pandaloura

“Yuk kita mulai aja makan malemnya, Abang tolong di pimpin doa ya..” Pinta New kepada anak sulungnya begitu sampai di meja makan. Ketiga anak Vihokratana pun menoleh menatap heran kepada sang Papah. “Ayah mana? Kok gak makan sama-sama?” Tanya si Bungsu.

New pun mengambil posisi duduk di kursinya “Ayah ada kerjaan, kita makan duluan aja ya?” Nanon pun mengangguk lemah, sebenarnya ia ingin sekali protes akan tetapi ia tersadar masalah yang terjadi pada dirinya lah yang membuat pekerjaan Ayahnya menjadi terganggu.

“Kan masih ada Papah, Abang sama gue.” Ucap Frank sebari menyenggol tangan Adiknya yang duduk di sampingnya, Nanon pun menangguk lalu tersenyum kepada Kakaknya.

— Ruang Kerja Vihokratana

tok tok New mencoba mengetuk pintu ruangan tersebut sebari membawa nampan berisi secangkir kopi untuk suaminya. “Mas aku masuk ya?” Masih tak terdengar jawaban dari dalam ruangan tersebut, mau tak mau New pun membuka pintu tersebut lalu berjalan masuk mendekati suaminya yang masih focus menatap layar iPadnya dengan serius.

“Diminum dulu mas kopinya..” Ucap New sebari menyimpan cangkir kopi tersebut di hadapan suaminya yang masih tak memberikan respon apapun. “Makan malemnya mau aku anterin kesini? Atau nanti mau makan di meja makan aja? Nanti biar aku angetin.” Tay masih saja fokus menatap layar pipih yang berada di hadapannya. “Mas…” New mencoba kembali berbicara dengan sang suami.

Tay pun menarik nafasnya kasar lalu mematikan iPadnya kemudian menatap tajam New “aku masih gak habis fikir kok bisa kamu izinin Adek naik busway? Kerjaan kamu tuh cuman fokus sama anak-anak! Tapi masih aja kelolosan anak-anak sampai kena masalah gini? Ini untung cuman uang loh New yang hilang, kalau Adeknya kenapa-napa gimana? Kamu mau tanggung jawab?”

“Iya mas, aku minta maaf. Aku lalai.” Jawab New lemah, New bukannya tak ingin membela diri mengatakan bahwa dirinya tak tahu menahu tentang perkara anak bungsunya naik busway namun untuk saat ini memang yang paling terbaik adalah diam dan meminta maaf.

Tay sangat sensitif mengenai keselamatan anak-anaknya dan New paham akan hal itu. Apabila ia ikut emosi itu hanya akan berdampak buruk akan hubungannya dan juga suaminya.

“Percuma kamu minta maaf, orang udah terjadi! Saya gak mau ya, sampai hal seperti ini terulang lagi. Kalau sampai terulang lagi, kamu orang pertama yang akan saya salahin.” Lalu berdiri dari duduknya meninggalkan New bersama kopi hangat yang kini sudah dingin karena tak tersentuh oleh pemiliknya.

@Pandaloura

Sore ini suasana kediaman Vihokratana terpantau tenang, New sebagai tuan rumah tengah menyesap teh hangatnya dengan damai sebari menatap tanaman miliknya. “Tuan New.. Anak-anak sudah pulang.” Suara Bi Ida menginterupsi New “loh tiga-tiganya bi?” Bi Ida mengangguk “iya tuan, baru pada masuk garasi.” New mengangguk “tumben banget barengan, yauda makasih ya Bi.. Biar saya samperin. Ini saya titip teh nya tolong di beresin ya Bi.” Ucapnya lalu bergegas menuju ruang depan untuk menyambut ketiga anaknya.

Sesampainya di ruang tamu New pun tersenyum hangat saat ketiga nya berjalan bersamaan “duh ganteng-gantengnya papah tumben pulangnya barengan?” New langsung mengerutkan dahinya saat melihat anak bungsunya yang terlihat sangat lesu “Adek kenapa sayang? Sakit? Ini ada apa?” New menatap secara bergantian ke Pluem dan juga Frank meminta penjelasan.

“Gak ada apa-apa, tapi mending kita duduk dulu ya.. Biar abang jelasin.” New menuruti permintaan anak sulungnya sebari menampilkan ekspresi khawatir “ini ada apa bang? Adek kenapa?”

“Iya jadi tadi abang sama kakak di hubungin adek, adek tadi nyobain naik busway.. Terus.. Malah kecopetan sama di hipnotis..” Jelas Pluem perlahan, New langsung menarik nafasnya kasar. Frank dengan sigap langsung mengelus bahu New mencoba menangkan papahnya. “Tapi,adeknya gapapa kok. Cuman uang sama dompetnya gak ada.” Ucap Frank.

New kemudian menatap wajah anak bungsunya yang masih tertunduk di hadapannya “tapi adek gapapa nak? Adek.. Coba liat papah..” Nanon kemudian mengangkat wajahnya lalu menatap papahnya dengan sendu “gapapa, papah maafin adek.. Jangan di marahin..” New tersenyum lalu menggelengkan kepalanya ia pun kemudian berdiri lalu mendekati Nanon “pasti kaget ya nak? Sini papah peluk..” Ucap New sebari meraih tubuh anak bungsunya masuk ke dalam pelukannya “yang penting adeknya gapapa.. Jangan naik umum gitu lagi ya nak.. Papah gamau adek kenapa-napa.” Nanon mengangguk sebari mengeratkan pelukannya “iya.. Maafin adek..”

“Udah jangan nangis, gapapa..” New pun melepas pelukanya lalu kembali menatap ketiga anaknya secara bergantian “makasih ya abang sama kakak langsung samperin adeknya.. Harus saling jaga seperti ini ya?” Ketiga nya mengangguk. “Ayah udah tau?” Pluem menggeleng “belum pah.. Nanti biar abang yang jelasin.”

“Jangan, udah nanti aja papah yang jelasin.” Lalu kembali menatap anak bungsunya “gak ada yang sakit kan nak?” Nanon menggeleng “gak ada..” New tersenyum lalu mengecup pucuk anak bungsunya “yauda, sekarang adek istirahat ya nak.. Kakak tolong anterin adeknya naik ke kamar ya?” Frank mengangguk lalu mulai mengajak adiknya naik ke lantai dua.

Setelah peninggalan kedua anaknya, New menatap anak sulungnya “coba ceritain detailnya sama papah.” Pluem mengangguk lalu mulai menceritakan secara detail kepada sang papah New pun hanya bisa menggelengkan kepalanya sebari terus mengusap dadanya.

“Yauda, nanti yang cerita ke ayah biar papah aja ya bang.. Bisa-bisa dia marah besar ini, jadi biar papah aja yang jelasin.” Pluem mengangguk, New kemudian tersenyum lalu mengelus pucuk kepala anak sulungnya “makasih ya nak.. Udah jagain adik-adiknya, nenangin adik-adiknya..”

Pluem tersenyum “sama-sama, itukan emang tugas abang..”

“Yauda, sana naik.. Istirahat.. Papah mau ngabarin ayah kamu dulu.”

“Pluem naik ya...” Pamit Pluem kemudian berjalan meninggalkan New yang kini mulai mengambil ponselnya lalu mengetik pesan untuk suaminya.

@pandaloura

Setelah membaca pesan dari adiknya, Frank pun langsung berdiri dari duduknya lalu dengan cekatan meraih tas punggungnya. “Frank mau kemana anjir? Serem amat muka lo.” Ucap Frist yang terkejut saat Frank mengambil tasnya dengan kasar. “Gue urusin adek gue dulu ya, adek gue di copet kayaknya.” Beberapa lelaki yang berada di kamar tersebut pun langsung memusatkan kepalanya ke arah Frank “di copet dimana anjir? Nanon?” Frank mengangguk sebari memakai sepatunya “di halte harmoni katanya, dah ya gue jalan dulu.” Ucap Frank sebari langsung lari melesat meninggalkan kamar kost milik temannya tersebut lalu mulai menjalankan motornya dengan cepat menuju adiknya.

Sedangkan Nanon yang masih trauma hanya bisa terduduk lemas di kursi samping mesin minuman otomatis di temani oleh salah satu pegawai halte “adek gak biasa naik busway ya?” Nanon menggangguk lemah. “Yaudah, di minum lagi aernya ya? Udah ngabarin keluarga adek?” Nanon kembali menganggukan kepalanya “udah, nanti abang sama kakak saya kesini jemput.” Pegawai lelaki tersebut lalu mengangguk “yauda, saya temenin kamu dulu sampai kakak atau abang kamu sampe ya?” “Makasih ya mas..” Ucap Nanon lemah. “Sama-sama, saya jadi keingetan adek saya soalnya.” Jawab pegawai tersebut sebari duduk menemani Nanon.

Tak berselang lama Nanon menoleh dan ia bisa melihat Frank tengah berlari ke arahnya, Nanon pun bangkit dari duduknya lalu tanpa sadar mulai menitikan air matanya “Kakak.....” Ucapnya sebari menangis.

