pandaloura

Setelah membaca pesan terakhir dari New, Tawan terlihat tak lelah menebarkan senyumannya. Ia kemudian mengambil tas miliknya lalu bergegas turun menuju lantai satu untuk berpamitan dengan kedua orang tua dan juga neneknya.

“Eh, eh.. Mas pelan-pelan toh turunnya.” Ucap Bunda saat melihat anaknya turun dengan tergesa-gesa dari lantai dua. “Bun, doain Tawan ya?” Tawan langsung memeluk tubuh Bundanya dengan erat menimbulkan tanda tanya di wajah sang Bunda “Mas mau kemana? Kirain Mas lagi tidur?” Tawan kemudian melepas pelukan tersebut lalu tersenyum dengan sumringah “Tawan mau ketemu New, New mau ketemu Tawan Bun..” Ucap Tay dengan mata berbinar-binar.

Bunda tanpa sadar mengucap syukur dalam hatinya saat melihat senyuman anaknya kembali “yaudah hati-hati ya? Nanti kalau Nenek nanya, biar Bunda yang cari alesannya ya.“ 

“Hemmm..” Terdengar suara dehaman dari Nenek yang ternyata berdiri di belakang Bunda, membuat Tay dan juga Bunda langsung menoleh “gausah kamu cari alasan, orang ibuk sudah setuju kok.” Ucapan sang Nenek langsung di sambut hangat oleh Tay maupun sang Bunda. “Makasih ya nek..” Ucap Tay sebari mendekat lalu memeluk tubuh ringkih Neneknya tersebut “sama-sama, yaudah sana.. Hati-hati ya nyetirnya Mas.” Tawan mengangguk lalu tak lupa mengecup punggung tangan sang Bunda dan Nenek sebari langsung berpamitan.

Ditempat lain, New Thitipoom tengah mengacak-acak lemarinya. “Sumpah, gak punya baju.. Pake baju apa donggggg...” Ucapnya sebari memegang pelipisnya. 

“Lu mau ketemu Tay doang ya, bukannya fashion show?! Gausah ribet! Pake baju yang nyaman aja, lagian juga ntar bakal di lepas ini!” Ucap Gun di barengi oleh kekehan Kit yang duduk di sampingnya “beneran asli, ngapain capek-capek milih baju.” New kemudian melempar tatapan tajamnya kepada kedua sahabatnya tersebut. “Bacoooot.”

Gun bangun dari duduknya kemudian mengambil salah satu kemeja milik sahabatnya tersebut “nih, cakep nih. Pake aja ini.. Lagian lu pake apa aja kayaknya Kak Tay gak akan merhatiin gak sih? Dengan liat muka lu aja kayaknya dia kayak di kasih jackpot satu M gak sih?” Kit mengangguk setuju “asliiiiii.. Udah pake yang ada aja ini udah jam satu, lu janjiannya jam dua gaksih?” New langsung menoleh ponselnya dengan cepat “Anjir, yauda gue mandi dulu deh.” Langsung berlari menuju kamar mandi sebari mengambil handuk miliknya.

“Mandi yang bersih, kebayang gak empat bulan gak gituaaaan.” Teriak Kit sebari terkekeh, tangan New pun keluar dari pintu kamar mandi menampilkan jari tengahnya yang membuat Kit dan juga Gun terkekeh puas.

“Udah cakep udaaaah.” Ucap Gun kepada sahabatnya yang sedari menatap wajahnya di cermin. “Kok gue deg-degan banget yaaaa.. Duh, gimana ya mulainya?” New mengalihkan wajahnya menatap kedua sahabatnya yang tengah berbaring santai di kasur miliknya. “Kalau gak deg-degan lu mati gaksih?” Kekeh Kit, “bacot Kit.” Jawab New sebari memutar bola matanya malas.

Gun yang sedari tadi berbaring akhirnya bangun dan menyambar kunci mobil yang ada di samping nakas milik New “yuk, udah jam setengah dua nih. Gue anterin aja, sekalian nganter Kit balik juga.” New yang masih berdiri di depan cermin langsung membalikan tubuhnya menatap kedua sahabatnya “gue harus mulai dengan apa?” Tanyanya dengan wajah memelas.

“Dengerin, menurut gue lu cuman cukup minta maaf karena udah ngegantung dia selama empat bulan dan lu minta buat kalian jalanin lagi bareng-bareng. Gausah yang muter-muter kesana-kemari.” Jawab Kit yang kini ikut berdiri di samping New, New pun mengangguk lemah “yaudah doain ya, thank you dah pada mau kesini menenangkan gue.”

“Anything for you, bitch.” Kekeh Gun, lalu di balas senyuman hangat dari New dan juga Kit. 

Lalu setelah ketiganya selesai memeriksa barang bawaannya, ketiganya pun mulai berjalan keluar meninggalkan kamar kost milik New.

Sesampainya di lobby apartment Tay , New langsung turun dari mobil Gun lalu berpamitan kepada dua sahabatnya “Makasihhh ya, tihati.. Doain gue.“  Ucap New. “Iye pasti di doain. Udah sana, good luck! Selamat kangen-kangenan!” Komentar Kit, sebelum akhirnya mobil tersebut meninggalkan New dan mulai keluar dari pekarangan lobby tersebut.

New kembali menarik nafasnya panjang sebari memantapkan hatinya kembali. “Bisa yuk bisa. Lalu mulai berjalan menuju kamar milik Tay.

ting

New memencet bel kamar milik Tay dengan perasaan yang tak karuan, kaki kananya tak berhenti bergetar sejak tadi dan kuku jari tangannya tak luput dari kebiasaannya saat panik yakni ia gigiti.

Tak berselang lama pintu itu pun terbuka menampilkan sosok Tay Tawan yang tengah memakai celana santainya dengan kaos putih polos yang membuat wajahnya bertambah tampan walaupun tubuhnya sedikit lebih kurus.

“Hai..” Itulah kata pertama yang keluar dari mulut Thitipoom.

Tawan tersenyum hangat “hai juga Poom..” Kedua hanya saling menatap dalam beberapa detik sampai Tay tersadar “eh, sorry.. Masuk Poom.” New menahan senyumannya lalu mengangguk dan mulai berjalan masuk saat Tay mulai mempersilahkan.

“Mau minum apa?” Tanya Tay begitu New masuk dan duduk di ruang TV apartment tersebut. “Lychee tea aja ya Mas satu.” Canda New. “Kebetulan saat ini sedang sold Mas, mau di ganti yang lain?” Tay menimpalin candaan New. Lalu keduanya terkekeh bersamaan “air putih aja Tana.” Jawab New kembali. Tay pun mengangguk lalu tersenyum sumringah saat mendengar kembali panggilan khas New untuk dirinya setelah hampir empat bulan tak mendengar panggilan tersebut.

“Di minum..” Ucap Tay sebari menyodorkan segela air putih di hadapan New. “Makasih Tana..” Jawab New sebari meminum air tersebut. Setelahnya keduanya memilih larut dalam diam. Sampai akhirnya..

“Tana..”“Poom..”

Keduanya saling melempar pandang lalu saling tersenyum. “Kamu dulu saja Poom..” Tay mempersilahkan New.

New kemudian menundukkan wajahnya “aku mau minta maaf, mungkin sikap aku kemaren super-duper egois. Maafin aku bikin kamu nunggu gak jelas, ngeblock semua akses komunikasi kita. Pokoknya aku jahat banget sama kamu dan aku beneran minta maaf..” Lirihnya.

New kemudian mulai memberanikan diri untuk menatap Tay “empat bulan kemaren bikin aku mikir, ternyata kalo gak sama kamu aku gak bisa Tana..Maafin aku.” Melihat Tay masih belum memberikan reaksi apapun New kembali menundukkan wajahnya “kalaupun Tana udah gak mau sama aku, aku gapapa kok. Aku siap. Karena aku tau, empat bulan kemaren aku emang jahat banget sama kamu.”

“Hey..Poom..” Tay mengangkat wajah kekasihnya lalu mengelus dengan lembut. “Saya tau kamu gak pernah berniat untuk jahat sama saya, dan saya mencoba mengerti dengan apa yang kamu lakukan kemarin sebenarnya itu ada alasannya dan saya mengerti alasan tersebut sebenarnya di karenakan saya-saya juga. Saya yang berubah overprotective sama kamu, sampai kamu tidak nyaman. Belum lagi tekanan dari keluarga saya dan saya yang tidak bisa tegas mengambil sikap.”

