Slap and Kick Jungwon.

Jungwon menarik nafasnya dengan keras. Saat ini ia sedang menjalani kewajibannya sebagai ketua osis; mengawasi razia rutin harian. Matanya tertuju pada satu arah, menatapnya tanpa kedip dengan emosi yang perlahan-lahan mulai naik menguasai ubun-ubunya. Disana, Adit sedang berdiri dibarisan terdepan, membalas tatapannya tanpa getar dengan senyum miring yang terlukis diwajahnnya yang penuh dengan luka.

“Won, Lo balik aja ke kelas, gue bisa kok nge-handle razia rutin hari ini.” Sunoo yang menyadari perubahan aura pada temannya itu mendekat lalu mengelus pundak Jungwon. Gosip tentang keluarga Jay, termasuk hubungan saudara tiri-yang tidak akur-diantara Jay dan Adit telah menyebar keseluruh penjuru sekolah. Maka mudah saja bagi Sunoo untuk membaca situasi yang cukup menegangkan antara Jungwon dan Adit.

Jungwon mengabaikan kalimat Sunoo, pemuda tersebut membenarkan letak dasinya lalu melangkahkan kakinya, menghampiri barisan Bebal. Hari itu Kastara absen dari razia rutin. Jay berangkat pukul 06.50, sesuai dengan intruksi Jungwon; Jemputnya jangan sampe telat!. Sedangkan Kastara yang lain berangkat 10 menit kemudian setelah Jay mengeluarkan motornya dari garasi rumah Heeseung, tepat pada pukul tujuh pagi.

“Hai manis, mana pacar lo yang anak pelacur itu?” Sapa Jackson begitu Jungwon berdiri tepat dihadapannya. Kalimat kotor yang terlontar dari mulut Jackson disambut dengan tawa renyah dari anggota Bebal, sedangkan para siswa lainnya yang juga terjaring dalam razia rutin memilih untuk diam dan hanya menjadi penonton. Enggan terlibat masalah.

PLAK!

Suara tamparan yang terdengar nyaring meredam suara tawa anggota Bebal. Ketua mereka baru saja mendapatkan sebuah tamparan yang tak terduga. Jackson meraba pipinya yang memerah, terasa panas dan perih. “Ha, udah berani ya lo?” Satu langkah kaki Jackson mendekati Jungwon, mencoba untuk mengintimidasi pemuda kecil itu.

“Jack, udah Jack. Masa lo tega nyakitin cowok manis kaya dia?” Adit menarik tangan Jackson, menahan sang ketua yang sangat mudah tersulut emosinya itu. “Gimana pun juga, dia pacar saudara tiri gue. Calon ipar gue.”

Kini perhatian Jungwon teralihkan, menjadi milik Adit seutuhnya. Melihat ekspresi wajah Adit yang tanpa penyesalan membuat Jungwon ingin mematahkan leher laki-laki tersebut dengan jurus taekwondonya saat itu juga. Sial, bagaimana bisa ia terlihat begitu santai dan tidak merasa bersalah disaat kekasihnya bertahun-tahun memendam luka sendiri? Pikir Jungwon saat itu.

“Jungwon, lo cakep, pinter, anak orang kaya, masa depan lo cerah. Kenapa lo masih mau sama anak haram modelan kaya Jay? I mean, you deserve someone be-

BUGH!

Kaki Jungwon terangkat, menendang perut Adit dengan keras hingga membuat laki-laki tersebut hampir jatuh terhuyung kebelakang. Beruntung beberapa temannya dengan sigap menahan tubuh jakung tersebut hingga tidak jatuh mengenai tanah.

“Sakit?” Tanya Jungwon mendekat. Sungguh pemuda manis itu tampak sangat berbeda saat ini. Bagai kucing yang berubah wujud menjadi harimau jantan. “Tapi itu gak ada apa-apanya dibanding dengan apa yang udah lo perbuat ke Jay. It was nothing. May karma slap you and your family in the face before I do.

Adit hanya terdiam, menahan sakit pada perutnya. Serangan yang diberikan oleh Jungwon terlalu tiba-tiba. Bodohnya ia lupa bahwa laki-laki yang tampak mungil itu menguasai ilmu taekwondo dan sempat menyumbang emas untuk sekolah.

“Ju, udah.” Sunoo berlari dari tempatnya yang tidak terlalu jauh dari Jungwon, lalu menarik tubuh temannya itu agar segera pergi dari lapangan tengah sebelum menciptakan keributan yang lebih besar.

Sunoo dapat merasakan bahu yang sedang ia rangkul tersebut bergetar, lalu mulai terdengar isakan-isakan kecil dari Jungwon. Ia sedang menangis. “Won, udah gapapa.” Usap Sunoo pada bahu Jungwon, mencoba menenangkan temannya itu. Beruntung koridor sekolah sedang sepi maka tidak banyak orang yang melihat air mata dari sang Ketua Osis tersebut.

“Jay … kasian Kak Jay,” Suara Jungwon mengecil. Cerita Jay kemarin malam kembali memenuhi pikirannya. Jungwon sungguh tidak menyangka bahwa kekasihnya yang selama ini selalu bersikap manis ternyata menyimpan luka yang begitu dalam. Dan bodohnya terkadang Jungwon masih bersikap egois. Mendengar orang-orang merendahkan Jay dan Bundanya tanpa mengetahui alasan yang sebenarnya membuat Jungwon merasakan emosi dan sakit pada saat bersamaan.

“Tapi bundaku gak seperti apa yang orang-orang pikirin.”

Saat ini Jungwon hanya ingin menghambur dalam pelukan Jay lalu berbisik tepat pada telinga kekasihnya tersebut; bahwa didunia yang kejamnya ini, mereka akan selalu berjalan berdampingan. Terekat bagai sepasang sepatu yang akan kehilangan arti jika salah satunya pergi.