Frank langsung beringsut memeluk adiknya, mencoba menenangkan adiknya dengan mengelus lembut punggung Nanon yang sedikit bergetar “udah tenang, tenang.. Kakak disini..” Setelah Frank merasa tangisan adiknya sudah sedikit mereda ia pun mulai melepas pelukannya lalu mulai memindai sekujur tubuh adiknya “ada yang luka gak?” Nanon menggeleng lemah. “Lagian kenapa sih mesti naik busway? Dimana pun lu, gue jemput! Malah naik-naik begini! Bahaya kan! Siapa temen lo yang ninggalin lo? Kurang ajar, udah tau lo gak biasa malah main tinggal!” Oceh Frank kepada adiknya, pegawai lelaki yang berdiri di samping Nanon pun mulai berkata “tenang ya kak.. Adiknya masih kaget, kalau kakaknya marahin tambah stress nantinya.”

Frank menoleh lalu menatap tajam “lo pegawai disini kan? Gimana sih bisa sampe ada kecopetan gini? Untung adek gue gak kenapa-napa, gimana kalau adek gue di apa-apain? Manajemennya gimana sih?” Nanon hanya bisa menunduk pasrah, ia sudah hapal bagaimana tabiat emosi kakaknya. “Kak udah..Gue gapapa..” Ucap Nanon lemah sebari menarik ujung baju kakaknya. “Sekarang gapapa, coba kalau sampe lu kenapa-napa? Gue tuntut ni manajemennya!”

“Frank tenang...” Saat mendengar suara tersebut Nanon langsung bernafas lega “abang...” Lirihnya. Pluem tersenyum lalu mengelus pucuk kepala Nanon “adek gak ada yang luka kan?” Nanon menggeleng “gak ada bang.” Lalu Pluem mengelus bahu Frank “tenang.. Lu temenin adek, biar gue yang ngobrol sama mas nya.”

“Tapi bang..” Frank mencoba menginterupsi namun Pluem langsung menggelengkan kepalanya “sekarang Frank.” Frank memutar bola matanya malas lalu beralih mendekati adiknya.

“Maafkan ucapan adik saya ya pak, perkenalkan saya Purim.” Pluem mencoba berbicara dengan pegawai halte tersebut. “Iya mas, saya Jaya. Sebelumnya saya turut menyesal dengan apa yang terjadi dengan adiknya mas Purim.. Tapi tadi saya coba cek gak ada yang luka kok, ini sepertinya modus hipnotis gitu mas.” Pluem menganggukan kepalanya “iya mas Jaya terimakasih, ini saya bisa cek cctv kah? Bukan masalah uangnya ya mas, saya mau cari pelakunya biar hal-hal seperti ini gak terulang kembali dan merugikan orang lain.” Pegawai bernama Jaya tersebut mengangguk “saya mengerti mas, tapi untuk kejadiannya pencopetannya sepertinya terjadi di dalam busway lalu pelaku sepertinya sudah tau area yang tertutup cctv maka saat adiknya mas di hipnotis dan saat menguras uang di rekeningnya terjadi itu gak terjangkau cctv. Tadi juga saya coba cek mutasi di rekening adiknya mas Purim tapi gak ada saya kurang paham bagaimana cara perpindahan uang via rekeningnya tapi sepertinya di kirimkan melalui virtual account yang akan sulit di lacak.” Jelas mas Jaya kepada Pluem.

Pluem menautkan kedua tanganya sebari mengangguk saat mendengarkan penjelasan pegawai tersebut “okedeh mas kalau gitu, saya mengucapkan banyak-banyak terimakasih ya sudah jagain adik saya. Makasih sekali, saya juga minta maaf kalau ucapan adik saya yang satunya menyinggung memang agak keras dia kalau ada apa-apa sama adiknya.” Ujar Pleum, mas Jaya pun hanya mengangguk lalu tersenyum “sama-sama mas Purim, saya jadi keingetan adik saya soalnya makanya dari tadi saya temenin. Tenang aja mas Purim paham saya, namanya saudara ya kalau adiknya di apa-apain ya pasti marah, tapi syukur ya adiknya mas Purim baik-baik aja cuman agak shock kayaknya.”

“Iya mas, sekali lagi makasih ya mas.. Saya harus balas apa nih ehehe.” Mas Jaya dengan cepat menggelengkan kepalanya “jangan di balas apa-apa, saya cuman membantu itu aja kok gak lebih. Kalau gitu saya izin balik kerja lagi ya mas Purim..” Pamit mas Jaya. “Ohiya mas, sekali lagi makasih..” Pluem kembali mengucap terimakasih. Mas Jaya tersenyum lalu ia sempat menghampiri Nanon “lain kali lebih hati-hati ya dik..” Ucapnya, Nanon mengangguk “iya, makasih ya kak tadi udah nemenin.” Mas Jaya pun tersenyum lalu meninggalkan tiga lelaki bersaudara tersebut.

Setelah peninggalan Mas Jaya, Pluem pun menghampiri kedua adiknya “gak ada lagi naik busway ya dek?” Nanon mengangguk lemah “iya maaf..” Pluem beralih menatap Frank “kalau ngadepin sesuatu itu mesti tenang.. Sabar..” Frank ikut mengangguk “iya, sorry.”

“Yaudah sekarang kita pulang, Kakak bawa motor?” Frank berdiri lalu mengangguk “iya..”

“Yauda adek sama abang berarti..” Pluem menatap Nanon yang masih terlihat gelisah “adek kenapa lagi? Ada yang sakit?” Nanon menggeleng “takut di marahin Papah..” Pluem memeluk bahu adik bungsunya “nanti biar abang yang jelasin.. Udah, yang penting kamunya gapapa. Yuk pulang.” Ajak Pluem.

Lalu ketiganya pun berjalan meninggalkan halte tersebut.

@pandaloura

Pagi ini New bangun sedikit lebih pagi karena menyiapkan beberapa menu sarapan untuk keluarganya. Seperti yang telah suaminya katakan tadi malam bahwa anak bungsunya rindu dengan nasi goreng kunyit buatannya. Anak bungsunya yang sudah dua hari ini New hindari, karena keduanya terlibat sedikit pertengkaran beberapa hari lalu. New yang kecewa dan merasa ucapan dan tindakan Nanon yang sudah berlebihan memilih menghindat begitupun dengan Nanon yang ego nya sangat tinggi ikut memilih menjauh dan menghindari Papahnya.

  • Meja Makan Vihokratana's 06.26 AM

“Udah turun semua ya?” Tay yang baru saja duduk di kursinya menatap anggota keluarganya satu persatu. “Udah yah..” Jawab si sulung yang duduk tepat di samping Tay.

“Yauda Ayah, pimpin doa ya..” Anggota keluarga lainnya mengangguk tanda setuju, setelah Tay selesai memimpin doa seluruh keluarga tersebut pun memulai aktivitas sarapannya.

New yang sudah terbiasa mulai menempatkan beberapa makanan di piring-piring milik suami dan juga anak-anaknya “nih buat Ayah..” Ucapnya sebari memberikan piring kehadapan Tay, “nah ini telor ceplok buat Abang.. Kalau Kakak telor dadar yaaa.” Tangan New dengan cekatan memberikan pesanan kedua anaknya.

“Makasih Pap..” Ucap Frank sebari menerima piring dari papahnya, ia sempat melirik adiknya yang terduduk di sampingnya yang kini tengah menunduk sedih karena Papahnya masih tak mau berbicara dengannya. Frank yang sadar seolah memberikan 'kode' untuk Papahnya agar melakukan hal yang sama untuk adiknya, New yang mengerti mengangguk lalu mulai mengisi satu piring kosong dengan nasi goreng dan dua telur mata sapi kesukaan anak bungsunya “di makan..” Ucapnya lembut. Nanon yang sedari tadi menunduk kemudian mengangkat kepalanya lalu mengangguk “makasih Papah.. Maafin adek..” Belum selesai Nanon bicara New langsung membalas ucapan anak bungsunya “sarapan dulu.. Gak baik ngobrol saat makan.” Nanon mengangguk lemah lalu mulai menyantap makanan di depannya.

Frank kemudian mengelus bahu adiknya lalu berbisik “makan dulu, abis makan baru ajak ngobrol papahnya.” Nanon mengangguk “makasih Kak..”

Setelah menyelesaikan sarapannya, beberapa anggota keluarga Vihokratana pun mulai menjalankan aktivitas hariannya, seperti Tay yang langsung pergi menuju kantornya, Pluem dan Frank yang menuju kampusnya. Menyisakan Nanon dan juga New yang masih berada di rumah tersebut.

Nanon berjalan mundar-mandir di dalam kamarnya sebari ia menggigit kuku-kuku jarinya “minta maafnya gimana ya? Duh, Papahnya masih di dapur gak yaa.” Monolognya. Tak berselang lama Nanon bisa mendengar suara pintu yang terbuka dari lantai bawah. Dengan perlahan iapun mulai keluar dari kamarnya dan ia dapat melihat Papahnya baru saja memasuki kamar miliknya. Nanon pun bergegas turun dan mulai berjalan mendekati kamar milik orang tuanya.

“Yuk bisa yuk Nanon yukk...” Monolognya tepat di depan kamar milik orang tuanya, ia sempat menarik nafasnya panjang sebelum akhirnya mengetuk pintu tersebut “Pahhhhhh...”

“Papah.. Ini Adek.. Adek masuk yaaaaa...” Ucapnya lagi lalu kemudian ia mulai memutar engsel pintu kamar tersebut dan mendorong perlahan. “Pah...” Ucapnya begitu ia memasuki kamar Papahnya, ia dapat melihat Papahnya tengah terduduk di kasur dan matanya tengah fokus menatap ponsel miliknya.