Tay mengambil tangan New untuk di genggam “saya juga minta maaf Poom.. Tapi jujur, empat bulan kemarin rasanya sangat berat. Nafas saya tercekat Poom, saya berasa mati tapi saya di paksa untuk tetap hidup saat gak ada kamu.” Tak terasa air mata Tay pun turun membasahi wajahnya. “Saat kamu hubungi saya, itu adalah pertama kalinya saya bisa bernafas dengan bebas Poom..” Lirih Tay, ia kemudian mencoba menstabilkan nafasnya. “Saya tau, hubungan kita banyak kurangnya saya tau.. Tapi boleh kah kita sama-sama belajar untuk mewujudkan hubungan ini? Seperti yang saya bilang, kalau bukan sama kamu saya gak mau. Saya cuman mau sama kamu Poom.” Ucap Tay sebari menatap iris mata New dengan lekat.

“Maafin aku ya Tana, kamu pasti kesiksa banget. Maafin aku..” Ujar New dengan penuh rasa bersalah. Tay dengan cepat menggeleng “gak-gak, itu semua emang proses yang harus kita hadapi Poom.. Sekarang sepertinya sudah saatnya kita jangan bahas yang lalu-lalu karena menurut saya itu sudah berlalu.” Tay kemudian kembali meraih tangan New untuk di genggam.

“Thitipoom.. Maukah kamu berikan saya kesempatan kembali untuk menjalin hubungan dengan kamu? Saya akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi, tolong kasih saya kesempatan kembali untuk memperjuangkan hubungan kita kembali Poom.” Ucap Tay dengan sungguh-sungguh. New tersenyum dengan hangat, lalu mengangguk lemah “kita sama-sama ya Tana.. Gak kamu doang yang berusaha buat jadi lebih baik, aku juga mau ikut berusaha untuk mewujudkan hubungan kita. Aku mau kita sama-sama berjuang ya?”

Mendengar hal tersebut tanpa aba-aba, Tay langsung menarik tubuh New masuk ke dalam pelukannya. “Kita sama-sama ya Poom, terimakasih untuk kesempatannya. Terimakasih untuk kembali kepada saya. Terimakasih Thitippoom..” Ujar Tay sebari mengeratkan pelukannya. New menganggukan kepalanya lalu ikut mengeratkan pelukan di tubuh Tana-nya.

Pelukan tersebut bertahan beberapa menit sampai Tay dengan perlahan melepaskan pelukannya, lalu dengan perlahan mengelus wajah New dengan lembut sebari tersenyum hangat “I miss you Poom..” New membalas senyuman tersebut “miss you too, Tana..” Lalu entah siapa yang memulai, bibir keduanya kini saling mendekat mengikis jarak di antara keduanya.

Akhirnya kedua bibir dari dua insan yang saling merindu itu bertemu, ciuman hangat tanpa saling menuntut. Tangan Tay kemudian merambat menekan tengkuk milik New dengan lembut, bibir keduanya bersentuhan dan saling melumat dengan perlahan dan matanya keduanya memilih untuk saling terpenjam. Ciuman hangat itu terjadi begitu lembut dan terasa saling menyalurkan hasrat rindu yang tertahan.

Tangan New dengan perlahan mengcengkram kaos polos Tay seiring dalamnya ciuman tersebut. Kini ciuman hangat tersebut sudah sedikit berganti menjadi ciuman yang sedikit menuntut, kini bukan hanya bibir yang saling melumat namun kini lidah keduanya ikut mengambil andil dalam kegiatan tersebut. Setelah puas saling melumat dan saling bertukar saliva, New yang pertama melepas ciuman tersebut.

“Aku butuh nafas..” Ucap New.

Keduanya pun terkekeh. Lalu Tay dengan perlahan mempertemukan dahinya dengan dahi New. “I Love you Poom, saya sayang kamu sangat.” New tersenyum dengan ungkapan cinta Tanya lalu kini giliran tangan New yang mengelus wajah tan milik Tay “Love you too Tana-ku.. Sama kaya kamu, aku juga sayang banget sama kamu.”

“Poom? Mau pindah ke kamar?” Tanya Tay dengan perlahan, wajah New otomatis bersemu merah mengerti akan permintaan Tay. “Ayoook..” Ucapnya sebari mengangguk malu. Tay yang pertama berdiri lalu tangannya meraih tangan New, menuntun kekasihnya berjalan menuju kamar miliknya.

Begitu pintu kamar Tay tertutup, keduanya memilih untuk duduk saling berdampingan di kasur king size milik Tay. 

“Tana..” “Poom..” Ucap keduanya bersamaan.

Tay membalikkan tubuhnya menatap New “kamu dulu.” New dengan cepat menggelengkan kepalanya lalu berucap “i just wanna say, miss you Tana..” Kemudian mulai mengelus paha Tay dengan perlahan “i miss everything about you..” Tay dengan cepat meraih tangan New yang berada di pahanya. “Me too..” Lalu dengan secepat kilat bibir keduanya kini sudah saling melumat. Ciuman ini bukan ciuman lembut dan hangat seperti sebelumnya, namun ciuman kali ini jauh lebih menuntut dan terkesan terburu-buru.

Tay dengan secepat kilat membuat tubuh New naik ke pangkuannya, perubahan posisi tersebut di lakukan tanpa sedikit pun melepas tautan antara keduanya. Bagai kebiasaan tangan New dengan otomatis melingkar di bahu sang kekasih. Tak puas hanya dengan melumat bibir New, Tay melepas tautan tersebut lalu beralih ke leher jenjang putih milik kekasinya. New mengangkat wajahnya untuk memberikan akses untuk Tay agar lebih mudah melumat habis leher miliknya. 

Keduanya begitu larut sampai entah bagaimana kini keduanya sudah tak mengenakan pakaian sehelai pun. Baju keduanya terlempar berserakan di bawah ranjang yang bergerak karena pergulatan keduanya.

Mulut New tak henti-hentinya mengeluarkan desahan bersamaan dengan Tay yang menggeram saat tubuh keduanya melakukan persatuan. Tangan New menggengam apapun yang bisa ia genggam untuk menyalurkann betapa nikmatnya kegiatan dengan kekasihnya tersebut.

Mulut Tay pun tak lelah mengucap dan memuji betapa sempurnanya segala hal mengenai kekasihnya. “Kamu.. Indah Poom..HHhh..”

Kini geraman Tay berubah menjadi alunan desahan menemani alunan desahan milik New yang memenuhi ruangan tersebut. Tangan keduanya saling bertautan sampai akhirnya keduanya mencapai puncak senggama secara bersamaan. “Hahhhh..“  Geram Tay saat mencoba melepas tautan tubuhnya dengan kekasihnya lalu mulai menstabilkan nafasnya yang masih menderu, kemudian ia mengubah posisi tubuhnya yang awalnya berada di atas tubuh New menjadi berbaring di samping kekasihnya “Thank you Thitipoom.” Lirihnya lalu kembali menarik tubuh New untuk kembali masuk ke dalam dekapannya.

Setelah aktivitas panas keduanya, Tay maupun New masih enggan menutupi tubuhnya dengan apapun. Keduanya masih memilih untuk saling mendekap. 

“Poom, mau mandi sekarang?” Tanya Tay sebari mengelus pucuk kepala New yang berada di atas dada bidang miliknya. New menggeleng lemah “bentar lagiii..”

Tay masih dengan agenda mengelus pucuk New “tadi terlalu cepet ya? Kamu sakit kah? Maaf.” New kembali menggeleng “gak kok, cuman masih pengen gini.. Masih mau meluk kamu.” Tay tersenyum lalu mengecup pucuk kepala kekasihnya. “Yaudah, kalau mau mandi kasih tau saya.” New pun mengangguk dengan perlahan lalu tangannya dengan perlahan membuat pola abstrak di dada Tay.

“Tana...” Lirihnya.

“Ya Poom?”

New mengangkat wajahnya berbalik menatap wajah Tay yang ada di atasnya. “Kenapa sayang?” Tanya Tay lembut. New menarik nafasnya lalu kembali mendaratkan kepalanya di dada Tay “Nenek tau kamu kesini? Aku harus gimana ya biar Nenek setuju sama hubungan kita?” Lirih New.

“Poom.. Kamu gak harus ngelakuin apa-apa, karena Nenek sekarang udah mau terima hubungan kita.” New yang mendengar ucapan tersebut dengan cepat mengangkat kepala dan tubuhnya “demi apa?” Tay terkekeh melihat ekspresi terkejut kekasihnya tersebut lalu ikut mengangkat tubuhnya memposisikan tubuhnya duduk menatap New. 

