pandaloura

Jam menunjukan pukul enam sore lewat tujuh menit, New masih setia duduk di samping ranjang anaknya. Ia sedikit bersyukur anak bungsu nya masih belum terjaga dari tidurnya, walapun sedari tadi Nanon tak henti-henti nya menggumamkan “Ayah..” dalam tidurnya.

“Pah, Papah pulang aja. Istirahat dirumah, biar Adek, Abang sama Kakak aja yang jaga.” Tawar anak sulung keluarga Vihokratana yaitu Pluem yang sudah bergabung di kamar tersebut sejak dua puluh menit yang lalu.

New menggeleng “Papah nunggu Ayah kalian dulu dateng.”

Pluem mengangguk tanda paham.

Tak berselang lama pintu kamar tersebut terbuka menampilkan sosok kepala keluarga Vihokratana yang masih menggunakan stelan jas lengkapnya, wajah tegasnya menyiratkan tanda kekhawatiran.

Ketiga lelaki yang berada di kamar tersebut langsung menoleh kearah pintu tersebut. New langsung bangkit dari duduknya dan langsung menghamburkan tubuhnya ke pelukan sang suami, air mata yang sedari ia tahan akhirnya tumpah juga. “Mass..Maafin.”

Tay membalas pelukan suaminya kemudian mengelus punggung New dengan lembut “udah udah, adek gapapa. Jangan minta maaf, udah ya?”

“Gara-gara aku gak merhatiin makan nya Adek jadi begini Mas, maafin akun.” Isak New kembali.

Tay semakin mengeratkan pelukannya “gak, gak ada yang salah. Ini musibah aja sayang buat keluarga kita, udah kamu jangan jadi banyak fikiran gini, yang penting Adek udah ditanganin sama team media, dia juga butuh istirahat. Udah yaa?”

Tay kemudian melepas pelukan suamianya dengan perlahan lalu menghapus air mata di pipi suaminya “udah ya? Mending kamu pulang, istirahat dirumah sama Abang sama Kakak. Adek biar aku aja yang nemenin.”

New menggeleng dengang keras, menolak ide suaminya tersebut “aku mau disini sama Adek.”

“Iya Kakak juga.”

Tay menatap ketiga lelakinya “ dengerin walaupun kamar VIP tetep aja gak enak kalo pada nginep semua, lagian kalian biar lebih enak istirahatnya. Udah biar Abang disini sama Ayah, Kakak temenin Papah istirahat dirumah.”

Frank menolak “gamau, udah Kakak aja disini, Abang aja yang temenin Papah. Abang kan tadi kegiatan nya banyak, mending istirahat dirumah, Kakak kan biasa begadang jadi Kakak disini aja.”

Tay mengangguk “Yauda bener kata Kakak, udah Abang sama Papah pulang terus istirahat biar besok bisa gantian jagain Adeknya. Terus biar gak kecapean juga, nanti sakit satu sakit semua.”

Pluem mengangguk tanda setuju dengan usul Ayah nya “Yauda bener, Papah tidur dirumah ajaya sama Abang?”

New sedikit ragu. “Tenang, disini kan ada dokter sama perawat yang jaga jadi kalo ada apa-apa gampang, Papah gak usah khawatir.” ucap Frank memberi penjelasan.

“Yauda, Papah pulang tapi kalo Adek ada update langsung kabarin Papah ya? Kakak jangan begadang, gantian aja sama Ayah.” “Ini ada selimut, nanti kalo tidur dipake.” ucap New.

“Iya sayang, udah kamu sana pulang.” Ujar Tay sebari mengecup pucuk kepala New.

“Nanti baju ganti kamu aku titip Pak Budi ya? Biar di anter kesini.” Tay pun mengangguk.

“Yauda Abang sama Papah pulang ya? Berkabar Kak.” Pluem berjalan beriringan dengan Papahnya.

“Siap.” ucap Frank mantap.

Setelah Papah dan Abang keluar dari ruangan tersebut Tay langsung mendekati tubuh anak bungsu nya yang tengah berbaring lalu mengecup keningnya “cepet sembuh jagoan Ayah.”

Entah karena telepati antar ayah dan anak setelah Tay mengecup kening Nanon, Nanon membuka matanya “Ayaaaaaaah…..”

“Iya ini Ayah sayang.”

“Ayah…Hiks…” Nanon langsung menitikan airmatanya.

Tay kembali mengecup dahi anaknya “iya Ayah disini sayang, Nanon mau apa?”

“Mau Ayah disini, jangan kemana-mana. Temenin Adek.” Tangannya langsung menggengam tangan Tay.

“Iya Ayah gak kemana-mana, Ayah disini. Udah Nanon bobok lagi ya?” Nanon mengangguk lalu kembali menutup matanya.

Frank yang melihat kejadian tersebut hanya bisa menggeleng dan tersenyum melihat mode manja adiknya kepada sang Ayah “dasar anak Ayah.”

New mematikan ponselnya kembali setelah menulis pesan kepada suaminya, ia kemudian menatap sendu anak bungsu nya yang kini terbaring lemah di hadapan nya, air mata nya tak kuasa ia tahan rasa bersalah dalam hati nya benar-benar membuncah “maafin papah.” Lirihnya.

Bahu New di tepuk dengan lembut “bukan salah papah, udah.. Adek kan udah di tanganin sama dokter, papah yang tenang ya?” ucap Frank sebari mengelus lembut bahu papahnya. New mengangguk “iya kak.”

“Kakak udah makan belum? Kalau belum makan dulu gih, biar papah yang jaga adek, abang udah di kasih tau ruangan nya kak?”

Frank mengangguk “udah makan kok pah abang juga udah di kasih tau, tadi katanya baru mau jalan kesini, Papah udah makan? Atau Papah mau Frank beliin apa gak?” New menggeleng “Papah masih kenyang kak.”

“Nanti Frank beliin makan buat makan malem aja ya? Sekalian sama buat Abang.” New kembali mengangguk. “Ayah udah di kasih kabar?” Tanya Frank.

“Udah Kak, tapi mungkin masih sibuk jadi belum bales lagi.”

Tak berselang lama suara Nanon memecah keheningan diantara keduanya. “Mmhhh.. Ayah..”

New segera mendekati anak bungsu nya tersebut “Adek mau apa sayang? Masih pusing nak?”

Nanon memberikan tatapan sendu kepada Papahnya “mau Ayah.. Adek maunya Ayah..” sebari menitikkan air matanya.

New mengelus pucuk kepala anak bungsu nya “sabar yaa, Ayah lagi jalan pulang.. Adek sama Papah dulu ya? Nih ada Kakak juga.”

“Mau Ayaaah….Ayahhhh…” ucap Nanon kembali, Nanon memang dikenal sebagai ‘anak ayah’ makan saja iya harus bersama Ayahnya, bagaimana bila sakit, pasti yang di cari pertama adalah Ayahnya.

New kembali mengelus pucuk kepala Nanon “iya Ayah lagi dijalan pulang yah, sebentar yaa? Adek mau makan apa sayang?”

Nanon menggeleng “mau Ayah..”

New menghempaskan nafasnya. Frank yang menyadari itu langsung mengambil alih “udah lu istirahat dulu, tidur lagi. Nanti pas bangun, udah ada Ayah.”

Nanon mengangguk “Ayah suruh cepet, Adek mau Ayah.” Frank menarik selimut yang berada di atas tubuh adiknya sampai ke batas dada, kemudian mengelus rambut adiknya dengan lembut “iya, Adek tidur lagi sok.” Nanon kembali mengangguk lalu mulai menutup mata nya kembali.

“Adek udah tidur lagi, Papah juga istirahat gih, tuh di sofa tiduran.” Ucap Frank kepada Papahnya.

New menggeleng “Papah ke kantin bawah dulu ya? Kakak mau ada yang di titip?”

“Mau beli apa? Sini biar Frank aja.”

“Gapapa, Papah aja. Sebentar ya?”

Frank mengangguk “hati-hati.”

New pun berdiri dari duduknya lalu mengambil dompet dan ponsel miliknya, sepertinya ia butuh udara segar untuk dirinya.

Setelah membeli beberapa camilan dan minuman dingin, ia memilih mendudukan dirinya disebuah taman rumah sakit yang berada sedikit di ujung sehingga taman tersebut sangat sepi dari orang-orang, ia menatap layar ponselnya membuka bubble chat dengan suaminya statusnya sudah Read akan tetapi masih belum ada balasan, mungkin suaminya masih sedikit sibuk fikirnya.

Saat matanya masih menatap ponselnya, tak lama ponselnya berdering layarnya menampilkan panggilan dari kontak bernama ‘suami💙’ dengan cepat New menggeser ponselnya untuk mengangkat panggilan tersebut.

”Halo Hin?” suara dari sebrang sana memulai percakapan. “I..Iya Mas.” New menjawab dengan suara bergetar. ”All is well, kamu jangan banyak fikiran. Jangan nyalahin diri kamu sendiri, aku ini dijalan ke bandara. Aku pulang sekarang.” ”Kamu gak apa-apa kan?” Tay bertanya.

Tanpa sadar New menggelengkan kepalanya walaupun sebenarnya Tay tak akan bisa melihat gerakan nya tersebut “yang sakit Adek, bukan aku.”

”Aku tau, tapi aku percaya Adek sekarang udah di tanganin team medis dengan baik, tapi kamu pasti masih di liputi rasa bersalah.” ”Bukan salah kamu sayang..” Tay tahu suaminya, pasti saat ini tengah di liputi rasa bersalah karena anaknya jatuh sakit, pasti kini ia sedang merasa telah gagal menjaga anaknya dengan baik.

Tak ada jawaban dari New, Tay hanya mendengar isakan kecil di balik pesawat telepon nya.

”Sayang, hey… Sst udah jangan nangis, Adek bakal sehat lagi, bukan salah kamu.” ”Tunggu aku ya, paling lama aku sampe Jakarta sekitar jam enam.”

“Bukan nya Flight kamu malem?” Akhirnya New bersuara.

”Aku pake PJ (Private Jet) punya Jendral Amin, untung ada yang standby di Semarang.” ”Udah kamu tenang ya? Ini aku udah sampe di Bandara, maaf aku telat cek chat kamu. Adek rewel ya cari aku?”

”Dari pas di rumah, manggil Ayah-Ayah terus. Aku gak tega jadinya.” New menarik nafasnya kembali “tadi juga sempet bangun terus nangis bilangnya mau Ayah, terus di tenangin sama Kakak, makanya tidur lagi.” “Mudah-mudahan sebelum dia bangun kamu udah sampe disini Mas.”

”Iya sayang, sebentar ya? Yauda aku prepare dulu ini.” ”Nanti aku langsung ke Rumah Sakit ya.”

“Iya Mas.”

”Yaudah, aku matiin dulu ya panggilan nya.”

“Iya, safe flight Mas.”

”Iya sayang, aku tutup ya?”

“Mass??” New bersuara kembali sebelum menutup panggilannya.

”Yaa?”

“Cepet dateng.” Lirih New.

”Iya sayang.” kemudian memutus panggilan keduanya.

Setelah panggilan tersebut terputus New pun kembali bangkit dari duduknya lalu berjalan kembali menuju kamar Nanon.

New menutup pintu kamar anak semata wayangnya dengan hati-hati, lalu berjalan perlahan menjauh dari kamar tersebut kemudian ia berjalan ke ruang bermain yang khusus Tay —suami nya buat untuk menjadi arena bermain anaknya, membereskan beberapa mainan yang sedikit berantakan ke tempatnya masing-masing.

Ini merupakan hari ke delapan, Tay, New dan juga Nanon menempati rumah yang berukuran cukup tidak, lebih tepatnya sangat luas untuk di tempati oleh tiga orang saja, dan ini sudah hari ke lima belas Tay dan juga New menjadi sepasang suami. Setelah ia selesai membereskan ruangan tersebut, ia pun berjalan menuju kamar nya yang berada tepat di samping kamar milik Nanon, untuk segera mengistirahatkan tubuhnya atau sedikit membantu suaminya untuk melepaskan hasratnya, tak munafik. New pun rindu bermanja-manja dengan suaminya tersebut.

“Nanon udah tidur?” Tanya Tay ketika melihat New memasuki kamar keduanya, New mengangguk lalu mendaratkan tubuhnya di samping suaminya yang kini masih fokus ke iPad yang ada di hadapan matanya.

“Masih ada kerjaan?” Tanya New, Tay dengan sigap mematikan iPad nya tersebut.

“Gak, cuman cek materi buat besok. Sini.” Tay melebarkan lengan nya agar New bisa masuk ke dekapan nya.

New dengan cepat beringsut mendekatkan tubuhnya ke tubuh suaminya. Tay pun langsung mendekap tubuh New, membuat wajah New terbenam di dada bidangnya. “Kok tumben Nanon mau langsung bobo di kamarnya Hin?”

“Tadi siang, Fiat cerita kalau dia baru di beliin sprei gambar cars sama Kak Kit, terus Nanon nanya, emang Fiat bobo sendiri? terus Fiat jawab iya dong, Fiat kan udah gede harus bobo sendiri terus yauda dia langsung nyamperin aku, bilang pokoknya malem ini Nanon mau coba bobo sendiri” New terkekeh mengingat obrolan kedua anak kecil tersebut.

Tay mengelus surai hitam milik New “baguslah, moga seterusnya aja deh. Lagian kan Nanon udah mau tujuh tahun harus mandiri dong ah, biar waktu malam jatah ayahnya ‘main’ sama papahnya.”