Nanon yang tak mendapatkan respon dari Papahnya hanya bisa berdiam diri di tempatnya sebari menundukkan kepalanya kemudian ia mulai memainkan jari-jari tangannya “maafin adek.. Adek salah..” Ucapnya dengan sedih. New masih saja fokus menatap ponselnya dan sepertinya tak berniat membalas ucapan anak bungsunya “Adek nyebelin banget, udah bicara gak sopan sama Papah.. Sama Frank eh maksudnya Kakak..” Nanon mulai mengangkat wajahnya mencoba membaca ekspresi Papahnya namun Papahnya masih saja acuh tak acuh kepada dirinya. Nanon kemudian kembali menunduk “Maafin Adek.. Adek janji gak akan kaya gitu lagi, janji bakal tanggung jawab kalau pinjem barang orang. Terus janji gak akan nyebelin lagi kalau ngejawab Papah.. Adek juga udah minta maaf sama Kakak.. Pahhh.. Papahh ihhh..” New masih terdiam.

“Adek sayang sama Papah.. Hiks.. Gak suka kalau di cuekin Papah..Hiks..” Nanon mencoba menghapus air matanya yang kini sudah turun membasahi wajahnya “Maa..aa..Hiks fin Adek..” New yang mendengar tangisan anaknya pun mulai luluh, ia kemudian melepaskan pandangannya dari ponselnya lalu menatap anak bungsunya yang tengah berusaha menghapus air matanya sebari berdiri di dekat pintu kamar miliknya.

“Sini..” Ucap New lembut sebari menepuk spot kosong yang berada di sampingnya, Nanon yang mendengar suara Papahnya langsung mengangkat wajahnya lalu dengan cepat berjalan mendekati Papahnya. “Udah ceupp jangan nangis..” New mencoba menenangkan anak bungsunya, bukanya berhenti tangis Nanon malah semakin besar “Jangan jutekin hiks.. Adek.. Gak mau.. Gak sukaaa.. Hikss..” New kemudian menarik tubuh bongsor anak bungsunya masuk kedalam pelukannya “udah ceupp.. Udah.. Iya udah, Papah gak jutekin Adek lagi engga..” Ucap New sebari mengelus punggung Nanon.

Nanon mengeratkan pelukannya “maaaffiin..hiks..Adek...” New mengangguk “iya, iya.. Papah udah maafin, udah ceupp Adeknya udah.. Malu udah dua puluh tahun, udah yaaah.. Maafin Papah juga ya jutekin Adek, maaafin ya?” Nanon mengangguk dengan cepat lalu kembali mengeratkan pelukannya “Iya, tapi Papah hiks.. Jangan jutekin Adek..Adek janji gakan nyebelin lagi, janji.. hiks..”

“Iya iya..” New pun mencoba melepaskan pelukan keduanya lalu mulai menghapus air mata anak bungsunya yang memenuhi wajahnya “udah-udah.. Udah nangisnya.. Ceup ya menakkkk.. Jinggoooo.” Nanon masih mencoba menetralkan nafasnya yang tersenggal karena tangisannya “iya udah ya jangan nangis lagi ya? Jangan di ulangi juga sifat jelek kayak kemarin nya ya? Adek tau kan kalau punya sifat seperti itu gak baik? Sifat yang suka melempar kesalahan ke orang lain, maunya menang sendiri. Itu gak baik, masa anak Papah gitu..” Nanon yang sudah sedikit tenang menganggukkan kepalanya cepat “iya maaf.. Gak akan kaya gitu lagi..”

New kemudian tersenyum lalu kembali mengelus wajah anak bungsunya “Adek kan udah besar, harus udah bisa memilah milih mana ucapan yang baik dan tidak baik yang harus di sampaikan ke orang tua. Ngerti kan?” Nanon kembali menganggukan kepalanya “maafin..” New mengelus pucuk kepala bungsunya “iya udah Papah maafin, jangan di ulangi ya bageur.. Papah sayang sama Adek, Kakak dan Abang. Gak ada yang paling special, semuanya sama. Kalau ada yang salah pasti Papah tegur, ngerti?” Nanon kini menunduk “iyaa..”

“Yauda maafin Papah juga ya? Maafin kemarin-kemarin jutekin Adek.. Bikin Adek sedih, maafin yaa nak?” Nanon mengangguk lalu kembali memeluk tubuh Papahnya dengan erat. “Pokoknya Adek sayang banget sama Papah.. Papah itu adalah orang yang paling Adek sayang, no satu di hati Adek.. Gak ada yang lain.” New tersenyum hangat sebelum akhirnya berkomentar “katanya yang no satu di hati Adek Ayah? Katanya Ayah yang paling no satu..” Nanon dengan cepat melepas pelukannya lalu menggelengkan kepalanya cepat “gak.. Papah yang no satu, beneran.. Papah kata siapa coba Ayah yang no satu?” New berpura-pura berfikir “Ayah sih yang cerita, katanya yang paling no satu tuh Ayah..” Nanon mengigit bibirnya “tapi Papah juga no satu kok..” New terkekeh “iya-iya, percaya percaya.”

Nanon mengangkat kedua jarinya menunjukan lambang “peace”. “Sekarang Papah yang no satu, beneran. Suer..” New kembali terkekeh lalu kembali mengelus pucuk kepala anak bungsunya “iya.. Iyaa.. Udah sana siap-siap kuliah. Adek ada jadwal kan siang ini?” Nanon kembali memeluk tubuh Papahnya “sehari ini mau bolos, mau sama Papah.. Adek kangen..” New membalas pelukan anak bungsunya “loh kok bolos? Emang jatah absennya masih full?” Nanon mengangguk mantap “masih full, jadi seharian ini Adek mau sama Papah yaaa? Pleaseeee....” Pinta Nanon dengan mengeluarkan senjata puppy eyes nya, New hanya bisa tertawa lalu mengangguk “yaudah, sehari ini aja ya bolosnya? Nanti gak ada lagi ya?” Nanon langsung mengangkat kedua tangannya gembira “yeay!! Seharian ini sama Papah.” Lalu kembali memeluk tubuh Papahnya.

@pandaloura

“Adek jemput aja deh bang Ayahnya.” Ucap Nanon sebari memberikan gelas eskrimnya kepada Abang lalu ia pun berdiri dari duduknya, sebelum ia melangkahkan kakinya ia sempat berbalik dan memberikan pesan “Bang, kalo ada Kakak jangan sampe di abisin ya yang rasa mint nya.” Pluem tersenyum lalu mengangguk “iya Adek.. Yang mint kan masih ada satu lagi di kulkas.” Nanon lalu menggelengkan kepalanya “Frankie tuh suka males ngambil, ini kan Adek yang ngambil.” Pluem kembali terkekeh “iya-iya, kalau Kakak gamau ngambil nanti biar Abang yang ambil. Udah sana, katanya mau jemput Ayah.”

“Eh iya hehehehehe,yauda Adek jemput dulu yaaa.. Awas ya bang jangan di abisin.” Lalu tubuhnya benar-benar melangkah meninggalkan Pluem di ruang keluarga menuju ruangan kerja milik Ayahnya.

Begitu sampai di depan ruangan sang Ayah, Nanon pun mulai mengetuk ruangan tersebut dengan perlahan sampai Ayahnya memberikan intruksi untuk masuk.

“Ayaaaaaah...” Tay yang tengah fokus menatap layar i-Pad pun menoleh menatap anak bungsunya “ya dek?” Nanon pun berjalan mendekati ayahnya tersebut “kerja nya udahan dong, yuk ke depan. Adek sama Abang tadi beli eskrim banyaaaaaak banget tauuuuuu.” Tay tersenyum ramah “iya duluan aja, nanti selesai kerja Ayah nyusul.” Nanon dengan cepat menggelengkan kepalanya “aku mau nungguin Ayah aja.” Tay menghela nafasnya “duluan aja, Ayah ngecek ini dulu sebentar.” Nanon kemudian mempoutkan bibirnya beberapa centi kedepan “Ayah berarti sekarang lebih sayang sama kerjaan ya daripada sama Adek?”

Tay langsung mematikan i-Pad miliknya “gak gitu Adek sayang..” Nanon masih menunduk sendu “padahal ya.. Ayah tau gak? Tapi Ayah janji jangan bilang-bilang.” Tay bangkit dari duduknya lalu mendekati anak bungsunya yang masih berdiri sebari menunduk “kenapa sayang?” Nanon mengangkat wajahnya “padahal Adek sayaaaaaang banget sama Ayah, Ayah tuh beneran no satu di hati adek tau. Beneran no satu. Tapi Sssst yaaa.. Nanti kalau Papah denger Papah sedih, tapi Adek juga sayang banget sama Papah tapi sayang ke Ayah tuh lebih sedikit..” Ucap Nanon sebari menujukan jarinya saat menjelaskan sedikit.” Tay tak dapat menahan senyumannya lalu dengan cepat memeluk anak bungsunya “iya sayang Adek juga.”

