pandaloura

Tay menatap jam dinding di sampingnya, lalu bergumam sejenak “sudah jam setengah empat, saya jalan sekarang saja.” Kemudian ia bangkit dari duduknya merapihkan laptop yang sedari tadi menemani dirinya lalu kemudian mandi dan mengganti pakaiannya lalu bergegas berangkat untuk menjemput kekasih hatinya.

Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit dari apartment nya, Tay kini sudah sampai di sebuah parkiran gedung dimana New melakukan magangnya, Tay mengambil ponselnya “jam lima kurang, saya tunggu saja.” Tay pun memilih memainkan ponselnya tanpa memberitahu New bahwa ia sudah menunggu di parkiran.

Sedangkan New, kini tengah sibuk merapihkan beberapa dokumen yang berada diatas mejanya lalu kemudian ia memilih membereskan barang-barang bawaan miliknya, karena jam kerja sebentar lagi akan selesai. Tak lama jam pun menunjukkan pukul lima sore, dimana beberapa pegawai langsung memilih untuk pulang dan beberapa ada pula yang memilih lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya. New pun bangkit dari kursi nya lalu sejenak ia berpamitan ke beberapa pegawai yang berada di ruangan yang sama dengan dirinya. “Mba, Mas New duluan ya?” Ucapnya sebari menenteng tas miliknya. Beberapa lelaki dan wanita yang berada di ruangan tersebut mengangguk “hati-hati New, makasih tadi dokumen gue di sortirin.” Ucap wanita yang meja nya berada tepat di sebrang meja New, New membalas dengan senyuman “iya sama-sama mba, duluan ya.” Ucapnya lagi sebari mulai meninggalkan ruangan tersebut.

Setelah meninggalkan ruangan tersebut New mengantri untuk menggunakan lift untuk menuju lantai dasar, sebari menunggu antrian ia pun merogoh ponselnya mencari tau apakah kekasihnya sudah tiba atau belum “Tana kok belum ngabarin ya? Coba chat kali ya?” kemudian New membuka bubble chat dengan kekasihnya.

“Mas-mas, maju mas.” New yang tengah fokus menatap ponselnya kemudian dengan cepat mengangkat wajahnya melihat sekitarnya namun ternyata antrian didepannya masih belum berkurang, ia pun langsung menoleh ke orang yang tadi menegurnya “eh kak joss!” Lelaki yang berdiri disamping New terkekeh lalu tersenyum “awas kesandung, jangan main hape mulu.”

New kemudian memasukkan ponselnya kembali ke saku celananya “ngechat doang kak, tumben gak balik? Lembur ya?” Tanya New, bersamaan dengan pintu lift yang terbuka keduanya pun berjalan beriringan masuk ke dalam lift tersebut “iya lembur, kan tadi gue masuknya siang jadi ada bahan meeting yang belum gue selesein.” New mengangguk tanda mengerti “lo balik sama siapa New?” New tersenyum sebari menggaruk lehernya “sama laki gue kak heehee.”

Kini giliran joss yang mengangguk. “Lo mau ke lobby juga?” “Iya, ngambil gofood kopi. Tapi belum sampe sih.” Mulut New membentuk huruf o “btw tadi enak banget sih kak ketopraknya, beneran dah.” New kembali bersuara. Joss tersenyum sumringah lalu mengeluarkan ponselnya bersamaan dengan lift yang berhenti di lantai dasar dimana lobby berada. “Lo harus liat, antriannya New. Nih gue liatin.” Ucap Joss dengan bersemangat sebari membuka ponselnya, keduanya masih berjalan berdampingan.

“Nihhh.” Joss kemudian memberikan ponselnya tepat kehadapan New menunjukkan sebuah foto yang tadi siang sengaja ia ambil. “Gilaaa kak, panjang banget. Wah gila-gila, tapi emang worth it sih enak banget abisan.” Keduanya sudah keluar dari pintu lobby. “Worth it banget! Makan di sana lebih enak New beuhhh.” Ucap Joss sebari mengancungkan kedua jempolnya, New terkekeh melihat ekspresi atasannya tersebut “hahahahaahaha beuuuh nya mantep betul kak.” New mencoba mengangkat kedua jempolnya untuk mereka ulang yang baru saja Joss lakukan, seketika Joss dan New langsung tertawa bersama. Ketika keduanya tengah sibuk tertawa, mereka tak sadar ada sepasang mata yang sedari tadi menatap tajam keduanya.

— Tay masih saja sibuk dengan game nya sejak tadi, baru saat New memberikan pesan padanya ia menghentikan game nya tersebut. Daripada membalas pesan kekasihnya ia memilih untuk menunggu New di luar mobilnya. Kurang lebih lima menit Tay menunggu, sampai ia bisa melihat sosok kekasihnya berjalan. Tay sedikit mengernyitkan dahinya saat melihat sosok lain yang berjalan dengan kekasihnya, matanya kemudian berubah menatap tajam saat ia melihat kekasihnya tertawa lepas dengan sosok di sebelahnya.

Ia pun memilih berjalan mendekat. “Poom?” New yang masih terkekeh langsung terkejut dan menolehkan wajahnya menatap kekasihnya “Tana, u..udah dateng?” Tay hanya mengangguk lalu sedikit melirik ke arah Joss lalu kembali menatap New seolah meminta penjelasan. Joss yang paham kemudian tersenyum lalu menyodorkan tangannya “oh halo, kenalin gue Joss.” Tay kembali menatap tajam Joss kemudian membalas ajakan jabat tangannya “Tawan Vihokratana, kekasih New.” ucapnya tegas. Joss menunjukkan ekspresi tak terbaca dari wajahnya lalu kembali tersenyum “ah, iya haloo Tawan. Salam kenal.”

Tanpa membalas ucapan Joss, Tay dengan cepat melepas jabatan tangan tersebut lalu ia mulai menggengam tangan New “ayok.” New yang di tarik hanya bisa tersenyum kepada Joss “kak duluan ya..” Joss kemudian melambaikan tangannya “hati-hati..”

Setibanya di mobil Tay maupun New masih memilih untuk saling diam, New yang sadar akan suasana awkwards tersebut memilih membuka pembicaraan “Tana, itu aku..” Tay kini sudah mulai menyalakan mesin mobilnya “kita potong rambut di tempat biasa kan?” Tanya nya tanpa menatap New. “I..Iya yang, Tana aku..”

“Pake sabuk pengaman kamu.” Ucapnya lagi masih tanpa menoleh menatap kekasihnya, New kemudian memilih diam dan mulai menarik safetybeltnya sendiri. Lalu kemudian sisa perjalan keduanya di habiskan saling diam.

—mudah saja

New menarik nafasnya kasar lalu melempar ponselnya dengan sembarang ke kasur miliknya, ia mengusak wajahnya kasar menahan tangisnya agar tak turun kembali membasahi wajahnya “Tawan brengsek!” teriaknya, lalu di ikuti oleh isak tangis di belakangnya.