“Jatah gundulmu!” Kemudian New mencubit perut rata milik Tay “Aaauuw, sakit Hin.”

“Hin…” “Mumpung Nanon bobo….” New mendongakkan kepalanya ke atas menatap wajah suaminya yang kini tengah menampilkan senyuman smirk nya, dengan cepat Tay mendekatkan wajahnya ke arah wajah New yang masih menatap dirinya, ia pertemukan bibir keduanya dengan perlahan, Tay sesap bibir bawah milik New, dan New pun membalas permainan nya, dengan perlahan Tay memposisikan New berbaring tanpa melepas pagutan bibir keduanya.

Tay menarik tubuhnya untuk mengukung tubuh New di bawahnya, keduanya sempat melepas pagutan bibir nya untuk menyerap oksigen bagi paru-parunya, Tay menatap wajah New ibu jarinya sempat mengusap sisa saliva yang ada di ujung bibir milik New, kemudian mengecup dahi, kedua pipi dan mata New ia sempat mengucapkan “I love you Hin.” sebelum akhirnya kembali menyatukan bibirnya dengan bibir milik New, pagutan kali ini sedikit terburu-buru dibandingkan pagutan sebelumnya, Tay sedikit mengigit bibir bawah New agar lidahnya bisa menyusuri rongga mulut suaminya tersebut, Tangan kiri Tay menggengam tangan New sedangkan tangan kanan nya ia gunakan untuk mengelus wajah milik New.

Ciuman panas tersebut berlangsung lumayan lama, keduanya benar-benar saling melahap bibir pasangan nya. Tay yang terlebih dulu melepas pagutan keduanya, kemudian bibirnya berpindah ke leher jenjang milik New semula ia hanya mengecup lembut kemudian sedikit menjilat dan berakhir menyesap.

“Tee.. Mmhhh ja..ngan sam..pe berbekaa..ss besok ‘mmmh panas, susah nutu..pin nya mmhh..” Pinta New di selingi dengan desahan karena kegelian.

Tay yang mendengar kemudian berhenti menyesap leher New, mengangkat wajah nya lalu menatap New yang ada di bawah kukungan nya dengan bibir yang sudah membengkak karena ulahnya “kalo dileher gak boleh berarti di sini boleh ya?” Ucapnya sebari mulai melepas beberapa kancing piyama yang digunakan suaminya lalu mulai menyesap dada milik New, memainkan lidahnya ke pucuk dada milik New.

“Mmhhhh,.. Tee.. Aaaggghhh..” New tak kuasa mengeluarkan desahan nya karena perlakuan suaminya tersebut, tangan nya kini ia tempatkan diatas kepala milik Tay, sesekali ia meramat keras-keras rambut Tay menyalurkan rasa nikmat karena perlakuan Tay pada dadanya, terkadang tangan New menekan kepala suaminya agar lebih memperdalam ciuman nya.

Keduanya kini tengah di selimuti hawa nafsu, kedua nya menginginkan lebih sekedar ciuman dan sesapan dalam tubuhnya. Kemudian Tay mulai menurunkan tangan nya untuk mulai menjamah tubuh bagian bawah milik New, belum ia mendaratkan tangan nya, ia terkesiap dengan suara connecting door yang terbuka dengan cukup keras.

“Huwaaaaahhhhhh..” Suara anak semata wayangnya yang menangis dan berdiri di depan pintu penghubung antara kamar Tay dan New dengan kamar milik Nanon. Tubuh Tay dengan cepat dihempaskan oleh New yang ada di bawahnya.

New dengan panik langsung memasang kancing piayama nya lalu beringsut dengan cepat mendekati Nanon, memeluk tubuh kecil anaknya tersebut sebari mengelus punggung nya lembut “Nanon kenapa sayang? Mimpi buruk? Udah tenang, ada papah disini yaa.” Nanon mengangguk “Nanon mimpi papah di makan T-rex.”

New menggendong ala koala Nanon, lalu membawanya ke tempat tidur miliknya.

Tay yang masih sedikit shock dan emosi karena tubuhnya yang secara tiba-tiba dan sedikit kasar di hempaskan begitu saja. “Nanon kebiasaan deh, kan udah Ayah bilangin kalau mau masuk kamar orang tua tuh ketuk dulu, jangan langsung masuk gitu aja. Itu nama nya gak sopan.”

“Nama nya juga anak kecil, udah gak usah marah!” New memberikan tatapan tajam ke arah Tay.

“Belain aja terus.” Ucap Tay sebari bangun dari tidurnya.

“Maaf Ayah.” ucap Nanon dengan nada menyesal.

Tay menghiraukan permintaan maaf dari Nanon lalu berjalan menuju kamar mandi, setidaknya ia harus menuntaskan nafsunya.

Nanon menatap mata papahnya dengan sendu “Ayah marah ya sama Nanon? Maaf, tadi Nanon takut, makanya langsung buka pintunya.”

New menggeleng “Gak, ayah gak marah kok. Tapi bener kata Ayah, nanti Nanon harus membiasakan diri ya kalau mau masuk kamar siapapun bukan hanya kamar papah dan ayah gak boleh langsung di buka kaya gitu ya? Harus di ketuk dulu ya sayang?” Nanon mengangguk tanda paham “Maaaf.”

New mengangguk lalu mengecup pucuk kepala Nanon “udah sekarang bobo ya? Mau bobo disini apa di kamar Nanon?”

“Disini aja, biar sama ayah juga.” Lalu memeluk tubuh New dengan kencang.

New menarik nafasnya, ada sedikit rasa bersalah di hati nya terhadap suaminya tapi seharusnya Tay tak harus sampai marah begitu kepada Nanon. Sudahlah, kini New pun lebih memilih memejamkan mata nya, dalam hati nya ia bergumam besok ia harus kembali memberi suaminya pengertian dan juga meminta maaf karena ulahnya yang menghempaskan tubuh Tay begitu saja.

Maaf Ayah.. lirihnya.

Tay saat ini masih sibuk melakukan panggilan kepada kekasihnya yang masih saja tak kunjung mendapat respon, setelah panggilan kelima nya tak kunjung di respon Tay pun bergegas mengambil kunci mobilnya untuk bergegas menuju kostan kekasih nya.

Flashback

Tay hari ini di benar-benar di buat jengkel oleh kelakuan kekasihnya tersebut, tadi siang New memang meminta izin untuk berpergian dengan para sahabatnya aku hari ini mau nongkrong ya sama gun sama kit, nanti aku kabarin. itulah pesan terakhir yang Tay dapatkan.

Siang telah berganti malam tapi New tak kunjung memberi kabar, apalagi ketika Off sahabatnya menelefon dirinya menanyakan keberadaan New, karena ponsel Gun yang juga tak bisa Off hubungi. Hal tersebut membuat Tay sedikit merasa khawatir dan sempat berfikir sesuatu yang buruk terjadi pada New dan juga kedua sahabatnya. Bahkan Off sempat menghubungi Singto yang merupakan kekasih dari Krist menanyakan apakah Krist telah memberi kabar kepadanya, akan tetapi hasilnya tetap nihil.

Ketiga lelaki itu pun sempat di buat kalang kabut, ketiga nya bahkan sempat berpencar ke tempat-tempat yang di prediksi di datangi oleh ketiga lelaki manis — New Gun Kit tetapi hasilnya sama, nihil. Ketiganya tak di temukan.

Akhirnya Tay Off dan Singto memilih pulang ke tempat masing-masing dan menunggu kabar dari para kekasihnya.

Baru saja Tay sampai di apartmentnya akhirnya ia mendapat pesan dari orang yang ia khawatirkan, Tay langsung menelefon New dan mulai mengungkapkan kemarahan nya. New yang memang merasa bersalah hanya meminta maaf tak henti-hentinya, hingga Tay memilih untuk memutus sambungan telfon tersebut.

Flashback End

Seharusnya ia yang marah kepada New, namun kini keadaanya dengan cepat berbalik, salah sedikit saja Tay berucap malah membuat kekasih manisnya tersebut balik ‘ngambek’ kepada dirinya, sejengkel-jengkelnya Tay tapi ia paling tak bisa melihat kekasih manisnya tersebut ‘ngambek’.

Akhirnya setelah berkendara selama dua puluh menit kini Tay telah sampai di depan gerbang kostan yang di tempati New. Ia sempat melirik kamar New yang berada di lantai dua, lampu nya masih menyala.

Sebelum ia sempat menekan no ponsel milik New, Bahu Tay di tepuk oleh seseorang “mau masuk lu Tay?” ternyata itu adalah Harit yang merupakan teman kost New yang bisa di bilang lumayan dekat dengan Tay.

“Eh Rit, darimana? Iya saya mau masuk, parkiran kosong?” Tanya Tay kepada Harit.

Harit menunjukan kantung plastik hitam yang sepertinya berisi nasi goreng “nih, tadi abis ngambil go-food terus mampir ke warung beli rokok.” Kemudian Harit membuka gerbang besi kostan nya. “Masukin Tay, Bang Leo lagi balik kampung parkiran kosong, aman. Lu masukin aja dah mobil lu, gue tungguin biar gerbangnya gue gembok lagi.”

Tay mengangguk *”thank you Rit.” kemudian bergegas menuju mobilnya untuk segera ia parkirkan.

Setelah selesai memarkirkan mobilnya Tay kini berjalan memasuki kostan bersama Harit “thank you Rit” Harit mengangguk “santay ae, gue kekamar dulu yak.” Dibalas anggukan oleh Tay.

Kini Tay sudah berada di depan kamar milik New, di ketuknya dengan lembut pintu kayu tersebut.

toktok

“Siapa?” Tanya orang yang berada di dalam kamar tersebut. Tay memilih diam dan kembali mengetuk pintu tersebut.

“Siapasih ih?” Ucap New ketus sesaat setelah membuka pintu kamarnya. “Tana?!” Mata New sedikit terbelak melihat sosok kekasih nya berada di hadapan matanya.

Tay mendorong tubuh New agar masuk ke dalam kamarnya “iya ini saya, ayok masuk. Diluar dingin.”

New masih memproses ini semua, terlihat dari wajahnya yang menampakkan fitur kebingungan. “Ngapain kesini?” Tanya nya dengan ketus.

Tay tidak menjawab apapun, ia mulai memeriksa sekitar tubuh New, dimulai dari menyusuri wajahnya kemudian lengan bahkan ia memeriksa dengan seksama sampai jari-jari tangan milik New. “Oke aman.” Ucap Tay setelah puas memeriksa.

“Paansih?” New masih ketus.

Tay kemudian memeluk tubuh New yang besarnya hampir sama dengan ukuran tubuhnya “jangan salah paham, kamu gak pernah nyusahin saya. Maaf saya tadi emosi. Lagian seharusnya saya yang marah karena kamu tidak ada kabar sampai malam begini, tapi kenapa malah jadi kamu yang marah sama saya?” kekeh Tay sebari mengelus punggung milik New.

“Maaf.” Lirih New, yang sadar seharusnya yang lebih marah adalah Tay bukanlah dirinya.

Tay mengelus bagian belakang kepala New “gapapa, yang penting sekarang kamu udah pulang dan sehat. Tolong jangan di ulangi lagi, saya benar-benar khawatir Poom.”

New mengangguk “maaafin, janji gak akan gitu lagiii.”

Tay melepas pelukan nya, kemudian tersenyum lalu dengan cepat mengecup bibir milik New “jadi tadi kemana aja?”

“Banyaaaaak, jadi tadi tuh kita challenge gitu buat matiin hape terus bener-bener bottom time bertiga, hehehehheehe. Gak nyangka kalian pada sekhawatir itu, maaafin.” Jelas New sebari menarik Tay berjalan menuju kasurnya. “Tana bobo sini kan?”

Tay mengangguk “iya, next gak usah ada challenge-challenge besgitu, kita stress cari kalian.”

“Hehehe maaafin, yauda sini aku ceritain detailnya sambil boboan.” New menempuk spot kosong di kasurnya.

Tay mengisi spot kosong tersebut “saya mau peluk kamu semaleman, kangen.”

New meregangkan lengan nya “siniiii, padahal tadi siang masih ketemu, udah bucin ya kamu sama akuuuu hahhhh???” Kekeh New.

“Lemah saya kalo gak sama kamu Poom.”

New memukul dada Tay “gombal.”

Keduanya pun terkekeh lalu mulai saling bercerita tentang harinya, tak lupa sebari berpelukan. Dasar remaja.

•oura•

Tay mematikan ponselnya setelah berbincang via chat dengan sahabatnya, kemudian ia menyandarkan punggungnya ke kursi kerjanya wajahnya ia tadahkan menatap langit-langit kantornya, fikiran nya melayang. Mengingat kejadian tiga hari lalu saat ia dan suami nya bertengkar hebat, sudah tiga hari pula ia menghindari suami manisnya.

ting , tanda pesan masuk ke ponsel pintar milik Tay. Tanpa sadar bibir Tay mengangkat keatas, tersenyum hangat menatap layar ponselnya.

adek : “ayah, jaga kesehatan ya. adek kangen, adek sayang ayah.”

Si bungsu, anak yang paling mudah mengungkapkan apa yang tengah ia rasakan, di zaman sekarang banyak anak yang lebih mudah mengungkapkan cinta kepada orang lain tetapi merasa malu mengungkapkan kepada orang tuanya, tetapi sibungsu tidak. Ia tak malu saat mengungkapkan rasa sayang dan cinta nya kepada kedua orang tuanya. Tay segera membalas pesan bungsu nya ”iya adek, ayah sayang adek. adek juga jaga kesehatan ya nak.”