“Kalau Adek no berapa di hati Ayah?” Ujar Nanon sebari membalas pelukan Ayahnya. Tay terdiam sebentar tangannya ia sematkan di dagunya pura-pura berfikir “ke berapa ya hmmm......” Nanon dengan cepat melepas pelukannya lalu menatap penuh harap mendengar jawaban Ayahnya “no satu.. Dua.. Tiga.. Hmm.. Empat?” Nanon langsung mempoutkan bibirnya “kok gitu?!” Tay kini tak kuasa menahan tawanya lalu kembali memeluk tubuh bongsor anaknya “pokoknya Adek, Kakak, Abang itu gada urutannya di hati Ayah.. Sama rata sayangnya.”

Nanon kembali membalas pelukan Ayahnya “kalau Papah no satu ya?” Tay mengangguk lalu kembali terkekeh “nah kalau Papah no satu, temen hidupnya Ayah. Gak ada yang lain pokoknya.” Nanon hanya bisa pasrah mendengar jawaban sang Ayah, tak apalah fikirnya. “Yauda kalau Papah sih gapapa. Tapi kalau Abang sama Kakak kedudukannya sama kan sama Adek?” Tay mengecup pucuk kepala anak bungsunya “samaaaa kok samaa.. Ayah sayang semuaaaa.. Abang, Kakak,Adek pokonya memenuhi hati Ayah.”

“Eh.. Eh.. Kirain lagi ngapain kok lama banget gak dateng-dateng kok malah peluk-peluk suami aku sih kamuuuu..” Terlihat New yang kini tengah bercak pinggang di pintu masuk ruangan tersebut sebari menggeleng-gelengkan kepalanya. “Dihhh apasih pake suami-suami gitu, ini kan Ayah aku...” Ucap Nanon tak mau kalah sebari semakin mengeratkan pelukannya.

“Oh jadi Adek nyuri start nih meluk-meluk Ayahnya.” Ucap Pluem yang kini baru saja tiba menyusul bersama Frank. “Yauda sini Pah, kita pelukannya bertiga aja.” Pluem pun menarik Papah dan juga adiknya Frank masuk ke dalam pelukannya. “Isssshhhhh mau ikutaaan.” Nanon dengan cepat melepas pelukannya bersama sang Ayah lalu hendak berlari cepat mendekati Papah dan juga kedua saudaranya namun ia langsung tersadar lalu dengan cepat ia menarik lengan Ayahnya untuk ikut mendekat “Ayah ayok ikutan..Kita pelukan sama-sama.”

Lalu kelimanya pun akhirnya saling memeluk dan terkekeh. “Udah kaya telletubies aja.” Komentar Frank dingin. “Diem deh, lagi suasana so sweet ini Frank..” Dumal Nanon yang kini semakin mempererat pelukannya. Mendengar komentar Nanon yang lainnya pun tak kuasa menahan tawanya.

“Udahan yuk.. Abang mau makan eskrimnya nih..” Pinta Pluem. Akhirnya pelukan hangat tersebut terlepas dan ketiga anak Vihokratana pun bergegas kembali berlari menuju ruang keluarga untuk menyantap eskrim yang ada.

“Jangan lari-lari hey...” Teriak New yang tentu saja tak di gubris oleh ketiga anaknya.

“Hin..” New kemudian menoleh menatap suaminya. “Yaa?”

“Aku udah gak iri lagi sama Jumpol ataupun Singto.. Bahkan kayanya mereka yang bakal iri sama aku..” New menatap bingung ucapan suaminya. “Hehehehehehee, udah yuk.. Kita susul anak-anak.. Kita makan eskrimnya..” Ucap Tay sebari berjalan terlebih dahulu sebari menampilkan senyuman lebar di wajahnya, New pun ikut tersenyum lalu mengucap syukur melihat hubungan antara suami dan anak-anaknya yang kini sudah membaik.

@pandaloura

“Family is not an important thing. It’s everything.” –Michael J. Fox

  • Kediaman Vihokratana's 21:45PM

Tay tersenyum begitu memasuki kamar tidurnya, ia mendekati New yang kini tengah tertidur dengan pulas lalu ia mengecup hangat dahi milik suami manisnya “good night sayang.” Kemudian berbalik menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

New membuka matanya perlahan sebari tangannya meraba-raba kasur di sampingnya, ia menatap bingung sisi kasurnya yang kosong. “Mas Tay belum pulang emang?” Monolognya lalu menatap jam dinding “udah jam sebelas malem padahal.” Ia pun bangun dari tidur nya berniat mengambil ponselnya untuk menghubungi suaminya namun niat tersebut ia urungkan begitu meihat handuk basah bekas pakai yang terletak begitu saja “oh udah balikk, kemana nih orang satu ya..” Ucap New kembali lalu mengambil mantel tidurnya lalu berjalan keluar mencari tahu keberadaan suaminya.

“Mas?” Suara New sedikit membuat tubuh Tay terlonjak kaget. “ Eh Hin, kok kesini?” New akhirnya mengambil posisi duduk di samping suaminya “harusnya aku gak sih yang nanya kamu ngapain malem-malem gini duduk sendirian di taman belakang gini?” Tay tersenyum lalu menarik tubuh suami manisnya mendekat “menghirup udara malam yang segar sayang.”

New menatap suaminya lalu mengusap wajah lelaki yang sudah ia nikahi puluhan tahun lalu “apa yang ganggu fikiran kamu Mas? Sini bagi ke aku..” Tay tersenyum lalu menggeleng lemah “gak ada sayang.” New berencana beranjak pergi sebelum tangannya di tahan oleh Tay “sini temenin..” Lirih Tay. “Kamu udah gak percaya sama aku? Atau emang aku udah gak dianggap pasangan kamu kali.” New menundukkan wajahnya sedih.

“Sini peluk dulu.” Tay menarik tubuh New masuk ke dalam pelukannya “anak-anak bikin kamu sedih ya?” Tanya New yang kini tengah berada di dekapan suaminya, Tay menggelengkan kepalanya lemah “gak.. Aku cuman kefikiran aja, kayanya kalau gak ada aku anak-anak bakal oke-oke aja.” New dengan cepat melepaskan tubuhnya dari dekapan Tay lalu menatap iris mata suaminya yang sendu “kok ngomongnya gitu terus?”

Tay tersenyum lemah “aku iri Hin.. Aku iri sama Off yang bisa tahu setiap detail cerita tentang Chimon, aku juga iri sama Singto padahal dia jarang banget di rumah tapi Fiat kalau ada apa-apa pasti cerita ke Singto..” Tay menundukkan wajahnya menatap kosong tanah “sedangkan aku, buat bikin anak-anak percaya untuk cerita ke aku aja aku gak bisa.. Bahkan Frank aja ngerasa gak nyaman kalau cuman berduaan sama aku.. Aku bukan Ayah yang paling oke ya? Hehehe” Tay mencoba tersenyum padahal New bisa tahu bahwa iris mata Tay memancarkan kesedihan.

“Kamu emang buka Ayah yang paling oke, tapi kamu itu Ayah yang paling pas tau buat anak-anak.” New mengelus lembut kembali wajah sang suami “gak usah iri, setiap orang tua kan pasti punya moment tersendiri sama anak-anaknya.” Tay kembali tersenyum lalu menunduk “moment aku sama anak-anak paling pas minta uang aja Hin hehehe.” Tay terkekeh.

New mengangkat wajah Tay “kamu tau gak? Aku juga suka iri tau sama kamu..” Tay menatap suami manisnya dengan bingung. “Dengerin ya, kamu tuh punya tempat spesial tersendiri tau di hati anak-anak.. Gimana aku gak iri coba, kalau Adek sakit yang di panggil-panggil siapa? Ya Ayah.. Mau ada aku atau siapapun dia tetep mau nya Ayah. Belum lagi Kakak, emang sih dia anaknya kek kulkas dingin dingin gitu tapi kamu sadar gak sih kalau dia lagi cerita atau bahas-bahas mobil sama kamu? Dunia serasa milik berdua.. Mata nya Kakak tuh berubah berbinar-binar tau kalau cerita sama kamu, walaupun dia lebih sering cerita ke aku tapi kalau dia cerita sama kamu tuh aku bisa liat Kakak sehappy itu Mas..” Ucap New lembut. “Belum lagi Abang, diantara seluruh kesibukannya diatuh pasti selalu prioritasin apapun permintaan kamu. Secapek apapun dia, dia pasti selalu tanya ada yang bisa abang bantu yah?” New terkekeh lalu dengan cepat menatap tajam suaminya.

“Kenapa Hin?” Tay bingung dengan perubahan ekspresi yang cepat di wajah suami manisnya. “Belum lagi kalau anak-anak umpet-umpetan di belakang aku minta uang ke kamu. Jangan kamu fikir aku gatau ya, kamu sering banget nambahin uang jajan mereka tanpa bilang ke aku.” Tay hanya bisa terkekeh “kan anak ini yang minta, kalau yang lain baru kamu boleh marah.” New mendelikkan matanya “ya kalau sampe kamu kasih ke yang lain, liatin aja sih.. Paling aku cincang-cincang punya nya kamu.” Tegas New sebari sedikit melirik ke 'kepunyaan' suaminya, Tay dengan refleks menutupi 'kepunyaannya' dengan kedua tangannya “serem banget sayang.” New menunjuk Tay “makanya jangan macem-macem!” Tay pun menganggukan kepalanya dengan cepat.