Kamar berukuran dua puluh lima meter persegi tersebut seolah menjadi saksi bisu bagaimana tangis perih yang di rasakan oleh New, New mencoba menetralkan nafasnya yang menderu lalu mencoba mengais oksigen disela-sela sesak tangisnya, tangannya terkepal memukul-mukul bagian dadanya seolah hal tersebut dapat menjadi pengalihan sakit yang di rasakan didalam hatinya “please.. Jangan nangis.. Udah..” Lirihnya kembali sebari terus melayangkan kepalan tangannya ke dada “sakit Tay.. Sakit..” Isak tangisnya masih memenuhi ruangan kamar tersebut.

Kurang lebih dua puluh menit New mengaduh menyalurkan sakit hatinya dalam tangis pilu, tenaganya habis terkuras membuatnya kini terkulai lemas di kasur berukuran queen size miliknya. New mencoba mengambil ponselnya yang terletak di atas kepalanya, membuka aplikasi spotify miliknya kemudian mulai menekan tombol shuffle di playlist favoritenya.

Entah kebetulan semata atau semesta masih ingin mendengar tangis dari New, lagu pertama yang terputar dari ponselnya adalah lagu dari salah satu band kawakan Indonesia yakni Sheila On 7 – mudah saja. New mencoba menutup matanya perlahan, dengan seksama ia mendengarkan lirik yang di lantunkan oleh sang vokalis, lirik yang memang sangat sesuai dengan apa yang sedang ia rasakan saat ini.

Ah semesta sepertinya masih ingin mendengar tangisnya fikirnya. Lalu tanpa sadar ia kembali menjatuhkan air matanya membasahi kembali wajahnya, tangannya meremat keras dadanya.

Dia bilang Kau harus bisa seperti aku Yang sudah biarlah sudah

Mudah saja bagimu Mudah saja untukmu Andai saja cintamu seperti cintaku

Selang waktu berjalan kau kembali datang Tanyakan keadaanku Ku bilang Kau tak berhak tanyakan hidupku Membuatku semakin terluka

Mudah saja bagimu Mudah saja untukmu Coba saja lukamu seperti lukaku

Kau tak berhak tanyakan keadaanku Kau tak berhak tanyakan keadaanku Mudah saja bagimu Mudah saja untukmu Andai saja cintamu seperti cintaku Mudah saja

pandaloura

“Kok masih cemberut aja?” Tanya lelaki berkulit tan yang tengah fokus mengemudi, lelaki yang duduk di samping kursi kemudi tampaknya masih enggan menjawab pertanyaan, ia lebih memilih menyandarkan kepalanya ke jendela dan menatap mobil-mobil yang berlalu-lalang di jalanan.

“Sayang..” Lelaki berkulit tan tersebut mulai meraih tangan lawannya, ia kemudian mengelusnya dengan begitu lembutnya “Newwie sayang?” ucapnya lagi, lelaki yang di panggil Newwie hanya membalas dengan dehaman “hmm.”

“Abis ini mau kemana?” Tanya lelaki berkulit tan itu kembali melontarkan pertanyaan “sayang?” ucapnya lagi, New menoleh menatap kekasihnya “aku mau pulang aja, lagian percuma nanti kamu juga malah sibuk telfonan sama Namtan.”

“Tadi Namtan nanya tentang kamera sayang, aku kan ada di posisi yang bisa jawab masa aku ga jawab?” Kilah lelaki tan tersebut, New kembali membuang mukanya kini ia menatap lurus jalanan yang ada di depannya “Tay, aku mau tanya. Apa gak bisa ya? Sehari aja kamu fokus sama aku? Yang pacar kamu aku atau Namtan sih?”

Tay, yang merupakan kekasih New hanya bisa menarik nafasnya kasar “New, aku harus berapa kali bilang sih sama kamu. Namtan sama aku cuman temen, kan kamu sendiri yang kenalin aku sama dia? Kita cuman punya hobi yang sama terus yaudah gak lebih. Aku lama-lama capek sendiri deh mesti jelasin hal ini terus sama kamu!” New memilih untuk tak membalas ucapan kekasihnya.

“Hari ini aku sengaja loh luangin waktu buat kamu, tapi apa yang aku dapet? Kamu malah diem kaya patung, pasang muka jutek, gimana aku mau nyaman coba sama kamu!” Tay berucap kembali, kini nada suaranya sedikit meninggi karena emosi.

New yang merasa tak terima ikut membalas ucapan kekasihnya “ya kamu fikir aku diem dan jutek itu tiba-tiba? Gak mungkin lah Tay! Kamu coba deh di posisi aku, kamu udah di batalin ketemu pacar kamu berkali-kali terus pas akhirnya ada waktu pacar kamu malah asyik telfonan sama orang lain! Siapa yang gak marah?!”

“Aku udah ribuan kali bilang, aku bahas kamera! Susah banget sih kamu buat ngertinya! Kamu tuh..” Belum selesai Tay bicara, bunyi panggilan masuk di ponselnya sedikit menginterupsi dirinya. Tay maupun New menoleh secara bersama menatap layar kecil yang berada di mobil Tay menunjukan tulisan Namtan is calling, New langsung membuang mukanya kembali menatap jalanan dari jendela di sampingnya.

Tay kemudian mengangkat panggilan tersebut, dikarenakan ponselnya ia hubungkan ke speaker mobilnya maka perbincangan keduanya dapat New dengar dengan jelas.

“Halo Nam..” Ucap Tay begitu panggilan tersebut tersambung. “Haloo Tee, Tee lo bisa susul gue ke GI gak? Lo inget gak yang kemaren yang jual film yang kita mau itu, dia barusan bilang ke gue kalau dia mau ke GI terus kalau emang kita tertarik langsung ke GI aja.” New dapat mendengar dengan jelas bagaimana Namtan dengan tenangnya meminta kekasihnya untuk datang menghampirinya.

Tay terdiam sebentar sebari sedikit-sedikit melempar pandangannya ke arah New “jam berapa Nam? Gue lagi diluar soalnya.”

“Santai kok, masnya juga bilang kalau dia di GI sampe sore kayanya. Eh lo lagi dimana emangnya? Sama siapa? Eh gue ganggu ya?”

Ganggu banget! Kutuk New dalam hati.

“Nanti kalau bisa gue kabarin deh ya.” Jawab Tay dengan cepat.

“Oh oke Tee, kabarin ajaya. Hati-hati nyetirnya.” Lalu Namtan memutus panggilan tersebut.

Setelah panggilan tersebut terputus Tay langsung melirik kekasihnya yang masih terdiam dan memilih menatap jalanan “New..”

“Anterin aku pulang aja Tay.” Ucap New dengan cepat. Tay mencoba meraih tangan kekasihnya namun dengan cepat New menarik tangannya “kalau kamu gak bisa, turunin aku disini aja.”

Tay kembali menarik tangannya “aku anterin kamu pulang aja.”

