Senin siang, Kantin berpindah.

“Kulo nuwun?” Suara grasak grusuk yang berasal dari depan kelas membuat Jungwon mengalihkan atensinya yang semula berpusat kepada ponsel yang berada dalam genggamannya.

Satu persatu gerobak yang tampak tidak asing pada ingatan Jungwon masuk kedalam kelas. Diawali dengan gerobak biru milik Mas Gatot yang bermuatan bakso, disusul dengan gerobak berukuran kecil milik Bik Sul dengan tulisan Ayam Geprek dimukanya, diakhiri dengan gerobak es Mas Tulen yang berwarna merah maroon, serta dua gerobak lainnya yang terpaksa harus berhenti didepan kelas karena tidak cukup ruang.

Jungwon berdiri dari duduknya lalu memperhatikan tiga gerobak yang kini terparkir sejajar didepan kelas. Mas Tulen —tukang es langganan Jungwon, datang mengampiri pemuda yang sedang ketara bingung itu. Bukan hanya Jungwon, namun seluruh penghuni 11 IPA 1 yang memilih untuk menghabiskan waktu istirahat didalam kelas juga sama bertanya-tanya.

“Dik Jungwon, mau pesan apa?” Tanya Mas Tulen mengambil kertas dari dalam saku celana.

Sunoo yang ikut berdiri disamping Jungwon menatap temannya itu dan Mas Tulen secara bergantian, “Won ini semua kerjaan lo?”

“Eh, bukan dik Sunu. Ini saya diperintahin si Jay. Katanya dik Jungwon lagi males ke kantin, kan?”

“Jay? Anjir kelakuan pacar lo emang ajaib banget, Ju.”

“Semua grobak didepan udah dibayar sama Jay. Dik Jungwon dan semua anak IPA 1 boleh makan sepuasnya. Gratis.”

Ruang kelas 11 IPA 1 yang awalnya sunyi tersebut berubah menjadi ricuh begitu Mas Tulen mengucapkan kata gratis. Tak perlu munafik, siapa yang tidak menyukai gratisan pada 2021?

Seorang pemuda dipojokan kelas yang sebelumnya tertidur dengan menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangan itu tiba-tiba terbangun lalu meloncat ke depan kelas dengan semangat. Matanya sipit, rambut coklat mudanya berantakan. Niki ketara baru bangun.

“Mas Tulen, sini! Gue mau belanja!”

Pedagang es itu lantas panik, kelabakan begitu menyadari bahwa sudah banyak siswa IPA 1 yang mengantri disekitar gerobaknya.

“Mas gue mau beli es teh sisri gula batu satu, nutrisari jeruk peras satu, sama marimas leci satu tapi marimasnya masukin sini ya, ke tupperware gue.”

“Banyak amat, Ki.”

“Mumpung gratis, mas. Kapan lagi?”

Sunoo yang masih setia berdiri disamping Jungwon itu memperhatikan Niki sambil menggeleng heran. Memang temannya itu paling jago dalam masalah memanfaatkan keadaan. “Heh, malah bengong lo. Sana makan, tuh lima gerobak kesini gara-gara lo.” Ucap Sunoo seraya menyenggol bahu Jungwon.

Tiing

Suara yang berasal dari ponselnya membuat Jungwon menunduk untuk mengecek benda persegi tersebut. Sebuah notifikasi yang terlihat dilayar berhasil menyita perhatian pemuda itu.

Jay❤️: Inget, makan yang banyak. Jay❤️: Minum juga, tapi jangan banyak-banyak minum es. Jay❤️: Aku lagi di Bi Sam. Nanti pulang bareng, tunggu depan gerbang.

“Dik Jungwon, mau bakso?” Jungwon menoleh ke sumber suara, Mas Gatot sedang menatap kearahnya sambil mengelap mangkok.

“Gak pake bawang ya, Mas.”

Tiing

Ponsel Jungwon kembali berbunyi.

Jay❤️: Kelupaan sesuatu, Jay❤️: I love you. Jay❤️: Selamat makan, love.

Senin itu lagi-lagi menjadi penanda sekaligus pengingat bagi Jungwon. Bahwa Jay, kekasihnya, akan selalu bersedia melakukan apapun untuknya. Jay dan seribu satu buah akal uniknya selalu berhasil menambah warna baru pada canvas hidup Jungwon.