New kemudian kembali tersenyum lalu menatap kembali suaminya “kamu lagi capek aja sayang, aku yakin kok sebenernya hati kecil kamu juga tau gimana sayangnya anak-anak sama kamu.” New menggengam tangan Tay “Chimon atau Fiat mungkin lebih leluasa cerita ke Papii sama Daddy nya tapi aku yakin cintanya mereka ke Papii dan Daddy nya pasti sama besarnya kaya cinta anak-anak kita ke kamu Mas.” Tay tersenyum mendengar ucapan hangat dari suami manisnya “makasih Hin..”

“Sama-sama sayang..” “Percaya deh, pasti ada juga hal yang Singto sama Koh Off juga iriin dari hubungan kamu dan anak-anak. Manusia kan selalu seperti itu Mas.. Gak ada puasnya, pasti aja ada hal yang kita selalu pengenin dari orang lain. Setuju gak?” Tay mengangguk lemah. New kembali menggengam tangan Tay dengan erat “jadi jangan sedih-sedih lagi ya?” Tay kemudian mencium punggung tangan suaminya “makasih sayang.”

New mengangguk lalu tersenyum “masa sekali gak di turutin maunya sama anak-anak udah sedih begini? Nanti pelan-pelan aja kamu luangin waktu sama mereka, aku yakin kok kalau waktu nya pas pasti mereka mau cerita apapun sama kamu.” Tay mengangguk “iyayah, aku baru di cuekin sekali aja udah ngambek gini.. Gimana kalau nanti aku di tinggalin anak-anak ya?” Keduanya saling menggengam “kan ada aku Mas..” Tay tersenyum hangat lalu menatap lembut suaminya “iyayah, kan ada kamu.. Sama-sama terus ya kita? Sampe jadi tua.” New terkekeh “kamu kan udah tua mas..” Tay ikut terkekeh mengakui apa yang baru saja suami manisnya katakan.

“Jadi.. Sekarang udah enakan?” New bertanya. Tay mengangguk “lumayan.. Masih sedih sih sedikit tapi udah better kok karena cerita sama kamu. Makasih lagi ya sayangnya mas..” New menunjuk-nunjuk pipinya “kalau makasih, kiss dulu dong..” Bukannya memberikan New ciuman Tay malah bangkit dari duduknya lalu mengangkat tubuh New ke pangkuannya “maunya kiss yang lain.. Ayok pindah ke kamar.” New pun mengangguk setuju.

Setelah agenda makan malam selesai, biasanya para anggota keluarga Vihokratana kembali ke kamarnya masing-masing melanjutkan kembali beberapa kegiatan yang mereka punya,bahkan apabila kegiatan pada saat siang hari nya padat beberapa langsung mengistirahatkan tubuhnya atau terkadang beberapa anggota Vihokratana berkumpul di ruang keluarga untuk saling bercengkrama. Namun untuk malam ini sepertinya setiap anggota keluarga sudah memiliki kegiatan tersendiri karena ruang keluarga kosong.

“Mas..” Tawan yang tengah fokus ke i-Pad yang berada di hadapannya menengok ke sumber suara. “Ya sayang?” New yang baru saja memasuki kamar milik keduanya pun langsung beringsut mengistirahatkan tubuhnya di ranjang besar milik keduanya. “Badanku agak gaenak, aku mau tidur cepet ya?” Tay langsung menyimpan i-Pad nya di nakas samping ranjangnya lalu bergegas mengecek suhu tubuh suami manisnya “badannya gak anget sih, kecapean ya kamu?” New mengangguk lemah “iya kayanya, aku gapapa ya tidur duluan?” Tawan mengecup dahi sang suami dengan sayangnya “boleh sayang, kamu istirahat aja ya.. Nanti biar aku yang cek anak-anak.” Lalu membalut tubuh suaminya dengan selimut tebal.

Setelah memastikan New tertidur pulas, Tay pun bergegas keluar dari kamarnya menuju lantai dua untuk menemui anak-anaknya tak lupa ia pun mampir ke dapur untuk mengambil eskrim yang sudah ia beli untuk di habiskan dengan anak-anaknya.

Kamar pertama yang ia kunjungi adalah kamar anak sulungnya. Ia mencoba mengetuk pintu tersebut dengan perlahan, Tay pun bisa mendengar suara anak sulungnya yang mungkin kini tengah berada di sambungan telefon dengan salah satu temannya.

“Ya gak bisa gitu dong dam, kalau ngandelin dari danus doang gak akan bisa.” Pluem yang tengah fokus berbicara via telefon sehingga tak sadar kini Ayahnya sudah masuk ke dalam kamarnya. “Tetep harus ngajuin proposal ke prodi, gak bisa engga. Eh Ayah.. Dam, lima menit lagi gue telfon lagi bentar.” Pluem langsung mematikan panggilan tersebut lalu menoleh menatap Ayahnya yang kini tengah berdiri di sampingnya “kenapa yah? Ada yang bisa Pluem bantu?”

Tay tersenyum lalu mengelus bahu anaknya “gak.. Ayah tadi beli eskrim, kita makan sama-sama yuk?” Pluem mengigit bibirnya bingung bagaimana cara menolak permintaan ayahnya. Tay yang sadar pun kembali tersenyum “Abang lagi tanggung ya? Yauda selesaiin aja dulu yaa? Nanti kalau udah selesai baru gabung ke ruang keluarga, oke? Ayah mau ajakin Kakak sama Adek juga, udah lama Ayah gak ngobrol santai sama kalian.”

“Iya, abang masih ada yang mesti di urus dulu yah, nanti kalau udah selesai abang nyusul ya?” Tay mengangguk “oke bang.. Ayah tunggu ya?” Lalu Tay beranjak berbalik meninggalkan anak sulungnaya menuju kamar anak bungsunya yang berada tepat di samping kamar Pluem.

toktok “Dek.. Adek..” Tay masih tak mendapatkan jawaban, akhirnya ia memilih untuk membuka pintu tersebut. Terlihat anak bungsunya tengah duduk dan matanya begitu fokus menatap layar laptop yang berada di meja belajarnya dan kupingnya sengaja ia sumbat dengan sepasang airpods berwarna putih miliknya.

“Anak ayah fokus banget sihh.” Tay mencoba menyentuh bahu anaknya sehingga Nanon terkejut “Ayah ih!!! Kaget! Kirain ada hantu yang nyentuh bahu adek!” Tay terkekeh sambil mengusak kepala anak bungsunya “yang ada hantunya takut sama adek mbul..” Nanon kini melepas airpods miliknya lalu mempoutkan bibirnya “enak aja! Ayah tumben banget dehhhh ke kamar adek?” Tay kemudian mengangkat eskrim yang sedari tadi ia bawa “taraaaaa..Ayah beli eskrim, makan sama-sama yuk?” Mata Nanon berubah menjadi berbinar-binar lalu sedetik kemudian berubah menjadi sayu. “Loh kok jadi sedih?”

Nanon kemudian mengangkat wajahnya menatap sang ayah “Adek lagi nugas, besok deadline nya.” Tay tersenyum “yauda ayah bantuin ya?” Nanon dengan cepat menggeleng “gausaaaaaah, ayah gak akan ngerti. Ini kan tugas anak hukum, tadi juga adek udah nanya-nanya sih ke daddy. Pokoknya adek kerjain dulu tugasnya, nanti adek kebawah nyusul. Di ruang keluarga kan?” Tay kemudian mengangguk “yauda, kalau selesai ke bawah ya? Ayah juga udah ajak Abang, ini mau ngajak Kakak juga.” Nanon mengangkat kedua jempol tangannya “siap! Yauda Ayah sanaaaaaa, biar adeknya fokus ngerjain tugasnya.” Tay pun kini beranjak kembali “Ayah tunggu ya.” Nanon kembali mengangguk lalu kembali fokus menatap layar laptopnya.

Tay pun dengan berat hati keluar kembali dari kamar anaknya lalu berjalan menuju kamar terakhir yaitu kamar anak tengahnya Frank. “Kak...” Tay mencoba mengetuk pintu tersebut lalu tak berselang lama pintu kamar tersebut terbuka menampilkan anak tengahnya “kenapa yah?” Tay tersenyum “Ayah beli eskrim.. Makan sama-sama yuk? Ayah dah beli rasa kesukaan Kakak, cheesecake kan?” Frank menatap aneh ayahnya “itu kesukaan Abang..” Lirihnya sebari menatap ayahnya. Tay menepuk jidatnya “ah.. Salah yaa.. Tapi Ayah beli dua rasa kok, satu lagi pokoknya kesukaan Kakak sama Adek. Kita makan di ruang keluarga yuk?”

“Berdua?” Tanya Frank. Tay menggelengkan kepalanya “Abang sama Adek juga ikut kok, tapi mereka masih ada yang di kerjain dulu jadi nyusul.” Frank memberikan tatapan ragu “Papah mana?” Tay menjawab “Papah udah tidur. Ayah kayaknya udah lama gak ngobrol sama anak-anak ayah, makanya Ayah sengaja beli eskrim buat kita makan sama-sama. Lagian kalau Papah di ajak nanti di abisin sama Papah loh.” Tay mencoba terkekeh. Frank masih memberikan tatapan ragu kepada ayahnya, bukannya ia tak suka saat berduaan dengan ayahnya akan tetapi ia sadar bahwa ia merupakan anak yang kurang baik dalam berekspresi dan ia sedikit merasa canggung apabila hanya ada ia dan juga ayahnya.