New hanya diam dan sekuat tenaga mengigit bibirnya menahan air mata nya agar tak jatuh.

Tay menarik nafasnya kasar sebari mematikan ponselnya, ia kemudian bangkit dari tidurnya untuk segera bergegas bersiap-siap menuju kos kekasihnya, sejujurnya hatinya sangat tak tenang dan khawatir mengenai keadaan New.

Setelah hampir lima belas menit Tay mandi dan bersiap-siap ia langsung mengambil kunci mobilnya lalu meninggalkan unit apartmentnya. Sebelum Tay menuju kos-kosan kekasihnya Tay tak lupa mampir menuju sebuah apotik yang beroperasi 24 jam untuk membeli beberapa obat,vitamin dan juga susu dan ia pun sempat memesan seporsi bubur yang berjualan di depan apotik tersebut.

Setelah selesai ia pun langsung bergegas kembali mengendarai mobilnya memecah jalanan pagi jakarta yang masih sepi karena jam baru saja menunjukkan pukul enam pagi kurang sepuluh menit.

Dengan perlahan Tay mulai memasuki komplek perumahan kos-kosan New, setelah sampai di depan kosan New ia kemudian memarkirkan mobilnya di ujung depan pagar kos-kosan tersebut agar tak menghalangi jalan masuk-keluar kendaraan lain.

“Pagi Mas Tay.. Tumben banget pagi-pagi udah kesini?” Sapa Udin—penjaga kos New yang tengah menyapu, Tay yang baru saja turun dari mobilnya sebari membawa beberapa kantung yang berisi makanan dan obat-obatan kekasihnya mengangguk sebari tersenyum “pagi, New lagi gak enak badan makanya saya pagi kesininya, saya parkir disini gak ngalangin kan?” Udin menggeleng kemudian mengangkat kedua jari jempolnya “aman Mas Tay.” Tay kemudian menepuk bahu udin “saya naik ya?” Udin mempersilahkan Tay masuk “monggo mas.”

Setelah dipersilahkan Tay pun mulai memasuki bangunan kos-kosan tersebut kemudian langsung naik ke lantai dua dimana kamar kekasihnya berada, di depan kamar New ia sempat mengetuk pelan kamar tersebut namun nihil tak ada jawaban. “Poom??”

Dengan perlahan ia pun mendorong pintu kamar tersebut dan beruntungnya kamar kekasihnya tersebut tak terkunci “Poom saya masuk ya?” Izin Tay walaupun masih tak mendapat jawaban. Setelah memasuki kamar tersebut ia bisa melihat kekasihnya tengah meringkuk dibawah selimut tebalnya, Tay bisa melihat wajah New yang begitu pucat dan peluh keringat membasahi dahi dan wajah New, ia pun dengan cepat bergegas mendekat “sayang?” Tay menempatkan punggung tangannya di dahi New, ia bisa merasakan suhu tubuh kekasihnya yang tinggi.

“Sayang? Poom? Sayang?” Tay mencoba membangunkan New, dengan perlahan New membuka matanya yang berat. Begitu matanya terbuka dan melihat kekasihnya berada di hadapannya Newa langsung tak kuasa menahan tangisnya “Tana…” ucapnya dengan suara serak.

Tay mengangguk lalu mengelus pucuk kepala New “iya saya disini, udah jangan nangis.” Jika Tay sakit ia akan berubah menjadi sosok yang clingy, berbeda dengan New. Jika New sakit, ia akan berubah menjadi sosok yang sensitif dan akan lebih sering menangis.

“Kepalanya masih pusing?” Tanya Tay lembut, New mengangguk lemah. “Sebentar saya cek suhu kamu dulu.” Tay menoleh ke nakas samping ranjang New lalu menemukan sebuah thermometer, dengan perlahan Tay menempatkan thermometer tersebut ke dekat telinga kekasihnya, setelah berbunyi angka di thermometer tersebut menunjukkan angka 38,5 “masih tinggi.” Ucap Tay lemah.

“Semalam sudah minum obat apa?” Tanya Tay kembali, New menggeleng lemah “belum minum obat apa-apa.” Ucapnya lemah. Tay memijat pelipisnya sebari menarik nafasnya kasar “saya kan semalam bilang untuk minum tolak angin Poom, kamu kan habis kehujanan.” Wajah New kembali menunjukkan ekspresi sedih “jangan marah-marah, kepala aku pusing.” Jawab New, Tay langsung menggelengkan kepalanya “saya gak marah sayang, maaf ya..”

“Bangun dulu yah? Makan bubur dulu, terus minum obat. Oke?” New menggeleng “gamau, mau tidur aja.”

Tay kembali menarik nafasnya kasar “gak cukup dengan tidur Poom, sebentar saja ya? Biar cepat sembuh, oke?” New kembali menggeleng “pusing.”

“Iya saya tau, makanya kamu makan dulu terus minum obat biar pusingnya ilang terus demamnya turun. Ya? Nurut ya sayang ya?” Ucap Tay selembut mungkin. “Sekalian ganti baju, ini baju kamu basah sama keringat. Biar nanti tidurnya lebih enak, Oke?” New kemudian melihat sekelilingnya dan benar juga yang di ucapkan oleh kekasihnya, New pun dengan perlahan menganggukan kepalanya “suapin tapi.” Tay tersenyum kemudian mengusak kepala New “iya, saya suapin.”

Tay pun dengan perlahan membantu New untuk bangun dari tidurnya lalu membantu New untuk duduk di ranjangnya “saya ambil minum dulu ya?” New mengangguk.

Setelah menyiapkan minum dan mengeluarkan beberapa bawaan dari kantung belanjanya Tay pun kemudian mengambil posisi duduk di ujung ranjang New lalu mulai menyuapkan bubur untuk kekasihnya. Sejujurnya New benar-benar berada di posisi yang tak ingin memasukan apapun kedalam mulutnya karena rasa pahit dari lidahnya membuat makanan apapun menjadi hambar di lidahnya akan tetapi ia tetap harus mengisi perutnya agar ia bisa minum obat dan virus-virus jahat tersebut segera pergi dari tubuhnya.

“Udah..” Ucap New setelah berhasil menelan bubur dari sendok kelima yang kekasihnya berikan. “Tiga sendok lagi.” Ucap Tay, New menggeleng “kenyang.” Tay kembali berucap sebari kembali menyuapkan satu sendok berisi bubur ke hadapan New “sesuap terakhir ya sayang?” New pun mau tak mau kembali membuka mulutnya dan kembali menerima suapan bubur yang diberikan oleh kekasihnya.

Tay tersenyum setelah New mengunyah makanan dari suapan terakhirnya “pinter..” Tay kemudian mengambil gelas berisi air dan membantu kekasihnya untuk minum “abis ini mau minum obat dulu apa ganti baju dulu?”

