Heeseung duduk di sisi ranjang, mencoba sebisa mungkin menahan air matanya agar tak keluar. Ia melempar undangan yang berada di genggamannya.
Heeseung tau ini akan terjadi cepat atau lambat namun, mengapa ini terasa begitu menyakitkan untuk dirinya.
“Hai Jay, apa kabar?”
“Baik, maaf mengganggu waktumu.” Heeseung menggeleng pelan, “Tak apa, lagipula aku tidak sibuk.”
Jay mengeluarkan benda pipih dari dalam tasnya, “Aku dan Diana akan menikah bulan depan, kau bisa datang kan?” Heeseung dengan ragu-ragu mengambil benda pipih itu.
Sebuah undangan pernikahan dengan nama lengkap Jay dan calon istrinya tertulis di sana. Jay sudah menemukan kebahagiaannya.
“Y-ya, akan ku usahakan. Maaf aku harus pergi, atasanku memanggil.”
Heeseung dengan pelan memasuki kamar rias pengantin—lebih tepatnya kamar rias Jay. Terlihat Jay yang sedang duduk dengan tenang menunggu sang perias.
“Oh! Hai Heeseung.” Jay menoleh, terlihat sangat tampan dari biasanya.
“Apa aku terlalu lancang?”
“Tidak, ada apa?”
Heeseung duduk berhadapan dengan Jay, “Hanya ingin bertemu, dan mungkin... Mengucapkan selamat tinggal.” Jay menaikan sebelah alisnya.
“Kau sudah menemukan rumahmu. Singgahlah dengan nyaman.” Ia berdiri, menepuk punggung Jay. Heeseung pun melangkah pergi.
“Heeseung.” Jay menarik tangannya, mata mereka bertemu. Jay dapat melihat perasaan sedih di matanya—Heeseung.
Jay membawa bibir Heeseung kedalam lumatannya, begitu lembut namun menuntut.
“Kau juga. Carilah tempat singgahmu.”
—omyblooms