“Kemaren saya udah ngobrol sama Nenek, banyak hal yang saya sampaikan ke nenek sampai akhirnya Nenek bilang bahwa beliau mau mencoba kasih kesempatan untuk kita jalanin hubungan ini Poom, maaf saya belum bilang sama kamu.” Mendengar penjelasan Tay, New pun tak kuasa menahan air matanya “kamu serius?“ 

Tay mengangguk lalu menghapus air mata di wajah New “serius, nanti kita coba ketemu ya?” New mengangguk lalu memeluk tubuh Tay “makasih ya Tana.” Tay kembali mengecup pucuk kepala New dengan lekat “saya sudah bilang, kalau bukan kamu saya gak mau. Jadi saya pasti akan usahakan apapun untuk hubungan kita Poom.” New kemudian melepas pelukannya lalu menatap lekat-lekat wajah lelaki tan di hadapannya. “Sama kaya kamu, aku gak akan bosen-bosen bilang juga kalau aku cuman mau nya sama kamu.” Tay kembali tersenyum hangat lalu kembali mengecup pelan bibir New.

“Apapun yang akan kita hadepin di depan, kita harus jalanin sama-sama ya Poom? Jangan ada break atau pergi lagi. Oke?” Ucap Tay, New pun mengangguk setuju lalu mengangkat kelingking tangannya “janji, gak ada break atau pergi lagi.” Tay membalas dengan menautkan jarinya “i love you Thitipoom..” New tersenyum “Love you too Tana-ku..”

Keduanya memang tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan mengenai hubungan mereka, namun hanya satu yang keduanya tahu bahwa keduanya hanya ingin saling memiliki satu sama lain. 

Tangan Tay pun terbuka mempersilahkan New untuk masuk ke dalam dekapannya kembali, dan New pun tanpa menunggu lama masuk kembali ke dekapan kekasihnya.

Dan pada akhirnya apapun yang terjadi pada dirinya New Thitipoom akan selalu memilih kembali menjatuhkan hatinya ke pelukan kekasih tersayangnya yaitu, Tay Tawan Vihokratana.

“Ini ya Mas, terimakasih.” Ucap Pluem sebari memberikan satu lembar uang seratus ribu rupiah ke seorang lelaki yang membawa motor yang baru saja ia tumpangi. “Mas ini kembaliannya.” Ucap lelaki tersebut, Pluem menggelengkan kepalanya sebari memberikan helmnya “gausah Mas, buat Mas aja.” Lalu langsung berlari memasuki gerbang rumahnya.

“Den, Pluem.. Ada apa?” Tanya Pak Iding selaku satpam yang tengah berjaga. “Adek, saya mau ke adek.” Lalu kembali berlari sekuat tenaga memasuki pekarangan rumahnya. “Emang Den Adek kenapa?” Tanya Pak Iding pada dirinya sendiri kemudian ia mengangkat bahunya kebingungan sebari berjalan ke arah gerbang rumah tersebut.

Belum selesai Pak Iding menutup gerbang tersebut, Ia melihat Frank mengebut sebari memberi tanda agar satpam tersebut tak menghalangi jalan masuknya, Pak Iding yang terkejut dengan sigap bergeser mempersilahkan anak tengah keluarga Vihokratana tersebut masuk lalu bergegas berlari mendekat “Den, Frank.. Ada apa sampe ngebut begitu?”

“Pak Iding gimana sih? Bapak kan jaga di depan, kok bisa Adek sampe ketakutan sendirian di dalam?” Teriak Frank sebari melepas helmnya. “Maksudnya gimana den?” Frank turun dari motornya lalu melempar helmnya kepada Pak Iding “kalo sampe adik saya kenapa-napa, saya bakal nuntut bapak ya yang lagi jaga!” Kelakar Frank sebari langsung berlari memasuki rumahnya.

Pak Iding hanya bisa tertegun bingung sebari memeluk helm Frank. “Perasaan Den Adek sama Tuan New baru aja masuk sambil ketawa-ketawa.. Ketakutan gimana sih? Ini anak-anak Tuan besar pada kenapa ya?” Ucapnya sebari menggaruk kepalanya yang tak gatal kebingungan melihat sikap anak-anak Vihokratana tersebut.

Di sisi lain, Pluem yang terlebih dahulu sampai langsung berlari menuju kamar adik bungsunya. “Dek, adek?” Ucapnya sebari terengah-engah, namun ia tak dapat menemukan keberadaan adiknya tersebut sampai akhirnya Frank juga sampai ke kamar tersebut. “Dek? Nanon?” Teriak Frank. Pluem langsung menoleh ke arah Frank sebari terkejut “Adek ngehubungin lu juga?” Frank mengangguk “di toilet juga gak ada gak bang” Ucap Frank dengan panik.

Keduanya masih mencoba menstabilkan nafasnya dan berdiri di tempat masing-masing sampai terdengar suara Nanon yang terkekeh di depan pintu “nah, udah dateng kan berdua. Pada baikan dulu ya, kalau udah baikan baru boleh keluar.” Lalu dengan cepat menutup pintu kamar miliknya dan menguncinya dari luar.

Pluem dan Frank hanya bisa saling menukar pandang kebingungan. “Shit! Dikerjain bocah!” Keluh Frank saat tersadar. Pluem pun menggusak wajahnya kasar “bener-bener tuh anak.” Lalu memilih duduk di kasur milik adiknya.

“Tapi kalau gak di giniin, gue gak akan ada waktu ngobrol sama lo.” Pluem terkekeh. “Sini Kak..” Pluem menepuk spot kosong di sampingnya berharap adiknya duduk di sampingnya. Namun, Frank masih saja diam di tempatnya. “Adek bilang gak akan bukain pintu loh sampe kita baikan.” Ucap Pluem kembali, Frank pun menoleh lalu dengan enggan menduduki spot tersebut.

“So, pertama gue mau minta maaf sama lo..” Pluem memulai pembicaraan. “Gue harusnya percaya sama lo, dan gak nuduh aneh-aneh ke lo ataupun ke temen lo.” Frank masih enggan merespon. “Gue lupa, kalau lo udah bukan adik kecil gue yang kalau di jahatin temen-temennya pasti ngadu ke gue. Tapi sekarang lo udah jadi orang dewasa yang udah tau mana yang baik untuk hidupnya mana gak baik untuk hidupnya.”

Pluem meraih tangan Frank lalu mengusapnya dengan lembut “walaupun kenyataannya kaya gitu tapi ternyata gue masih susah buat gak nganggep lo adik kecil gue Frank. Gue masih takut lo salah langkah, gue masih takut kalau lo ngecewain Ayah dan Papah padahal gue yakin lo pasti gak akan sampe ngelakuin hal itu.” Frank bisa mendengar tarikan nafas Pluem di sampingnya.

“Gue punya tanggung jawab buat jagain lo, jagain adek, jagain papah, jagain keluarga ini.” Pluem kembali menarik nafasnya berat. “Tapi mungkin cara gue salah atau bahkan menyinggung lo, gue gak ada maksud buat berfikiran negatif sama lo. Gue cuman khawatir, gue khawatir sama adik kecil gue. Karena sebesar atau sehebat apapun diri lo sekarang, di mata gue lo tetep sama.. Lo tetep Frank adik kecil gue, yang kalau di jahatin pasti ngadunya ke gue. Adik kecil yang harus selalu gue jagain, Adik kecil yang harus gue pastikan hidupnya baik-baik aja. Tapi sekali lagi gue minta maaf kalau ternyata hal tersebut malah bikin lo marah dan kecewa sama gue.” Ucap Pluem lembut.

Frank kemudian tertegun mendengar ucapan Abangnya, ia bisa merasakan sedikit beban yang di tanggung Pluem. Benar, Pluem hanya khawatir terhadap dirinya. “Maaf.” Lirih Frank lemah.

“Gue.. Gue kebawa emosi.” “Gue cuman berharap lo selalu percaya sama gue Bang.” Lirihnya kembali.

Pluem kembali mengelus punggung tangan Frank “mulai sekarang gue akan selalu mencoba percaya sama lo, tapi boleh gak lo juga mulai percaya sama gue? Jangan umpet-umpetan kaya kemarin, kalau lo kayak gitu gimana gue gak curiga coba?” Frank mengangguk “iya.. Sorry..”

“Jadi sekarang kita udah baikan?” Tanya Pluem. Frank menatap sangsi sang Abang “lagian siapa dah yang musuhan?” Pluem terkekeh “kalo gak musuhan kenapa coba kontak gue pake di block segala?” Frank kembali menunduk “ya maap, emosi..”

Pluem kemudian mengusak kepala adiknya “emosi terus di duluin.. Bocah dasar.” Frank membetulkan rambutnya yang kini sedikit berantakan karena ulah Abangnya “enak aja bocah, udah bukan bocah. Tuh yang bocah tuh si Nanon, kurang asem gue di kerjain.” Keluh Frank.

“Hahaha, tadi jantung gue udah mau copot pas di chat dia. Kirain di culik atau di apa-apain tu anak.” Pluem ikut mengeluh. “Gue bahkan tadi marahin Pak Iding, pake ngancem kalau ada apa-apa dia yang akan gue salahin. Harus minta maaaf nih gue” Ujar Frank.