“Ganti baju, aku pengen pipis juga.” Jawab New lemah, Tay mengangguk sebari kembali menyimpan gelas yang baru saja diminum oleh New ke meja nakas yang berada disampingnya. “Badannya saya elap dulu ya? Kamu punya handuk kecil kan?” New mengangguk lalu menunjuk lemari pakaiannya “ada di tahap kedua, di kumpulan celana pendek.”

“Yauda kamu mau pipis dulu? Sebentar coba ya, saya siapin baju kamu dan ambil handuk kecil dulu. Baru kita ke toilet sama-sama ya?” Ucap Tay kemudian berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju lemari pakaian milik New. Dengan cepat ia mengambil pakaian,celana dan juga handuk kecil untuk tubuh New lalu kembali mendekati New “yuk? Saya bantu ya?”

Keduanya pun langsung menuju kamar mandi yang berada di kamar New, dengan telaten Tay memapah tubuh New yang lemah. Pertama Tay mempersilahkan New untuk buang air kecil lalu setelah selesai ia masuk ke kamar mandi tersebut membantu New menganti pakaiannya yang sudah basah karena keringat namun sebelum mengganti baju New, Tay dengan perlahan mengelap tubuh New dengan handuk yang sudah ia basahi dengan air hangat “saya elap badan kamu ya? Biar gak lengket, jadi tidurnya lebih enak.” Izin Tay sebelum mulai membersihkan tubuh New, New yang tubuhnya masih sangat lemah hanya bisa pasrah dan menuruti apapun yang dilakukan oleh kekasihnya.

“Nah sudah, nanti kamu tunggu sebentar ya di kursi meja belajar. Saya beresin kasur kamu dulu, oke?” New kembali mengangguk lemah. Keduanya pun keluar dari kamar mandi tersebut dan Tay kemudian membantu New duduk di kursi sedangkan ia dengan cepat membersihkan kasur New agar New lebih nyaman setelah selesai, ia berjalan menuju kantung obat yang tadi ia beli di apotik. Ia mengeluarkan dua jenis obat lalu memberikan kepada New yang masih terduduk di posisinya “ini minum dulu obatnya ya?” New mengambil obat tersebut dari tangan Tay lalu kemudian memasukan kedua obat tersebut masuk ke mulutnya, Tay dengan cepat mengambil gelas berisi air lalu memberikannya kepada New.

“Pinter, yauda sekarang kamu tidur lagi ya?” Ucap Tay kemudian ia membantu New bangkit dari duduknya lalu memapah tubuh New untuk kembali berbaring di kasur miliknya. “Tana jangan kemana-mana.” Ucap New lemah. Tay tersenyum hangat “iya, saya disini sama kamu. Kamu istirahat ya? Biar cepet sembuh.” Kemudian mengangkat selimut tebal untuk menutupi tubuh New. “Tidur ya? Saya duduk disini nungguin kamu.” Ucapnya lagi sebari menunjuk spot sebelah New. New yang masih lemas hanya bisa mengangguk lalu mulai kembali mencoba menutup matanya dan mengistirahatkan tubuhnya.

Saat dirasa New telah kembali masuk kedalam alam mimpinya, Tay dengan perlahan turun dari ranjang tersebut kemudian membereskan bekas sarapan New, setelah selesai ia kembali duduk di samping New lalu mengecup dahi New yang masih hangat karena suhu tubuhnya “cepet sembuh sayang, tolong jangan sakit.” lirihnya kemudian ia mengambil laptop yang memang ia sengaja bawa dari apartmentnya untuk kembali mengerjakan skripsinya.

— New kembali membuka matanya secara perlahan, kepalanya sudah tak seberat tadi pagi namun masih sedikit berdenyut sakit. Setelah membuka matanya hal pertama ia lihat adalah kekasihnya yang tengah fokus menatap layar laptop miliknya dan jari-jarinya yang sedang berkeliaran menekan beberapa tombol keyboard secara bergantian. Tay menoleh karena sadar kekasihnya terbangun “saya berisik ya? Kamu jadi kebangun.” New menggelengkan kepalanya “gak, ini jam berapa?” Tay menatap layar laptopnya untuk melihat jam “jam satu siang. Masih sakit kepalanya? Eh ini badan kamu sudah gak terlalu panas.” Ucapnya setelah memeriksa suhu tubuh New lewat dahinya.

“Tinggal pusingnya secuil lagi, Tana udah makan? Ini udah siang.” Tay menggeleng “nanti saja, kamu juga makan ya? Mau saya pesankan bubur ya?” New menggelengkan kepalanya “gamau, mau sop yang kayak kemarin.” Ucapnya manja. Tay mengangguk “saya pesankan ya? Nanti minum obat sekali lagi ya?” New kemudian mendekatkan tubuhnya lalu melingkarkan tangannya memeluk tubuh Tay “simpen laptopnya, aku pengen di peluk dulu.. Baru mau makan.” Tay terkekeh lalu mulai mematikan laptopnya “iya boleh sebentar ya? Lepas dulu pelukan kamunya, saya beresin laptop dulu sebentar.”

New pun dengan tak rela melepas pelukan di tubuh kekasihya “cepetan.” perintahnya, Tay pun dengan cepat membereskan laptopnya dan kemudian kembali naik ke ranjang milik New “sini saya peluk bayi saya.” Godanya sebari melebarkan tangannya dan kemudian menarik tubuh New untuk masuk ke dalam pelukannya.

“Tana maafin aku nyusahin Tana ya?” Lirih New di pelukan Tay, Tay menggeleng sebaru mengelus lembut pucuk kepala New “gak nyusahin sayang, tapi saya gak suka kalau kamu sakit. Jadi kamu harus nurut kalau saya bawel sama kamu, saya gak mau kamu sakit.” New kembali mengeratkan pelukannya “maafin..” Tay masih saja mengelus pucuk kepala New dengan lembut “iya saya maafin, makanya cepet sembuh ya?“ New mengangguk “makasih ya? Makasih udah ngurusin aku.”

Tay mengecup pucuk kepala New “sama-sama sayang, kamu juga kalau saya sakit ngurusin saya kok.” New kemudian menyusupkan wajahnya ke dada bidang milik Tay, ia begitu merasa bersyukur memiliki Tay di hidupnya. “Peluknya udah dulu ya? Saya mau pesan makan dulu, biar kamu bisa cepet minum obat lagi.” New menolak dan malah semakin mengeratkan pelukannya “bentarrrrrrrr, masih mau peluk.” Tay terkekeh “nanti setelah saya pesan makan peluk lagi.” New menggeleng keras “lima menit lagi, aku masih mau peluk.” pinta New manja.

“Yauda, lima menit ya?” Ucapnya kemudian kembali menghujani pucuk kepala New dengan kecupan. New kemudian mengangguk lalu tersenyum “iya, lima menit.”