Kemudian Tay kembali fokus menyelesaikan pekerjaan kantornya, dalam hatinya bergumam malam ini ia harus bicara dengan suami manisnya.

— – Kediaman Vihokratana, 20:05 WIB

Setelah kegiatan makan malam yang masih saja tidak di hadiri oleh sang ayah sebagai kepala keluarga, kini para 'bibit unggul Vihokratana' telah kembali ke masing-masing kamarnya, mereka sudah berjanji nanti akan berkumpul kembali di kala sang Papah menghampiri salah satu kamar diantara ketiga nya.

Sedangkan sang papah, kini tengah duduk melamun di kasur kamarnya, fikiran nya melayang mengingat obrolan nya dengan kedua sahabatnya tadi sore, ia tidak ingin anak-anaknya jadi korban emosi dirinya, malam ini iya meyakinkan dirinya “aku harus ngobrol sama Mas Tay malam ini.” Kemudian bangkit dari duduknya, meninggalkan kamarnya menuju kamar anak bungsunya untuk melaksanakan kegiatan rutin malamnya.

toktok

“Paaaaah, masuk ajaaaa.” Teriak Nanon dari dalam kamar.

New pun mendorong pintu kamar anak bungsu nya tersebut, lalu menunjukan senyuman hangatnya saat melihat anaknya tengah memasukkan beberapa buku pelajaran ke dalam tas sekolahnya. Ia pun mengelus pucuk kepalanya Nanon “udah siapin bukunya?”

Nanon mengangguk sebari menyimpan tas nya kemudian mengambil ponsel pintarnya mengabari kedua kakaknya untuk segera bergabung dengan nya.

“Sini Pah.” Ajak Nanon kepada Papahnya untuk duduk dikasur miliknya. New pun mengikuti permintaan anaknya tersebut duduk di sampingnya “hari ini gimana sekolahnya? Adek capek ya mesti sekolah terus lanjut les?”

Nanon menggelengkan kepalanya “gak, gak capek kok. Adek happy-happy ajaaa.” “Kalo Papah gimana? Papah pasti capek ya? Harus ngurusin Ayah, abang, kakak terus adek belum di tambah papah harus masak, belum lagi ngurusin rumah, Papah pasti lebih capek.”

New tersenyum “papah capek, tapi kalo udah liat adek, kakak sama abang capeknya ilang gitu aja.”

“Papah kalau ada yang bikin papah sedih, papah juga cerita dong sama adek, sama kakak sama abang.” Ucap Nanon sebari menatap mata Papah nya yang malam ini jauh terlihat sendu.

“Iya papah jangan cuman nanyain kita aja, kita mau kok denger keluh kesah papah juga.” Suara Abang menginterupsi. New langsung menoleh melihat anak sulung nya memasuki kamar milik adik bungsu nya tak lupa di buntuti oleh anak tengah nya.

“Loh kok pada ngumpul disini sih?” Ucap New terheran-heran.

Frank dan Pluem langsung mengambil posisi duduk di samping Papahnya. “Gapapa, enakan ngobrolnya barengan gini.” Jawab Frank.

“Jadi hari ini apa ada yang bikin Papah happy atau sedih gak?” Tanya abang memulai pembicaraan.

Hati New menghangat mendapat perlakuan manis dari ketiga anaknya tersebut, sepertinya ketiga anak nya sudah mengetahui bahwa ada yang tak beres dengan dirinya dan juga suaminya.

New menyimpan tangan nya di dagu nya seolah sedang berfikir “hmm apaya? Oh ada nih yang bikin Papah happy.”

“Apa?” Tanya ketiga nya kompak.

New terkekeh “Papah happy banget soalnya liat ketiga anak papah sehat-sehat semua, makan nya pada lahap, pokonya papah happy aja karena kalian.”

“Kalau yang bikin sedih?” Frank bertanya.

New menggeleng “gak ada sayang, papah gak ngerasain sedih hari ini.” Kemudian memberikan senyuman yang menampilkan seluruh gigi rapihnya.

Nanon kemudian bangkit dari duduknya, menggeser mendekat kearah tubuh papahnya “walaupun papah gak ngerasa sedih hari ini, adek tetep pengen peluk papah.” Kemudian beringsut memeluk tubuh papahnya “adek sayang sama papah, apapun yang lagi papah laluin semoga cepet selesai ya? Papah jangan takut ngerasa sendiri, ada adek ada abang ada kakak buat papah.”

Mendengar ucapan anak bungsu nya tersebut tanpa sadar New menitikan air matanya, sekuat apapun ia menutupi keresahan dan kesedihan di hati nya tetap ia butuh seseorang yang memeluk diri nya disaat-saat seperti ini. “Makasih sayang tapi papah gak apa-apa, all is well” Kemudian melepas pelukan nya.

New bergantian menatap ketiga mata anaknya “dengerin papah, papah tahu kalian begini karena kalian tau bahwa ada sesuatu yang terjadi antara ayah dan papah, tapi kalian jangan khawatir ya? Namanya rumah tangga pasti ada selisih paham nya, kasih waktu kami buat selesaiin semuanya dulu yaa?”

“Aku pasti ikut papah.” Lantang Frank.

“Kalo kakak ikut papah, abang pasti milih di apartmen sendiri terus ayah sendiri dong? Adek gatau harus milih siapa.” lirih Nanon dengan nada lemah.

New membelakkan matanya bagaimana mungkin anak-anaknya telah berfikiran jauh seperti ini “loh loh kok tetiba bahas ikut siapa ikut siapa gini sih? Gak ada yang harus ikut papah atau ayah, kita bakal sama-sama terus. Kok pada mikir aneh-aneh sihhhhh?” New menatap anak sulungnya seolah meminta penjelasan.

“Tau nih, anak dua udah pada mikir aneh-aneh coba Pah, padahal abang udah jelasin semuanya bakal baik-baik aja eh tapi tetep aja pada overthinking gak jelas.” Si sulung bersuara.

“Kakak gak suka ayah main kasar sama papah.” Suara Frank kembali muncul, suara dingin yang penuh dengan emosi.

New sedikit terkejut, mungkin ketiga anaknya juga telah melihat lengan nya yang sedikit lebam karena cengkraman kuat dari suaminya saat itu. New mendekatkan tubuhnya ke anak tengahnya, mengelus lembut punggung tangan nya. “Ayah gak sengaja sayang, lagian papah gak apa-apa. Jangan di fikirin yaa?”

“Tetep aja kakak gak suka.” Tegasnya sekali lagi.

Nanon mengambil lengan milik Papahnya lalu mengecup lebam yang masih tersisa sedikit di lengan tersebut “maafin ayah ya? Tapi jangan pisah, Nanon gak mau milih antara ayah dan papah.”

New dengan sekuat tenaga menahan kembali air mata nya “iya sayang, papah udah maafin kok.” “Tapi kayaknya papah butuh di peluk sama tiga-tiga nya nih biar sakit di lengan papah beneran ilang.” Ucap New mencairkan suasana.

Tanpa menunggu lama ketiga anak bujang tersebut langsung beringsut memeluk tubuh New “aduh-aduh sembuh nih langsung heheheh,makasih ya abang,kakak,adek makasih yaaaaa.” New mengelus punggung ketiganya secara bergantian.

“Papah, kalau ada apa-apa jangan gak cerita yaa? Kita emang gak bisa kasih solusi tapi seengga nya kita bisa jadi pendengar yang baik.” Ucap Abang setelah melepas pelukan nya.

New mengangguk paham “iya abang.”

Tak berselang lama pintu kamar Nanon yang memang sedikit terbuka di ketuk dari luar, lalu menampilkan sosok kepala keluarga yang beberapa hari ini menghindar. “Lagi pada ngumpul ya?”

“Ayah!!!!” Nanon segera bangun dan berlari menuju ayahnya, lalu memeluk tubuh kokoh ayahnya “adek kangen.” Tay hanya tersenyum lalu mengelus punggung anak bungsu nya. “Iya ayah juga, maaf ya kemaren-kemaren ayah lagi ada kerjaan.” Nanon mengangguk sebari melepaskan pelukan nya.

“Ayah mau ngobrol sama papah boleh?” Tanya Tay hati-hati.

“Boleh.” “Engga” yang pertama suara si sulung yang kedua suara si tengah. “Mau ngapain sama papah?” Tanya si tengah dengan dingin sebari melempar tatapan membunuh kepada ayahnya, New yang sadar lalu bangun dari duduknya mengelus punggung anak tengahnya yang tegang. “Papah ngobrol dulu ya sama ayah, kalian ayok pada balik ke kamar masing-masing ya, istirahat.”

“Tapi Pah.” Frank kembali menginterupsi, New memberi senyum hangatnya seolah memberi tahu bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Bang, tolong adek-adeknya di benahi ya bang, suruh pada istirahat. Papah ngobrol dulu sama ayah.” Kemudian membalikan tubuhnya keluar dari kamar si bungsu yang di ekori oleh Tay.

“Frank udah gapapa, kasih papah sama ayah waktu berdua, gak akan ada apa-apa.” Pluem memberi pengertian kepada adiknya. “Udah sekarang kan udah malem, pada istirahat dehhhh. Yuk balik kamar masing-masing yuuuk?”

“Ayah sama Papah bakal baik-baik aja kan ya?” Tanya Nanon sekali lagi.

Pluem tersenyum “all is well dek.”

— Setelah keluar dari kamar anak bungsu nya, New tidak mengeluarkan sepatah kata pun ia hanya berjalan lurus menuju kamar miliknya dan juga suaminya, sesampai nya dikamar New langsung membalikkan tubuhnya menatap suami nya.

Tay ikut menatap wajah suami manisnya “maaf.” lalu langsung menghambur memeluk tubuh milik New. “Aku salah, maaaf.” “Maafin aku, aku gak bisa banyak berkata-kata yang pasti dari hati aku yang paling dalem aku minta maaf sama kamu, maaf untuk bohongin kamu, melakukan hal yang gak seharusnya di belakang kamu, bikin kamu dan anak-anak nunggu. Maafin aku Hin.” New bisa merasakan bahu nya sudah basah oleh air mata.

Ia dengan lembut mengelus punggung kokoh milik suaminya “udah aku maaafin, aku juga minta maaf buat sikap aku kemarin yang menggebu-gebu karena emosi, gak kasih kesempatan kamu buat jelasin, bahkan aku mancing kamu dengan kata-kata yang gak seharusnya aku ucapin yang bikin kamu emosi, aku juga minta maaf Mas.”

Tay melepas pelukan nya, menatap mata New dalam-dalam “jangan tinggalin aku Hin.” Kemudian menjatuhkan kepalanya ke bahu milik suami manisnya. “Aku gak bisa kalo gak ada kamu, aku gak bisa kalo gak ada anak-anak, maafin aku.”

New mengangkat kepala Tay “siapa juga yang mau ninggalin kamu? Nanti si wanita uler kesenengan dong kalo aku nyerah gitu aja sama pernikahan kita.”

Tay tersenyum mendengar hal tersebut “aku sama Anna beneran gak..” Belum selesai Tay menjelaskan, bibirnya telah di tutup oleh bibir ranum milik New, New mengecup bibir tebal milik suaminya. “Aku percaya, aku percaya Mas gak akan khianatin aku, khianatin anak-anak. Tapi, next time jangan sampe ada kaya gini lagi ya Mas?” Ucap New sebari mengelus wajah Tay.

“Mungkin aku akan marah kalau Mas jujur, tapi aku gak akan ngerasain kecewa karena merasa gak di hargai sama kamu. Kamu harus inget sekecil apapun kebohongan itu tetap sebuah kebohongan, dan sebuah kebohongan pasti akan menimbulkan kebohongan-kebohongan lainnya, aku gak mau Mas jadi tukang bohong hanya untuk membuat hatiku tenang.” Jelas New.

Tay mengangguk dengan cepat “gak akan lagi Hin, gak akan.” “Makasih buat kepercayaan nya Hin, aku gak akan pernah ngecewain kamu lagi gak akan..” Kemudian kembali mendekap tubuh New.

New membalas dekapan Tay “iya Mas, di inget aja ya kalo sampe kamu macem-macem aku punya tiga bujang loh yang siap hajar kamu.” Kekeh New di akhir kalimat.

Tay ikut terkekeh “iya, aku kalo nyakitin kamu di tinggal nya pasti sepaket sama anak-anak. Apalagi Kakak,aduh tadi aku sempet takut banget sama tatapan mata nya.”

“Makanya jangan macem-macem ya kamu.” Ancam New sebari tertawa.

Tay mengangguk kemudian mengecup dahi New “gak akan sayang, janji aku di hari pernikahan sama kamu sampe kapanpun gak akan pernah aku ingkari. Selama nya aku cuman mau sama kamu.”

New tersenyum “akupun mas, aku selama nya cuman mau sama kamu dan anak-anak, itu udah lebih dari cukup buat aku.”

Tay kemudian meraih lengan New yang masih menyisakan sedikit warana ke ungu-unguan, mata nya menunjukkan rasa bersalah yang amat sangat, kemudian ia kecup dengan lembut lebam tersebut “maaaf.” “masih sakit?”

New menggeleng “gak kok, udah gak sakit.”

“Maaaf, aku gak ada niat kasar sama kamu.” Tay kembali meminta maaf.

