Obat

Jungwon melangkahakan kakinya dengan pelan setelah memarkirkan Mercedes-Benznya dihalaman rumah Jay.

Sebelumnya pemuda tersebut telah bertemu dengan satpam yang bertugas untuk menjaga rumah Jay, seperti biasa Pak Adi akan langsung mempersilahkan Jungwon untuk masuk begitu saja, mengingat kondisi rumah yang sedang kosong dan hanya ditempati oleh kekasihnya itu.

Sebenarnya jauh didalam hati Jungwon merasa bingung tentang keadaan keluarga Jay. Karena selama 10 bulan bersama, Jungwon hanya mengetahui sebatas hubungan Jay dan keluarganya yang tidak akur. Dan selama beberapa kali mengunjungi rumah Jay pun, Jungwon belum pernah bertemu dengan kedua orang tua Jay. Rumah selalu dalam keadaan kosong.

Beberapa kali Jungwon ingin bertanya, namun ia selalu mengurungi niatnya tersebut dan memilih menunggu hingga Jay siap untuk menceritakannya sendiri.

‘Knock.. knock..’

Jungwon mengetuk pintu kamar Jay beberapa kali, tanpa menunggu sahutan dari penghuni didalamnya tangan kanan pemuda manis tersebut memutar kenop pintu hingga menampilkan tubuh seorang pemuda yang setengah telanjang.

“JAY!! HIYA!! PAKE BAJUNYA!!!!”

Teriak Jungwon menggema diruangan berukuran sedang dengan dominasi hitam dan putih itu. Jay yang sedang terduduk diatas kasurnya tertawa kecil melihat pria kesayangannya yang berdiri membeku didepan pintu kamar dengan dua tangan yang menutupi wajahnya.

“Kalau pake baju, gimana cara kamu ngobatinnya coba?” Dengan bersusah payah Jay bangun dari duduknya lalu menghampiri Jungwon yang masih membeku didepan pintu.

“Sayang,” Ucap Jay lembut sambil melingkarkan tangannya dipinggang Jungwon, mengabaikan sang kekasih yang masih saja menutup wajahya. “Kangen banget, mau liat wajah kamu.”

“Malu!”

“Kenapa malu? Kapan lagi kamu liat aku shirtless gini, yang?” Jay tertawa kecil sambil mengeratkan pelukannya pada pinggang Jungwon, meskipun ia merasa sakit yang teramat pada bahunya.

“Mesum! Aku bilang papa!”

“Ga mesum sayang, aduh sakit. Ini aku jadi diobatin apa engga?”

Mendengar pertanyaan Jay dengan nada yang sedikit merintih membuat Jungwon perlahan menurunkan tangannya. Jay yang tersenyum lembut dengan beberapa luka yang menempel diwajah tampannya adalah pemandangan pertama yang ditangkap indera pengelihatan Jungwon.

Cup

Satu ciuman mendarat dipipi Jungwon. “I miss you, sweety.” Jay memamerkan deretan gigi rapinya, menatap Jungwon dengan lembut. Rasanya ia tidak ingin melepaskan lingkaran tangannya pada pinggang Jungwon untuk selama-lamanya. Terlalu takut untuk kehilangan Jungwon, lagi.

“Yang shirtless aku, kenapa yang malu kamu, hm?” Satu tangan Jay terangkat lalu mengelus pipi Jungwon yang tampak semerah tomat dengan lembut. Jika Jay ditanya tentang apa kelemahannya, maka pemuda tersebut akan menjawab pipi merah milik Jungwon tanpa ragu.

“Ya … habisnya, kamu … em. Udahlah, sana kamu duduk!” Jungwon mendorong dada Jay dengan pelan, berusaha untuk terbebas dari pelukan kekasihnya. Walaupun hasilnya nihil, karena justru Jay semakin mempererat lingkaran tangannya.

“Habisnya apa, hm? Lanjutin dong.”

“Ih! Kamu mau diobatin apa gak sih? Kalau engga, aku pulang sekarang juga.”

“Hahaha, iya-iya. Kok ngambek sayang? Sini.” Jay melepaskan pelukannya pada pinggang Jungwon dan menarik tangan pemuda manis tersebut, lalu mengambil peralatan dan beberapa obat yang semula ia letakkan diatas nakas.

“Mau aku pangku?” Tanya Jay begitu duduk diatas ranjang dengan Jungwon yang berdiri diantara kakinya.

“Jangan bercanda, kamu jalan aja susah. Apalagi mau pangku aku?”

“Gapapa, sebentar aja. Aku kangen.”

Tanpa sempat menjawab pertanyaan Jay, kini Jungwon telah terduduk diatas pangkuan pemuda tersebut. Dengan tangan Jay yang memeluknya secara posesif. “Aku sambil ganti perban kamu ya?” Tanya Jungwon memperhatikan perban yang menempel pada bahu Jay.

Merasa tidak mendapatkan jawaban, Jungwon mengangkat kepalanya lalu mendapati Jay yang sedang menatapnya tanpa kedip. “Kamu kenapa liatin aku kaya gitu si?”