Keduanya pun saling memeluk sebelum akhirnya Tay dengan sangat terpaksa harus melepas pelukan diantara keduanya untuk memesankan makanan karena hampir sepuluh menit lamanya New masih saja tak mau melepas pelukannya.

pandaloura

New mengetuk pelan kaca jendela mobil milik kekasihnya, yang membuat Tay yang berada di dalam mobil tersebut melirik ke sumber suara lalu mulai membuka kunci otomatis mobil miliknya. “Udah lama ya Tana?” Tay menggeleng sebari menampilkan wajah bertanya karena kekasihnya saat ini tengah menenteng dua buah kantung yang berukuran sedang. “Oh ini, isinya susu beruang aku beli sekalian buat nyetok di kosan.” Jawab New yang sadar kekasihnya meminta penjelasan.

New kemudian mengambil posisi duduk di samping Tay, lalu mulai menyimpan dua kantung tersebut ke kursi belakangnya “satu lagi isinya croissant tadi manager keuangan aku ulang tahun terus bagi-bagi kue.” Jelasnya lagi. Tay menganggukkan kepalanya lalu mulai fokus memainkan ponselnya.

ting Suara ponsel New berdenting menandakan adanya notifikasi baru di ponselnya, New pun merogoh ponselnya di saku celananya lalu menolehkan kepalanya dengan cepat ke arah kekasihnya “Tana ngapain transferin aku uang?”

“Ganti uang kamu yang beli susu.” Jawabnya singkat sebari mulai menjalankan mesin mobilnya “lain kali kalau kamu mau stock makanan atau minuman untuk di kosan, kasih tau saya. Nanti kita belanja bersama.” Ucapnya lagi. New mengigit bibirnya karena gugup “hmm iya, tapi gausah di ganti beneran.”

Tay menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju “udah, jangan berdebat. Pokoknya saya ganti.” New kemudian mengangguk pasrah “yauda makasih.” Ia pun memilih untuk menyenderkan kepalanya di jendela lalu menatap jalanan dengan tatapan kosong sejujurnya hatinya merasa tak nyaman karena ia harus membohongi kekasihnya akan tetapi New tidak ingin dirinya dan juga Tay kembali berdebat apabila Tay tahu bahwa Joss yang memberikan makanan dan susu tersebut.

“Poom kamu kenapa?” Tay terdengar khawatir melihat New yang lebih pendiam tidak seperti biasanya. New dengan cepat meluruskan duduknya lalu menggeleng “gapapa sayang, aku capek aja sedikit.” Tay kemudian mengangkat punggung tangan miliknya naik ke dahi kekasihnya “badan kamu gak hangat, pusing gak kepalanya?” New tersenyum lalu menggeleng “gapapa sayang, beneran gapapa.” Tangan Tay kemudian meraih tangan New, Tay lalu menggenggam tangan tersebut “kalau kamu sakit kasih tau saya.” New tersenyum “iya Tanaku sayaaaang.” New membalas genggaman tangan Tay.

Beberapa saat ketika mobil Tay mulai memasuki kawasan perumahan New, ponselnya berdering karena adanya panggilan dari bundanya. Tay pun melepas genggaman tangannya lalu mulai menekan layar di mobilnya yang sudah tersambung dengan ponselnya untuk menjawab panggilan tersebut.

“Haloo Bun?”

“Haloo Mas.” “Mas dimana? Ini Nenek mau ngomong katanya.” “Halooo, Mass.. Ini nenek.”

Tay sedikit melirik ke arah New, New hanya bisa menatap jalanan sebari mengigit bibirnya.

“Ya nek..”

“Mas, kamu dimana?”

“Mas lagi nyetir nek, ada apa?”

“Kamu mau kemana mas?”

New masih memilih diam, sedikit menantikan jawaban kekasihnya.

“Dijalan, nenek mau bicara apa sama mas?” Ucap Tay dengan cepat.

“Oh, dijalan ya? Gini hari ini nenek sama Namtan masak udang kering sama kentang kering kesukaan mas. Besok Namtan antar ke apartment Mas ya?”

Tay melirik kembali ke arah New lalu dengan cepat menggengam tangan New, New yang sadar hanya bisa mengangkat wajahnya lalu tersenyum canggung.

“Nek gausah, Tawan tutup ya? Tawan lagi nyetir.” Lalu dengan cepat memutus panggilan tersebut. Setelah panggilan itu berakhir, mobil yang mereka tumpangi pun sampai tepat di depan gerbang kosan milik New. New dengan perlahan melepas genggaman tangan Tay lalu melepas seatbelt miliknya “makasih ya udah anterin.”

“Poom..” Mendengar nama nya dipanggil New hanya bisa diam tak berkutik. Ia kemudian menghempaskan nafasnya kasar “aku turun yaa, Tana hati-hati pulangnya.” New mulai mengambil kantung miliknya yang sebelumnya ia simpan di kursi belakang.

Sebelum tangannya membuka pintu mobil tersebut, tangannya di tahan oleh Tay “sebentar poom, saya gak akan ketemu Namtan. Nanti saya jelasin ke nenek. Kamu jangan marah.” New kembali melepaskan tangan Tay dari lengannya “kenapa gak kamu jelasin pas tadi? Tana, aku lagi gamau debat. Aku turun ya.” Pinta nya lagi, tangan Tay pun melonggar dari lengan New sehingga New kini dapat leluasa turun dari mobil tersebut meninggalkan Tay yang masih terduduk diam.

@pandaloura

New mencoba membuka matanya yang sedikit berat, ia menoleh menatap jam di dinding kamarnya. “Ah udah mau magrib, harus masak buat makan malam.” Ia pun segera bergegas turun dari ranjangnya lalu berjalan dengan perlahan menuju dapur.

“Eh Bi Ida udah masak?” Tanya New begitu memasuki dapur ia melihat Bi Ida tengah merapihkan beberapa jenis masakan ke mangkuk-mangkuk besar. “Eh Tuan udah bangun? Tadi saya ketuk kamar tuan tapi gak ada jawaban terus karena takut kesorean jadi saya masak aja tuan.” New mengangguk lalu tersenyum “makasih ya Bi. Anak-anak udah pulang semua?” Bi Ida yang masih sibuk dengan beberapa masakannya pun mengangguk “sudah tuan, tadi tuan muda abang minta di buatkan sayur bening jadi bibi langsung masak itu.”

“Ohyauda bi, makasih ya. Tolong di lanjut ya bi.. Saya mau mandi dulu.” Bi Ida pun mempersilahkan tuannya untuk bergegas menuju kamarnya.

Begitu sesampainya di kamar, New menatap tubuh dan wajahnya di cermin ia mengangkat baju nya dan menampilkan perutnya yang sudah tak seindah dulu bahkan ia bisa melihat perutnya di hiasi sayatan bekas operasi saat melahirkan anak-anaknya. “Apa karena aku gak seindah dulu ya mas? Sampe kamu berubah kaya gini?” Lirihnya lemah.

Ia pun dengan cepat menurunkan bajunya kembali, lalu menarik nafasnya berat dan mulai membalikkan tubuhnya untuk bergegas mandi.