“Haruslah! Orang tua lu marah-marahin!” Jawab Pluem. “Iye kasian, udah kurus gue marahin pula ntar tambah kurus.” Balas Frank, lalu keduanya pun tertawa renyah.

“Tapi nanti kita mesti bales nih kelakuan si bocil Bang, enak aja ngerjain kakak sama abangnya.” Mata Frank menggebu-gebu. “Nanti kita fikirin, ngerjain dia mah gampang.” Jawab Pluem. “Mending sekarang lo buka deh block-an kontak gue, gue susah ngehubungin lo nya.” Pinta Pluem.

Frank pun mengambil ponselnya lalu menunjukkan layarnya ke hadapan Abang “noh, udah gue buka.” Pluem kembali mengusak rambut adiknya “jangan-jangan kalo lo berantem sama cewek lo main block-blockan juga?” Frank kembali membereskan rambutnya “elahhhh, rambut gue! Kagaklah, jarang berantem gue. Baik hati, sering mengalah.”

“Gue yakinnya cewek lo sih yang lebih sering mengalah karena ni lakinya emosian mampus. Hahahahaha” Frank kemudian menggaruk kepalanya yang tak gatal “tau aje, kalo lo sama Chimon gimana? Bawel banget gak sihh tu anak.” Pluem tersenyum “lumayan, tapi lucu sih kalo gak bawel malah aneh.”

Frank mendelik “dih bucinnya kecium banget sih bang..” Pluem membalas mendelik “emang lo engga? Iya Ay, ini aku makan kok.., emang gue kagak tau lo ay-ay an sama cewek lo!” Frank terperangah “etdahhh denger aja lagi lo!” Pluem pun langsung meraih tubuh adiknya masuk kedalam pelukannya.

“Duh ni bocah cengeng ingusan udah gede aja, udah bisa ay-ayan sama cewek.” Frank mencoba melepas pelukan Abangnya “apansih lo peluk-peluk! Elaaaah, lepasin gak!” Namun usahanya nihil karena Pluem malah semakin mempererat pelukannya “dulu, lo kalo tidur harus di peluk gue baru mau tiduuuur, diem gue kangen nih sama adik kecil ingusan gue!” Frank masih mencoba meronta “gue gak ingusaaaaaan!!!!”

Di saat keduanya masih saling memeluk pintu kamar tersebut terbuka. “Kenapa peluk-pelukkannya cuman berdua!!! Adek mau ikutttt!!!” Teriak Nanon sebari langsung berlari menghampiri Abang dan Kakaknya.

“Nahhhh ni bocah yang ngerjain kita bang!! Gausah lo ikut peluk-peluk! Sana loooo, bikin gue sama Abang jantungan aja!” Frank mencoba menjauhkan tubuhnya dan Abangnya dari Nanon.

“Papaaaahhhhh!! Frankieeeeee!!!!” Rengek Nanon yang tidak di berikan akses untuk memeluk Abang dan Kakaknya.

New yang baru saja memasuki kamar tersebut hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuaan ketiga anaknya “hayooo, sekalinya udah baikan malah bikin Adeknya nangis.”

“Abisnya nyebelin banget, pake akting yang bikin panik.” Frank mengeluh, “kalau gak gitu lo gak akan mau baikan sama abang! Lagian ini bukan rencana gue doang, Papah juga ikutan you know?!” Bela Nanon.

Frank dan Pluem saling bertukar pandang tak percaya.

“Hahahaha, iya-iya papah ikut andil dalam ngerjain kalian. Tapi akhirnya jadi baikan kan?” Nanon mengangguk puas “tuhkannn..”

“Sini coba sini, udah pada baikan kan?” Tanya New kepada tiga anaknya. “Kayaknya udah si Pah, tuh tadi peluk-pelukkan sampe Adek gak di ajak.” Jawab Nanon sensi.

New tersenyum lalu “namanya saudara itu wajar kalau ada selisih paham, tapi.. Semarah apapun kalian, seberat apapun masalahnya tetap harus di komunikasikan karena kalau tidak di komunikasikan gak akan ada jalan keluarnya. Kita kan gapunya kekuatan super untuk tau isi hati seseorang jadi tetap harus apa?”

“Di komunikasikan..” Ketiga anak Vihokratana tersebut kompak menjawab.

New tersenyum “kalian bertiga harus punya perasaan saling memiliki antar satu sama lain, harus saling sayang antar saudara ya? Abang sebagai anak tertua harus membimbing dan menjaga adik-adiknya, Kakak dan Adek pun harus bantu Abang dengan menghormati Abang sebagai Kakak tertua. Intinya gak harus Abang aja yang jagain kalian, kalian juga harus punya perasaan untuk saling menjaga satu sama lainnya. Oke?” Ketiga anak Vihokratana pun mengangguk setuju.

“Kan kalau rukun gini enak di lihatnya.. Apalagi nanti sebentar lagi bakal ada Gemini cucunya Bude yang mau nginep disini, kalau pada berantem kan gaenak..” Ucap New.

“Oh Gemini yang dulu masih kecil banget Pap?” Tanya Frank. “Iya, yang dulu kalo lagi di rumah Bude, ngikut-ngikut Kakak mulu loh..”

“Wih asyikkkk, ada temen main PS dongg nanti.” Ucap Frank excited, “Kapan Pap kesininya?” New menggeleng “belum tau, nanti biar Papah tanya ya..”

Frank mengangguk, namun Nanon sedikit memajukan bibirnya “kan gue juga temen main PS lu Kak..” Frank menoleh “lu cengeng kalo kalah, males.” Jawab Frank asal.

“Issssshhhh enggaaaaaaaaaaa..” Sanggah Nanon.

“Gak salah sihhh..” Pluem ikut bergabung.

“Abang ishhhh!! Kok ikutannnn!!!!” Protes Nanon. Membuat kedua kakak dan Papahnya tertawa.

“Udah-udah, nanti nangis adeknya. Mendingan sekarang kita keruang TV yuuukk.. Papah tadi udah bikin popcorn sama bikin pisang goreng. Siapa yang mau?” Tanya New.

“Abang!” “Kakak!” “Adekkk!!” Jawab ketiganya secara bersamaan.

A brother's unconditional love is priceless.

@pandaloura

Setelah menyelesaikan makan malam dengan teman-teman dan keluarganya, Tay pun berpamitan dengan teman-temannya lalu ikut pulang kerumah orang tuanya. Sesampainya di rumah ia langsung pamit kepada ibu dan neneknya untuk naik ke kamarnya yang berada di lantai dua agar bisa mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

“Nanti mau di buatkan teh hangat Mas?” Tanya Bunda kepada Tay yang kini sudah berada di pertengahan tangga, Tay menoleh lalu menggeleng lemah “gausah Bun, Tawan mau istirahat saja.” Ucapnya lalu kembali berbalik dan melangkahkan kakinya.

Ibunda Tay hanya bisa terdiam dan saat ini ia bisa merasakan kesedihan yang di rasakan anaknya. “Padahal ini hari bahagiamu Mas..” Lirih Bunda Tay lalu berjalan menjauh menuju kamarnya.

Nenek Tay yang tengah terduduk kemudian mengangkat wajahnya menatap lantai dua dimana kamar cucunya berada, matanya terlihat sendu di wajahnya yang sudah termakan usia. “Nenek egois ya Tay?” Lirihnya lalu kembali menundukkan wajahnya.

  • Kamar Tay Tawan

Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Tay memilih untuk merebahkan tubuhnya sebari memainkan ponsel pintarnya. Ia tersenyum hangat saat melihat beberapa foto dirinya dan juga beberapa temannya saat yudisium tadi siang. Namun senyum tersebut tak bertahan lama, tiba-tiba menghilang saat ia sadar bahwa Thitipoom nya tidak disana.

Tay tiba-tiba merasa sesak menyelimuti dadanya lalu matanya Tay tiba-tiba memanas dan berakhir menurunkan beberapa bulir air mata yang sedikit membasahi wajahnya. “Should i give up Poom?” Lirihnya lemah.

Tak berselang lama, pintu kamar Tay di ketuk dengan pelan menandakan ada seseorang yang mengetuk pintu tersebut. “Mas.. Nenek boleh masuk?”

“Se..Sebentar nek..” Mendengar suara Neneknya tersebut Tay dengan segera menghapus air matanya lalu mencoba menstabilkan keadaannya nafasnya. Setelah di rasa sudah sedikit stabil Tay pun berjalan dengan perlahan lalu kemudian membuka pintu kamarnya. “Kenapa Nek?” Tanya Tay begitu membuka pintu.

Nenek menggeleng lalu mencoba mengelus wajah cucunya “kirain Mas udah tidur, Nenek boleh masuk?” Tay menggeserkan tubuhnya mempersilahkan Neneknya untuk memasuki kamarnya.

