Senin Pagi

“Janji Siswa ...”

Buagh

Suara benda berat yang terjatuh berhasil mengintrupsi jalannya upacara pada pagi itu. Janji siswa belum sempat terucap, namun konsentrasi seluruh peserta upacara sudah terlanjur buyar.

Ratusan pasang mata menatap pada satu titik. Titik dimana seorang pemuda dengan pakaian pramuka berada pada posisi setengah berjongkok, memamerkan deretan gigi putih ratanya.

“He, he, he. Pagi semua? Silahkan dilanjut upacaranya,” Jay berdiri, membersihkan lututnya. Deretan kata sumpah serapah ia suarakan dalam hati. Sial.

Datang terlambat dengan seragam pramuka memang rencananya. Namun terjatuh dari tembok sekolah dan menjadi pusat perhatian seluruh The Land, tentu diluar dari agendanya.

“Anak ini, bener-bener!” Entah datang darimana namun kini Pak Burhan sudah berada tepat dihadapan Jay, menjewer telinga pemuda tersebut hingga menimbulkan kegaduhan.

“Mana kawananmu yang lain? Kenapa pakai pramuka? Kamu gak tau sekarang hari apa? Kamu tau sekarang sudah jam berapa? Kamu kenapa terlambat?”

“Satu-satu atuh Pak, banyak tanya kaya pembantu baru,”

“Jay!”

“Aduh sakit!!” Teriakan Jay semakin memekakan telinga akibat jeweran Pak Burhan yang mengencang, hingga meninggalkan bekas kemerahan pada telinga kanan pemuda tersebut.

Upacara pada hari Senin yang seharusnya berjalan dengan khidmat itu menjadi berantakan akibat keterlambatan sang ketua Kastara.

“Saya kira kamu sudah tobat, sudah kelas dua belas. Tapi masih saja buat onar,”

“Pak, pacar saya mana ya?” Mengabaikan kekesalan Pak Burhan, Jay justru menjinjitkan kakinya, berusaha mencari si manis yang menjadi alasannya untuk tetap menghadiri upacara bendera meskipun telah terlambat.

Para siswa yang mendengar pertanyaan bodoh dari Jay sontak tertawa. Senin itu adalah kali pertama bagi warga The Land untuk menyaksikan kembali kelakuan ajaib dari pimpinan Kastara setelah menjadi siswa yang 'lurus' untuk beberapa saat.

“Jay Park, kemari kamu,” Kepala Sekolah yang menjadi pembina pada hari itu tersenyum seraya menggerakan tangannya untuk memanggil Jay.

Berjalan pelan dengan penuh percaya diri, Jay menghampiri Kepala Sekolah yang sedang berdiri diatas panggung kecil berbentuk persegi. Pada kasus siswa waras tentu saja hal ini bagaikan sebuah mimpi buruk —datang terlambat, melanggar peraturan, dipanggil untuk menghadap kepala sekolah.

Namun tidak bagi Jay, pemuda tersebut justru terlihat tenang dan santai.

Para peserta upacara menggeleng pelan penuh heran, termasuk juga Jungwon. Laki-laki manis yang sedang berada pada barisan pengibar bendera itu menghembuskan nafasnya pasrah seraya berdoa dalam hati agar kekasihnya tidak melakukan hal yang jauh lebih memalukan.

Jay berhenti tepat dihadapan Kepala Sekolah, membungkukkan badannya seraya mengamit tangan pimpinan sekolah. Memberi salam hormat, “Selamat pagi, Pak. Bapak ganteng banget pagi ini, gagah.” Jay menunjukkan kedua jempolnya seraya tersenyum lebar.

“Pagi, silahkan naik lalu berdiri disamping saya.” Pak Kepsek berdeham lalu menggeser tubuhnya, berbagi tempat dengan si siswa nakal.

Kini Jay berhadapan dengan seluruh peserta upacara. Pemuda itu menyadari bahwa warna segaram yang saat ini ia kenakan sangatlah kontras dengan siswa lain, namun sekali lagi ia tidak perduli. Netra hitam itu menyapu seluruh sudut halaman sekolah, mencari keberadaan sang tercinta. Tidak butuh waktu lama karena didetik selanjutnya mata mereka telah saling memandang.

