun, dokter kandungan sudah memberitahu bahwa Buwana dan janinnya tak apa-apa. Lalu perihal nanas yang bisa membuat orang hamil keguguran itu hanya bisa terjadi jika dimakan dalam jumlah besar. Memakannya sepotong tak akan berefek apa-apa, ditambah lagi kehamilan Buwana yang sudah masuk ke tri-semester kedua. Namun, Raksa tetap tak puas dan meminta dokter melakukan pemeriksaan menyeluruh, dan kini mereka tengah menunggu hasil pemeriksaan itu.

”Javi Sayang?” panggil Buwana ketika tersambung. Oh dear, my little possum. I'm sorry for leaving you alone. Papi bentar lagi pulang, ya? Aunty Prisa juga otw ke apart buat nemenin kamu,” ujarnya ketika melihat Javi yang menangis.

”Papi, are you okay? I'm sorry for hurting you,” tanya Javi dengan isakannya.

”Papi nggak papa, Sayang. You're not hurting me, okay? Don't say such silly things like. You are never hurting me. Om Sasa-mu aja yang lebay,” jawab Buwana dengan senyumnya. Now, stop crying. Wash your face. Tell me if you're aunty already there. Javi mengangguk. Sambungan telpon video terputus.

Buwana mengembalikan ponsel Raksa. Raksa menerimanya dengan menggerutu, ”he almost killed my son.”

#afterglow #babyinlove

Raksa yang duduk di sofa masih menangis di pelukan Buwana yang duduk di pinggiran sofa, samping dirinya. Tangisnya seperti anak kecil yang kehilangan mainan favoritnya. Tidak bisa disalahkan juga, pesan Buwana membuat hatinya remuk. Untung saja, remukan hatinya masih bisa diselamatkan, dan rasa sakit yang ia rasakan tak berlangsung lama, hampir setengah jam saja.

“Sayang, baby, udah ya nangisnya? Maaf aku salah ketik tadi,” ujar Buwana untuk kesekian kalinya.

Bisa Buwana rasakan kepala Raksa yang menggeleng di bahunya yang menjadi senderan dagu sang kekasih, tanda brondongnya menolak untuk berhenti menangis.

“Mas jahat,” isaknya. Buwana terus mengelus punggung Raksa.

“Iya, Mas jahat. Mas minta maaf ya, bayik,” Buwana mengiyakan. Tak berniat membantah perkataan Raksa. Toh memang benar, kesalahannya cukup fatal dan cukup jahat.

Sementara Buwana menenangkan Raksa, Javi dan Tian yang duduk di seberang samping sofa hanya bisa menonton 'drama' keduanya.

Tak lama, Yaksa dan Baifern datang. Yaksa menarik kereta belanja kecil di belakangnya, sementara Baifern membawa kantong plastik berisikan es krim favorit Tian juga Raksa.

“Loh, ada cucu Nini,” sapa Baifern pada Javi.

Javi menyalami Baifern lalu membuang wajah ketika matanya bertemu tatap pada sang ayah kandung. Anak kecil itu masih berseteru sendiri dengan ketidak terimaannya kalau dia anak Yaksa bukan anak Raksa.

“Raksa, Adek, ayo nangisnya udahan. Mas-nya kan udah minta maaf. Lagian Mas-nya cuman salah ketik,” ujar Baifern yang kini sudah duduk di samping Raksa, ikut mengusap punggung dang anak bungsung.

Bukannya mereda, tangis Raksa makin jadi. Kini ia melepaskan pelukannya pada Buwana dan beralih pada sang Ibu.

Yaksa menyempankan diri mengusak rambut Raksa sebelum melangkah ke dapur membawa belanjaan serta es krim yang tadi mereka beli.

“Mas Buwana.... Mas Buwana mau nikah sama Raksa, Bu,” isaknya. “Raksa seneng banget, tapi Raksa juga kesel, sedih, tadi Mas Buwana salah ketik nama,” lanjutnya.

Baifern memeluk Raksa dan menenangkan sang anak. Javi masih setia duduk bersama Tian, malah sekarang ia agak menyenderkan badannya pada Tian.