“Sini duduk..” Nenek menepuk kasur di sampingnya. Tay kemudian berjalan lalu kemudian duduk di samping Neneknya tanpa mengeluarkan suara.

Nenek kemudian menatap wajah sendu cucunya lalu dengan perlahan mengelus wajah Tay “berat ya Mas?” Tay membalas tatapan neneknya dengan sendu lalu mengangguk lemah “maafin Tawan Nek.” Lalu kemudian tangis Tay kembali pecah membuat Nenek hanya bisa menarik tubuh besar cucunya untuk masuk kedalam dekapannya “maafin Nenek..” Lirih Nenek Tay sebari mengelus punggung cucunya tersebut.

Malam itu Nenek Tay hanya bisa merasakan rasa bersalah di dadanya setelah mendengar suara tangis pilu cucunya.

“Udah enakan?” Tanya Nenek saat Tay melepas pelukannya. Tay mengangguk lemah “maaf Nek.” Nenek Tay dengan cepat menggeleng sebari membantu Tay menghapus sisa air mata yang ada di wajah cucunya “gapapa, Nenek boleh tanya?” Tay mengangguk.

“Mas putus sama New?” Tay hanya diam tak menjawab pertanyaan tersebut. “Mas?” Nenek kembali bertanya, “mungkin Nek, Tawan sudah gak berhubungan selama empat bulan.” Jawab Tay lemah. “New yang memutus hubungan?” Tay mengangguk lemah “banyak hal yang terjadi Nek, jadi New minta waktu untuk pisah terlebih dahulu.” Jawab Tay kembali.

Nenek hanya bisa menarik nafasnya dalam-dalam “Mas sesayang itu sama New?” Tay kemudian menatap iris mata Neneknya dengan begitu mantap lalu kemudian mengangguk “sangat Nek.. Tawan gak tahu apabila dengan orang lain Tawan bisa sedalam ini atau tidak, tapi yang Tawan yakini saat ini adalah hati Tawan hanya untuk New Nek..” Jawabnya.

“Nek..” Tawan menggengam tangan Neneknya. “Tawan tau, ini salah. Tawan Tau, Nenek hanya ingin yang terbaik untuk Tawan.. Tapi Nek, boleh gak sekali ini saja Nenek percaya sama Tawan? Percaya bahwa Tawan akan bahagia dengan New, apapun pandangan orang Tawan gak peduli Nek.. Tawan sudah berusaha untuk beralih tapi empat bulan ini saat gak ada New, Tawan hilang arah Nek. Tawan gak bisa merasakan makanan apapun yang masuk ke dalam mulut Tawan, nafas Tawan sesak Nek.. Berat.. Sangat berat Nek..” Tay menundukkan wajahnya menatap kosong lantai.

Hati Nenek ikut teriris mendengar ungkapan hati cucunya. “Nak.. Kejar New nak.. Restu Nenek untuk kalian berdua.. Maafkan Nenek ya Mas?” Ucapnya langsung kembali memeluk tubuh cucunya.

“Nek beneran Nek?” Tawan kembali memastikan begitu pelukan antara keduanya terlepas. Nenek tersenyum hangat lalu mengangguk “kejar nak, kebahagiaan kamu yang utama.” Tawan tersenyum lalu kembali memeluk tubuh Neneknya “Makasih Nek.. Makasihhh...”

“Sama-sama, yaudah sana tidur.. Istirahat.. Menghubungi Newnya besok pagi aja.”

Tay mengangguk lalu kembali tersenyum.

Mungkin malam itu menjadi pertama kalinya lagi Tawan bisa bernafas dengan lega dan tidur dengan nyenyak.

Frank membanting ponselnya ke kasur milik Frist sehingga beberapa temannya menoleh dengan menatap keheranan. “Kenape Frank? Berantem sm Ploy?” Tanya Frist yang duduk di sampingnya, Frank langsung menggeleng “kagak, Abang gue bacot banget.” Jawabnya ketus.

“Bacot gimana? Biasanya Abang lu kan gak banyak omong?” Rizki yang duduk di atas kasur ikut berkomentar. “Kemaren dia liat gue ketemu sama si Roni, gue ketemu si Roni cuman ngambil isi pods doang padahal. Dia mikirnya aneh-aneh, gue udah jelasin malah segala di bahas. Bacot banget, biasanya juga dia cuek-cuek aja sama gue.” Jelas Frank masih dengan wajah kesalnya.

“Abang lu cuman khawatir, ya lu tau sendiri kan Roni emang sedikit bermasalah? Wajar Abang lu khawatir.” Ucap First mencoba menenangkan sahabatnya, “ya tapi kan sekarang si Roni udah tobat cuy, lagian gue gak suka aja Abang gue sotoy banget main judge temen-temen gue. Dah ah, gausah di bahas! Males gue!” Kemudian Frank mulai menyalurkan kekesalannya dengan bermain PS kembali.

Di tempat lain Pluem hanya bisa menahan amarahnya saat mengetahui bahwa kontaknya di blokir oleh adik pertamanya, ia kembali menarik nafasnya yang berat sebari mengingat-ngingat ucapan adiknya mengenai dirinya yang cuek dan seolah tak perduli pada Frank “nanti gue coba ajak ngobrol deh.” Ucap Pluem pada dirinya sendiri.

  • Kediaman Vihokratana's

Terdengar suara bungsu Vihokratana tengah bercerita mengenai harinya kepada sang Papah “iya, jadi kan tadi Adek makan di kantin kan.. Terus ternyata nasi gorengnya enaaakkk banget, tapi telornya cuman satu Adek kan kalo makan harus dua telornya.” Papah New hanya tersenyum sebari mengangguk “kenapa gak nambah aja telornya? Adek bayar lebih deh.” Nanon menggelengkan kepalanya lalu menelusupkan tubuhnya mendekap di ketiak sang Papah “Adek kan maluuuuu kalau nambah..” Ucapnya pelan. New membalas mendekap anak bungsunya lalu mengelus punggung Nanon “yauda nanti bawa aja dari rumah telur tambahannya ya?” Nanon mengangkat wajahnya lalu mengangguk malu-malu.

Tak berselang lama perhatian keduanya teralih saat terdengar langkah seseorang yang berjalan ke ruang keluarga dimana tempat mereka berada. “Abang atau Kakak ya?” Tanya Nanon kepada sang Papah. “Siapa ya? Tadi Papah hubungi Abang sama Kakak sama-sama di jalan pulang soalnya” Jawab Papah. “Abang!! Yeayy beneran Abang!” Ucap Nanon dengan semangat melihat sang Abang memasuki ruangan tersebut. “Halooo, tumben Adek udah di rumah?” Ujar Pluem yang langsung bergabung dengan Papah dan Adik bungsunya dan tak lupa mengecup lengan sang Papah “Tadi cuman satu kelas aja, terus Pawpaw mau gym terus Chimon juga kan pergi nganterin Papah Gun.” Jelas Nanon, Pluem pun mengangguk mengerti.

“Kakak belum dateng?” Tanya Pluem kepada sang Papah, Papah New menggeleng “sebentar lagi kayanya, tadi udah di jalan kok. Kenapa Bang?” Pluem membalas menggeleng “gapapa.” “Eh itu Kakak.” Tunjuk New saat melihat anak tengahnya berjalan melewati ruangan keluarga. “Kakak sini nak..” Pinta New kepada anak tengahnya, Frank sempat berhenti beberapa detik lalu berucap “izin langsung naik ke atas ya Pap, capek.” New pun mengangguk sebari sedikit keheranan melihat sikap anak tengahnya tersebut.

Pluem yang sadar langsung berdiri dari duduknya kemudian berjalan menyusul adiknya.

“Kak..” Panggil Pluem.

Frank enggan menoleh namun langkahnya terhenti. Pluem mendekat lalu menepuk bahu adiknya “Abang mau ngomong.” Frank menoleh lalu memberikan tatapan tajamnya “ngomong apa lagi? Ceramah? Gue lagi gamau ribut Bang, gue jelasin juga lu pasti mikirnya negatif ke gue. Udah, gue capek. Gue gamau juga ntar Papah denger kita berantem.”

“Coba jelasin biar gue gak salah paham, bukannya menghindar terus block gue.” Pluem mencoba meraih tangan adiknya namun dengan cepat Frank menarik lengannya “percuma, gue capek karena nantinya apapun yang akan gue jelaskan gak akan merubah apa yang lu percayai.” Ucap Frank sebari langsung masuk ke dalam kamarnya.

Pluem hanya bisa menarik nafasnya kasar lalu berusaha mengerti bahwa adiknya dan juga dirinya butuh waktu untuk menenangkan diri terlebih dahulu.