New kembali menggeleng “jangan minta maaf terus, aku gapapa Mas.” Tay kembali mengecup luka lebam milik New “aku nyesel, maaafin.”

“Mending cium yang lain, jangan cium lengan nya ini aja.” “Aku kangen Mas, kangen kamu, kangen di peluk, kangen kamu di dalem aku.” Ucap New di telinga Tay dengan suara menggoda.

Tay menampilkan senyuman smirknya “siap-siap ya semaleman ini kamu ngedesahin nama aku.” Lalu langsung menyambar bibir ranum yang ia rindukan beberapa hari ini.

Jam sudah menunjukan pukul sebelas lewat tujuh menit, waktu yang tepat untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah karena beraktivitas seharian. Akan tetapi hal itu tak di lakukan oleh seorang anak adam yang bernama New, ia lebih memilih mendudukan tubuhnya di sebuah ruang TV dan membiarkan pikiran nya melayang.

Apa yang di liat Kit itu Mas Tay? Apa Mas Tay sakit? Tapi kenapa gak cerita apapun? Atau dia cuman gak sengaja nengok orang? Apa Kit salah liat? Apa ada yang di sembunyiin Mas Tay dari aku? beberapa fikiran-fikiran yang tengah memenuhi otak New, sampai ia tak sadar saat ada sebuah lengan kokoh melingkar di lehernya lalu mengecup pucuk kepalanya.

“Belum tidur yang?” Tanya Tay yang baru saja sampai dari kantornya. Suara itu menyadarkan lamunan New “eh mas udah dateng?”

Tay memicingkan matanya lalu memutar tubuhnya berjalan menuju kamar tidurnya “kamu gak sadar dari tadi aku meluk kamu?” New mengekor suaminya “gak.”

“Kenapa ngelamun malem-malem? Anak-anak berantem lagi?” Tanya Tay membuka knop pintu kamarnya.

“Gak mas.” “Kamu mau makan? biar aku siapin.”

Tay membalikan tubuhnya menghadap suami manisnya “gak sayang, aku udah makan. Aku hari ini capek banget, mau tidur sambil peluk kamu aja.”

“Mas hari ini kegiatan kamu apa aja? Ada yang mau kamu sampein atau ceritain ke aku?” Tanya New hati-hati.

Tay menatap New dengan sedikit bingung, tumben sekali suami manisnya tersebut menanyakan detail kegiatan dirinya, biasanya New hanya menanyakan apa harinya menyenangnkan atau apakah ada yang sulit, tapi hari ini sedikit berbeda. “Ya aku dikantor sampe sebelum makan siang, terus aku meeting sama supplier sambil makan siang, terus meetingnya lanjut lagi sampe sore, terus aku balik ke kantor, terus makan malem kiriman kamu terus aku beresin kerjaan aku yang kepotong karena siang aku meeting, terus udah aku pulang.” Jelas Tay panjang lebar.

New menatap mata Tay, mencari kebenaran disana.

Tay meraih tangan New “kamu kenapa?” New menggeleng “gapapa, udah sana mandi aku siapin baju kamu dulu.” ucap New sebari membalikan tubuhnya dalam hatinya ia meyakinkan diri nya bahwa apa yang dikatakan oleh suaminya adalah sebuah kebenaran, dan ia kembali meyakinkan dirinya bahwa lelaki yang di lihat Kit bukanlah suaminya.

Tay kemudian memeluk tubuh New dari belakang “aku mandi ya, nanti tolong charge hp aku ya yang? Ada di tas sama chargernya” kemudian melepas pelukan nya lalu melenggang menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

New mengangguk lalu berjalan menuju lemari pakaian suaminya, menyiapkan sepasang piyama sutra berwana biru gelap untuk suaminya. Lalu mengetuk pintu kamar mandi, ia masuk, untuk menyimpan pakaian tersebut didalam nya. Setelah selesai menyiapkan pakaian untuk Tay, New kembali merapihkan pakaian kantor Tay memasukan pakaian tersebut ke keranjang yang berisi kumpulan pakaian kotor. Lalu mengambil tas suaminya, mengambil ponsel pintar suaminya tersebut.

Saat New tak sengaja menekan layar ponsel pintar milik suaminya tersebut, ia sedikit tertegun melihat sepenggal pesan yang terlampir dari bar notifikasi milik Tay. Anna : “Tay, maafin ya beberapa hari ini aku ngerepotin kamu. Makasih untuk hari ini.”

Tangan New sedikit bergetar saat membaca sepenggal pesan tersebut, dada nya bergemuruh menyalurkan emosi dengan cepat. Persetan dengan kesopanan, ia harus membaca isi pesan tersebut. Dengan cepat ia menekan password untuk mengakses ponsel suaminya, password yang merupakan tanggal pernikahan mereka.

Sebelum membuka bubble chat dengan seseorang yang berkontak “Anna” tersebut New sempat menarik nafasnya terlebih dahulu, ia harus menenangkan hatinya dengan semua kemungkinan yang ia takutkan.

Anna : “Tay, maafin ya beberapa hari ini aku ngerepotin kamu. Makasih untuk hari ini.” Anna : “Aku gak tau deh kalo gak ada kamu, dan jangan kirimin aku uang lagi ya? Uang 100 juta yang kemaren kamu kasih juga cuman kepake sedikit, nanti aku janji bakal balikin secepetnya ya? Ohya, besok kamu gak usah anter aku sama dedek ke rumah sakit lagi, dedek udah sehat banget.” Anna : “Hari ini kamu lembur lagi kan? Jaga kesehatan ya Tay.” Anna : “Ini kamu masih dikantor kan? Semoga suami kamu gak baca ya.” Anna : “Ohya tay, hari ini dedek seneng banget katanya, makasih lagi ya tay.”

Seketika tubuh New bergetar hebat, lemas. Fikiran nya melayang apakah suaminya benar-benar main gila di belakang nya? Anna? Dedek? Siapa mereka? Jadi alasan beberapa hari ini suaminya lembur adalah karena mengurusi kedua orang asing tersebut? Apakah mereka begitu specialnya untuk Tay? Apakah Tay sudah tak mencintai dirinya? Ribuan pertanyaan muncul di otak New, matanya ikut memanas seperti hatinya.

“Hin?”

New mengangkat wajahnya menatap tajam suaminya “kamu yakin gak ada yang mau kamu ceritain?”

Tay memberikan ekspresi kebingungan “maksudnya?”

New bangkit dari duduknya menyodorkan ponsel pintar miliknya kepada pemiliknya. “Aku gaktau siapa itu Anna, tapi yang aku tau adalah dia pasti seseorang yang special untuk kamu, karena kamu dengan sukarelanya memberikan waktu kamu, mengorbankan waktu kamu bersama suami dan anak-anak kamu hanya untuk dia.”

Tay menatap ponselnya yang menampilkan chat dari Anna, menarik lengan New “aku bisa jelasin, dengerin dulu.”

New menepis “gak usah.”

“Hin..” Tay kembali menarik lengan suaminya. “Dengerin dulu, Anna itu temen lamaku. Dia dan anaknya butuh pertolongan, aku gak tega.” Jelas Tay dengan nada lembut.

“Sampai kamu rela ngorbanin waktu kamu? Waktu kamu buat aku? Buat anak-anak kamu?” New berdecih ”Ck, aku kira selama ini kamu pulang malem, skip makan malem bareng anak-anak kamu karena kamu sesibuk itu, tau nya karena siangnya kamu habisin waktu sama itu perempuan dan anaknya, terus kerjaan kamu terbengkalai buat ngurusin mereka, Hebat ya?”

“Goyangan nya sejago itu Tay sampe kamu rela ngorbanin waktu kamu?” Ucap New sarkas.

Tay membalikan tubuh New kasar “Thitipom?!!!! dengerin aku dulu?!” menekan bahu New.

“Aku harus dengerin apa lagi? Udah jelas perempuan itu bilang dia ngerasa berterimakasih banget sama kamu, sama uang yang kamu kirim, sama waktu yang kamu habiskan buat dia dan siapa anaknya? dedek? Atau jangan-jangan itu anak kamu?” New kembali berdecih.

Tay mengusak wajahnya kasar “dengerin. Plis dengerin dulu. Dia janda Hin, anaknya sakit. Dia kebingungan, aku cuman mau nolong itu aja gak lebih.” Tay sedikit berteriak, ia begitu frustasi melihat New yang langsung saja menyimpulkan segalanya sendirian. Tay kembali menarik nafasnya “Emang beberapa hari ini aku nemenin dia ke rumah sakit, aku salah gak jujur sama kamu. Aku tau aku salah. Tapi aku beneran gak ada apa-apa sama dia, aku cuman mau nolongin anaknya. Aku kefikiran gimana kalau itu terjadi sama anak-anak aku? Aku beneran cuman mau nolongin.”

New mengangkat sudut bibir kanannya “kalau kamu sekhawatir itu, kenapa gak kamu nikahin? Kamu jaga tuh dengan baik, gak usah mikirin anak-anak kamu yang nungguin kamu cuman buat makan malem bareng-bareng. Gak usah inget aku, Gak usah Tay.” Baru New berjalan beberapa langkah tangan nya kembali di tahan oleh Tay.

“Jangan ngomong aneh-aneh kamu.”

New membalikan kembali tubuhnya, telunjuknya diangkat sejajar dengan wajah suaminya “fakta, aku cuman ngomongin fakta. Kelakuan kamu, bahkan udah mirip suaminya. Kamu nemenin anaknya sakit, luangin waktu kamu buat dia dan anaknya, bahkan kamu kasih dia uang, berapa? Seratus juta? Kenapa gak sekalian aja kamu kasih saham perusahaan kamu!”New berteriak.

“Aku cuman bantu dia seratus juta New?! Itu bukan jumlah yang besar buat kita New?!” Tay ikut berteriak, entah mengapa emosinya ikut naik. Mungkin karena efek lelah dari tubuhnya.

“Ini bukan masalah uang Tay, masalahnya adalah kamu gak ngehargain aku sebagai suami kamu, kamu bohongin aku, bohongin anak-anak, dan apapun alasan kamu di balik bantuin perempuan itu kamu tetap salah, karena kamu lakuin itu diem-diem di belakang aku tanpa tanya pendapat aku sebagai suami kamu, kamu salah Tay.”

“Dan satu lagi..” Suara New sudah bergetar tangisnya sudah tak sanggup ia tahan lagi, pecah. Tangisnya kini pecah “anak-anak kamu bahkan nunggu kamu tiap malam Tay, cuman buat ngeliat kamu, cerita tentang hari-hari mereka! Mereka selalu nunggu kamu tiap malem Tay.”

“New plis, dengerin dulu. Aku gak ada apa-apa astaga! Plis dong, jangan selalu menyimpulkan segalanya sendiri tanpa denger penjelasan dari aku dulu?! Fine, aku salah. Tapi tolong, dengerin dulu Anna hidup sendiri New, dia temen aku. Dia minta tolong dan aku ada diposisi yang bisa menolong, masa aku gak bantu?” Jelas Tay.

New hanya menatap lurus ke wajah Tay kemudian berkata “Aku mau ceer…”

Sebelum New menyelesaikan ucapan nya Tay terlebih dahulu mencengkram lengan New dengan begitu kuatnya sampai bibir New mengeluarkan ringisan nya “ah, Tay sakit.”

“Jangan pernah ngeluarin kata-kata itu dari mulut kamu Thitipom!” “Bahkan untuk berfikir hal seperti itu pun jangan pernah.” Suara Tay begitu berat. Tangan nya masih mencengkram lengan New.

New kembali menumpahkan airmatanya, hampir dua puluh tahun menikah dengan Tay baru kali ini ia merasakan perlakuan kasar dari suaminya. Lengan nya sakit tapi tak mengalahkan sakit hati nya.

“Tay sakit.” Bibir New bergetar saat mengucapkannya.

Tay yang tersadar kemudian melepaskan cengkraman nya “astaga, Hin maaf.” Dengan segera memeluk tubuh New yang masih bergetar hebat.

New melepas pelukan Tay “tolong..Aku mau sendiri dulu.” Lalu berdiri, berjalan menuju keluar kamarnya meninggalkan Tay sendirian.

Entah apa yang akan terjadi dengan pernikahannya tapi yang pasti untuk saat ini New butuh waktu sendirian.

Jam sudah menunjukan pukul sebelas lewat tujuh menit, waktu yang tepat untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah karena beraktivitas seharian. Akan tetapi hal itu tak di lakukan oleh seorang anak adam yang bernama New, ia lebih memilih mendudukan tubuhnya di sebuah ruang TV dan membiarkan pikiran nya melayang.

Apa yang di liat Kit itu Mas Tay? Apa Mas Tay sakit? Tapi kenapa gak cerita apapun? Atau dia cuman gak sengaja nengok orang? Apa Kit salah liat? Apa ada yang di sembunyiin Mas Tay dari aku? beberapa fikiran-fikiran yang tengah memenuhi otak New, sampai ia tak sadar saat ada sebuah lengan kokoh melingkar di lehernya lalu mengecup pucuk kepalanya.

“Belum tidur yang?” Tanya Tay yang baru saja sampai dari kantornya. Suara itu menyadarkan lamunan New “eh mas udah dateng?”

Tay memicingkan matanya lalu memutar tubuhnya berjalan menuju kamar tidurnya “kamu gak sadar dari tadi aku meluk kamu?” New mengekor suaminya “gak.”

“Kenapa ngelamun malem-malem? Anak-anak berantem lagi?” Tanya Tay membuka knop pintu kamarnya.

