Ayah
Suasana malam di ruang keluarga Vihokratana seperti biasanya selalu ramai, entah oleh perdebatan kecil antara Frank dan juga Nanon atau suara Pluem yang mencoba menengahi perdebatan antara dua adiknya atau bahkan ramai oleh suara tawa dari sang kepala keluarga yang melontarkan jokes-jokes receh andalannya.
Seperti saat ini, ketika Frank dan juga Nanon tengah berdebat mengenai tomat. “Tomat itu buah Kak, soalnya kan ada bijinya terus bisa di buat jus lagi. Berarti buah.” Frank menggeleng dengan kencang “salah, tomat itu sayur dek. Kan bisa di bikin sambel.”
“Orang buah!” Nanon tak terima, Frank yang masih fokus menatap ponselnya kembali menggeleng “sayur!”
“Buah!” “Sayur!”
“Udah-udah daripada ributin tomat, mending jawab pertanyaan Ayah. Yang bisa Ayah kasih duit cepe.” Tay yang duduk diantara keduanya bersuara.
Nanon memberikan tatapan curiga terhadap Ayahnya “gamau ah, Ayah mah suka gak jelas. Jokes receh.”
New dan Pluem yang berada di ruangan tersebut ikut terkekeh mendengar ucapan Nanon “kamu sih Mas, nyekokin anak-anak jokes bapak-bapak di facebook jadi udah pada males duluan.”
Tay pun langsung berdiri dari duduknya “gak, ini mah gak receh. Beneran susah, kalian gak akan ada yang bisa jawab deh.”
Ketiga anak Vihokratana dan juga New akhirnya mulai memperhatikan Tay yang kini tengah berdiri diruangan tersebut “yauda, coba apa?” Pluem yang bersuara.
Tay berdehem menyiapkan pertanyaan untuk keluarganya “nih, siap-siap yaa?”
“Hewan, hewan apa yang paling hening?” Tay melontarkan pertanyaan.
“Burung hantu.” Jawab Nanon, Tay menggeleng.
“Ikan?” Frank mulai tertarik, Tay lagi-lagi menggeleng.
“Abang? Hin? Ayook-ayok tebak?” Tay mencoba menahan tawanya.
“Emang apa? Udah kasih tau aja Ayah.” Nanon tak sabar.
Tay mengangguk “oke-oke, jawabannya adalah semute hahahahahahahahahaha” Tay memegang perutnya menahan tawanya yang menggema diruangan tersebut. Keempat anggota keluarga lainnya hanya bisa saling menukar pandang, tak ada tawa selain tawa yang keluar dari sang kepala keluarga.
“Hahhaha, ada satu lagi satu lagi.. Dau, daun apa yang enaaak banget?” Tay mencoba menahan tawanya sebari kembali melempar leluconnya.
Frank kembali fokus ke ponselnya, Pluem mulai meraih remote televisi di depannya, Nanon hanya bisa memutar bola matanya malas.
“Jawab dong, gak asyik ahhh. Hin, hin jawab..” Tay mencoba meraih kembali perhatian dari anggota keluarganya.
“Males ah, Ayah garing banget. Adek sampe merinding.” Jawab si bungsu. New mengangguk setuju dengan ungkapan anaknya.
“Yauda Ayah jawab ya, padahal gampang banget tau. Penasaran? Penasaran?” Yang lainnya tidak menghiraukan Tay.
“Oke deh, ayah kasih tau aja. Jawabannya adalah daun aat hahahaahahahahahahahahahahha lucu kan lucu kan?” Tay kembali tertawa terpingkal-pingkal sedangkan yang lainnya hanya bisa menggelengkan kepalanya dan juga memberikan tatapan bingung melihat kelakuan Tay.
New yang sudah semakin tak tahan dengan lelucon absurd suaminya pun mengambil alih “udah-udah kamu daripada ngejokes gajelas, mending tidur yu ah.” Lalu menarik suaminya untuk menuju kamar milik keduanya, tetapi sebelum New meninggalkan ruangan tersebut ia sempat berpamitan kepada ketiga anaknya “Abang,Kakak,Adek tinggal sepuluh menit lagi ya ke jam sepuluh malem. Nanti langsung masuk kamar masing-masing ya? Istirahat.” Ketiga anak Vihokratana itupun mengangguk kompak.
“Hin ih, orang aku lagi bikin ketawa anak-anak. Main tarik aja.” Protes Tay begitu sampai di kamar, “anak-anak segitu malesnya sama lelucon bapak-bapak kamu Mas.” Balas New yang langsung membaringkan tubuhnya di kasur. “Sini tiduran.” Ucapnya lagi sebari menepuk spot kosong di sampingnya, Tay tersenyum sumringah kemudian menyusul suami manisnya untuk berbaring “bilang aja kamu pengen berduaan sama aku.” New kemudian mendekatkan tubuhnya lalu menempatkan kepalanya untuk berlabuh di dada bidang milik Tay “hehehe, iya juga sih.”