“Om, jadi nanti aku bisa panggil Om Sasa Papa ya kalau Papi sama Om Sasa udah nikah?” tanyanya. Tian melirik sang “anak tiri” lalu mengiyakan pertanyaan Javi.

“HORE!! JAVI PUNYA PAPA!!” sorak Javi tiba-tiba dan melompat-lompat. Tangisan Raksa seketika berhenti, dan Buwana sedikit terkejut melihat betapa bahagianya Javi saat ini. Anaknya itu tak pernah menunjukkan sisi kekanak-kanakannya seperti saat ini, melompat-lompat sambil bertepuk tangan dengan wajah yang luar biasa sumringah.

Buwana menyadari, pernikahannya dan Raksa nanti membawa kebahagian tak hanya pada dirinya, tapi pada anaknya juga.

#afterglow #babyinlove

Yaksa sedikit terkejut ketika melihat Buwana duduk di depan pintu kamar Raksa. Buwana tersenyum dengan sedih.

“Na,” sapa Yaksa. Kakinya melangkah mendekat ke arah Buwana. “Mau masuk liat Raksa?” tawar Yaksa. Buwana menggeleng.

“Gue di sini aja, nggak papa,” tolak Buwana.

“Masuk aja. He is sleeping,” tawar Yaksa lagi.

Mendengar hal itu, terpatik sedikit api harapan dalam Buwana kalau dia bisa masuk ke dalam, berada di dekat Raksa. Namun, kepalanya kembali menggeleng.

“Gue di sini aja. Gue cuman mau cari udara segere. Sumpek tadi di kamar Javi,” elak Buwana.

Wanna take some fresh air outside? Gue mau ambil makanan soalnya,” Yaksa menawari hal lain. Buwana tampak ragu sebelum mengiyakan ajakan Yaksa. Ia takut, jika tetap berada di sini, yang ada, dia akan nekat masuk ke kamar Raksa, ketika pemuda itu dengan tegas dan jelas melarangnya untuk menemuinya.

Setelah Yaksa mengambil makanan di depan rumah sakit, mereka pergi ke taman samping rumah sakit. Taman yang terbilang cukup ramai saat ini. Ada beberapa orang yang merokok, makan nasi goreng atau mi goreng yang dijual gerobakan, atau hanya sekedar duduk-duduk di bangku taman. Beberapa anak kecil masih ada yang bermain ayunan dan jungkat-jungkit. Kemungkinan besar mereka keluarga pasien yang dirawat di rumah sakit ini.

“Duduk di pojokan sana aja,” tunjuk Yaksa ke sebuah kursi taman panjang yang agak jauh dari orang-orang yang tengah merokok.

“Lo mau kentang gorengnya? Atau mau burger? Gue beli banyakan kok ini. Sengaja buat lo juga,” Yaksa mengeluarkan se-cup besar coca-cola dan air mineral botol dari dalam kantong belanja dengan logo MCD. “Minumnya air putih aja, ya? Gue nggak tau lo bisa minum soda apa enggak pas hamil, jadi gue beliin ini aja,” Yaksa menyodorkan air mineral ke arah Buwana yang duduk di sampingnya.

Thanks, gue udah kenyang kok,” sahut Buwana dan menerima air mineral botolnya yang disodorkan Yaksa.

“Cemilan kentangnya aja deh, nih!”

Buwana menerima kentang yang disodorkan Yaksa. Dengan perlahan ia memakan kentang goreng tersebut, tanpa saos. Percuma rasanya memakai saos karena pada akhirnya semua makanan yang masuk mulutnya akan terasa hambar.

Yaksa mulai memakan burger yang ia beli. He said he's kinda hungry even tho he's already eaten his mom's food two hours ago.

Tak ada percakapan di antara mereka. Keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Yaksa sibuk dengan burgernya sememtara Buwana sibuk dengan pikirannya. Matanya tertuju pada sepasang suami-istri yang tengah berjalan-jalan. Sang istri hamil tua. Sepertinya mereka tengah menunggu kelahiran sang buah hati.

Secara otomatis, tangan Buwana bergerak ke arah perut dan mengusap-ngusapnya. Secara otomatis pula, otaknya membayangkan pasangan itu adalah Raksa dan dirinya kelak.