Makan malam keluarga Vihokratana berjalan dengan ricuh seperti biasanya, celotehan dan perdebatan antara anak tengah dan bungsu keluarga Vihokrtana selalu tak pernah terlewatkan dan New hanya bisa tersenyum hangat melihat hal tersebut.

“Di makan Pah.” Suara Pluem menyadarkan New “iya abang.”

“Pah, emang ayah pulangnya kapan? Malam ini kan?” Nanon mulai bertanya, “harusnya malam ini tapi ada pekerjaan tambahan, mungkin besok.” Nanon mempoutkan bibirnya “sibuk terus, sampe chat adek aja gak bisa.”

“Ya lu dong chat duluan.” Frank ikut menimpali. Nanon menggeleng “males, gue kan lagi marah sama ayah. Tapi ayahnya malah gak ada minta maaf, udah lupa kali punya anak.” Jawab Nanon ketus.

“Udah-udah, makannya selesain dulu nanti keselek.” Abang menengahi “mungkin ayahnya lagi bener-bener sibuk, nanti mau minta maaf langsung kali sama adek.”

“Iya yah, tapi kalau minta maaf langsung gak akan adek maafin langsung! Mau adek cuekin dulu!” Ucap Nanon kembali. “Cuekin-cuekin segitu kemaren bilang sama gue kangen ayah banget deh, pengen peluk ayah “ Goda Frank kepada adiknya, Nanon mendengus kesal “Frankieeee ihhhhh!!”

New menggelengkan kepalanya “udah-udah, makan dulu yuk nanti gak selesai-selesai makan malam kitanya.”

Kemudian ketiga anak Vihokratana tersebut menuruti perintah Papahnya dan mulai kembali fokus menghabiskan makan malamnya, berbeda dengan New yang kembali sibuk dengan fikirannya mas, aku juga kangen kamu. lirihnya dalam hati.

@pandaloura

“Udah jangan nangis lagi ih.” Gun masih mencoba menenangkan sahabatnya yang masih menangis tersedu-sedu.

Krist ikut mendekat “tenang, orangnya udah gue kabarin. Laki lu rencana pulang kapan?” New mencoba menghapus airmatanya dan menstabilkan nafasnya “be..besok harusnya.” Krist mengangguk mengerti “udah-udah.”

“Kit, tapi kalau udah ada info biasanya di kirim via apa?” New mulai bertanya. “Tergantung lu mau nya gimana? Email? Atau mau hardcopy?”

New menutup matanya lalu menarik nafasnya panjang “boleh gak hardcopy tapi langsung kasih ke gue? Gue pengen orang pertama yang tau.” Krist mengangguk “bisa-bisa, nanti gue minta langsung kirim ke alamat ini aja ya?” “Iya Kit.” New kemudian menundukkan wajahnya kembali.

“Sabar.. Ujian pernikahan namanya juga.” Gun kembali mengelus punggung sahabatnya. “Gue takut.. Takut semua yang gue fikirin bener, gue takut ngecewain anak-anak.” Lirih New.

“Paham gue, kita coba tunggu kabarnya aja ya?” Krist mengelus bahu New. “Udah jangan nangis lagi, nanti mata lo bengkak gue bingung kasih alesan ke anak-anak lo apalagi Frank. Mending makan yuk? Gue bawa macaroni schotel nih.” Gun mengangkat sebuah bungkusan besar yang sengaja ia bawa dari rumahnya.

“Yuuuuk, udah bangun yuk..” Krist mencoba menarik New dari duduknya, New pun hanya bisa pasrah mengikuti kemauan dua sahabatnya.

Setelah menghubungi Kak Joss, New pun segera bergegas mandi dan bersiap-siap untuk segera menemui kekasihnya.

Setelah selesai bersiap-siap ia pun mulai memesan grab online untuk menuju apartment Tay, bahkan sebari menunggu grabnya tiba ia sempat memesan go-food bubur untuk kekasih dan juga untuk kedua sahabat Tay.

Sesampainya New di lobby apartment milik Tay, ia menunggu pesanan buburnya sampai akhirnya pesanan itu datang ia langsung menuju lantai dua belas dimana unit kekasihnya berada.

Dengan lihai New mulai menekan beberapa angka yang menjadi kata sandi unit milik Tay, setelah terbuka ia hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat Kak Off tengah tertidur pulas dengan posisi yang sepertinya sangat tidak nyaman karena kepalanya terjuntai kelantai sedangkan tubuhnya terlentang di sofa.

“Eh, New!” Arm yang baru saja keluar dari kamar mandi yang berada di samping ruangan televisi. “Pagi kak, nih gue bawain sarapan. Pada sarapan dulu deh.” Ujar New sebari menyodorkan bungkusan yang berisi beberapa bubur, Arm menyambut bungkusan tersebut lalu tersenyum “wih thanks ya, tau aja laper gue. Eh, si Tay di kamar tidurnya lo langsung cek ajadeh.” New mengangguk “gue ke kamar ya kak, itu kak Off bangunin aja takut kecengklak gue.” Ucap New sebari terkekeh lalu berjalan meninggalkan Arm yang kini tengah membangunkan Off dari tidurnya.

New membuka dengan perlahan pintu kamar Tay, ia menarik nafasnya saat melihat kekasihnya tengah tertidur pulas dengan pakaian yang sama dengan semalam sepertinya. Ia pun duduk di ranjang tersebut sebari mengelus wajah muka Tay “bener-bener ya kamu.”

Tak lama pintu kamar Tay di ketuk dan menampilkan Arm dan Off yang sudah berpakaian lengkap “New, buburnya makasih ya. Gue sama Jumpol balik dulu ya?” New menoleh “eh kenapa kak? Makan disini aja dulu.”

Off menggeleng “gak, kita balik aja. Tinggal ngesot ke lantai atas doang. Lu ngobrol deh sama Tay, dari semalem galau berat dia. Minumnya juga banyak, takutnya mati.” Arm memukul bahu sahabatnya “sembarangan anjir!” Off mengelus bahunya “sakit anjing! Eh yauda ya New, kunci mobil sama dompetnya di meja makan ya New.”

New kemudian tersenyum lalu mengangguk “ohyauda kak, makasih ya. Hati-hati pulangnya.” Keduanya pun kembali berpamitan lalu mulai menghilang dari pandangan New. Setelah kepergian kedua sahabat Tay ia melihat sekeliling kamar kekasihnya lalu kembali menatap kekasihnya yang masih terlelap “kayak nya gak akan bangun sekarang-sekarang sih ni anak, gue beres-beres dulu deh.” Kemudian ia pun bangkit dari duduknya dan mulai membereskan kamar dan juga ruangan lainnya.

Tay mulai membuka matanya perlahan, kepalanya begitu berat seolah ada hantaman batu diatas kepalanya. Setelah ia bisa duduk ia mulai memperhatikan sekelilingnya, ah kamarnya. Ia mulai memutar memori-memori sisa semalam yang bisa ia ingat “gilaa. Gimana saya bisa pulang?” Ia pun merasakan haus yang teramat, dengan perlahan ia pun turun dari kasurnya untuk mengambil air minum.