“Selamat Tay!” Riuh-riuh ucapan dari beberapa teman yang mengelilingi Tay. Beberapa memberikan bucket bunga dan bingkisan-bingkisan hadiah untuk Tay yang baru saja keluar dari acara yudisium kampusnya. Tay menerima segalanya dengan senyuman hangat “terimakasih semuanya.”

Namun matanya tak lepas mengitari sekitar nampaknya Tay tengah mencari keberadaan seseorang. “Kayaknya New gak kesini kak.” Ucap Gun yang sadar sahabat dari kekasihnya tersebut tengah mencari keberadaan temannya. Tay menoleh lalu mengangguk lemah “oh..” Gun kemudian menyerahkan bucket berisi bunga matahari kepada Tay “selamat ya Kak, semoga berkah gelarnya.” Tay kembali mengangguk sebari mengambil bucket bunga tersebut “Aamiin.. Makasih Gun..” Gun membalas dengan anggukan lalu kembali berdiri di dekat kekasihnya.

“Eh.. Iya Tay, tadi Bunda nelfon katanya abis lo selesai yudisium kita di suruh buat ke restoran xyz buat makan malam bareng. Udah di reservasi katanya.” Ucap Alice memecah keheningan, Tay mengangguk “oke.” Yang lainnya pun hanya bisa terdiam lalu saling melempar pandang melihat ekspresi wajah Tay yang sendu walaupun tengah menyandang status sarjana baru.

  • Restoran XZY

“Aduh akhirnya anak bunda udah jadi sarjana..” Bunda Tay langsung memeluk putranya begitu melihat Tay memasuki restoran Jepang yang di pilih oleh keluarganya. Tay tersenyum hangat sebari membalas pelukan bundanya. Lalu setelah selesai memeluk sang bunda, Tay kemudian memeluk sang nenek yang berdiri di sampingnya “Nenek bangga sama kamu mas. Selamat ya sayang.” Tay mengangguk kemudian melepas pelukannya.

“Ayok, ayok pada pesen dulu yuuu.. Udah pada laper kan ya? Eh ayok Alice, Arm, Off ayok pesen eh ini siapa kok Bunda baru lihat?” Tanya Bunda saat melihat Gun, Gun kemudian tersenyum lalu menyodorkan tanggannya “Gun Tante, salam kenal.” Bunda Tay tersenyum lalu menyambut hangat jabatan tangan Gun “oh, ini Gun.. Salam kenal ya sayang, ayok pesen juga ya jangan sampe gak pesen.”

Setelah semuanya mengambil posisi duduk, Nenek Tay menatap sekitar lalu mulai bertanya “New gak ikut mas?” Pertanyaannya membuat seluruh mata yang berada di meja tersebut tersentak lalu saling menukar pandang, bingung. Tay menggeleng lemah “gak nek.” Nenek Tay menunjukkan ekspresi bingung. “Tay sama New udah gak berhubungan nek, udah empat bulan.” Jawab Off lantang. “Kok mas gak cerita?” Nenek meminta penjelasan kepada Tay. Tay menggeleng lemah “gapapa, udah ya nek nanti saja di bahasnya..” Ucap Tay menghindar.

Nenek Tay menatap sendu wajah cucunya, akhirnya ia tau mengapa tubuh cucunya susut dengan cepat dan kini ia mengerti alasan di balik wajah cucunya terlihat sendu di hari bahagianya.

“Halooo..” Ucap New dengan suara paraunya saat mengangkat video call dari ponselnya.

”Papah, kok masih tidur? Papah kenapa belum siap-siap pulang sih? Papah pulang kan? Gak boleh extand ya!!!!” Terdengar suara anak bungsunya yang kini terlihat juga wajahnya yang tengah mengernyitkan dahinya.

New kemudian mencoba membetulkan posisinya menjadi duduk sebari bersandar ke heardboard kasurnya “sayang, ini masih jam lima pagi.. Papah kan flight jam tiga sore sayang.”

”Iya sih, tapi Papah jangan extand ya? Janji loh yaaa? Papah adek kangen banget, pen ketemu sekarang. Kenapa sih ambil flight jam tiga sore? Kenapa gak pagi aja? Emang masih ngapain sih? Atau kenapa Ayah gak nyewa private jet aja? Biar pulang sekarang? Kenapa lama banget sih ke sore?” Ucap sang anak secara bertubi-tubi kepada New.

New hanya bisa tersenyum melihat kelakuan anak bungsunya “sabar ya, sebentar lagi kok. Adek kok udah bangun? Biasanya susah bangun pagi?”

”Kebangun, kangen Papah.” Suara Nanon terdengar sedih. New kemudian tersenyum kembali “duh sabar ya? Hari ini kita ketemu ya sayang ya?” Nanon mengangguk di layar ponsel milik New. “Adek kangen Ayah gak? Tumben gak nanyain Ayah? Nih Ayah masih tidur nih.” New mulai mengarahkan ponselnya ke arah suaminya yang kini tengah tertidur pulas sebari tangannya tetap melingkari tubuhnya.

”Baju Ayah emang abis ya? Kenapa gak pake baju segala sih? Gak jelas banget.” Dumal Nanon saat melihat Ayahnya yang tengah bertelanjang dada dalam tidurnya.

New terkekeh lalu menarik selimut suaminya agar tubuh atasnya tertutup “Yauda Adek bobo lagi ya? Nanti sore baru ketemu.” Nanon menggelengkan kepalanya ”Adek masih mau video call sama Papah. Papah Adek kangen tauk, emang Papah gak kangen ya? Gak mau ya liat muka Adek?” Nanon kembali mendumal, New kembali terkekeh.

“Gak gitu sayang, Papah juga kangeeeeen banget sama Adek. Tapi kan ini masih pagi banget nih, mending Adek tidur lagi. Nah Papah mau mulai beresin barang bawaan Papah, biar bisa cepet pulang. Gimana?”

Nanon terdiam sebentar lalu mulai kembali bersuara “yaudah, tapi Papah beresin barang ya? Jangan tidur terus peluk-pelukan lagi sama Ayah!“

“Iya sayang iya, yauda adek bobo lagi ya nak? Nanti jam enam bangun lagi buat siap-siap sarapan. Oke ya sayang ya?” Nanon mengangguk ”cepet pulang ya Pah.. Adek pengen di peluk.”

New tersenyum hangat “iya sayang, yauda Papah matiin ya?”

”Iya.. Dadah Papah.. Papah cepet pulang ya? Adek kangen, Papah yang paling Adek sayang no satu di hati Adek.”

“Iya, ketemu nanti sore ya dunianya Papah. I love you sayang.. Papah matiin yaa?” Lalu New memutuskan panggilan tersebut. Ia kemudian tersenyum hangat menatap wallpaper ponselnya yang berisi foto ketiga anaknya. “Papah juga kangen kalian.” Lirihnya, lalu mencoba bangkit perlahan dari duduknya namun usahanya sia-sia karena tangan Tay yang melingkar di perutnya menahan tindakan yang di lakukan oleh New tersebut.

“Mas ih.. Aku mau beresin koper.” Ucap New mencoba kembali usahanya. Tay berdeham dan semakin mengeratkan pelukannya “masih lama sayang, tidur lagi aja. Kamu masih capek kan gara-gara semalem.”

New hanya bisa terdiam pasrah kemudian mulai mengelus lengan Tay yang melingkar di tubuhnya “anak kamu udah bawel tuh, subuh-subuh udah nelfonin.”

“Tumben dari kemaren nanyainnya kamu melulu? Aku kayaknya gak pernah di tanyain.” Tay yang kini setengah sadar menatap suami manisnya. “Lagi manja sama aku dia, gatau kenapa. Tapi paling bentar, nanti juga balik lagi apa-apa ayah.. Maunya ayah, pokoknya mau sama ayah.” New mencoba menirukan anak bungsunya.

Tay terkekeh lalu mulai menelusupkan wajahnya ke perut suami manisnya “aku godain ah ntar dia.” New kemudian memukul pelan lengan suaminya “jangan aneh-aneh mas, dia kalau ngambek susah.” Tay kembali terkekeh “hahaha iyaiya engga,udah mending kita tidur lagi sejam, nanti pas bangun kita sarapan dulu baru aja sama-sama beresin kopernya.” Pinta Tay pada New.

“Yauda beneran di bantuin ya..” Ujar New sebari kembali merebahkan tubuhnya di samping suaminya. “Iya sayangnya mas, sini peluk dulu.” Tay mencoba kembali mendekap tubuh suaminya lalu keduanya pun kembali saling mendekap sebari kembali memejamkan matanya.

“Halooo..” Ucap New dengan suara paraunya saat mengangkat video call dari ponselnya.

”Papah, kok masih tidur? Papah kenapa belum siap-siap pulang sih? Papah pulang kan? Gak boleh extand ya!!!!” Terdengar suara anak bungsunya yang kini terlihat juga wajahnya yang tengah mengernyitkan dahinya.