“Pagi, sayang?” Sapa Jay polos, menggoyangkan tangan kanannya. Ah tidak lupa dengan seulas senyum bodoh yang melekat pada wajah pemuda tersebut.

Jangan tanya bagaimana keadaan Jungwon sekarang. Wajahnya memerah, semerah tomat matang yang sudah siap untuk dipetik. Jungwon sangat menahan dirinya untuk tidak menarik Jay turun dari panggung lalu mengurungnya didalam gudang sekolah untuk selamanya.

“Sapa siapa kamu?” Pak Kepsek mengikuti arah pandangan mata Jay dengan penuh kebingungan.

“Jungwon? Yang Jungwon pacar kamu?”

“Bukan pacar lagi Pak,”

“Lalu?”

Jay menoleh ke arah Kepala Sekolah dengan penuh keseriusan, “Calon suami saya,”

Woooooo

Hahahahaa

Prok prok prok

Kegaduhan kembali terdengar begitu kalimat sederhana 'Calon suami saya' keluar dari mulut Jay. Mungkin hobi dari pimpinan Kastara tersebut adalah; Memamerkan kekasihnya kepada seluruh dunia dan mempermalukan Jungwon dihadapan banyak orang.

“Sudah-sudah, yang lain harap tenang.” Pak Kepsek berbicara pada mic yang berada dihadapannya lalu merangkul pundak Jay agar lebih mendekat padanya. “Sini kamu,”

“Kamu sekarang sudah kelas berapa Jay?”

“Dua belas pak, Dua belas IPS 3.”

“Cita-cita kamu apa? Sudah ada planning untuk kuliah dimana?”

Jay menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jujur saja diberi pertanyaan seperti itu dihadapan orang banyak cukup membuatnya berpikir keras. Enggan mempermalukan diri lebih jauh.

“Cita cita ya? Entah tapi untuk sekarang saya lagi fokus bangun bisnis bareng temen-temen. Oh iya Pak, mampir ke cafe saya! Kastara Cafe, deket dari sini kok. Nanti khusus Bapak saya kasi diskon 50%,” Seperti teringat sesuatu, Jay kembali mengalihkan perhatiannya kearah seluruh peserta upacara yang masih setia pada tempatnya masing-masing.

“Buat temen-temen The Land sekalian juga boleh mampir ke cafe gue dan kawan-kawan gue. Tempatnya deket, 10 menit juga nyampe kalo pake motor. Gue jamin lo semua bakal seneng nokrong disana. Murah, makanannya mantep-mantep. Ada live music juga tiap malem minggu,” Sambung pemuda tersebut dengan semangat.

Shameless promotion

“Hebat, nanti hari minggu saya ajak keluarga saya untuk makan di cafe kamu” Kepala sekolah menepuk pundak Jay dengan cukup tegas seraya tertawa kecil, “Lalu planning kamu selanjutnya apa?”

“Nikah sama Jungwon.”

Lagi-lagi seluruh peserta upacara tertawa, kecuali pria mungil yang berdiri pinggir lapangan menatap kearah Jay dengan tajam. Namun tetap terlihat menggemaskan bagi Jay.

Kepala sekolah hanya menggeleng, bingung harus merespon seperti apa. “Nanti bersihkan seluruh toilet disekolah ini, termasuk toilet guru. Sekarang kembali kebarisan dan jangan buat kegaduhan lagi.”

Jay mengangguk lalu menegakkan tubuhnya dan meletakkan tangannya disebelah pelipis kanan. Memberi simbol hormat. “Siap pak!”

Nafas lega terlolos dari rongga hidung Jungwon. Netra coklat itu memperhatikan gerakan sang kekasih yang turun dari panggung dengan cara melompat lalu melemparkan flying kiss kepada dirinya sebelum benar-benar masuk dan tenggelam pada barisan kelas dua belas. Membuat Jungwon ingin melemparkan baki bendera yang sedang berada dalam jangkauannya.

Benar kata Heeseung, bahwa pagi ini Jay akan menjadi bintang.