“Wana, gue minta maaf buat ucapan Raksa tadi. He's just too worried about you and your baby,” celetuk Yaksa disela-sela kunyahannya.

He's worried about the baby, not me,” sahut Buwana.

Otaknya kembali memutar kejadian beberapa jam yang lalu. Di saat dia dengan riang gembira berlari tanpa memikirkan rasa perih di dengkul dan lengannya karena terjatuh di trotoar. Saat dia dengan gembira membuka kamar rawat Raksa. Saat dia dengan senangnya melihat mata Raksa yang menyala hidup seperti biasa meski masih sayu. Saat tanpa aba-aba rasa gembiranya berubah menjadi kecewa.

_“Mas?! Kamu gila? Badanmu luka-luka gitu? Kamu jatuh dimana? Dedek bayi di dalam perut Mas gimana?” tanya Raksa dengan nada tinggi. Ibu, Yaksa, Tian, Prisa, dan Buwana terkejut mendengar suara Raksa yang lantang tersebut.

“Mas gimana sih? Mas itu lagi hamil. Jangan egois! Mas harus jaga diri dan kandungan Mas!” lanjut Raksa.

“Aku…. Aku cuman mau ketemu kamu, Sa. I'm so happy, finally you get your consciousness back. Aku nggak sabar bu—”

“Mas, kamu nggak boleh ketemu Saya sampai Saya sembuh! Jaga diri Mas, ingat Mas udah nggak sendiri. Ada dedek bayi juga. Kalau Mas kenapa-kenapa, pasti ngefek ke dedek bayi!” potong Raksa.

“Sekarang Mas keluar. Pulang ke rumah. Pamil nggak baik ada di RS. Obatin luka, Mas. Jangan lupa juga periksa kondisi dedek bayi juga,” suruh Raksa.

“Prisa, anterin kakak lo!” lanjutnya. Prisa yang baru kali ini melihat Raksa marah-marah sedikit terkejut karena tak siap namanya dipanggil. Namun, dia sigap dia membawa kakaknya keluar. Selain karena dia khawatir melihat luka kakaknya serta kondisi calon keponakannya, dia tak ingin keadaan makin runyam.

Di luar, Buwana melepaskan tangan Prisa yang menggandengnya lalu melangkah ia pergi tanpa kata._

Kembali ke Yaksa dan Buwana yang ada di taman, Buwana kembali mengulangi perkataannya, He's worried about the baby.”

“Dia khawatir sama lo dan bayi kalian, Buwana. Pas dia sadar pertama kali yang dicariin dan ditanyain keadaanya itu lo dan Javi. Dia khawatir setengah mati pas tau lo kurang istirahat. Takut lo sakit.”

“Dia khawatir sama gue karna ada bayi ini,” tegas Buwana. Yaksa menggeleng.

“Dia lupa kalau lo lagi hamil, Na. Dia cuman takut lo jatuh sakit karena dia. Dia sampai nyalahin dirinya sendiri karena sempat koma beberapa hari. Dia baru ingat kalau lo lagi hamil pas Prisa nyeletuk kalau Prisa takut ponakannya yang masih di perut lo yatim sejak di dalam kangdungan. He loves you very much, never doubt him about it.” bantah Yaksa. “Kalau lo nggak percaya, coba lo tanya dia, kalau, amit-amit dia disuruh milih antara nyelamatin lo atau bayi yang ada di kandungan lo, tanpa pikir panjang dia pasti milih lo,” lanjut Yaksa.

“Dia cuman salah menyampaikan rasa khawatirnya ke lo. Pas lo pergi, dia udah ribut minta Tian monitorin lo, minta gue hubungin Prisa, minta Ibu jagain Javi lah biar lo beneran bisa istirahat. He cares about you more than he cares about himself,” lagi Yaksa melanjutkan perkatannya karena Buwana diam saja. Ribut dengan pikirannya sendiri.

“Ayo balik. Makin dingin nih udara. Lo juga harus istirahat,” ajak Yaksa yang sudah berdiri dan menenteng tas belanja serta cup cola-colanya.

“Yaksa, boleh gue tanya sesuatu?” tanya Buwana mendongak menatap Yaksa.

Mendapat lampu hijau, Buwana akhirnya bertanya. If you are me, gimana reaksi lo pas kejadian tadi?”