“Kamu kenapa cantik banget?”

“Jay please.”

“Kita gak putus kan? I don’t want to lose you.

“Engga yaampun, kamu kenapa jadi clingy gini deh?”

Dengan cekatan Jungwon mengganti perban pada bahu Jay lalu mengobati luka-luka yang menempel diwajah kekasihnya. Pada saat mengoleskan salep pada pelipis kanan Jay, Jungwon sengaja memberi sedikit tekanan hingga membuat yang lebih tua meringis kesakitan.

“Aduh, sakit sayang.”

“Nah, sakit kan? Masih mau berantem lagi kamu?” Tanya Jungwon sambil menutup salep milik Jay dengan santai.

“Kalau ada yang gangguin kamu sama Kastara.” Jawab Jay dengan mantap.

“Tuhkan, kamu tuh—” Belum selesai Jungwon menyuarakan kekesalannya, Jay kembali mendaratkan sebuah kecupan singkat didahi pemuda tersebut. Membuat yang lebih muda terdiam karena terkejut dengan perlakuan Jay yang terlalu tiba-tiba.

“Aku sayang kamu, gak mau kehilangan kamu. Jadi aku bakal lakuin apapun buat jaga kamu, aku ga peduli bahkan kalo harus bahayain nyawaku sendiri. Asal kamu selamat dan baik-baik aja. Jadi tolong ya, jangan larang aku untuk ini?”

Jay mengelus kepala Jungwon yang terduduk dipangkuannya, menatap kesayangannya dengan lembut. Kalimat yang baru saja keluar dari mulut Jay bukan sekadar omongan kosong belaka, namun memang begitu adanya. Ia sungguh mencintai Jungwon dan akan melakukan apapun demi laki-laki manis yang sedang terduduk dipangkuannya itu.

“Udah selesaikan obatinnya? Mau tiduran dulu? Kaki aku sakit.” Ucap Jay dengan lembut masih dengan mengelus kepala Jungwon.

“Huum,” Mengangguk pelan, Jungwon berdiri dari duduknya dan membiarkan Jay merebahkan tubuhnya diatas ranjang dahulu. “Kenapa diem? Sini” Perintah Jay yang lebih terdengar seperti permintaan saat melihat Jungwon yang lagi-lagi hanya mematung.

“Aku gak akan macem-macem, sayang.”

Jay menarik tangan Jungwon pelan, mengisyaratkan agar ia segera berbaring disebelahnya. Dan didetik selanjutnya saat sudah berbarinbg, Jungwon dapat merasakan tangan besar Jay telah melingkar dipinggangnya, memeluknya dengan hangat sama seperti biasanya.

“I miss you so much, pretty.” Bisik Jay pada telinga Jungwon, membuat semburat merah tanda malu kembali hadir dipipi Jungwon. Tertawa kecil, Jay mencubit pipi Jungwon dengan gemas. “Udah pacaran lama masih aja malu-malu.”

“Ish diem!”

“Hari ini nginep disini mau? Pengen peluk kamu semalaman.”

“Belum izin papa.”

“Nanti aku yang izinin, udah malem juga. Bahaya.”

Mengangguk kecil, Jungwon meng-iyakan ucapan Jay. Pemuda itupun juga merasakan kantuk yang mulai menyerang matanya. “Yaudah, cepet.”

“Apanya?” Tanya Jay bingung.

“Peluknya.”

“Ini kan sambil peluk, sayang?”

Jungwon memanyunkan bibirnya, merasa kurang puas dengan jawaban Jay. “Kurang erat!”

“Hahaha, astaga,” Jay menggeser tubuhnya, mempersempit ruang diantara mereka lalu memeluk Jungwon lebih erat, sesuai pinta kekasihnya itu.”Udah? * like it hm?*”

“Huum, hangat.” Jungwon menyenderkan kepalanya pada dada bidang Jay sambil jari telunjuknya bergerak membentuk pola lingkaran pada kulit polos milik kekasihnya itu.

“Aku bisa peluk kamu tiap malam.”

“Oh ya? Gimana coba caranya?”

“Pertama tama, kamu harus nikah sama aku dulu.”

Jungwon tertawa pelan lalu memutar matanya, “Nikah terus, lulus SMA aja belum!”

“Habis lulus SMA mau langsung nikah?”

“Sayang!”

Jay membubuhkan kecupan singkat pada pucuk kepala Jungwon, “Bercanda, tapi kalo mau beneran, gas.” Didetik selanjutnya suara ringisan Jay terdengar memenuhi ruangan. “Makanya kalau ngomong jangan ngelantur, sakitkan aku cubit?”

“Ikhlas mah aku dicubit kamu.” Jay mengelus pipi Jungwon dengan lembut, sungguh pipi milik Jungwon adalah favoritenya. “Udah jam 11, mau tidur?”

“Huum, sambil puk puk.”

Tanpa menjawab lagi, tangan kanan Jay lantas berpindah posisi dari pinggang Jungwon menjadi berada diatas kepala Jungwon, mengelus dan memberi tepukan pelan yang nyaman. “Good night and sleep tight, baby. I love you so much”