“Gak mas.” “Kamu mau makan? biar aku siapin.”

Tay membalikan tubuhnya menghadap suami manisnya “gak sayang, aku udah makan. Aku hari ini capek banget, mau tidur sambil peluk kamu aja.”

“Mas hari ini kegiatan kamu apa aja? Ada yang mau kamu sampein atau ceritain ke aku?” Tanya New hati-hati.

Tay menatap New dengan sedikit bingung, tumben sekali suami manisnya tersebut menanyakan detail kegiatan dirinya, biasanya New hanya menanyakan apa harinya menyenangnkan atau apakah ada yang sulit, tapi hari ini sedikit berbeda. “Ya aku dikantor sampe sebelum makan siang, terus aku meeting sama supplier sambil makan siang, terus meetingnya lanjut lagi sampe sore, terus aku balik ke kantor, terus makan malem kiriman kamu terus aku beresin kerjaan aku yang kepotong karena siang aku meeting, terus udah aku pulang.” Jelas Tay panjang lebar.

New menatap mata Tay, mencari kebenaran disana.

Tay meraih tangan New “kamu kenapa?” New menggeleng “gapapa, udah sana mandi aku siapin baju kamu dulu.” ucap New sebari membalikan tubuhnya dalam hatinya ia meyakinkan diri nya bahwa apa yang dikatakan oleh suaminya adalah sebuah kebenaran, dan ia kembali meyakinkan dirinya bahwa lelaki yang di lihat Kit bukanlah suaminya.

Tay kemudian memeluk tubuh New dari belakang “aku mandi ya, nanti tolong charge hp aku ya yang? Ada di tas sama chargernya” kemudian melepas pelukan nya lalu melenggang menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

New mengangguk lalu berjalan menuju lemari pakaian suaminya, menyiapkan sepasang piyama sutra berwana biru gelap untuk suaminya. Lalu mengetuk pintu kamar mandi, ia masuk, untuk menyimpan pakaian tersebut didalam nya. Setelah selesai menyiapkan pakaian untuk Tay, New kembali merapihkan pakaian kantor Tay memasukan pakaian tersebut ke keranjang yang berisi kumpulan pakaian kotor. Lalu mengambil tas suaminya, mengambil ponsel pintar suaminya tersebut.

Saat New tak sengaja menekan layar ponsel pintar milik suaminya tersebut, ia sedikit tertegun melihat sepenggal pesan yang terlampir dari bar notifikasi milik Tay. Anna : “Tay, maafin ya beberapa hari ini aku ngerepotin kamu. Makasih untuk hari ini.”

Tangan New sedikit bergetar saat membaca sepenggal pesan tersebut, dada nya bergemuruh menyalurkan emosi dengan cepat. Persetan dengan kesopanan, ia harus membaca isi pesan tersebut. Dengan cepat ia menekan password untuk mengakses ponsel suaminya, password yang merupakan tanggal pernikahan mereka.

Sebelum membuka bubble chat dengan seseorang yang berkontak “Anna” tersebut New sempat menarik nafasnya terlebih dahulu, ia harus menenangkan hatinya dengan semua kemungkinan yang ia takutkan.

Anna : “Tay, maafin ya beberapa hari ini aku ngerepotin kamu. Makasih untuk hari ini.” Anna : “Aku gak tau deh kalo gak ada kamu, dan jangan kirimin aku uang lagi ya? Uang 100 juta yang kemaren kamu kasih juga cuman kepake sedikit, nanti aku janji bakal balikin secepetnya ya? Ohya, besok kamu gak usah anter aku sama dedek ke rumah sakit lagi, dedek udah sehat banget.” Anna : “Hari ini kamu lembur lagi kan? Jaga kesehatan ya Tay.” Anna : “Ini kamu masih dikantor kan? Semoga suami kamu gak baca ya.” Anna : “Ohya tay, hari ini dedek seneng banget katanya, makasih lagi ya tay.”

Seketika tubuh New bergetar hebat, lemas. Fikiran nya melayang apakah suaminya benar-benar main gila di belakang nya? Anna? Dedek? Siapa mereka? Jadi alasan beberapa hari ini suaminya lembur adalah karena mengurusi kedua orang asing tersebut? Apakah mereka begitu specialnya untuk Tay? Apakah Tay sudah tak mencintai dirinya? Ribuan pertanyaan muncul di otak New, matanya ikut memanas seperti hatinya.

“Hin?”

New mengangkat wajahnya menatap tajam suaminya “kamu yakin gak ada yang mau kamu ceritain?”

Tay memberikan ekspresi kebingungan “maksudnya?”

New bangkit dari duduknya menyodorkan ponsel pintar miliknya kepada pemiliknya. “Aku gaktau siapa itu Anna, tapi yang aku tau adalah dia pasti seseorang yang special untuk kamu, karena kamu dengan sukarelanya memberikan waktu kamu, mengorbankan waktu kamu bersama suami dan anak-anak kamu hanya untuk dia.”

Tay menatap ponselnya yang menampilkan chat dari Anna, menarik lengan New “aku bisa jelasin, dengerin dulu.”

New menepis “gak usah.”

“Hin..” Tay kembali menarik lengan suaminya. “Dengerin dulu, Anna itu temen lamaku. Dia dan anaknya butuh pertolongan, aku gak tega.” Jelas Tay dengan nada lembut.

“Sampai kamu rela ngorbanin waktu kamu? Waktu kamu buat aku? Buat anak-anak kamu?” New berdecih ”Ck, aku kira selama ini kamu pulang malem, skip makan malem bareng anak-anak kamu karena kamu sesibuk itu, tau nya karena siangnya kamu habisin waktu sama itu perempuan dan anaknya, terus kerjaan kamu terbengkalai buat ngurusin mereka, Hebat ya?”

“Goyangan nya sejago itu Tay sampe kamu rela ngorbanin waktu kamu?” Ucap New sarkas.

Tay membalikan tubuh New kasar “Thitipom?!!!! dengerin aku dulu?!” menekan bahu New.

“Aku harus dengerin apa lagi? Udah jelas perempuan itu bilang dia ngerasa berterimakasih banget sama kamu, sama uang yang kamu kirim, sama waktu yang kamu habiskan buat dia dan siapa anaknya? dedek? Atau jangan-jangan itu anak kamu?” New kembali berdecih.

Tay mengusak wajahnya kasar “dengerin. Plis dengerin dulu. Dia janda Hin, anaknya sakit. Dia kebingungan, aku cuman mau nolong itu aja gak lebih.” Tay sedikit berteriak, ia begitu frustasi melihat New yang langsung saja menyimpulkan segalanya sendirian. Tay kembali menarik nafasnya “Emang beberapa hari ini aku nemenin dia ke rumah sakit, aku salah gak jujur sama kamu. Aku tau aku salah. Tapi aku beneran gak ada apa-apa sama dia, aku cuman mau nolongin anaknya. Aku kefikiran gimana kalau itu terjadi sama anak-anak aku? Aku beneran cuman mau nolongin.”

New mengangkat sudut bibir kanannya “kalau kamu sekhawatir itu, kenapa gak kamu nikahin? Kamu jaga tuh dengan baik, gak usah mikirin anak-anak kamu yang nungguin kamu cuman buat makan malem bareng-bareng. Gak usah inget aku, Gak usah Tay.” Baru New berjalan beberapa langkah tangan nya kembali di tahan oleh Tay.

“Jangan ngomong aneh-aneh kamu.”

New membalikan kembali tubuhnya, telunjuknya diangkat sejajar dengan wajah suaminya “fakta, aku cuman ngomongin fakta. Kelakuan kamu, bahkan udah mirip suaminya. Kamu nemenin anaknya sakit, luangin waktu kamu buat dia dan anaknya, bahkan kamu kasih dia uang, berapa? Seratus juta? Kenapa gak sekalian aja kamu kasih saham perusahaan kamu!”New berteriak.

“Aku cuman bantu dia seratus juta New?! Itu bukan jumlah yang besar buat kita New?!” Tay ikut berteriak, entah mengapa emosinya ikut naik. Mungkin karena efek lelah dari tubuhnya.

“Ini bukan masalah uang Tay, masalahnya adalah kamu gak ngehargain aku sebagai suami kamu, kamu bohongin aku, bohongin anak-anak, dan apapun alasan kamu di balik bantuin perempuan itu kamu tetap salah, karena kamu lakuin itu diem-diem di belakang aku tanpa tanya pendapat aku sebagai suami kamu, kamu salah Tay.”

“Dan satu lagi..” Suara New sudah bergetar tangisnya sudah tak sanggup ia tahan lagi, pecah. Tangisnya kini pecah “anak-anak kamu bahkan nunggu kamu tiap malam Tay, cuman buat ngeliat kamu, cerita tentang hari-hari mereka! Mereka selalu nunggu kamu tiap malem Tay.”

“New plis, dengerin dulu. Aku gak ada apa-apa astaga! Plis dong, jangan selalu menyimpulkan segalanya sendiri tanpa denger penjelasan dari aku dulu?! Fine, aku salah. Tapi tolong, dengerin dulu Anna hidup sendiri New, dia temen aku. Dia minta tolong dan aku ada diposisi yang bisa menolong, masa aku gak bantu?” Jelas Tay.

New hanya menatap lurus ke wajah Tay kemudian berkata “Aku mau ceer…”

Sebelum New menyelesaikan ucapan nya Tay terlebih dahulu mencengkram lengan New dengan begitu kuatnya sampai bibir New mengeluarkan ringisan nya “ah, Tay sakit.”

“Jangan pernah ngeluarin kata-kata itu dari mulut kamu Thitipom!” “Bahkan untuk berfikir hal seperti itu pun jangan pernah.” Suara Tay begitu berat. Tangan nya masih mencengkram lengan New.

New kembali menumpahkan airmatanya, hampir dua puluh tahun menikah dengan Tay baru kali ini ia merasakan perlakuan kasar dari suaminya. Lengan nya sakit tapi tak mengalahkan sakit hati nya.

“Tay sakit.” Bibir New bergetar saat mengucapkannya.

Tay yang tersadar kemudian melepaskan cengkraman nya “astaga, Hin maaf.” Dengan segera memeluk tubuh New yang masih bergetar hebat.

New melepas pelukan Tay “tolong..Aku mau sendiri dulu.” Lalu berdiri, berjalan menuju keluar kamarnya meninggalkan Tay sendirian.

Entah apa yang akan terjadi dengan pernikahannya tapi yang pasti untuk saat ini New butuh waktu sendirian.

Jam sudah menunjukan pukul sebelas lewat tujuh menit, waktu yang tepat untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah karena beraktivitas seharian. Akan tetapi hal itu tak di lakukan oleh seorang anak adam yang bernama New, ia lebih memilih mendudukan tubuhnya di sebuah ruang TV dan membiarkan pikiran nya melayang.

Apa yang di liat Kit itu Mas Tay? Apa Mas Tay sakit? Tapi kenapa gak cerita apapun? Atau dia cuman gak sengaja nengok orang? Apa Kit salah liat? Apa ada yang di sembunyiin Mas Tay dari aku? beberapa fikiran-fikiran yang tengah memenuhi otak New, sampai ia tak sadar saat ada sebuah lengan kokoh melingkar di lehernya lalu mengecup pucuk kepalanya.

“Belum tidur yang?” Tanya Tay yang baru saja sampai dari kantornya. Suara itu menyadarkan lamunan New “eh mas udah dateng?”

Tay memicingkan matanya lalu memutar tubuhnya berjalan menuju kamar tidurnya “kamu gak sadar dari tadi aku meluk kamu?” New mengekor suaminya “gak.”

“Kenapa ngelamun malem-malem? Anak-anak berantem lagi?” Tanya Tay membuka knop pintu kamarnya.

“Gak mas.” “Kamu mau makan? biar aku siapin.”

Tay membalikan tubuhnya menghadap suami manisnya “gak sayang, aku udah makan. Aku hari ini capek banget, mau tidur sambil peluk kamu aja.”

“Mas hari ini kegiatan kamu apa aja? Ada yang mau kamu sampein atau ceritain ke aku?” Tanya New hati-hati.

Tay menatap New dengan sedikit bingung, tumben sekali suami manisnya tersebut menanyakan detail kegiatan dirinya, biasanya New hanya menanyakan apa harinya menyenangnkan atau apakah ada yang sulit, tapi hari ini sedikit berbeda. “Ya aku dikantor sampe sebelum makan siang, terus aku meeting sama supplier sambil makan siang, terus meetingnya lanjut lagi sampe sore, terus aku balik ke kantor, terus makan malem kiriman kamu terus aku beresin kerjaan aku yang kepotong karena siang aku meeting, terus udah aku pulang.” Jelas Tay panjang lebar.

New menatap mata Tay, mencari kebenaran disana.

Tay meraih tangan New “kamu kenapa?” New menggeleng “gapapa, udah sana mandi aku siapin baju kamu dulu.” ucap New sebari membalikan tubuhnya dalam hatinya ia meyakinkan diri nya bahwa apa yang dikatakan oleh suaminya adalah sebuah kebenaran, dan ia kembali meyakinkan dirinya bahwa lelaki yang di lihat Kit bukanlah suaminya.