“Udah bangun?” Tay begitu terkejut sampai-sampai ia beberapa kali mengusak matanya karena tak percaya akan sosok yang berada di hadapannya “Poom?” New kemudian berbalik berjalan menuju dapur mengambil segelas air lalu ia serahkan kepada kekasihnya “minum duluu.” Tay yang masih tak percaya hanya bisa tertegun lalu mengambil gelas tersebut dan menenggak habis air yang berada di gelas tersebut.

New terlebih dahulu meninggalkan Tay dan memilih duduk di sofa, Tay pun mengikuti dan memilih untuk duduk di samping New. “Dari kapan kamu disini?” Tanya Tay. “Kamu mau makan dulu gak? Udah aku beliin bubur, nanti aku angetin dulu.” New yang baru saja akan bangun tetapi lengannya terlanjur di tarik oleh Tay “duduk dulu, saya tanya kamu dari kapan disini?” Tanya Tay selembut mungkin.

“Sejam yang lalu, pas kamu masih teler.” Jawab New ketus. “Kamu gak magang?” Tay melihat jam yang menunjukkan pukul sebelas siang. “Kamu kenapa mesti mabok-mabokan gitu sih? Aku tanya, semalem open table abis berapa?” Bukannya menjawab pertanyaan Tay, New malah berbalik bertanya. “Kamu tuh kenapa sih? Biasanya tuh kalo berantem gak sampe loh kamu sampe mabok gitu, tiga botol loh Tay.”

Tay tersenyum sebari menatap wajah New yang sudah merah karena emosi. “Ngapain senyum-senyum?” Tay menggeleng lalu menarik tubuh New untuk masuk ke pelukannya “saya kangen, saya senang kamu datang kesini. Terimakasih ya.” New hanya bisa menarik nafasnya kasar “kamu tuh ya, ngeselin banget tapi kalo udah ketemu tuh aku gak bisa marah-marah sama kamu.”

“Maafin ya? Kemarin saya sudah teriak sama kamu, marah-marah gak jelas.” Ucap Tay setelah melepas pelukannya, New mengangguk lemah “Kak Joss cuman..”

“Saya percaya. Kamu gak usah jelaskan, kemarin saya hanya cemburu.”

“Cemburu kamu jelek banget, marah-marah terus mabok-mabokan. Semalem abis berapa coba?” New melipat tangan di dadanya. Tay hanya bisa tersenyum lalu menggaruk lehernya yang tak gatal “katanya kamu bawain saya makan?” New menatap wajah Tay tajam “kamu abis berapa Tay Tawan Vihokratana?”

Tay bangkit dari duduknya “dikit kok. Oh ini ya, saya angetin ya.” Kemudian mulai memindahkan bubur yang sudah dingin ke sebuah mangkuk, New masih melipat tangannya dan tatapan tajamnya masih mengarah kearah wajah Tay. “Jangan melotot gitu kittypoom.” Tay terkekeh saat melihat New tengah memberikan tatapan membunuh kepada dirinya “iya-iya, saya abis delapan belas. Jangan marah, saya kan jarang juga menghabiskan uang sebanyak itu dalam sekali waktu.”

New hanya bisa mengalihkan pandangannya ke arah jendela “iya, terserah kamu sih. Kan uang juga uang kamu, gak ada hak aku.” Tay kemudian kembali mendekati New “maaaf, gak lagi-lagi deh. Udah dong, kita baru baikan loh Poom. Kamu boleh deh marahin saya asal jangan diem gini.” New kemudian menoleh menatap wajah Tay “aku gak marah, kan emang bener itu uang kamu jadi gimana kamu.”

“Poom, maafin yaa? Janji gak lagi-lagi deh.” Tay mengangkat kedua jarinya membuat lambang peace, New kemudian memilih mencubit perut Tay “nyebelin dasar!” “Aw! Sakit Poom”

New bangkit dari duduknya “biarin, biar tau rasa! Udah diem kamu disitu, aku siapin dulu bubur kamunya.” Lalu kemudian berjalan menuju dapur dan mulai memasukan mangkuk berisi bubur ke microwave.

Tay hanya bisa terkekeh “kamu kalau marah-marah tambah gemes deh jadi pengen cium.”

“Gosok gigi dulu sana, baru ngomongin cium!” Ucap New sebari mendelik tajam ke arah Tay. Tay pun hanya bisa tertawa terbahak lalu mulai berjalan menuju kamar mandinya “abis saya gosok gigi, saya cium kamu ya!”

New memutar bola matanya malas “gak ada cium-cium! delapan belas hari tanpa cium pokoknya.”

“Pooom?” Tay berhenti sebelum memasuki kamarnya lalu memberikan tatapan memelas.

“Gak! Delapan belas juta berarti gak ada cium atau cuddle sampai delapan belas hari kedepan!” Ucap New mantap.

pandaloura

New menghembuskan nafasnya kasar sebari merapihkan barang bawaannya kedalam tas, setelah perdebatannya dengan Tay tadi siang mood New benar-benar berantakan dan membuat tubuhnya menjadi lelah. “Lemes amat New! Udah mau balik juga.” Ucap lelaki yang menjadi alasan utama pertengkaran New dan juga Tay, New kemudian menoleh menatap Kak Joss dengan tersenyum “gak enak badan kak.”

“Baliknya mau gue anter? Besok kalau masih gaenak badan gak usah masuk gapapa New.” Jawab Joss dengan ekspresi khawatir. New kemudian menggeleng “gak usah kak, gue di jemput kok. Laki gue udah di parkiran.” Joss pun mengangguk “oh lo di jemput laki lo? Yauda deh, hati-hati ya? Kalau besok masih sakit kabarin gue aja ya.” New mengangguk sebari berdiri dari duduknya “gue duluan ya kak?” “Yoo, tihati ya.” Jawab Joss.

Sesampainya New di parkiran ia langsung bisa melihat dimana mobil kekasihnya berada, dengan cepat ia pun berjalan mendekati mobil tersebut sebari terus mengatur nafasnya “jangan pake emosi, jangan pake emosi.” Lirihnya pada diri sendiri.

toktok New mengetuk pintu jendela mobil Tay, Tay yang sadar langsung membuka kunci otomatis di pintu mobilnya. Setelah dipersilahkan masuk, New pun langsung mengambil posisi duduk tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

“Mau makan terlebih dahulu?” Tay memulai percakapan sebari mulai menyalakan mesin mobilnya. “Langsung pulang aja.” Jawab New tanpa menoleh. “Oke.” Tay menjawab.

Sepanjang perjalanan tersebut baik Tay maupun New tak mengeluarkan sepatah katapun, keduanya sibuk dengan fikirannya masing-masing. Sampai akhirnya mobil Tay pun mulai memasuki komplek perumahan kost-kostan milik New.

