Melamar?

“Tujuan kamu kesini mau ngapain?”

Suara Yang Hyunbin terdengar dalam dan tegas, memecah keheningan pada ruang keluarga yang berukuran cukup luas itu.

Jungwon yang duduk diantara kedua orang tuanya memperhatikan Jay dan teman-temannya secara bergantian. Kerutan halus nampak pada dahi Jungwon begitu menyadari keganjilan pada para kakak kelasnya itu yang tumben sekali berpakaian rapi.

Kastara duduk dengan tenang, cengiran ala bocah tengik tidak pernah lepas dari wajah para pemuda tersebut.

Jay berdeham lalu menegakkan punggungnya, seolah memberi isyarat bahwa saat ini Ia sedang serius. “Mau lamar anak Om dan Tante.” Jawab Jay pasti dengan sekali tarikan nafas yang berhasil membuat Yang Hyunbin hampir memutahkan secangkir kopi hangat yang sedang Ia minum.

Raut terkejut juga tidak dapat disembunyikan dari wajah Nyonya Yang dan Jungwon, bibir mungil pemuda itu membulat sempurna, membuat Jay ingin mengecupnya pada detik itu juga.

“Woahhh!!! Woah, wooo!!”

Berbeda dengan respon keluarga Yang, Kastara justru menciptakan suara bising dari mulut dan tepuk tangan mereka, seperti supporter bola yang tim favoritenya baru saja menciptakan gol digawang lawan.

“Woah, my brother so gentle yeah!” Sunghoon yang duduk tepat disebelah kanan Jay menepuk bahu sahabatnya dengan penuh rasa bangga.

“Apa?! Bercanda ya kamu?”

Wajah Yang Hyunbin memerah, darahnya memanas akibat emosi yang tiba-tiba mendominasi hatinya. Pria itu meletakkan cangkirnya di atas meja dengan kasar hingga berhasil meredam keributan yang diciptakan oleh Kastara.

Menyadari kondisinya yang mulai terancam, Jay segera membenarkan blazer-nya, lalu menatap Yang Hyunbin tepat dimata pria tersebut, membuktikan bahwa dibalik jenakanya Ia sedang bersungguh-sungguh. “Serius, Om. Saya serius sama Jungwon.” Jawab Jay merubah mimik wajahnya.

Tangan Hyubin naik untuk memijat pelipisnya, kehadiran Jay dan kawanannya yang secara tiba-tiba muncul dihadapannya kali ini dengan kalimat ngaco namun anehnya terdengar cukup serius berhasil membuat kepalanya berkedut pusing.

Sesungguhnya Hyubin telah mengetahui segalanya, Jungwon telah meluruskan seluruh kesalah pahaman yang terjadi. Termasuk bahwa puteranyalah yang memulai ciuman itu terlebih dahulu. Juga tentang bagaimana Jay melindungi anak semata wayangnya itu dengan penuh cinta dan perihal latar belakang keluarga pemuda bermarga Park tersebut.

“Saya perlu bukti,” Jawab Hyubin pada akhirnya.

“Om mau bukti yang kaya gimana?”

“Kamu punya apa berani lamar anak saya?”

Jay total diam, matanya menatap Yang Hyunbin dan Jungwon secara bergantian. Nalarnya memikirkan pertanyaan Hyunbin. Hampir satu tahun bersama namun selama ini ia belum pernah memberikan sesuatu yang berarti lebih pada Jungwon, selain hati dan kasih sayang. Kehadirannya saat ini disini pun hanyalah bermodalkan nekat.

“Pantaskan dirimu sendiri dulu, lalu balik kehadapan saya,” Yang Hyunbin kembali meraih secangkir kopi yang kini sudah mulai mendingin itu. “Buktikan kepada saya bahwa anak begajulan seperti kamu, bisa sukses dan pantas untuk mendapatkan anak saya.”

Jay menganggukan kepalanya dengan pasti, ia dapat merasakan gemuruh tekad pada hatinya. Apapun, ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan kembali kepercayaan dari Yang Hyunbin. Ia akan melakukan segala cara agar ia terlihat pantas untuk bersanding dengan Jungwon. “Baik, pasti nanti saya akan kembali lagi kesini.”

Sebuah anggukan singkat dari Hyunbin diterima oleh Jay, sebagai balasan atas keseriusannya. “Ma, tolong ini anak-anak dibuatin teh.”

Nyonya Yang langsung bangun dari duduknya begitu mendengar perintah dari sang suami. Sedangkan hembusan nafas lega keluar dari mulut Sunghoon, Heeseung, dan Jake. Akhirnya setelah beberapa jam penuh ketegangan mereka dapat merasakan atmosfer ruangan yang mulai menghangat.

“Jay, tujuan kamu ngajak curut-curut ini apa? Cengar cengir kaya bocah tengik.”

Jay terkekeh kecil lalu menatap teman-temannya satu persatu, “Setau saya kalau orang lamaran harus bawa orang tua, keluarga atau wali ‘kan? Saya udah gak punya orang tua juga keluarga. Saya cuma punya mereka, jadi saya bawa mereka sebagai saksi.”