Tay kemudian memeluk tubuh New dari belakang “aku mandi ya, nanti tolong charge hp aku ya yang? Ada di tas sama chargernya” kemudian melepas pelukan nya lalu melenggang menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

New mengangguk lalu berjalan menuju lemari pakaian suaminya, menyiapkan sepasang piyama sutra berwana biru gelap untuk suaminya. Lalu mengetuk pintu kamar mandi, ia masuk, untuk menyimpan pakaian tersebut didalam nya. Setelah selesai menyiapkan pakaian untuk Tay, New kembali merapihkan pakaian kantor Tay memasukan pakaian tersebut ke keranjang yang berisi kumpulan pakaian kotor. Lalu mengambil tas suaminya, mengambil ponsel pintar suaminya tersebut.

Saat New tak sengaja menekan layar ponsel pintar milik suaminya tersebut, ia sedikit tertegun melihat sepenggal pesan yang terlampir dari bar notifikasi milik Tay. *Anna : “Tay, maafin ya beberapa hari ini aku ngerepotin kamu. Makasih untuk hari ini.” *

Tangan New sedikit bergetar saat membaca sepenggal pesan tersebut, dada nya bergemuruh menyalurkan emosi dengan cepat. Persetan dengan kesopanan, ia harus membaca isi pesan tersebut. Dengan cepat ia menekan password untuk mengakses ponsel suaminya, password yang merupakan tanggal pernikahan mereka.

Sebelum membuka bubble chat dengan seseorang yang berkontak “Anna” tersebut New sempat menarik nafasnya terlebih dahulu, ia harus menenangkan hatinya dengan semua kemungkinan yang ia takutkan.

Anna : “Tay, maafin ya beberapa hari ini aku ngerepotin kamu. Makasih untuk hari ini.” Anna : “Aku gak tau deh kalo gak ada kamu, dan jangan kirimin aku uang lagi ya? Uang 100 juta yang kemaren kamu kasih juga cuman kepake sedikit, nanti aku janji bakal balikin secepetnya ya? Ohya, besok kamu gak usah anter aku sama dedek ke rumah sakit lagi, dedek udah sehat banget.” Anna : “Hari ini kamu lembur lagi kan? Jaga kesehatan ya Tay.” Anna : “Ini kamu masih dikantor kan? Semoga suami kamu gak baca ya.” Anna : “Ohya tay, hari ini dedek seneng banget katanya, makasih lagi ya tay.”

Seketika tubuh New bergetar hebat, lemas. Fikiran nya melayang apakah suaminya benar-benar main gila di belakang nya? Anna? Dedek? Siapa mereka? Jadi alasan beberapa hari ini suaminya lembur adalah karena mengurusi kedua orang asing tersebut? Apakah mereka begitu specialnya untuk Tay? Apakah Tay sudah tak mencintai dirinya? Ribuan pertanyaan muncul di otak New, matanya ikut memanas seperti hatinya.

“Hin?”

New mengangkat wajahnya menatap tajam suaminya “kamu yakin gak ada yang mau kamu ceritain?”

Tay memberikan ekspresi kebingungan “maksudnya?”

New bangkit dari duduknya menyodorkan ponsel pintar miliknya kepada pemiliknya. “Aku gaktau siapa itu Anna, tapi yang aku tau adalah dia pasti seseorang yang special untuk kamu, karena kamu dengan sukarelanya memberikan waktu kamu, mengorbankan waktu kamu bersama suami dan anak-anak kamu hanya untuk dia.”

Tay menatap ponselnya yang menampilkan chat dari Anna, menarik lengan New “aku bisa jelasin, dengerin dulu.”

New menepis “gak usah.”

“Hin..” Tay kembali menarik lengan suaminya. “Dengerin dulu, Anna itu temen lamaku. Dia dan anaknya butuh pertolongan, aku gak tega.” Jelas Tay dengan nada lembut.

“Sampai kamu rela ngorbanin waktu kamu? Waktu kamu buat aku? Buat anak-anak kamu?” New berdecih ”Ck, aku kira selama ini kamu pulang malem, skip makan malem bareng anak-anak kamu karena kamu sesibuk itu, tau nya karena siangnya kamu habisin waktu sama itu perempuan dan anaknya, terus kerjaan kamu terbengkalai buat ngurusin mereka, Hebat ya?”

“Goyangan nya sejago itu Tay sampe kamu rela ngorbanin waktu kamu?” Ucap New sarkas.

Tay membalikan tubuh New kasar “Thitipom?!!!! dengerin aku dulu?!” menekan bahu New.

“Aku harus dengerin apa lagi? Udah jelas perempuan itu bilang dia ngerasa berterimakasih banget sama kamu, sama uang yang kamu kirim, sama waktu yang kamu habiskan buat dia dan siapa anaknya? dedek? Atau jangan-jangan itu anak kamu?” New kembali berdecih.

Tay mengusak wajahnya kasar “dengerin. Plis dengerin dulu. Dia janda Hin, anaknya sakit. Dia kebingungan, aku cuman mau nolong itu aja gak lebih.” Tay sedikit berteriak, ia begitu frustasi melihat New yang langsung saja menyimpulkan segalanya sendirian. Tay kembali menarik nafasnya “Emang beberapa hari ini aku nemenin dia ke rumah sakit, aku salah gak jujur sama kamu. Aku tau aku salah. Tapi aku beneran gak ada apa-apa sama dia, aku cuman mau nolongin anaknya. Aku kefikiran gimana kalau itu terjadi sama anak-anak aku? Aku beneran cuman mau nolongin.”

New mengangkat sudut bibir kanannya “kalau kamu sekhawatir itu, kenapa gak kamu nikahin? Kamu jaga tuh dengan baik, gak usah mikirin anak-anak kamu yang nungguin kamu cuman buat makan malem bareng-bareng. Gak usah inget aku, Gak usah Tay.” Baru New berjalan beberapa langkah tangan nya kembali di tahan oleh Tay.

“Jangan ngomong aneh-aneh kamu.”

New membalikan kembali tubuhnya, telunjuknya diangkat sejajar dengan wajah suaminya “fakta, aku cuman ngomongin fakta. Kelakuan kamu, bahkan udah mirip suaminya. Kamu nemenin anaknya sakit, luangin waktu kamu buat dia dan anaknya, bahkan kamu kasih dia uang, berapa? Seratus juta? Kenapa gak sekalian aja kamu kasih saham perusahaan kamu!”New berteriak.

“Aku cuman bantu dia seratus juta New?! Itu bukan jumlah yang besar buat kita New?!” Tay ikut berteriak, entah mengapa emosinya ikut naik. Mungkin karena efek lelah dari tubuhnya.

“Ini bukan masalah uang Tay, masalahnya adalah kamu gak ngehargain aku sebagai suami kamu, kamu bohongin aku, bohongin anak-anak, dan apapun alasan kamu di balik bantuin perempuan itu kamu tetap salah, karena kamu lakuin itu diem-diem di belakang aku tanpa tanya pendapat aku sebagai suami kamu, kamu salah Tay.”

“Dan satu lagi..” Suara New sudah bergetar tangisnya sudah tak sanggup ia tahan lagi, pecah. Tangisnya kini pecah “anak-anak kamu bahkan nunggu kamu tiap malam Tay, cuman buat ngeliat kamu, cerita tentang hari-hari mereka! Mereka selalu nunggu kamu tiap malem Tay.”

“New plis, dengerin dulu. Aku gak ada apa-apa astaga! Plis dong, jangan selalu menyimpulkan segalanya sendiri tanpa denger penjelasan dari aku dulu?! Fine, aku salah. Tapi tolong, dengerin dulu Anna hidup sendiri New, dia temen aku. Dia minta tolong dan aku ada diposisi yang bisa menolong, masa aku gak bantu Hin?” Jelas Tay.

New hanya menatap lurus ke wajah Tay kemudian berkata “Aku mau ceer…”

Sebelum New menyelesaikan ucapan nya Tay terlebih dahulu mencengkram lengan New dengan begitu kuatnya sampai bibir New mengeluarkan ringisan nya “ah, Tay sakit.”

“Jangan pernah ngeluarin kata-kata itu dari mulut kamu Thitipom!” “Bahkan untuk berfikir hal seperti itu pun jangan pernah.” Suara Tay begitu berat. Tangan nya masih mencengkram lengan New.

New kembali menumpahkan airmatanya, hampir dua puluh tahun menikah dengan Tay baru kali ini ia merasakan perlakuan kasar dari suaminya. Lengan nya sakit tapi tak mengalahkan sakit hati nya.

“Tay sakit.” Bibir New bergetar saat mengucapkannya.

Tay yang tersadar kemudian melepaskan cengkraman nya “astaga, Hin maaf.” Dengan segera memeluk tubuh New yang masih bergetar hebat.

New melepas pelukan Tay “tolong..Aku mau sendiri dulu.”

Suasana makan malam di kediaman Vihokratana sedikit berbeda dari biasanya, biasanya si anak tengah dengan si bungsu akan meributkan berbagai hal entah si tengah menggoda si bungsu yang makan nya lebih banyak sehingga pipinya lebih gembul di banding kakak dan abangnya atau si bungsu yang mengadukan ulah kakak nya yang sangat pilih-pilih terhadap makanan. Tapi untuk malam ini, kedua nya lebih memilih diam tanpa kata dan hanya fokus menghabiskan makanan yang tertata di piring masing-masing.

New menatap kedua anaknya, ia tahu ada yang tak beres diantara kedua bahkan ketiga anaknya. Entah apa yang membuat perang dingin diantara ketiganya tapi yang pasti New harus segera mengetahui nya.

“Kakak mau nambah?” New membuka suaranya. Kakak si anak tengah menggelengkan kepalanya. “Kenyang Pah, makasih.”

“Adek tumben gak nambah? Lagi diet yaaa?” New mencoba mencairkan suasana, biasanya saat menggoda si bungsu si tengah pasti akan ikut andil, tapi tidak sepertinya untuk malam ini.

“Gak, adek kenyang.” “Udah ya, makasih makan malemnya, adek ke kamar ya.” Ucap Nanon sebari berdiri mengangkat piringnya dan kemudian berjalan menuju dapur untuk menyimpan piring yang baru saja ia pakai.

New menarik nafasnya, kemudian tak lama Frank pun berdiri dari duduknya “Kakak juga selesai, makasih makan malamnya.” Dan mulai mengikuti apa yang dilakukan oleh adiknya.

“Jangan begadang ya kak.” New sedikit berteriak, Frank hanya menunjukan jari telunjuk dan jempolnya yang disatukan seolah menunjukan jawaban ‘oke’ kepada New.

New melirik ke arah suami yang duduk di sampingnya “anak-anak berantem kayanya yah.”

“Masa? Tadi biasa aja ah.” Jawab Tay yang masih sibuk dengan makan malamnya sebari membaca beberapa laporan di iPad miliknya.

“Kamu tuh kalo makan ya makan dulu, jangan sambil ngecek laporan, gimana sih?!”

Tay langsung mematikan iPad yang ada di sampingnya “iya-iya ini aku makan dulu, kenapa anak-anak? Ya berantem-berantem anak-anak paling Hin.”

“Gak yah, kayanya mereka udah perang dingin gitu beberapa hari ini. Kakak sm adek aja gak banyak debat, biasanya kan segala di debatin. Abang juga, aku sadar Abang kayanya menghindar entah sama Kakak atau Adek tapi feeling aku sih sama Adek. Aku mesti lurusin nih.” Jelas New sebari mulai membereskan piring di hadapan nya.

“Yauda kamu coba ajak ngobrol anak-anak, di tanya aja ada apa? Kasih pengertian gak baik bermusuhan sama sesama saudara.” Ucap Tay lembut.

New mengangguk “Yah, kamu pun tadi harusnya gak ngomong begitu ke Abang. Abang pasti ngerti, dia gak mungkin bikin masalah antara keluarga kita sama keluarga Off.”

“Ya akukan cuman mengingatkan Hin, ya kamu bisa liat sendiri kan gimana Chimon suka nya sama Abang, makanya aku kira ya mereka punya hubungan aja, eh ternyata Abang udah punya yang lain. Apalagi Nanon blg Abang php, aku cuman gak mau anak ku jelek di mata orang lain dek.” Jelas Tay.

“Ya nama nya perasaan kan gak bisa di paksain juga Mas, ya mungkin Abang emang cuman nganggep adik doang ke Chimon. Kalo begitu ya kita bisa apa? Lagian kan kita udah sering bahas, kita jangan terlalu ikut campur kalo masalah percintaan mereka cuman cukup di awasi saja supaya gak melewati batas.”

“Yauda-yauda, kamu coba ngobrol aja sama anak-anak. Terutama Abang, kamu tau kan dia anaknya kalo emosi lebih suka mendem sendiri, saking mandiri nya gak mau nyusahin orang tua, di tanya aja dek.” New mengangguk kemudian berbalik membawa beberapa piring kotor ke arah dapur.

📍Kediaman Vihokratana, 20:15 PM.

New berjalan ke lantai dua kemudian mengetuk satu pintu kamar yang memiliki label “Kamar Nanon”.

tok tok “Dek Papah boleh masuk?” Tanya nya lembut.

“Masuk aja, gak di kunci.” Teriak si bungsu dari dalam kamar.

New pun memutar knop pintu kamar anak bungsu nya tersebut dan masuk kedalam kamar berukuran sedang bercat biru langit, terlihat pemandangan anak bungsu nya sedang merebahkan tubuhnya di kasur ukuran queen size sebari fokus ke ponsel pintarnya.

“Gak ada pr dek?” New mendaratkan pantat nya di kasur milik Nanon.

Nanon kemudian mengangkat tubuhnya, kemudian mendaratkan kepalanya di paha sang Papah. “Gak ada, Adek juga udah siapin buku buat besok.”