New kemudian mencoba membetulkan posisinya menjadi duduk sebari bersandar ke heardboard kasurnya “sayang, ini masih jam lima pagi.. Papah kan flight jam tiga sore sayang.”

”Iya sih, tapi Papah jangan extand ya? Janji loh yaaa? Papah adek kangen banget, pen ketemu sekarang. Kenapa sih ambil flight jam tiga sore? Kenapa gak pagi aja? Emang masih ngapain sih? Atau kenapa Ayah gak nyewa private jet aja? Biar pulang sekarang? Kenapa lama banget sih ke sore?” Ucap sang anak secara bertubi-tubi kepada New.

New hanya bisa tersenyum melihat kelakuan anak bungsunya “sabar ya, sebentar lagi kok. Adek kok udah bangun? Biasanya susah bangun pagi?”

”Kebangun, kangen Papah.” Suara Nanon terdengar sedih. New kemudian tersenyum kembali “duh sabar ya? Hari ini kita ketemu ya sayang ya?” Nanon mengangguk di layar ponsel milik New. “Adek kangen Ayah gak? Tumben gak nanyain Ayah? Nih Ayah masih tidur nih.” New mulai mengarahkan ponselnya ke arah suaminya yang kini tengah tertidur pulas sebari tangannya tetap melingkari tubuhnya.

”Baju Ayah emang abis ya? Kenapa gak pake baju segala sih? Gak jelas banget.” Dumal Nanon saat melihat Ayahnya yang tengah bertelanjang dada dalam tidurnya.

New terkekeh lalu menarik selimut suaminya agar tubuh atasnya tertutup “Yauda Adek bobo lagi ya? Nanti sore baru ketemu.” Nanon menggelengkan kepalanya ”Adek masih mau video call sama Papah. Papah Adek kangen tauk, emang Papah gak kangen ya? Gak mau ya liat muka Adek?” Nanon kembali mendumal, New kembali terkekeh.

“Gak gitu sayang, Papah juga kangeeeeen banget sama Adek. Tapi kan ini masih pagi banget nih, mending Adek tidur lagi. Nah Papah mau mulai beresin barang bawaan Papah, biar bisa cepet pulang. Gimana?”

Nanon terdiam sebentar lalu mulai kembali bersuara “yaudah, tapi Papah beresin barang ya? Jangan tidur terus peluk-pelukan lagi sama Ayah!“

“Iya sayang iya, yauda adek bobo lagi ya nak? Nanti jam enam bangun lagi buat siap-siap sarapan. Oke ya sayang ya?” Nanon mengangguk ”cepet pulang ya Pah.. Adek pengen di peluk.”

New tersenyum hangat “iya sayang, yauda Papah matiin ya?”

”Iya.. Dadah Papah.. Papah cepet pulang ya? Adek kangen, Papah yang paling Adek sayang no satu di hati Adek.”

“Iya, ketemu nanti sore ya dunianya Papah. I love you sayang.. Papah matiin yaa?” Lalu New memutuskan panggilan tersebut. Ia kemudian tersenyum hangat menatap wallpaper ponselnya yang berisi foto ketiga anaknya. “Papah juga kangen kalian.” Lirihnya, lalu mencoba bangkit perlahan dari duduknya namun usahanya sia-sia karena tangan Tay yang melingkar di perutnya menahan tindakan yang di lakukan oleh New tersebut.

“Mas ih.. Aku mau beresin koper.” Ucap New mencoba kembali usahanya. Tay berdeham dan semakin mengeratkan pelukannya “masih lama sayang, tidur lagi aja. Kamu masih capek kan gara-gara semalem.”

New hanya bisa terdiam pasrah kemudian mulai mengelus lengan Tay yang melingkar di tubuhnya “anak kamu udah bawel tuh, subuh-subuh udah nelfonin.”

“Tumben dari kemaren nanyainnya kamu melulu? Aku kayaknya gak pernah di tanyain.” Tay yang kini setengah sadar menatap suami manisnya. “Lagi manja sama aku dia, gatau kenapa. Tapi paling bentar, nanti juga balik lagi apa-apa ayah.. Maunya ayah, pokoknya mau sama ayah.” New mencoba menirukan anak bungsunya.

Tay terkekeh lalu mulai menelusupkan wajahnya ke perut suami manisnya “aku godain ah ntar dia.” New kemudian memukul pelan lengan suaminya “jangan aneh-aneh mas, dia kalau ngambek susah.” Tay kembali terkekeh “hahaha iyaiya engga,udah mending kita tidur lagi sejam, nanti pas bangun kita sarapan dulu baru aja sama-sama beresin kopernya.” Pinta Tay pada New.

“Yauda beneran di bantuin ya..” Ujar New sebari kembali merebahkan tubuhnya di samping suaminya. “Iya sayangnya mas, sini peluk dulu.” Tay mencoba kembali mendekap tubuh suaminya lalu keduanya pun kembali saling mendekap sebari kembali memejamkan matanya.

“Halooo..” Ucap New dengan suara paraunya saat mengangkat video call dari ponselnya.

”Papah, kok masih tidur? Papah kenapa belum siap-siap pulang sih? Papah pulang kan? Gak boleh extand ya!!!!” Terdengar suara anak bungsunya yang kini terlihat juga wajahnya yang tengah mengernyitkan dahinya.

New kemudian mencoba membetulkan posisinya menjadi duduk sebari bersandar ke heardboard kasurnya “sayang, ini masih jam lima pagi.. Papah kan flight jam tiga sore sayang.”

*”Iya sih, tapi Papah jangan extand ya? Janji loh yaaa? Papah adek kangen banget, pen ketemu sekarang. Kenapa sih ambil flight jam tiga sore? Kenapa gak pagi aja? Emang masih ngapain sih? Atau kenapa Ayah gak nyewa private jet aja? Biar pulang sekarang? Kenapa lama banget sih ke sore?”* Ucap sang anak secara bertubi-tubi kepada New.

New hanya bisa tersenyum melihat kelakuan anak bungsunya “sabar ya, sebentar lagi kok. Adek kok udah bangun? Biasanya susah bangun pagi?”

”Kebangun, kangen Papah.” Suara Nanon terdengar sedih. New kemudian tersenyum kembali “duh sabar ya? Hari ini kita ketemu ya sayang ya?” Nanon mengangguk di layar ponsel milik New. “Adek kangen Ayah gak? Tumben gak nanyain Ayah? Nih Ayah masih tidur nih.” New mulai mengarahkan ponselnya ke arah suaminya yang kini tengah tertidur pulas sebari tangannya tetap melingkari tubuhnya.

”Baju Ayah emang abis ya? Kenapa gak pake baju segala sih? Gak jelas banget.” Dumal Nanon saat melihat Ayahnya yang tengah bertelanjang dada dalam tidurnya.

New terkekeh lalu menarik selimut suaminya agar tubuh atasnya tertutup “Yauda Adek bobo lagi ya? Nanti sore baru ketemu.” Nanon menggelengkan kepalanya ”Adek masih mau video call sama Papah. Papah Adek kangen tauk, emang Papah gak kangen ya? Gak mau ya liat muka Adek?” Nanon kembali mendumal, New kembali terkekeh.

“Gak gitu sayang, Papah juga kangeeeeen banget sama Adek. Tapi kan ini masih pagi banget nih, mending Adek tidur lagi. Nah Papah mau mulai beresin barang bawaan Papah, biar bisa cepet pulang. Gimana?”

Nanon terdiam sebentar lalu mulai kembali bersuara “yaudah, tapi Papah beresin barang ya? Jangan tidur terus peluk-pelukan lagi sama Ayah!“

“Iya sayang iya, yauda adek bobo lagi ya nak? Nanti jam enam bangun lagi buat siap-siap sarapan. Oke ya sayang ya?” Nanon mengangguk ”cepet pulang ya Pah.. Adek pengen di peluk.”

New tersenyum hangat “iya sayang, yauda Papah matiin ya?”

”Iya.. Dadah Papah.. Papah cepet pulang ya? Adek kangen, Papah yang paling Adek sayang no satu di hati Adek.”

“Iya, ketemu nanti sore ya dunianya Papah. I love you sayang.. Papah matiin yaa?” Lalu New memutuskan panggilan tersebut. Ia kemudian tersenyum hangat menatap wallpaper ponselnya yang berisi foto ketiga anaknya. “Papah juga kangen kalian.” Lirihnya, lalu mencoba bangkit perlahan dari duduknya namun usahanya sia-sia karena tangan Tay yang melingkar di perutnya menahan tindakan yang di lakukan oleh New tersebut.