Tay kembali tersenyum lalu mengecup pucuk kepala New “dasar, yauda malem ini bobonya di peluk ya semaleman.” Lalu mulai mengeratkan tangannya meraih tubuh suami manisnya. “Peluk aja? Gamau nambah yang lain?” New mulai menggerakkan jarinya diatas perut suaminya.
“Tangannya jangan nakal, udah istirahat ya.” Ucap Tay sebari menarik tangan New turun dari perutnya. “Kita udah lama gak gitu loh mas..” Lirih New. Tay mulai mematikan lampu melalui stop kontak di sampingnya “nanti, kamu biar sehat dulu. Sekarang tidur ya?” Lalu kemudian mengecup lembut kembali pucuk kepala New, New hanya bisa menarik nafasnya kasar lalu mulai ikut memejamkan kedua matanya.
— 02.06 AM
New terbangun dari tidurnya karena merasakan haus yang teramat di tenggorokannya, dengan perlahan ia mulai membuka matanya lalu mengambil gelas yang selalu ia siapkan di nakas samping ranjangnya, setelah melepas dahaganya ia menatap sekelilingnya dan ia tak menemukan keberadaan suaminya. Ia kemudian mendudukan tubuhnya lalu mulai beranjak dari kasurnya mengambil mantel piyamanya dan mulai mencari keberadaan suaminya.
New mulai mencari ke dapur namun hasilnya nihil, baru saja ia akan menaiki anak tangga namun kegiatan tersebut ia urungkan saat melihat pintu yang tersambung dengan taman belakang rumahnya sedikit terbuka, dengan perlahan ia pun berjalan menuju taman belakang tersebut.
“Mas??” Tay yang tengah menikmati satu batang rokok menoleh ke sumber suara “dek? Kebangun?”
New kemudian mengambil posisi untuk duduk di samping suaminya yang kini sudah mematikan rokoknya “mas? Ada yang ganggu fikiran kamu?” Tay tersenyum lalu menggeleng “gak ada sayang, yuk balik tidur lagi.” Kini giliran New yang menggeleng lalu menahan lengan suaminya yang kini akan beranjak dari duduknya “sini ngobrol dulu.”
“Mas kenapa?” New dengan lemah lembut bertanya, Tay tersenyum kembali “Mas gapapa sayang.” New mengubah posisi duduknya kini menghadap suaminya, ia menggengam dan mengelus tangan Tay “kamu lagi gak baik-baik aja mas, aku tau. Sini bagi ke aku.” Tay menggeleng kembali lalu tersenyum, bibirnya memang memancarkan senyum tapi New bisa melihat rasa sedih yang begitu dalam di mata suaminya. Dengan perlahan New pun mendekatkan tubuhnya lalu membuka lebar kedua tangannya dan menarik tubuh suaminya untuk masuk kedalam pelukannya.
Dengan perlahan ia mengelus punggung kokoh Tay “kalau kamu mau nangis, nangis aja mas.. Gapapa..” Tay menggeleng sebari menyusupkan wajahnya masuk kedalam leher New, New bisa merasakan lehernya sedikit basah “gapapa, nangis aja.” Ucapnya lagi.
Tak lama terdengar isakan kecil yang berasal dari mulut Tay “Adik Hin, aku bahkan gak bisa kasih dia ciuman perpisahan, aku gak bisa kasih dia pelukan, aku..Aku gak bisa bahagiain dia.. Kenapa Tuhan ambil adik Hin? Kenapa?” Ucap Tay bersamaan dengan tangisnya yang pecah, New hanya bisa menggigit bibirnya menahan air mata nya agar tak ikut tumpah bersama suaminya. New tahu Tay pun merasakan kehilangan akan adik, akan tetapi Tay begitu baik menutupi kesedihannya tersebut sehingga New lupa bahwa luka yang Tay rasakan juga sama dengan luka yang ia miliki.
“Maafin aku, harusnya aku gak nangis. Maafin, aku gagal jadi kepala rumah tangga, maafin aku.” Ucap Tay kembali, New menggeleneng lalu melepas pelukannya. Menatap teman hidupnya, malam ini bukan sosok Tawan Vihokratana yang merupakan seorang CEO perusahaan besar yang berwibawa dan juga sosok Ayah Tay yang hangat yang berada di hadapan New, sosok yang berada di hadapan New hanyalah sosok Ayah yang memiliki kesedihan mendalam karena kehilangan malaikat kecilnya. New dengan perlahan menghapus airmata di wajah suaminya.
“Kamu boleh nangis Mas, kamu boleh menyampaikan rasa luka kamu.. Kamu bukan hanya sosok kepala keluarga yang bertanggung jawab membahagiakan keluarga kamu saja mas, di diri kamu ada juga sosok ayah yang kehilangan anaknya, dan sangat wajar kamu nangis. Menangis adalah salah satu bentuk emosi, menangis juga tidak selalu menjadi bagian dari emosi negarif mas. Menangis sehat kok, jadi kalau memang ada perasaan yang membuat kamu menangis jangan di tahan sayang, gak ada undang-undangnya seorang kepala keluarga gak boleh menangis.” New kemudian tersenyum “kamu hanya manusia biasa mas, kamu punya perasaan. Sesekali kamu luapkan emosi di hati kamu gapapa mas..”