“Yauda nanti kalau Abang atau Adek udah selesai, Kakak ikut turun ya?” Ucap Tay yang mengerti keresahan yang anak tengahnya rasakan. Frank pun mengangguk tanda setuju “oke.” Tay tersenyum lalu mengusak pucuk kepala Frank “Ayah tunggu ya kak..” Frank kembali mengangguk sebelum akhirnya Tay pun membalikkan tubuhnya menjauh dari kamar anaknya menuju ruang keluarga yang berada di lantai satu rumahnya.

Sesampainya di ruang keluarga tersebut Tay memilih untuk duduk lalu menyimpan eskrim yang sedari tadi ia bawa di atas meja lalu menatapnya dengan lekat. Ia sedikit sedih karena rencananya tak berjalan sesuai. Namun ia pun segera menghilangkan rasa kecewa tersebut sebari menyalakan televisi miliknya lalu mencari chanel yang akan ia tonton. “Anak-anak pasti turun, tunggu aja Tay.” Lirihnya.

  • Ruang Keluarga Vihokratana's 01:03AM.

“Tuan-tuan.. Tuan besar..” Terdengar suara Ujang mencoba membangunkan majikannya. Tay pun dengan perlahan membuka matanya “eh jang.. Kenapa?” Lalu mulai mendudukan tubuhnya yang sebelumnya terbaring di sofa. “Eh, Ujang yang harusnya nanya.. Tuan kenapa tidur disini? Ketiduran ya tuan?” Tay mencoba mengingat-ngingat kejadian sebelumnya, sebelumnya ia mencoba mengajak anak-anaknya makan eskrim bersama lalu ia menunggu lalu kini ia terbangun karena Ujang “Ah, eskrimnya.” Tay mendekat ke arah meja menatap eskrim yang kini sudah mencair dan kini telah di kerubungi oleh kawanan semut.

“Tuan itu esnya udah jadi air, di semutin lagi.. Buang aja ya tuan?” Tay menoleh menatap Ujang lalu mengangguk.. “Iya buang aja jang. Makasih ya kamu udah bangunin saya.” Lalu Tay beranjak berdiri meninggalkan Ujang yang kini tengah membersihkan meja yang di penuhi semut tersebut.

@pandaloura

Apo dengan cepat mengganti pakaian santainya dengan pakaian yang telah ia siapkan sedari tadi pagi. “Sumpah ya tu om-om, tiba-tiba ada di bawah aja. Untung gue cakep gausah siap-siap yang too much udah cakep.” Dumem Apo kepada dirinya sendiri.

“Bentar, tas.. Dompet.. Handphone.. Kamera.. Oke udah..” Ia pun menyimpan tasnya mengalung di bahunya lalu mulai berjalan menuju pintu. “Astaga topi..” Apo yang sudah berjalan sampai depan pintu condonya kembali berbalik mengambil topi yang mengantung di dekat ranjang miliknya “nah udah semua.” Ucapnya sebari keluar dari kamarnya.

Ketika ia tengah menutup pintu kamarnya ia menyempatkan tersenyum sebari menyapa tetangga yang menempati condo di sampingnya yang baru saja datang “pagi..” Lelaki yang baru saja tiba tersebut pun membalas senyuman dan sapaan dari Apo “pagi juga..”

“Duluan ya..” Ucap Apo kembali sebari langsung berlari menuruni anak tangga untuk menghampiri kekasihnya. Ia langsung menyunggingkan senyumannya ketika melihat mobil mewah bermerk Aston Martin di parkiran condonya.

toktok Apo mengetuk jendela kaca mobil tersebut lalu tanpa menunggu lama terdengar suara salah satu pintu mobil tersebut terbuka dengan cepat Apo memasuki mobil tersebut dan mendaratkan tubuhnya duduk di samping kursi pengemudi “gak lama kan?”

Lelaki yang duduk di kursi pengemudi menggelengkan kepalanya lalu tersenyum “gak kok.”

“Senyumnya lebar amat om..” Goda Apo kepada kekasihnya yang masih saja menyunggingkan senyuman lebar di wajahnya. “I'm so happy to see you.. Can i hug you Nattawin?”

Tanpa menjawab pertanyaan kekasihnya Apo melebarkan tangannya mempersilahkan tubuh kekasihnya untuk mendekat dan mendekap tubuhnya. Mile terkekeh lalu mulai mendekap hangat tubuh Apo “miss you..” lirih Mile.. “Miss you too.. Miss you banget, sangat pokoknya banget-banget.” Apo membalas ucapan Mile.

Dekapan antara keduanya bertahan beberapa menit sampai Mile memundurkan tubuhnya kemudian ia mengelus wajah Apo sebari terus tersenyum. “Kamu kurusan kak, jangan kurusan dong.. Om-om kan jelek kalo kurus.” Goda Apo. “Yang penting kamu suka..”

“Kata siapa dih?” “Orang aku suka banget bukan suka doang..” Kekeh Apo, Mile pun kembali terkekeh mendengar gombalan manis dari lelaki yang berada di hadapannya lalu kembali menatap dalam wajah lelaki berkulit tan tersebut “aku cium kamu ya?”

Apo menganggukkan kepalanya “kamu minta yang lain juga aku kasih sih.” Mile menggelengkan kepalanya sebentar lalu kemudian mengikis jarak antara keduanya, Apo bisa merasakan hembusan nafas kekasihnya di wajahnya. Lalu kedua bibir ranum tersebut saling bertemu, Mile menyesap hangat bibir kekasihnya dan Apo mulai melingkarkan tangannya ke leher sang kekasih. Keduanya saling menumpahkan rasa rindu lewat ciuman hangat tersebut, ciuman singkat tapi benar-benar hangat bagi keduanya.

Setelah melepas ciumannya Mile mengelus lembut bibir Apo “jadi hari ini mau kemana?” Apo tersenyum hangat “bebas, aku ngikut kamu aja. Kalau sama kamu kemanapun aku mau.. Sebel gak dengernya? Hahahaha.”

“Sebel tapi ya lu kan emang begitu, nyebelin.” Jawab Mile sebari membenarkan posisi duduknya. “Biarin, nyebelin gini juga kamu suka.” Mile memutar bola matanya malas lalu menatap kembali penampilan kekasihnya “eh po, coba cek di tas belakang deh aku bawa topi juga. Boleh tolong ambilin gak?”

Apo yang terduduk di kursinya mengangguk lalu memutar tubuhnya memeriksa tas milik Mile, lalu mengeluarkan sebuah flat cap lalu ia berikan kepada Mile “nihh..”

“Makasih sayang..” Jawab Mile sebari mengambil topi tersebut lalu memasangkannya di kepala. “Gantengnya pacar aku..” Puji Apo. Mile kembali tersenyum “oo jelas.. Yaudah yuk jalan.” Kemudian mulai menyalakan mesin mobilnya. “Yeay! Let's go! Eh foto dulu yaaa.. Aku mau update..”

Mile mengangguk “boleh sayang..”

@pandaloura

“Tawan..”

Tay yang baru saja memasuki salah satu restoran yang terletak di daerah Jakarta Selatan itu pun menoleh ke sumber suara lalu mengangkat tangannya “oke..”

“Sorry telat, parkir di depan susah banget.” Ucapnya begitu bergabung dengan dua lelaki dewasa lainnya. “Valeee dong mas, gimana sih?” Respon Singto yang duduk di kursi sebrang Tay. “Iya gue valet kok, cuman pas masuk ke dalemnya buset susah banget, agak bingung nih sama jalan parkirnya.” Keluh Tay kembali.

“Yauda-yauda, minum dulu.. Chill aja kita, gue udah minta gelas buat lu nih.” Off menyodorkan segelas wine kepada Tay, Tay pun menerima gelas tersebut lalu mencium terlebih dahulu aroma wine dari gelas tersebut sebelum menengaknya “wangi nih, tapi jangan banyak-banyak, lu nyetir kan?” Off mengangguk “Singto yang nyetir aman.”

“Gimana to kasus lu kemaren aman?” Tay memulai pembicaraan. “Ya gitu mas, aman sih tapi aduh ribetnya..” Lalu ketiganya pun larut dalam obrolan, mulai dari membahas kasus yang di tangani oleh Singto selaku pengacara kondang berlanjut membahas pasar saham, kerja sama bisnis sampai membicarakan kegiatan sehari-hari yang mereka kerjakan obrolan yang lumayan berat namun tetap santai.

Hingga ketiganya tak sadar waktu berlalu dengan begitu cepat. Singto meraih ponselnya “wih udah jam delapan malem, ngobrol sana-sini udah malem aja.” Tay dan Off mengangguk “harus sering-sering nih kita ngobrol begini, jangan cuman pasangan kita aja yang ngumpul ngegosip” kekeh Off.

“Eh keingetan, laki gue sama anak-anak gue pada makan di tempat lu ya to?” Singto mengangguk “iya lagi ngumpul semua, tadi gue di kirimin foto sama Fiat lagi pada ngumpul.” Tay menepuk jidatnya dengan cepat “mampus, gue belum kirim foto ke adek. Aduh, marah nih pasti.” Tay teringat janjinya kepada anak bungsunya, Singto menunjukkan wajah kebingungan “kayak abg aja Mas kirim-kirim foto ke suami.” Off terkekeh “bukan buat New, buat Nanon too. Bentar-bentar gue rapihin diri dulu biar cakepan.”