“Oh, anak pinter.” New mengelus pucuk kepala anak bungsu nya. “Hari ini gimana? Ada yang bikin sedih? Atau ada yang bikin Adek happy? Udah dua hari Papah gak nanya ke Adek, maaf ya.” Sudah jadi kebiasaan bagi New setiap malam ia pasti akan mendatangi kamar anak-anaknya menanyakan bagaimana mereka menjalani harinya, apakah ada sesuatu yang membuat anak-anaknya tak nyaman, hal ini telah ia lakukan sedari dahulu akan tetapi dua hari kemarin New sedikit kelelahan sehingga dua hari kemarin ia tak sempat melakukan hal tersebut.

“Biasa aja, tapi tadi Adek di teraktir waffle sama Pawat.” Jawab Nanon.

New masih mengelus pucuk kepala Nanon “pacar Adek?” Nanon langsung menggeleng dengan cepat “Bukaaan ihhh.”

“Kalo pacar juga ya gapapa, asal jangan lewat batas aja pacaran nya.” Ucap New. Nanon hanya bergumam.

“Pah...”

“Hmm? Kenapa? Ada yang mau Adek ceritain?”

“Abang kayaknya marah sama Adek..” Nanon kini duduk.

New tersenyum mendengar si bungsu mulai menceritakan apa yang sedang terjadi. “Kok bisa?” New memancing.

“Hmm…” “Jadi dua hari kemaren tuh siang-siang Chimon nangis Pah, Chimon kan follow akun twitter base kampusnya Abang, nah terus ada yang up foto Abang sama pacarnya.” Nanon menarik nafas “terus, Chimon kaget sakit hati gitu, karena kan dia mikirnya selama ini Abang tuh ada perasaan gitu sama dia, secara kan dia berhubungan intens gitu kan sama Abang.”

New masih memperhatikan dengan seksama wajah Nanon yang kini sedikit sendu “terus?”

“Adek jadi sedih liat Chimon nangis, terus Nanon kesel sama Abang kok Abang jahat php in Chimon. Terus Adek chat Abang kan, terus Abang bilang ya dia emang gak punya perasaan sama Chimon, dia cuman nganggep Chimon adik doang tapi kenapa kemaren-kemaren Abang tuh kaya ngasih harapan gitu Pah, harusnya Abang gak boleh gitu.” Jelas Nanon.

New mengangguk tanda mengerti, seperti nya ia mulai paham masalah apa yang sedang terjadi di antara anaknya. “Papah mau tanya, Nanon ada omongan yang bikin Abang marah? Terus kenapa Adek sama Kakak juga diem-dieman?”

Nanon menunduk “Frankie ngomong kasar, Nanon gak suka.”

“Ohyaaa?” “Papah boleh liat chat nya gak? Kalo gak boleh gapapa kok.” pinta New.

New mengangguk lalu memberikan ponsel nya yang telah membuka bubble chat dengan kedua kakak nya.

“Papah izin lihat ya?” New meminta izin sebelum membaca chat tersebut. Nanon mengangguk.

New kemudian dengan seksama membaca percakapan antara ketiga anaknya.

“Oke.. Papah paham kenapa Abang sampai marah sama Adek.” New mengembalikan ponsel tersebut kepada Nanon.

“Adek sayang… Dengerin Papah, Papah ngerti adek mau belain sahabat adek tapi.. Benar kata Abang, adek gak boleh menyudutkan orang lain, adek gak boleh menjudge orang hanya dengan mengira-ngira apalagi adek lagi emosi. Coba kalo misalnya tiba-tiba ada yang bilang Papah tuh matre makanya mau nikah sama Ayah, adek marah gak?” Nanon mengangguk lemah.

“Marah, dia kan gatau sifat Papah. Papah kan sayang sama Ayah bukan karena uang.” Jawabnya lemah.

“Nah begitu pun Abang, Abang pasti sedih dan kecewa adek bilang begitu sama Kak Puim, sedangkan Kak Puim adalah orang terdekat abang juga.”

“Abisnya Nanon kesel, abang tuh ngasih harepan, gak peka, nyebelin.” New terkekeh mendengar ucapan anak bungsunya.

“Dek, mungkin abang benar abang gak punya niat jahat begitu sama Chimon, ya mungkin abang beneran nganggep Chimon ya adik aja, sayangnya sama kaya abang sayang ke Nanon. Nanon pasti tau dong sifat abang, gak mungkin abang dengan sengaja nyakitin orang apalagi orang itu Chimon yang notabene abang udah kenal dari dulu.” Jelas New kembali.

“Papah gak belain abang ya, tapi di sini adek harus terima kalo ucapan yang adek utarakan ke abang itu salah, dan adek waiib minta maaf.” Nanon mengangguk kembali.

“Nama nya perasaan gak bisa di paksain sayang, dan kita wajib menghargai pilihan abang. Adek paham maksud Papah?” New mengelus pucuk kepala anaknya.

“Paham.” “Nanti adek minta maaf ke abang.” lirihnya lagi.

“Anak pinter.” “Nah masalah sama Kakak, yang Papah baca adek duluan loh yang bilang ‘bacot Frank’ jadi siapa coba yang mulai?”

New menujuk diri nya. “Abisnya Frankie eh maksudnya Kakak nyebelin, ikut-ikutan aja.”

New kembali tersenyum “Kakak cuman ngasih tau adek, bahwa yang adek omongin itu gak baik. Walaupun Kakak juga akhirnya kepancing dan malah ngeluarin kata-kata binatang, jadi dua-dua nya salah. Harus saling minta maaf. Oke?”

“Iyaa maaf.”

“Gapapa, namanya sama saudara ada selisih paham gapapa tapi jangan di biarkan berlarut-larut, harus di komunikasikan, karena komunikasi itu paling penting dalam sebuah keluarga. Oke?” Nanon mengangguk.

“Yauda sekarang adek istirahat, besok kan masuk sekolah. Besok minta maaf sama Kakak sama Abang ya? Anak Papah gak boleh lama-lama musuhan nya, Papah pusing ngeliat kalian debatin ini itu tapi Papah lebih pusing kalo kalian diem-dieman gini.” Ucap New sebari terkekeh.

“Iya Pah, makasih ya udah dengerin Nanon. Maafin Nanon juga bikin suasana rumah jadi kaya gini.”

New memeluk tubuh bongsor anak bungsu nya “sama-sama, makasih Nanon udah mau cerita sama Papah. Gapapa, yang penting besok harus udah saling maaafan ya?”

“Iya Pah, I love you paaaaah.”

“Love you too Adek..” “Udah sekarang bobok ya? Papah mau cek Kakak kamu dulu.” New melepaskan pelukannya lalu berdiri menuju pintu keluar kamar anak bungsunya tersebut.

“Iyaaaa sebentar lagi bobok.”

“Gak lebih dari jam sepuluh y dek?” Ucap New sebelum menutup pintu kamarnya anaknya tersebut. “Iyaa” terdengar jawaban samar dari balik pintu kamar yang telah tertutup tersebut.

New pun kini melangkah ke kamar yang berada tepat di samping kamar anak bungsu nya, mengetuk pelan “Kak? Papah boleh masuk?”

Tak berselang lama pintu tersebut terbuka menampilkan sosok anak tengahnya yang kini memakai celana pendek dengan kaos oblong belel favoritenya “masuk Pah.”

New pun memasuki kamar tersebut “Kak, baju tidurnya jangan pake yanh belel gitu ih. Baju piyama yang Papah beliin di pake atuh sayang.”

Frank duduk di kursi belajarnya “enakan ini Pah, adem. Papah jangan beliin yang gambar teddy bear atuh.”

“Kan Kakak suka kan?”

“Suka sih tapi atuh malu ah.”

“Sayang atuh gak di pake mah Kak, itu bahan nya adem kak, enak buat tidur.”

“Iya nanti Kakak pake.” “Papah abis dari kamar adek?”

New mengangguk “iya, dua hari kemaren Papah gak sempet nanyain kalian.”

“Papah kecapean ya? Makanya kerjaan rumah jangan segala di kerjain sendiri kan ada bibi.” ucap Frank dengan nada khawatir.

“Gak, gapapa selama bisa di kerjain sendiri mah gapapa.” “Kakak gimana kuliahnya? Ada yang bikin happy atau sedih gak Kak?” Tanya New.

Frank menggeleng “biasa aja, gak ada yang bikin sedih atau happy kok. Standar aja Pap.”

New menarik lengan anak tengahnya tersebut “Kakak jangan sungkan buat cerita ya bageur?”

Frank mengangguk “iya Pah.” “Nanon udah cerita?”

“Cerita apa?” New pura-pura tak tahu.

“Pasti udah sih, tuh anak pasti cerita.”

“Oh yang Kakak bilang, anjg?” New memancing Frank.

“Ya dia duluan Pap.” bela Frank.

New tersenyum “iya, papah udah baca chat nya kok. Tapi Kakak harusnya gak boleh kasar gitu bageur, adek emang keras kepala susah di kasih tau tapi diusahakan jangan sampe keluar nama-nama binatang gitu ya?”

“Iya Pah Maaf.”

“Gapapa, Papah ngerti.” “Besok adek mau minta maaf katanya, tolong di maafin ya Kak?”

“Iya Pap.” “Jangan lama-lama diem-dieman nya, Papah kangen marahin kalian soalnya.” Kekeh New diakhir kalimat.

Frank ikut tersenyum mendengar celotehan Papah nya “Pah Abang kayaknya sengaja gak mau makan malem bareng.”

“Papah tau, nanti papah ngobrol sama abang. Udah kakak jangan jadi fikiran ya? Besok semuanya udah biasa lagi kok.”

Frank mengangguk “iya pap.”

“Yauda Kakak istirahat ya sekarang ya? Besok kelas siang? Tapi tetep harus bangun buat sarapan ya Kak?” New kini berdiri di hadapan Frank.

Frank memberi hormat “siap captain!”

New memeluk tubuh anak tengahnya lalu mengecup pucuk kepala nya “Love you kak.”

“Iya Pap.” Jawab Frank singkat.

New pun melepas pelukan nya lalu berjalan keluar dari kamar milik anak tengah nya tersebut. Sebelum ia melangkahkan kaki nya keluar Frank kembali memangil diri nya.

“Pap, lain kali masak masakan yang Papah suka juga. Jangan cuman masak masakan yang kita suka doang.” Ucap Frank.

New tersenyum hangat, memang si anak tengah ini mempunyai caranya tersendiri untuk mengungkapkan rasa sayang nya “iya Kakak, makasih ya sayang. Cepet tidur jangan begadang ya?”

“Iya, sweet dream pap.” New akhirnya menutup pintu anak tengahnya dan berjalan menuju ruang tv untuk menunggu anak sulungnya.

📍Ruang TV, 21:25 PM

Kini Tay dan New sedang fokus menonton televisi di hadapan nya yang menyiarkan berita-berita yang baru saja terjadi belakangan ini.

Tak berselang lama, New mendengar ada langkah kaki mendekat ke arahnya. New tersenyum setelah melihat anak sulung yang sedari tadi ia tunggu kedatangan nya mendekat kearahnya.

Pluem mengecup punggung tangan Tay dan juga New secara bergantian. “Udah selesai bang tugas BEM nya?” Tanya New saat Pluem mengecup tangan nya.

“Udah Pah.”

“Udah makan bang?” Tay kini yang bertanya.

Pluem mengangguk “udah, Pluem naik ke kamar dulu ya?”

Tay dan juga New mengangguk “iya bang.”

— Sudah hampir dua puluh menit setelah Pluem sampai di kamarnya, setelah ia membersihkan tubuhnya kini ia mulai merebahkan tubuhnya di kasur miliknya. Hari ini tubuhnya benar-benar lelah, kegiatan BEM cukup menguras energi Pluem hari ini. Sebenarnya tugas Pluem sudah selesai dari tadi sore akan tetapi ia lebih memilih membantu tugas teman nya dari divisi lain, ia masih belum ingin bertemu dengan adik bungsu nya, ucapan adik bungsu nya tentang kekasihnya masih sedikit membuat kecewa hati Pluem, jadi ia lebih memilih untuk menghindari bertemu adiknya dulu, ia masih butuh waktu untuk meredam emosi nya terlebih dahulu.

tok tok Suara pintu kamar nya yang di ketuk.

“Papah boleh masuk bang?” terdengar suara New dari balik pintu tersebut.

Pluem bangkit dari tidurnya lalu bergegas membuka pintu kamarnya “masuk Pah.”

New langsung mendudukan tubuhnya di kasur milik anak sulungnya tersebut, menepuk spot kosong di sampingnya “sini duduk.”

Pluem kini duduk di spot kosong yang baru saja Papahnya tepuk.

“Abang lagi sibuk BEM? Kuliahnya gimana?” New membuka obrolan.

Pluem mengangguk “iya Pah, lagi lumayan sibuk tapi gak ganggu kuliah Abang kok.”

New mengubah posisi duduknya, kini menghadap wajah anak sulungnya mengelus pucuk kepalanya “iya Papah percaya, tetep jaga kesehatan ya sayang?”

Pluem mengangguk “maaf Pluem gak makan masakan Papah, padahal papah sudah capek-capek masak.”

“Gakpapa, nanti Papah masakin lagi ya buat abang?” Pluem mengangguk kembali.