“Mas ih.. Aku mau beresin koper.” Ucap New mencoba kembali usahanya. Tay berdeham dan semakin mengeratkan pelukannya “masih lama sayang, tidur lagi aja. Kamu masih capek kan gara-gara semalem.”

New hanya bisa terdiam pasrah kemudian mulai mengelus lengan Tay yang melingkar di tubuhnya “anak kamu udah bawel tuh, subuh-subuh udah nelfonin.”

“Tumben dari kemaren nanyainnya kamu melulu? Aku kayaknya gak pernah di tanyain.” Tay yang kini setengah sadar menatap suami manisnya. “Lagi manja sama aku dia, gatau kenapa. Tapi paling bentar, nanti juga balik lagi apa-apa ayah.. Maunya ayah, pokoknya mau sama ayah.” New mencoba menirukan anak bungsunya.

Tay terkekeh lalu mulai menelusupkan wajahnya ke perut suami manisnya “aku godain ah ntar dia.” New kemudian memukul pelan lengan suaminya “jangan aneh-aneh mas, dia kalau ngambek susah.” Tay kembali terkekeh “hahaha iyaiya engga,udah mending kita tidur lagi sejam, nanti pas bangun kita sarapan dulu baru aja sama-sama beresin kopernya.” Pinta Tay pada New.

“Yauda beneran di bantuin ya..” Ujar New sebari kembali merebahkan tubuhnya di samping suaminya. “Iya sayangnya mas, sini peluk dulu.” Tay mencoba kembali mendekap tubuh suaminya lalu keduanya pun kembali saling mendekap sebari kembali memejamkan matanya.

“Yaudah, pokoknya kalau udah tiga hari langsung pulang jangan nambah hari!” Terdengar suara Nanon yang berasal dari ponsel New.

“Iya sayang, iya. Tiga hari aja kok, nanti langsung pulang. Adek hati-hati ya dirumahnya, saling jaga ya nak? Kalau ada apa-apa langsung kabarin ya nak?”

Tay berjalan keluar dari kamar mandi lalu menatap sendu punggung suami manisnya yang bergerak teratur mengikuti alur nafas milik pemiliknya. Muncul rasa bersalah di dada milik Tay, ia mengingat bagaimana ucapan dan tindakannya beberapa hari kebelakang mungkin telah menyakiti lelaki manisnya. Ia pun berjalan mendekati ranjang miliknya lalu naik dengan perlahan berharap pergerakannya tak menganggu tidur suaminya.

“Hmm, mas??” Suara serak dari New sedikit membuat Tay tersentak.

“Eh maaf, mas ganggu ya?” Ucap Tay perlahan. New membalikan tubuhnya kini menatap suaminya lalu menggeleng sebari tersenyum “gak kok, emang belum pules tidur aku nya.”

Tay membalas senyum New lalu membetulkan beberapa helai rambut yang sedikit berantakan di dahi milik New “maafin Mas.. Padahal seharusnya Mas gak marah sama kamu, adek juga udah jelasin kalau dia emang sebelumnya gak izin sama kamu.. Maafin Mas ya dek.. Ucapan sama tindakan Mas pasti nyakitin kamu.. Padahal pasti kamu juga panik, tapi aku bukannya nenangin kamu malah nyalahin kamu.. Maaf ya dek.. Harusnya pas aku marah, kamu jelasin kalo kamu juga gak tau apa-apa dan seharusnya aku gak nyalahin kamu.”

New tersenyum hangat lalu mengecup punggung tangan suaminya dengan lembut “nanti yang ada kita malah ribut, kamu nya juga emosi kalau aku ikutan emosi yang ada kita malah berantem.” Tay menatap iris mata lelaki manisnya “aku gatau mesti bilang apa lagi, aku tuh seberuntung itu punya kamu. Maafin ya Mas masih banyak kurangnya, banyak nyakitin kamu.. Padahal tanggung jawab anak-anak bukan hanya tanggung jawab kamu, Mas juga harusnya ikut andil.. Mas terlalu sombong sebagai kepala keluarga seolah udah ngasih segalanya padahal nyatanya kamu yang jauh lebih banyak ngasih segalanya buat keluarga ini. Maafin Mas..” Suara Tay terdengar begitu menyesal.

“Eh kok jadi melow gini?” New bangun dari tidurnya lalu duduk menghadap suaminya, Tay masih menundukkan wajahnya “Mas?” New mencoba meraih wajah teman hidupnya tersebut. “Aku gapapa, aku mencoba mengerti tindakan dan ucapan kamu kemarin mungkin karena saking takutnya kamu.. Tapi next time boleh gak kamu lebih bijak dengan tindakan kamu? Aku sebenernya pengen marah banget karena kamu tiba-tiba marah kaya gitu tapi aku paham kamu kalut, nah kejadian kemaren biar kita jadikan pelajaran ya Mas? Semoga di masa depan anak-anak kita gak pernah terlibat musibah seperti kemarin lagi tapi masa depan siapa yang tahu kan? Kalaupun kita harus berada di situasi seperti kemarin lagi aku mohon kerjasamanya, kamu jangan sampai dikuasai sama emosi kamu, jangan cari orang untuk di salahkan. Kita harus sama-sama tenang dan cari solusinya sama-sama ya?” Ucap New lembut.

Tay mengangguk lalu mengenggam tangan suami manisnya kemudian mengecup dalam dahi New “Maafin aku Hinn.. Makasih udah sabar sama kelakuan aku, makasih kamu mau selalu sama-sama belajar sama aku.. Makasih Hin, makasih..”

“Iya sama-sama, tapi aku pen pukul kamu dulu dikit.” Jawab New sambil memicingkan matanya tajam. “Pukul aku?” Tay bertanya dengan wajah kebingungan.

“Nih buat kamu yang kemarin marah-marah! Jutekin aku!” New mulai memukul dada Tay dengan tangannya “Aw Hin..” Tay mencoba menutup dadanya yang kini tengah jadi sasaran empuk suami manisnya “gak usah ya kamu tutup-tutupin pak tua! Udah tua bisanya marah-marah! Emang aku doang yang harus merhatiin anak-anak hah??!?! Dasar ya bapak tua! Awas aja kamu ya kalau kamu sering marah-marah kayak kemarin liat aja.. Aku tinggalin kamu ya! Udah tua bisanya marah-marah doang!” New masih mencoba menghujani dada Tay dengan tinjunya.

Mendengar keluhan suami manisnya Tay pun hanya bisa pasrah, karena sesungguhnya ia memang pantas mendapat pukulan tersebut.

“Hahhhh...Udah lega aku..” Ucap New sebari menghela nafasnya, lalu menatap suaminya “sakit banget gak?” Tanyanya dengan khawatir. Tay menggeleng lalu menarik tubuh New masuk ke dalam pelukannya “Mas emang pantes dapet pukulan kok.. Maafin mas lagi ya? Jangan pernah tinggalin Mas.. Mas gak bisa kalau gak ada kamu. Kalau didepan Mas bikin kamu sakit lagi, kamu pukulin lagi aja Mas kaya gini ya? Tapi jangan pernah tinggalin Mas..”

New membalas pelukannya suaminya “ya kamu jangan bikin aku sakit hati dong makannya! Aku kan gamau mukulin kamu juga, nanti di sangka KDRT aku..”

cup Tay mengecup pucuk kepala New. “Aku pasti usahain biar gak bikin kamu sakit, tapi kamu tau sendiri emosi aku jelek banget.” New terkekeh “makanya kamu jangan marah-marah kalau Frank temprament nya jelek, itu kan turunan dari kamu semua..”

Tay ikut terkekeh “iya yah, aku kalau liat dia tuh kaya liat aku di masa muda. Nah kalau liat Pluem kayak liat kamu..”

“Adek jangan lupa di bawa, kalau denger bisa marah tujuh hari tujuh malem loh.” New mengingatkan, Tay kembali terkekeh “hahahaha, Adek ya.. Dia tuh percampuran antara kita tapi banyaknya beda sendiri sih hahahaha.” New mengangguk setuju “jangan sampe dia denger bisa ngambek loh dia.”

Tay berhenti terkekeh lalu kembali mengecup dahi New “iya-iya.. Pokoknya sekali lagi makasih ya Hin.. Makasih buat semuanya.. Maafin aku..”

“Jangan minta maaf terus, belum lebaran. Lagian aku udah mukulin kamu jadi yauda sedikit terobati deh keselnya aku.” Lalu tersenyum hangat “mending sekarang kita tidur.. Besok pagi aku mesti siapin sarapan, anak-anak kamu banyak requestnya buat sarapan besok.”

Tay kemudian menarik tubuh New untuk berbaring lalu memeluk hangat suami manisnya “anak-anak kita sayang..”

“Iya anak-anak kita..” Balas New sebari mulai mengistirahatkan kepalanya di dadad bidang milik suaminya.

@Pandaloura