Tay mengecup tangan New “makasih Hin, maafin mas..” Lirihnya kembali. New menggeleng “jangan minta maaf, kamu orang tua adik.. Wajar kamu merasakan kehilangan sampai sedih mendalam seperti ini mas.. Gapapa.. Yang gak boleh itu adalah, kamu mendem semua kesedihan kamu sendiri. Sampai-sampai kamu begadang, ngerokok hampir tiap malem buat ngelepasin penat kamu. Itu bukan sebuah solusi sayang.”
“Mas selalu punya aku, mas masih inget kan janji suci kita puluhan tahun lalu? Kita akan selalu bersama di saat suka maupun duka, mas selalu ada buat aku di saat duniaku hancur.. Mas selalu di samping aku, dan akupun mau ketika mas di keadaan terpuruk aku juga berada di samping mas jangan hanya libatkan aku di keadaan suka mas. Kita harus sama-sama.” Jelas New dengan lemah lembut.
Tay mengangguk kemudian menunduk “mas cuman gak mau, kesedihan kamu bertambah karena aku Hin, mas juga gak mau anak-anak melihat sosok mas yang lemah seperti ini. Gimana mas bisa lindungin keluarga ini kalau mas nya aja masih cengeng begini?”
“Sayang, liat mata aku.” New meminta, Tay pun dengan perlahan menatap mata suami manisnya. “Kaya yang tadi aku bilang, kamu cuman manusia biasa. Dan kamu berhak merasakan sedih, merasakan sakit hingga menangis. Dan aku yakin, kalaupun anak-anak tahu anak-anak pasti mengerti. Minimal, kamu sharing ke aku apa aja yang menganggu fikiran kamu.. Jangan di pendem sendiri ya mas?”
Tay kembali menatap wajah suami manisnya, ia begitu merasa bersyukur memiliki teman hidup seperti New. Lalu kemudian ia tersenyum dan meraih tubuh New untuk masuk kedalam pelukannya “makasih ya sayang. Lain kali kalau ada yang menganggu fikiran aku, aku janji sharing sama kamu.” New mengangguk “harus dong.”
“Jangan malah lari ke rokok sama begadang! Kamu udah hebat banget bisa lepas dari rokok, masa mau balik lagi?” Tanya New setelah melepas pelukannya. “Iya-iya engga lagi-lagi. Mata aku keliatan abis nangisnya gak? Malu dong kalau entar anak-anak tau.” New terkekeh “dasarrrr. Sekarang udah enakan?” Tay mengangguk “nafas aku lebih enak sekarang, kemaren-kemaren kaya berat banget.”
“Syukurlah, lebih ringan kan kalau di bagi sedihnya?” Tay mengangguk kembali “makasih ya?”
“Iya sama-sama, adik udah tenang diatas sana mas. Kita gak perlu khawatirin dia, karena dia udah di tempat yang paling terbaik.” Tay kembali mengecup pucuk kepala New “iya dek, mas tau. Adik sudah di tempat yang seharusnya.”
“Sekarang kita lebih baik fokus sama abang,kakak,adek yang masih butuh perhatian dan kasih sayang yang penuh dari kita.” Ucap New kembali, “iya. Mas janji akan berusaha sebaik mungkin untuk bahagiain kalian semua. Sekarang udahan sedihnya. Makasih ya sayang.” New tersenyum “sama-sama, balik kamar yuk? Dingin.” Tay kemudian meraih tangan New untuk ia genggam lalu mulai beranjak dari duduknya dan kemudian meninggalkan taman tersebut.
Sesampainya di kamar keduanya pun langsung naik kembali ke ranjangnya dan kembali saling memeluk “kamu tau gak? Kakak tuh kayaknya emang beneran duplikat kamu banget tau mas. Muka, perawakan, nyebelinnya sampe pengekspresian emosinya tuh mirip kamu banget.” Ujar New yang saat ini berada di pelukan Tay.
Tay terkekeh “masa sih?” New mengangguk “iya, abang sama kakak tuh mirip banget kaya kamu. Cuman kalau abang tuh ya karena dia ada tanggung jawab sebagai anak sulung jadi dia lebih milih buat nahan emosinya sedangkan Kakak tuh ya emang begitu sifatnya. Duplikat bapak Tawan.”
Tay memperdalam dekapanya terhadap New “nah berarti pas lagi bikin Kakak, kamu tuh bucin banget sama akuuuu.” New langsung memutar bola matanya malas “dih males, udah cepet tidur lagi.” Lalu memilih untuk menutup kedua matanya.
@pandaloura