Just like you, disappointed and angry, maybe,” jawab Yaksa memvalidasi perasaan Buwana. But, I believe he just wants all the best things for me. And, tomorrow, two days after, or whenever after, I'm pretty sure he will erase my anger and disappointment. And, someone, like me, will help him to ensure me that he really loves me,” jawab Yaksa yang diiyakan Buwana dalam hati.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

SEMUA YANG TERJADI FIKSI DAN TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN MEDIS DI DUNIA NYATA. AUTHOR MERUBAH SESUAI DENGAN KEBUTUHAN CERITA

CW // KECELAKAAN MOTOR, KECELAKAAN LALU LINTAS, MENTIONING DARAH

Beberapa menit lalu sebelum cuitan Prisa.

Kaki Buwana tak sanggup menopang tubuhnya. Yang ia lakukan sekarang hanya duduk di kursi tunggu. Berdoa akan keselamat anaknya dan menunggu Raksa tiba. Tubuhnya benar-benar lemas mengetahui anaknya dan Arsena mengalami kecelakaan lalu lintas. Arsena mengalami pendarahan di kepala dan saat ini sedang ditangani oleh dokter di OR. Pun Javi yang lukanya lebih parah. Anak itu mengalami pendarahan organ bagian dalam karena benturan keras di dadanya.

Dari hasil CT scan, kerusakan hati karena benturan itu harus membuat sebagian besar fungsi hati Javi diangkat dan itu artinya dia butuh donor. Sayangnya, hingga saat ini tak ada donor yang cocok untuk Javi dari sisi keluarga Buwana. Ada yang tak.memenuhi kualifikasi, ada juga yang tidak cocok seperti Prisa. Sementara Buwana tidak bisa karena tengah mengandung.

Harapan mereka kini ada pada Raksa yang harusnya sudah sampai di Indonesia dari 30 menit yang lalu. Dan juga Yaksa yang sedang menuju ke Jakarta dari Seoul. Akhirnya, fakta bahwa Yaksa adalah pendonor sperma untuk Buwana diketahui keluarga Buwana.

Belum sempat Buwana menarik napas, kegaduhan datang dari pintu masuk. Beberapa perawat dan dokter berusaha menahan seorang pemuda yang bersimbah darah.

“Mas, Mas nggak papa? Javi nggak papa kan? Javi masih bertahan kan? Saya sudah di sini. Mas tenang ya?” ujar pemuda itu yang kini berlutut di hadapan Buwana.

“RAKSA?!” pekik Prisa, Mew, Gulf, dan juga Davika kaget ketika melihat kondisi Raksa.

Ada darah yang menetes dari tadi di kepala bagian kirinya. Tangannya kirinya habis menampilkan kulit merah berbalut aspal. Jangan lupakan kaki Raksa yang sepertinya juga patah.

“Dokter? Mana dokternya Mas? Ayo Saya harus donoron hati Saya. Panggilin dokter yang nanganin Javi, Mas,” racau Raksa tak peduli dengan kondisinya.

Ya, dia juga mengalami kecelakaan tunggal karena menghindari kucing yang melintas ketika membawa motor yang ia pinjak paksa dari ojol dengan kecepatan penuh. Untungnya, ada orang lewat yang mau mengantarkan Raksa ke rumah sakit. Ke IGD harusnya, tapi Raksa malah bersikeras ke ruang tunggu operasi.

“Raksa....” panggil Buwana hampir tak bersuara. Tangannya mengusap darah yang mengucur dari kepala Raksa.

“Iya, Mas? Saya di sini. Tenang, ya?” jawab Raksa.

“Darah,” ujar Buwana lagi.

“Nggak... papa,” ujar Raksa terbata. Matanya mengerjap-ngerjap menghalau pusing yang melanda. Menghalau pusing yang ia tahan dari tadi.

“Saya nggak pa....” tubuh Raksa akhirnya ambruk sebelum menyelesaikan kalimatnya.

Semua orang berteriak histeris, kecuali Buwana yang terdiam, terpaku. Dokter dan perawat yang sebelumnya menahan Raksa untuk kemari akhirnya memulai penanganan darurat mereka.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

Raksa bangkit dari rebahnya. Javi yang tengah mengerjakan PRnya menoleh ke belakang, ke arah Raksa. “Om Sasa nggak jadi tidur sama Javi?”