“Makasih.” Ucap New begitu mobil tersebut berhenti tepat di depan gerbang kost miliknya, New yang mencoba membuka pintu mobil tersebut tertahan karena lengannya di tarik oleh Tay “ngobrol dulu sebentar.” Ujar Tay.

New menarik nafasnya kasar lalu kembali membetulkan posisi duduknya tanpa menoleh ke arah Tay.

“Saya gak suka kamu dekat-dekat Joss.” Tay bersuara.

“Terus aku harus berhenti magang?” New akhirnya menatap Tay walaupun tatapannya kini tatapan tajam.

“Ya tidak, kamu tinggal kurangi intensitas kamu bertemu dengan dia. Menemani dia, makan siang bersama dia.” Tay menjawab.

New menarik nafasnya dalam-dalam “aku tekenin ke kamu ya.. Aku sama Kak Joss itu gak ada apa-apa, kalaupun aku mesti nemenin dia ya itu karena kerjaan aja. Aku cuman anak magang, ya masa aku harus nolak atasan aku? Pleaselah Tana, kamu buang deh fikiran jelek kamu tentang aku dan Kak Joss.”

“Kamu gakmau? Atau kamu sudah terlanjur nyaman?” New kembali menatap Tay dengan tatapan tak percaya “aku turun! Percuma, apapun yang di obrolin nantinya malah bikin kita berantem. Aku gak punya tenaga Tay.” New pun dengan cepat membuka pintu mobil tersebut dengan kasar.

“Terus saja menghindar New!” Tay berteriak dari dalam mobil, “terserah!” New dengan cepat membanting pintu mobil Tay dengan sangat keras kemudian mulai masuk meninggalkan Tay yang kini tengah memukul setir mobilnya dengan keras “Asu!”

pandaloura

New tengah membereskan meja dan bawaan tasnya karena beberapa menit lagi jam kerjanya akan selesai.

“New? Nanti pulangnya mau bareng? Gue kayanya mau sekalian lewat daerah kos lu deh.” New langsung menoleh ke sumber suara. “Eh kak Joss, makasih tapi gue mau ke tempat lain dulu jadi gue pesen grab aja.” Tolak New. Lelaki yang menawari New tumpangan tersebut pun mengangguk, “yauda hati-hati ya? Yauda pesen sekarang aja, udah jam lima tuh” New tersenyum lalu mengangguk dan ia pun langsung meraih ponselnya yang berada di atas mejanya untuk memesan grab sebagai alat transportasi untuknya.

“Makasih ya pak, pembayarannya via ovo ya?” ucap New kepada sopir grab tersebut, lalu menutup pintu mobilnya dan kemudian mulai berjalan memasuki lobby apartment milik kekasihnya.

New kemudian mulai menekan tombol lift lalu menekan angka dua belas dan tak lupa mengarahkan acces card yang sengaja Tay berikan untuknya agar lebih memudahkan New untuk datang ke apartment miliknya.

New menarik nafasnya ketika ia berdiri di depan pintu unit kekasihnya. “Hmm, tenang New..” Ia kemudian menekan tombol bel unit tersebut.

New hanya menunggu sekitar lima detik sampai pintu itu terbuka, begitu pintu tersebut terbuka New begitu tercengang melihat keadaan Tay yang begitu pucat “Tana kamu masih sakit?” Tay langsung tersenyum begitu mata miliknya bertemu dengan iris mata New. “Poom?” Tay langsung menarik tangan New untuk masuk kedalam pelukannya “saya kangen. Maafin saya.” New hanya bisa berdiam diri karena Tay begitu kencang mengdekap tubuhnya.

“Tana, masuk dulu ya? Ini aku masih di luar gini, gaenak kalau ada yang liat.” Pinta New dengan lembut, Tay yang tersadar langsung melepas pelukannya “ma.. Maaf Poom.” Tay pun langsung mempersilahkan New untuk masuk kedalam apartmentnya.

Keduanya pun berjalan menuju ruangan tv, dan Tay pun langsung duduk di sofa ruangan tersebut, New mengikuti. “Kamu udah makan? Udah minum obat?” Tay menggeleng “mau makan bareng kamu.” New kemudian mengecek suhu tubuh Tay melalui dahinya “demamnya udah turun ya?” Tay mengangguk.

“Makan malemnya mau apa?” Tanya New, “saya sudah beli sayur sop dan ayam goreng, nanti tinggal saya hangatkan, Gapapa kan?” Jawab Tay sebari menggenggam tangan milik New, New tersenyum lalu kemudian mengangguk “gapapa, tapi Tana gamau makan bubur aja?” Tay menggeleng “dari kemarin saya di belikan bubur saja oleh Off dan Arm.”

“Oh yauda, kepalanya pusing? Atau apa yang kerasa?” New bertanya. “Udah, pusing lemas saya hilang setelah lihat kamu.” Jawab Tay, New kemudian terkekeh “bisa banget.”

Kedua tangan Tay makin mempererat genggamannya “Poom? Maafin saya, jangan pergi lagi. Saya gak bisa kalau gak ada kamu.” New tersenyum “maafin aku juga ya? Harusnya aku gak pergi gitu aja, karena gak akan ada solusinya. Maafin ya?” Tay kemudian melepas genggamannya lalu menarik tubuh New sekali lagi untuk masuk ke pelukannya “kasih saya waktu, saya janji akan meyakinkan nenek dengan hubungan kita. Saya janji Poom.”

New mengangguk lalu membalas pelukan kekasihnya “jangan cuman kamu yang meyakinkan, aku juga bakal usaha buat bisa di terima sama nenek dan keluarga kamu. Kita sama-sama ya?” New merasakan bahunya kini basah “Tana?” Ia pun melepas dekapan tubuh keduanya, lalu menganggkat wajah Tay “Tana nangis?” Tay kembali menundukkan wajahnya.

“Hey.. Hey.. Kok nangis? Kan aku disini.” New mencoba menenangkan dengan menghapus air mata kekasihnya “saya bersyukur, kamu mau berjuang bersama. Maafin saya sering membuat hati kamu sakit ya Poom? Saya minta maaf.” New menggeleng “iya Tana, aku kan sayang sama Tana dan emang pengen bisa terus-terusan sama Tana makanya aku mau berjuang sama Tana. Udah jangan nangis ya?” Tay mengangguk lalu mengecup punggung tangan kekasihnya “saya beruntung punya kamu Poom.” New hanya bisa tersenyum dan tersipu malu “aku juga Tanaaaaa, udah yuk. Sekarang aku mandi dulu ya? Nanti kita makan sama-sama.”

“Mandi nya saya temani ya?” New memutar bola matanya malas “yang ada bukannya mandi aku kalau di temenin kamu!” Tay terkekeh “yauda sana, nanti saya siapkan baju dan handuknya.” New bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju kamar milik kekasihnya untuk segera membersihkan tubuhnya.