“Ayok sini kita selfie dulu, ni anaknya dah marah-marah nih aduh.” Ujar Tay sebari meminta kedua temannya mendekat untuk mengambil selfie, “nah 1,2,3.. Oke..” Tay pun dengan segera mengirimkan foto tersebut ke group keluarganya “nah udah aman sekarang.”

Singto dan Off terkekeh “lebih galakan anak bontotnya ye..” Goda Off kembali, Tay mengangkat bahunya “ya gitu deh, posesif..” Singto ikut terkekeh “sama kayak lu mas.” Ketiganya pun tertawa bersamaan.

“Eh ngomongin adek, pacar dia tuh anaknya yang punya PH Suppasit yang naungin banyak artis oke.” Ucap Off. “Wah iya? Suppasit-suppasit bentar deh itu dia Suppasit Jongcheevat gak sih?” Singto terlihat mulai tertarik, Off menganggukkan kepalanya cepat “nah iya, Jongcheveevat dia marganya. Kok lu tau to?”

“Kantor gue kan penasehat hukumnya.” Ucap Singto. “Kok lu tau sih Off?” Tay bertanya “tiap malem kan ayang suka cerita, segala dia ceritain sampe hapal gue semua temen-temennya bahkan nama orang tua temen-temen anak gue hapal semua gue hahahaha” Jawab Off sebari tertawa.

“Ah Chimon kan bawel banget ya, kebayang pasti segala di ceritain ke lu koh.” Singto menanggapi. “Iya, kalo lagi senggang tiap malem mau semenit atau dua puluh menit gue pasti luangin waktu buat ngobrol sama dia. Satu-satunya soalnya, selain itu biar ada bonding aja antar papii sama anaknya jangan sama papahnya mulu.”

Singto mengangguk setuju “iya sih, ini gue juga agak sedih sih karena sering banget ninggalin Kit sama Fiat pergi-pergi mulu. Makanya kalopun di luar kota gue pasti nyempetin nelfon dia, nanya harinya gimana. Walaupun gue sering ninggalin tapi bersyukur banget dia jauh lebih nyaman cerita ke gue di banding Kit, mungkin karena Kit galak juga kali ya? Hahahha” Singto menimpali. “Katanya Fiat pasang tato? Gue denger aja dari ayang, katanya dia sempet liat gitu di postingan instagramnya.”

Singto mengangguk “iya kemaren dia pasang tato, aduh sebenernya pengen larang tapi pas dia jujur izin ke gue jadi luluh. Dengan dia izin baik-baik dan gak umpet-umpetan di belakang gue padahal pasti ada resiko gue tolak tapi dia tetep izin makanya gue luluh.” Jawab Singto sebari tersenyum sebari mengingat moment dimana sang anak meminta izin darinya saat akan menato tubuhnya.

“Bener sih, kadang kita emang sebagai orang tua harus mencoba lebih mengerti ya gimana maunya anak. Biar merekanya tetep ngerasa aman dan nyaman nyampein kemauan sama keluh kesahnya kekita.” Ujar Off. “Bener koh.. Btw mas Tay kok diem aja?” Ucapan Singto menyadarkan Tay dari lamunannya, ia sedikit iri mendengar cerita kedua temannya mengenai kedekatan dengan anak-anaknya. Ia sadar, bahwa dirinya kini sudah sedikit jauh dengan ketiga anaknya. Jangankan untuk mendengar keluh kesah yang di alami anak-anaknya, Tay sadar untuk menanyakan bagaimana mereka menjalani harinya saja ia tak pernah menanyakan hal tersebut.

“Tay? Lo gapapa?” Off ikut bertanya “eh, eh sorry gapapa kok gapapa.” Tay menjawab dengan cepat “lagi kefikiran aja, kayanya gue udah lama gak ngobrol sama anak-anak. Kayaknya lebih sering denger cerita mereka tuh dari New aja.”

Off mengusap bahu sahabatnya “coba kali-kali luangin waktu aja buat ngobrol, ngobrolin hal-hal santai aja.” Tay membalas ucapan Off dengan senyuman “iyadeh, nanti gue coba. Dah yuk, laper nih gue.. Pesen makanan lagi dong.”

“Mau sekalian tambah brondong gak nih?” Off kembali menggoda “ingat pasangan kita galak-galak kohh..” Ucap Singto menyadarkan. “Udah-udah main aman aja, main aman.” Tay ikut bersuara.

Ketiganya pun kembali memilih menu untuk makan malam ketiganya.

New menatap hangat anak sulungnya yang kini tengah menyantap semangkuk mie di hadapannya, ia kemudian tersenyum “pelan-pelan nak, papah gak akan minta kok mie nya.” Goda New kepada Pluem. Pluem tersenyum kikuk setelah di goda papahnya “abang gak nyangka papah bakal bawain mie.” Ucapnya sebari kembali memasukan kembali mie tersebut ke dalam mulutnya.

“Soalnya papah tau, kalau abang di bawain nasi sama lauk sama sayur pasti makannya dikit. Nah kalau sama mie kan pasti gak akan nolak.” Jelas New “lagian mie nya udah papah tambahin pakcoy yang banyak buat seratnya sama papah tambahin dua telur buat proteinnya jadi tetep seimbang.”

Pluem tersenyum sebari mengunyah mie terakhirnya “mwa..kashihh pah..” New mengusak kepala Pluem dengan lembut “kunyah dulu yang bener, bentar papah ambilin minumnya.” Ucap New kemudian bangun dari duduknya dan kemudian mengambil segelas air putih yang memang sudah ia sediakan di nakas samping ranjang milik anaknya. “Nih minum dulu, sini mangkuknya.”

Setelah Pluem menyelesaikan makannya New pun kembali duduk di hadapannya, menatap anak sulungnya lalu tersenyum hangat “semalem gak bisa bobo ya? Mata bawahnya item gitu.” Air wajah Pluem berubah menjadi sendu, ia begitu merasa bersalah kepada papahnya karena mungkin setelah mendengar ceritanya papahnya akan merasakan kecewa yang amat sangat kepada dirinya.

New menatap lekat wajah anak sulungnya lalu menggengam tangannya “nak.. Marah, sedih, kecewa bahkan takut itu adalah sebuah emosi yang sangat normal di alami sama semua manusia. Meski normal, emosi tersebut baiknya disalurkan agar gak menumpuk di dalam batin. Kalau gak di salurkan dengan baik, emosi dapat memperparah masalah yang sedang di alami bahkan bisa menimbulkan masalah-masalah baru. Bisa jadi stress dan depresi loh.” New mencoba membuka pembicaraan dengan anak sulungnya, ia tau sifat anak pertamanya ini lebih senang dengan memendam emosinya sendiri. Karena tanggung jawabnya sebagai anak pertama ia kini tumbuh menjadi anak yang tertutup dan tak mau membuat orang-orang sekelilingnya tau kesulitan apa yang sedang ia hadapi.

New kemudian mengelus punggung tangan anaknya yang kini masih memilih menundukan kepalanya “jadi, abang udah mau bagi emosi abang ke papah?” Pluem perlahan mengangkat wajahnya, ia menatap wajah hangat papahnya lalu kemudian Pluem tak kuasa menahan tangisnya yang sedari kemarin dengan susah payah ia tahan. Pertahanannya runtuh.

Tanpa mengeluarkan sepatah katapun New mengangguk lalu memeluk tubuh anak sulungnya, membiarkan Pluem menumpahkan emosinya di dalam pelukannya. Pluem menangis begitu deras, mungkin ini kali pertama New melihat Pluem menangis begitu hebat, karena sedari dulu Pluem selalu berusaha tak pernah menangis di hadapan keluarganya. New tahu, apapun yang sedang di hadapi anaknya bukanlah hal yang mudah.

Tanpa sadar New pun ikut menumpahkan air matanya, hatinya begitu tersayat saat mendengar tangis anak sulungnya. Namun New masih tak mengeluarkan suaranya, ia hanya mengelus punggung Pluem berharap hal tersebut dapat membantu meredakan emosi anaknya.

Sepuluh menit berlalu, New tersadar tubuh Pluem sudah tak bergetar hebat seperti sebelumnya. Tangisnya pun sudah sedikit mereda, ia melepaskan pelukan tersebut lalu mengambil gelas yang masih terisi setengah air dan ia berikan kepada anaknya “minum dulu ya nak.”

Keduanya masih belum mengeluarkan suara, Pluem kini sudah jauh lebih tenang New rasa. “Udah enakan?” Tanya New dengan lembut, Pluem mengangguk perlahan. “Sini gelasnya.”

Setelah menyimpan kembali gelas kosong tersebut New pun kembali duduk di hadapan Pluem “jadi, apa hal yang lagi abang hadapi sampai abang sedih kaya tadi?” Pluem mengangkat wajahnya “abang bikin kesalahan yang fatal pah.” Lirihnya.

“Oke, papah boleh tanya?” Pluem mengangguk. “Apa abang membunuh orang?” Pluem menggeleng. “Mengambil hak orang lain?” Pluem kembali menggeleng. “Oke, selama bukan dua hal tersebut kayanya papah masih bisa terima.” Ucap New sebari tersenyum mencoba mencairkan suasana.