“Bentar, ya? Om mau ngobrol dulu sama Papi-nya Javi,” ujar Raksa tanpa menjawab pertanyaan Javi. Raksa melangkah keluar kamar Javi lalu masuk ke kamar Buwana dan dirinya yang ada di depan kamar Javi.

Buwana tengah berdiri, menatap keluar jendela kaca yang mempersembahkan gemerlap lampu kota.

“Kamu mau kemana?” tanya Buwana yang kini sudah berbalik menghadap Raksa yang baru saja menutup pintu kamar mereka.

Oh shit! He forgets to log out his email from Buwana's phone.

“Saya di LA sebentar aja kok, Pak—”

“Mas! Don't you ever call me Pak, Raksa,” potong Buwana.

Raksa menghela napas, “Saya di LA sebentar aja, paling lama sebulan untuk syuting MV. Saya usahakan dua minggu sudah selesai dan langsung pulang, Mas,” ulang Raksa.

“Sa….” suara Buwana terdengar lelah dan pasrah.

“Aku lagi hamil loh,” lanjutnya. Buwana duduk di ujung ranjang. Matanya berkaca-kaca. “Aku cuman nggak mau nikah. Bukan ninggalin kamu. Toh, nikah nggak nikah, kita tetep tinggal bareng. Nikah cuman status doang, Sa.”

Raksa mendekat lalu berlutut di hadapan Buwana. “Mas, Saya cuman kerja kayak biasa aja,” ujarnya menggenggam tangan Buwana. Saya nggak ninggalin Mas, Javi, dan dedek bayi. Nggak mungkin Saya ngelakuin itu,” tangan Raksa membelai pipi Buwana.

“Jujur sama aku. Kamu mau ninggalin aku kan? Kamu ninggalin aku karena aku nggak mau nikah sama kamu kan? Nggak mungkin kamu nggak bilang ke aku dulu kalau mau ada kerjaan ke luar negeri, apalagi ini bisa sebulan lebih. Kamu tega ninggalin aku sama bayi di kandunganku?” Buwana menahan tangisnya. Ia merasakan belaian tangan Raksa di pipinya.

Raksa menggeleng, “Saya nggak akan ninggalin, Mas. Saya cuman pergi sebentar, buat kerja, cari duit buat dedek bayi. Buat Mas sama Javi juga,” bantah Raksa. Saya izin kabur sebentar, Mas, batinnya lagi.

Buwana meremas tangan Raksa keras. Memberitahunya bahwa dia takut. Bahwa pikiran tentang Raksa yang pergi meninggalkannya itu sedang menguasainya. Seperti tenggelam di lautan dalam yang luas. Gelap. Menyesakkan. Membelenggu. Dingin.

“Jangan tinggalin aku,” cicit Buwana. Raksa bangkit dan merengkuh tubuh Buwana.

“Saya nggak akan ninggalin, Mas,” sekali lagi Raksa meyakinkan Buwana.

“Aku cinta sama kamu, Sa. Aku sayang sama kamu. Tapi, aku masih nggak mau nikah. Aku takut Raksa,” Buwana merasakan anggukan dari kepala Raksa serta belaian lembut di punggungnya.

“Iya, Mas. Saya paham,” jawab Raksa. _Tapi, apa Mas nggak mau lawan ketakutan itu demi Saya? Apa Saya nggak pantas untuk Mas perjuangkan sampai Mas memilih buat kalah sama rasa takut ketimbang menikah sama Saya? sekali lagi Raksa membatin.

Ia tau, jika pertanyaan-pertanyaan itu dia lontarkan keadaan sudah pasti akan makin runyam.

“Maafin aku.”

**”You are always forgiven, Mas.”

“Jangan tidur sama Javi, ya? Aku mau dipeluk kamu,” pinta Buwana. Masih dipelukan Raksa.

“Saya udah nggak bau lagi?”

“Udah harum.”

Javi want to sleep with you,” Javi yang baru membuka pintu berlari masuk dan memeluk Raksa serta Buwana.

