KASTARA

Kaki Jay tidak henti bergerak kesana kemari dengan perasaan cemas mendominasi hatinya. Saat ini pria tersebut sedang berada di belakang parkiran, sesuai dengan informasi terakhir dari teman-temannya yang ia terima.

“Shit.” Lagi lagi umpatan halus lolos dari bibir Jay saat suara operator mengalun, tanda telpon tidak terjawab untuk kesekian kalinya. Gusar, Jay menyisir rambutnya kebelakang dengan sembarang. Terhitung ia sudah menelfon Sunghoon dan Heeseung sebanyak puluhan kali, namun tetap saja tidak ada jawaban. Tidak menyerah, jemari panjangnya kembali menari diatas layar ponsel, mencoba untuk mendial salah satu nomor lagi demi sebuah informasi.

Hingga pada dering ketiga sebuah suara menyambutnya.

”Jake, anjing. Lo dimana bangsat?”

“Selamat malam, dengan kepolisian disini. Apakah saudara yang menelfon ini merupakan kerabat dari Sim Jaeyun?”.

Mata Jay membulat, bibirnya menganga begitu mendengar jawaban dari seberang sana. “Ke—kepolisian?” Tanya Jay mencoba memastikan kembali dengan jantung yang berdegup kencang.

“Benar. Saat ini saudara Sim Jaeyun berada di rumah sakit akibat—”.

“Rumah sakit mana?”

“Akibat berkelahi deng—”.

“Jawab gue bangsat, rumah sakit mana?”

“Rumah Sakit Graha Medika.”.

Jay memutus sambungan telpon dengan sepihak, tidak peduli dengan siapa lawan bicaranya, bahkan dengan polisi sekalipun.

Motor ninja hitam milik Jay melaju cepat bagai kilat, membelah lalu lintas Jogja yang tampak lengah pada pukul satu pagi.

Perasaanya runyam, tidak dapat dijelaskan. Cemas dengan keadaan teman-temannya dan merasa bersalah karena tidak ada disaat teman temannya membutuhkannya.

Bangunan tinggi besar menyambut indera pengelihatan Jay saat motornya telah memasuki area rumah sakit. Jay memarkirkan motornya dengan sembarang dan segera masuk kedalam gedung. Langkah kakinya yang panjang membawa Jay menyusuri Lorong rumah sakit hingga berakhir didepan sebuah ruangan bertuliskan UGD, sesuai dengan informasi yang ia peroleh dari meja receptionist.

“Sim Jae Yun?” Tanya Jay tanpa ba-bi-bu kepada seorang pria dengan pakaian seragam polisi yang berjaga tepat di depan pintu UGD. Polisi dapat melihat jelas raut wajah panik yang terlihat dengan gamblang pada air muka Jay.

“Sim Jae Yun belum sadarkan diri, tusukan benda tajam pada perutnya membuat ia kehilangan banyak darah.”

Jay mengusap wajahnya dengan gusar, jawaban yang disampaikan oleh polisi tadi bagaikan belati yang menusuk jantungnya ribuan kali. “What has happened to you, guys?”.

“Jae Yun sendiri?”

“Dua orang lainnya sedang dirawat di ruang sebelah,” Polisi menunjuk sebuah ruangan yang berada tepat disebelah mereka. “Mereka juga terluka, namun tidak separah Sim Jae Yun.”

Jay menganggukkan kepalanya dengan lemas, lalu menggigit bibir bawahnya mencoba untuk menahan isakan yang siap untuk lolos kapan pun itu. Kakinya dengan gontai melangkah menuju ruangan yang telah ditunjuk oleh polisi sebelumnya.

“Hee…”

Rintihan terlolos dari mulut Jay saat melihat temannya, Heeseung terduduk di ranjang rumah sakit dengan wajah dan tubuh penuh luka. “Bilang sama gue siapa yang ngelakuin ini sama lo? Bilang sekarang juga.” Ucap Jay dengan penuh emosi saat mendekati ranjang Heeseung.

“Ssst, jangan keras-keras. Nanti Sunghoon bangun.” Heeseung meletakan jari telunjuk tepat didepan bibirnya, memberi isyarat kapa Jay untuk memelankan suaranya.

“Sunghoon?” Jay mengikuti arah pandangan Heeseung lalu mendapati Sunghoon yang tengah tertidur diatas ranjang tepat disebelah mereka. Keadaan Sunghoon tidak lebih baik daripada Heeseung, wajah tampannya tertutupi luka lebam, lengan tangan kanannya terbalut dengan perban.

Ah.. fuck. Siapa yang ngelakuin ini semua sama kalian?”

Jay menghembuskan nafas beratnya lalu duduk dicelah kosong ranjang Heeseung. “Tell me, now.”

“Bebal. Bebal bawa pasukannya buat kroyokin kita tadi.” Heeseung mengambil nafasnya dalam dalam, bersiap untuk menceritakan kejadian yang telah menimpa dirinya dan kedua temanya beberapa saat lalu. Sebenarnya Heeseung tidak memiliki tenaga yang cukup untuk bercerita, bahkan untuk duduk saja ia sulit. Namun ia tahu, jika dirinya tidak menceritakan hal ini secepatnya kepada Jay, maka laki-laki tersebut tidak akan diam.

“Gue, Jake, Sunghoon lagi nyebat sambil minum alkohol dibelakang parkiran, lo tau sendiri kan kita gaboleh bawa rokok dan alkohol ke dalam venue? Entah dari mana, tiba tiba anak bebal dateng kroyokin kita semua, bahkan mereka bawa pisau. Pisau itu yang nusuk perut Jake dan ngegores lengan Sunghoon.”

Jay memejamkan matanya, merasakan emosi mulai menguasai tubuhnya. Bebal selalu menjadi biang dari segala masalah yang menyangkut Kastara.

“Alasannya?”

“Mantan Jackson naksir Jake.”

“Bangsat. Cuma karna itu dia nusuk Jake dan gebukin kalian?”

Heeseung tersenyum miris, “You act like you don’t know them.”

Jay menatap Heeseung dihadapannya, memperhatikan wajah temannya yang penuh dengan luka memar. “Lo gapapa? Uh… I mean, sorry. Sorry I wasn’t there.

“Gapapa, cuman hampir mati aja tadi.”

“Bangsat jangan ngomong gitu lo, anjing.” Dengan reflek Jay memukul lengan Heeseung, membuat pemuda tersebut meringis kesakitan. “Eh, sorry-sorry.”

Jay bangun dari duduknya, bersiap untuk pergi dari ruangan tersebut. “Gue cari angin dulu, kalau ada apa apa telfon aja. Kali ini janji gue bakal dateng.”

“Jay.”

“Hm?”

“Jangan berantem.”

“Gak bisa.”

“Lo udah janji buat gak berantem lagi.”

“Janji gue gak berlaku kalau udah nyangkut Kastara ataupun Jungwon.”