“Abang pasti bikin kecewa papah, ayah dan adik-adik. Abang bikin salah pah.” Lirihnya lagi. “Denger deh, ini pertama kali kan abang jadi seorang anak? Pertama kali juga kan abang jadi ‘abang’ untuk adik-adik abang? Jadi, wajar banget kok kalau abang bikin salah. Papah juga dulu gitu, sering banget bikin salah, karena kan ini pengalaman baru buat kita jadi wajar banget kalau bikin salah. Abang kan manusia biasa, kalau abang perfect banget terus gak pernah bikin salah papah malah aneh deh hehehe.” New masih merespon anaknya dengan santai.

New mengelus kembali punggung tangan anaknya “abang gak harus menuhin ekspektasi orang-orang nak, papah gak pernah bosen buat bilang abang boleh kok melakukan kesalahan, abang gak harus sesempurna itu nak.”

“Pah..” Abang menatap lekat wajah papahnya. “Puim, telat datang bulan. Ada kemungkinan Puim hamil, hamil anak abang.”

Seketika nafas New sedikit tercekat, tetapi ia berusaha membuat ekspresi mukanya setenang mungkin. Sejujurnya New terpukul dengan apa yang baru saja ia dengar dari anak sulungnya akan tetapi New yakin Pluem yang mengalami hal tersebut jauh lebih terpukul maka dari itu ia mencoba menanggapi hal ini dengan setenang mungkin, ia tak mau menghakimi anaknya karena hal tersebut hanya akan membuat suasana makin canggung dan bahkan akan membuat Pluem kembali menutup diri.

New menarik nafasnya “oke.. makasih ya nak udah mau cerita sama papah. Abang pasti kaget ya nak?” Sebari menggenggam tangan Pluem.

“Maafin abang..” Pluem kembali menunduk.

Kemudian New bertanya, “udah coba testpack?”

“Kemarin kita coba testpack tapi hasilnya samar, besok baru mau di cek lagi. Yang kita baca kalau samar tunggu 2-3 hari lagi baru cek ulang.” Jawab Pluem.

New mengangguk “respon Puim gimana? Dia juga pasti shock ya? Abang tau kapan?”

“Baru kemarin sore, pas puim kasih tau abang dia telat abang langsung ke apartmentnya soalnya dia kaya kebingungan gitu pah. Abang juga panik, apalagi ngeliat kondisi puim yang kacau banget. Makanya kemarin abang temenin dia dulu, sampai gak inget buat ngabarin. Maafin..”

“Oke.. Kenapa gak kita cek langsung ke dokter? Biar lebih pasti?” New mencoba mencari solusi. Pluem menggeleng “papah mamah puim tuh orang penting di ikatan dokter pah, kayanya kebanyakan dokter kenal sama puim, puim takut ada yang cerita ke orang tuanya. Kemarin juga abang udah ngajak buat cek aja tapi puimnya nolak. Karena hasil kemarin beneran samar banget terus puim minta abang nunggu sampe besok.”

New mencoba memahami sisi puimek mantan kekasih anaknya “setau papah abang sama puim udah putus kan?”

“Iya pah udah putus, tapi emang terakhir sebelum putus kita ngelakuin itu kok. Dan abang percaya kalau puim emang terakhir ngelakuin itu sama abang.”

New langsung menggelengkan kepalanya cepat “gak, bukannya papah gak percaya nak. Papah percaya puim gak mungkin bohong. Maksudnya gini loh nak, apa sudah ada obrolan dari kalian berdua? Kedepannya bakal gimana? Karena kan hubungan kalian udah putus gitu maksudnya. Paham gak?”

“Abang sih kemaren udah bilang sama dia, kalaupun dia positif abang bakal tanggung jawab. Abang pasti nikahin dia.”

New menarik kembali nafasnya “nak menikah itu kesepakatan berdua, puim nya gimana? Gak boleh ada unsur paksaan.”

“Puim sih kemarin masih berharap negatif pah, karena dia lagi sibuk-sibuknya kuliah. Dia gak mungkin ngelepas kuliahnya gitu aja.” Pluem kembali menunduk.

“Papah akan menyerahkan semua keputusan ke kalian berdua, tapi papah tidak menyarankan untuk mengugurkan ya? Nanti kita coba cari solusinya sama-sama.”

Pluem mengangguk “iya abang juga gak mau nambahin kesalahan abang dengan ngegugurin kandungan itu.”

“Oke, kita tunggu kabar besok deh ya.” Ucap New.

“Pah, boleh gak hal ini jangan di kasih tau ayah dulu? Ayah pasti kecewa banget sama abang.” Pinta Pluem kepada New.

New mengangguk “iya, ini rahasia kita berdua ya. Setelah tau hasilnya besok baru kita fikirin kedepannya bakal gimana.”

“Makasih ya pah, papah juga pasti kecewa banget ya sama abang?” Tanya Pluem lemah. “Jujur, papah kecewa. Tapi, papah akan lebih kecewa kalau abang gak cerita sama papah. Papah akan jauh lebih kecewa lagi kalau abang ngejalanin masalah ini sendirian. Abang selalu punya papah yang akan ada di sisi abang nak, abang harus inget itu.”

Pluem kembali menunduk merasa bersalah. “Sekarang bukan waktunya menyesali apa yang udah terjadi, karena gak akan merubah apapun. Karena kan apapun yang kita lakuin pasti akan ada konsekuensinya.” “Sekarang lebih baik kita fokus mencari jalan keluar buat di depan, belajar dari kesalahan jangan sampai hal seperti ini terulang kembali.”

“Iya pah, makasih ya. Abang sedikit lega setelah cerita ke papah.” Ujar Pluem.

“Masih ada yang ngeganjel fikiran abang?” New mencoba kembali tahu. Pluem terdiam sejenak, sesungguhnya selain ia kebingungan dengan masalah puim hati dan fikirannya pun sedikit terganggu oleh chimon. Apa yang harus ia lakukan kepada chimon?

“Chimon ya?” New mencoba menebak-nebak, Pluem langsung mengangkat wajahnya menatap New. “Abang gatau mesti gimana, abang udah jahat banget sama dia.” Jawab Pluem lemah.

New membetulkan rambut anak sulungnya yang berada di dahinya “satu-satu ya nak? Kita fokus ke puim dulu, baru kita fikirin yang lainnya. Kalau di fikirin dua-duanya sekaligus kayaknya gak akan bisa.”

Pluem mengangguk tanda mengerti. “Tapi kalau negatif, abang dan puim udah ada obrolan juga?” New kembali bertanya.

“Puim kemarin bilang kalau negatif dia gak bakal nuntut apa-apa ke abang, karena kita ngelakuin hal itu atas dasar suka sama suka pah. Dan puim pun emang bilang kalau dia emang lebih nyaman buat berteman aja sama abang.” Jelas Pluem kepada New, memang benar kemarin keduanya sempat membicarakan hal ini. Dan puim dengan mantap berkata kalau ia memang tak ingin menuntut apapun dari Pluem apabila ia tak hamil.

New kembali mengangguk “oke, berarti kita tunggu kabar besok pagi ya?” “iya pah.” Jawab Pluem kembali.

“Yauda, sekarang abang istirahat. Coba tidur satu atau dua jam ya nak? Biar nanti bangun segeran.” New memberi saran.

“Ohiya, papah mau sampein satu hal sama abang.” Pluem mendongakkan kepalanya “apa pah?”

“Maafin sikap ayah kemarin malam dan tadi pagi ya nak? Mungkin ayah terlalu banyak nuntut tapi sesungguhnya hal itu beliau lakuin buat kebaikan abang. Ayah menaruh harapan yang besar kepada abang sebagai anak pertama, tapi kalau sekiranya abang merasa itu terlalu berat jangan di paksakan untuk di penuhi ya nak? Seperti yang papah bilang kita gak wajib memenuhi ekspektasi orang terhadap kita, oke? Lakukan yang terbaik versi abang aja, jangan terlalu ngepush diri abang buat jadi sosok yang sempurna ya bang?”

Pluem mengangguk “iya pah, abang ngerti kenapa ayah bersikap kaya gitu. Pasti itu demi kebaikan abang.”

“Iya, nanti biar papah bicara sama ayah ya? Abang jangan diemin orang rumah lagi, semuanya pada takut kalau abang silent treatment kaya tadi pagi.” Kekeh New kepada anaknya.

Pluem tersenyum lalu mengangguk. “Yauda, abang istirahat ya nak.. Papah turun dulu, kalau butuh apa-apa atau mau cerita apapun jangan lari ke siapa-siapa oke? Papah selalu ada buat abang.” New pun berdiri lalu mengecup pucuk kepala anak sulungnya “istirahat ya nak.”

“Makasih ya pah.. Makasih..” Ucap Pluem sebelum New berbalik meninggalkan dirinya, New kemudian tersenyum hangat “sama-sama abang sayang.”

Setelah papahnya meninggalkan dirinya sendiri, Pluem pun mulai mengistirahatkan tubuh dan juga fikirannya.

Satu yang Pluem sadari, apapun hasil yang akan ia hadapi esok hari adalah yang terbaik untuk dirinya dan ia tak akan menghadapi hal tersebut sendirian, karena ia selalu punya papahnya yang selau berada di pihaknya.

@pandaloura