#AFTERGLOW #BABYINLOVE

Raksa bangkit dari rebahnya. Javi yang tengah mengerjakan PRnya menoleh ke belakang, ke arah Raksa. “Om Sasa nggak jadi tidur sama Javi?”

“Bentar, ya? Om mau ngobrol dulu sama Papi-nya Javi,” ujar Raksa tanpa menjawab pertanyaan Javi. Raksa melangkah keluar kamar Javi lalu masuk ke kamar Buwana dan dirinya yang ada di depan kamar Javi.

Buwana tengah berdiri, menatap keluar jendela kaca yang mempersembahkan gemerlap lampu kota.

“Kamu mau kemana?” tanya Buwana yang kini sudah berbalik menghadap Raksa yang baru saja menutup pintu kamar mereka.

Oh shit! He forgets to log out his email from Buwana's phone.

“Saya di LA sebentar aja kok, Pak—”

“Mas! Don't you ever call me Pak, Raksa,” potong Buwana.

Raksa menghela napas, “Saya di LA sebentar aja, paling lama sebulan untuk syuting MV. Saya usahakan dua minggu sudah selesai dan langsung pulang, Mas,” ulang Raksa.

“Sa….” suara Buwana terdengar lelah dan pasrah.

“Aku lagi hamil loh,” lanjutnya. Buwana duduk di ujung ranjang. Matanya berkaca-kaca. “Aku cuman nggak mau nikah. Bukan ninggalin kamu. Toh, nikah nggak nikah, kita tetep tinggal bareng. Nikah cuman status doang, Sa.”

Raksa mendekat lalu berlutut di hadapan Buwana. “Mas, Saya cuman kerja kayak biasa aja,” ujarnya menggenggam tangan Buwana. Saya nggak ninggalin Mas, Javi, dan dedek bayi. Nggak mungkin Saya ngelakuin itu,” tangan Raksa membelai pipi Buwana.

“Jujur sama aku. Kamu mau ninggalin aku kan? Kamu ninggalin aku karena aku nggak mau nikah sama kamu kan? Nggak mungkin kamu nggak bilang ke aku dulu kalau mau ada kerjaan ke luar negeri, apalagi ini bisa sebulan lebih. Kamu tega ninggalin aku sama bayi di kandunganku?” Buwana menahan tangisnya. Ia merasakan belaian tangan Raksa di pipinya.

Raksa menggeleng, “Saya nggak akan ninggalin, Mas. Saya cuman pergi sebentar, buat kerja, cari duit buat dedek bayi. Buat Mas sama Javi juga,” bantah Raksa. Saya izin kabur sebentar, Mas, batinnya lagi.

Buwana meremas tangan Raksa keras. Memberitahunya bahwa dia takut. Bahwa pikiran tentang Raksa yang pergi meninggalkannya itu sedang menguasainya. Seperti tenggelam di lautan dalam yang luas. Gelap. Menyesakkan. Membelenggu. Dingin.

“Jangan tinggalin aku,” cicit Buwana. Raksa bangkit dan merengkuh tubuh Buwana.

“Saya nggak akan ninggalin, Mas,” sekali lagi Raksa meyakinkan Buwana.

“Aku cinta sama kamu, Sa. Aku sayang sama kamu. Tapi, aku masih nggak mau nikah. Aku takut Raksa,” Buwana merasakan anggukan dari kepala Raksa serta belaian lembut di punggungnya.

“Iya, Mas. Saya paham,” jawab Raksa. _Tapi, apa Mas nggak mau lawan ketakutan itu demi Saya? Apa Saya nggak pantas untuk Mas perjuangkan sampai Mas memilih buat kalah sama rasa takut ketimbang menikah sama Saya? sekali lagi Raksa membatin.

Ia tau, jika pertanyaan-pertanyaan itu dia lontarkan keadaan sudah pasti akan makin runyam.

“Maafin aku.”

**”You are always forgiven, Mas.”

“Jangan tidur sama Javi, ya? Aku mau dipeluk kamu,” pinta Buwana. Masih dipelukan Raksa.

“Saya udah nggak bau lagi?”

“Udah harum.”

Javi want to sleep with you,” Javi yang baru membuka pintu berlari masuk dan memeluk Raksa serta Buwana.