“Bang… Ada yang mau di ceritain ke Papah? Ada yang ganggu fikiran sama hati abang?” New bertanya dengan lembut, memang anak sulung nya ini cenderung memilih untuk menyelesaikan masalah nya sendiri, memendam kekesalan yang ada di hatinya hingga nanti rasa kesal tersebut hilang sendiri.

“Kalau ada yang bikin abang kecewa atau marah, Abang boleh kok ungkapin kekecewaan abang, ngungkapin marah nya abang, jangan sering di pendem sendiri bang, gak baik.” New sudah hapal watak ketiga anaknya, si sulung yang selalu memendam rasa kecewa nya sendiri, menyelesaikan masalahnya sendiri, hal tersebut mungkin terjadi karena sedari dulu si sulung terbiasa di tuntut mandiri.

Pluem masih diam, tangan nya mengepal seolah menahan emosi nya, New bisa melihat itu.

Ditariknya tubuh tegap milik anak sulungnya ke dekapan nya, dengan lembut New mengelus punggung lebar milik anaknya.

“Abang gak ada niat buat bikin Chimon sedih pah, gak ada niat jahat buat bikin Chimon sakit hati. Abang bener-bener nganggep Chimon adik doang, abang gak tau sikap baik abang di salah artiin sama Chimon.” lirih Pluem di dekapan Papahnya.

New mengangguk “iya Papah tau.”

“Abang kecewa sama sikap adek yang menyudutkan Puim, Puim gak seperti yang adek fikir Pah, Puim anak baik. Puim selalu kasih positive vibes buat abang. Adek gak seharusnya bicara hal-hal jelek tentang Puim, adek gak tau siapa Puim.” Suara Pluem sudah sedikit bergetar, mungkin kali ini Pluem benar-benar kecewa terhadap perkataan adiknya terhadap orang terkasihnya.

“Ayah juga seolah-olah menyudutkan abang, seolah-olah abang mau sengaja membuat masalah diantara keluarga kita dan Chimon, padahal abang gak ada niat kesana Pah.” lirihnya lagi.

New melepas pelukannya, menatap wajah anak sulungnya yang kini sendu. “Iya, maksud Ayah gak gitu bang, Ayah cuman gak mau abang jelek di mata orang, mungkin cara penyampaian nya kurang tepat, tapi gak seperti yang abang fikirkan nak.”

“Semua orang seolah-olah paling tahu apa yang terbaik buat abang, padahal engga.”

Pluem menarik nafasnya kemudian mengucap lirih “semuanya menjaga perasaan Chimon, tapi gak mau tau gimana perasaan abang.” Air mata Pluem kini telah turun dari sumbernya.

New kembali memeluk tubuh tegap lelaki yang fitur wajah mirip dengan diri nya “maafin Papah.”

Pluem menghapus air mata nya “Papah gak salah, jangan minta maaf.” “Maaf abang kebawa emosi.”

“Abang.. Dengerin papah, abang boleh kok nangis, abang boleh ngungkapin marah abang sama adek, jangan di pendem sendiri terus memilih menghindar nak.. Gak akan menyelesaikan masalah, nantinya kesel abang bakal ilang sendiri tapi itu lama-lama malah jadi boom waktu yang bisa meledak kapan aja sayang, kalo ada yang bikin abang gak suka atau kurang nyaman sok komunikasiin, kan papah udah sering bilang, komunikasi itu paling penting.” Jawab New panjang lebar.

Pluem masih memilih diam.

“Papah udah ngobrol sama adek, dan adek ngakuin dia salah sudah bicara seperti itu ke Puim. Dia nyesel bang.” “Abang mau maafin adek kan?”

Pluem mengangguk.

“Pinter, masalah Ayah nanti biar Papah yang ajak bicara.” “Dengerin Papah, nanti misal di saat semua orang nentang pilihan abang, Papah janji.. Papah orang yang paling depan akan dukung apapun pilihan abang..” Ucap New mantap.

Pluem memeluk tubuh New “makasih Pah.”

“Nah sekarang, abang harus mulai belajar buat ungkapin semua hal yang abang rasakan, jangan merasa karena abang anak sulung abang harus sesempurna itu sayang, sekali lagi papah kasih tau, abang boleh mengungkapkan apapun perasaan abang, mau itu marah mau itu kecewa mau itu benci abang boleh mengungkapkan itu ya sayang ya?” Ucap New sebari melepas pelukan anaknya.

“Iya pah, makasih ya pah. Abang beruntung punya Papah di hidup abang.” ucap Pluem.

New mengelus pucuk kepala anak sulungnya “Papah jauh lebih beruntung punya abang di hidup papah, amat sangat beruntung nak.”

“Udah enakan hatinya?” Tanya New.

“Udah plong pah, makasih.“

“Enak kan kalo udah di ungkapin” Pluem mengangguk.

“Jadi besok gak akan menghindar lagi kan? Mau makan malam bareng kan?”

Pluem tersenyum “mauuu, kangen masakan papah.”

“Mau di masakin apa besok? Request aja, nanti papah pasakin special buat abang.” ucap New sebari tersenyum.

“Apa aja asal masakan papah.” Jawab Pluem tulus.

“Okay deh siap.” “Yauda abang istirahat ya bageur, besok kan harus maaf-maafan sama adeknya.” goda New kepada Pluem.

“Papah mah.” Pluem merajuk.

“Hahahaha.” ”btw Puim cantik bang, udah lama pacaran nya? Kok gak ada cerita ke Papah sih?” New menyilangkan tangan nya di dadanya seolah merajuk kepada anak sulungnya.

Pluem tersenyum “udah empat bulan Pah, abang mau cerita tapi malu.” Jawab Pluem lemah.

“Kok malu sama papah sendiri? Nanti kapan-kapan ajak makan malam kesini ya bang? Papah pengen lebih kenal, boleh?”

Mata Pluem berbinar “boleh Pah, nanti abang bawa kesini ya?”

New mengangguk tanda setuju “yauda sekarang kekasih hatinya Puim, segera tidur ya? Kan tadi capek abis nangis.” goda New sebari bangkit dan sedikit berlari menuju pintu kamar Pluem.

“Papah maaaaaah.” Suara Pluem kembali merajuk, New hanya terkekeh “dah sana tidur.”

“Iya.” “Pah..” panggil Pluem sebelum New keluar dari kamarnya.

“Ya?”

“Makasih udah jadi Papah yang baim buat Pluem.” Ucap Pluem tulus.

New tersenyum “sama-sama, makasih juga abang udah lahir jadi anak yang baik buat Papah.” “Good night abang, i love you.”

“Love you too Pah.”

Setelah berkendara sekitar dua puluh menit, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Tay berhenti di sebuah klinik yang di bangun bersebelahan dengan sebuah rumah.

“Yuk.” Ajak Bunda kepada New, untuk check up hari ini New di temani oleh Bunda Tay dan juga Tee nya. “Nanti Thi di periksa nya sama ponakan tante, dia dokter specialist obgyn namanya Arm, dia biasanya praktek di rumah sakit tapi buka praktek di rumah juga, pokoknya dia dokter handal banget deh walaupun masih muda.” Jelas Bunda sebari berjalan menuntun New, New hanya memberikan respon mengangguk tanda mengerti.

Akhirnya ketiga nya pun di sambut oleh seorang perawat “Nyonya Wira ya? Dokter sudah nunggu di dalam.” Ucapnya mempersilahkan ketiga nya memasuki sebuah ruangan.

“Selamat pagi Tante.” Sapa lelaki yang kini memakai jas dokter berwarna putih.

Bunda menyunggingkan senyumnya “pagi bapak dokter yang sibuk, sampe booking nya harus pake jalur belakang gini.” Kekeh Bunda.

“Ah Tante bisa aja, eh ada anak lanang yang bentar lagi jadi Ayah nih.” Ucap lelaki tersebut sebari menatap Tay.

“Pagi Kak.” Jawab Tay singkat.

Lelaki berjas tersebut kini mengalihkan pandangan nya ke arah New yang sedari tadi berdiri di samping Tay “dan ini pasti calon Papah nya ya?”

New mengangkat wajahnya lalu tersenyum kikuk “pagi dok, saya New.”

“Pagi saya Arm ya.” “Yauda silahkan duduk semua nya.” Dokter Arm mempersilahkan.

“Jadi gini Kak, seperti yang udah tante ceritakan via telfon ini calon mantu tante katanya kemarin sudah test pack dan hasilnya garis dua, jadi tante pengen minta tolong di cek ya? Apalagi kan dia lelaki, case lelaki hamil kan gak banyak, takutnya ada yang harus di perhatikan gituloooh mas.” Jelas Bunda kepada dokter Arm yang ia panggil dengan sebutan ‘Kak’, hal tersebut karena telah menjadi kebiasaan karena Arm merupakan anak dari kakak lelaki Bunda.

“Yauda, kita periksa dulu ya? Mari New, sini.” Arm berdiri dari duduknya berjalan menuju sebuah ranjang yang biasa ia pakai untuk memeriksakan pasien nya.

New yang kini tengah berbaring di ranjang tersebut, tak lupa Tay yang berdiri disampingnya sebari tetap menggengam tangan New.

“Saya izin angkat ya baju nya New.” Izin Arm sebelum menyibbakan kaos yang New pakai.

Kemudian Arm sedikit menuangkan cairan seperti gel yang saat mengenai perut New terasa dingin. Kemudian Arm mulai mengambil alat usg dan mulai memeriksa.

“Nah ini nih si jagoan nya, masih bentuk gumpalan darah yang nanti nya akan membentuk kantung janin nya tapi sudah mulai terlihat ya?” Jelas Arm saat layar di hadapan nya menunjukan sebuah titik kecil yang katanya itu merupakan calon anak dari Tay dan juga New.

New semakin mengeratkan genggaman nya, dada nya membuncahkan rasa bahagia saat melihat ‘adik’ yang kini terasa nyata ada di dalam perutnya, ia pun tak kuasa menitikan air mata kebahagiaan begitupun dengan Tay dan juga Bunda.

“Adik Tee…” Lirih New, Tay kemudian mengangguk dan mengecup punggung tangan New. “Iya sayang itu Adik.” Ucap Tay yang kini semakin deras menumpahkan air mata nya, ia merasa bersalah mengingat apa yang telah ia ucapkan kepada New dan juga Adik dahulu, bagaimana ia bisa tega menyuruh New untuk membunuh darah dagingnya, Tay begitu merasa bersalah.

Bunda hanya mengelus punggung anak semata wayangnya untuk membuatnya sedikit lebih tenang “sudah-sudah, malu sama Mas Arm.” Dengan sigap Tay menghapus airmata nya.

Arm pun tersenyum lalu menutup kembali perut New dengan kaosnya “sudah yaa, yuk balik lagi biar nanti saya jelaskan.”

Ketiga nya pun segera berjalan kembali menuju kursi untuk siap-siap mendengarkan penjelasan dari dokter Arm.

“Jadi gimana Mas? Kandungan nya sehat kan? Thi kan lelaki, apa saja yang harus diperhatikan Mas?” Bunda langsung melayangkan banyak pertanyaan begitu ketiga nya terduduk.

Arm pun terkekeh melihat Tante nya yang begitu excited mengenai cucu pertamanya. “Sabar dong Tan, biar Arm jelaskan yaaa.”

“Jadi begini, case lelaki yang memiliki rahim dan bisa mengandung itu memang benar ada akan tetapi mungkin tak sebanyak perempuan pada umumnya, nah untuk proses kehamilan lelaki itu hampir sama dengan perempuan, nanti Thi akan hamil kurang lebih sembilan bulan, Thi juga akan merasakan perubahan hormon yang mungkin akan berimbas pada mood, jadi untuk orang-orang di sekitarnya harap di maklum apabila tiba-tiba ada nya perubahan mood yang drastis dari Thi.” Jelas Arm, Bunda dan Tay pun mengangguk tanda mengerti.

Dokter Arm kembali menjelaskan “Nah ada pun yang membedakan nya adalah nanti di proses kelahiran nya, apabila wanita hamil memiliki dua proses untuk melahirkan yakni dengan proses melahirkan normal dan juga operasi caesar sedangkan untuk lelaki hanya ada satu proses yakni dengan operasi caesar.”

“Nah setelah saya periksa tadi, ternyata usia kandungan Thi itu baru masuk ke minggu ketiga, pada minggu ketiga kehamilan, sel telur yang telah di buahi akan mulai berkembang dan membuat sebuah kantung yang bakal berisi bakal janin dan plasenta. Sel darah janin pun mulai terbentuk dan ratusan sel lainnya ikut berkembang. Adik dalam perut Thi juga menunjukkan perkembangan yang bagus.” Penjelasan Dokter Arm membuat ketiga orang di hadapan nya mengucap syukur dengan begitu bahagia.

“Nah nanti nya di usia ini pun Thi juga akan memiliki beberapa gejala kehamilan, seperti payudara yang sedikit membengkak dan lebih sensitif dari biasanya, walaupun payudara Thi bentuknya tak sama dengan wanita tapi Thi akan merasakan hal yang sama, lalu mungkin indera penciuman Thi juga akan sedikit sensistif terhadap bebauan.”

“Dan nanti nya Thi juga akan merasa mudah lelah jadi saya sarankan tolong Thi jangan melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang berat sampai nanti memasuki trisemester kedua, walaupun kandungan Thi sehat tetap Thi tidak boleh sampai kelelahan apalagi stress yaa?”

“Jadi semacem bedrest gitu Mas?” Bunda bertanya.

Arm mengangguk “ya semacem itu sih Tan, apalagi biasanya kehamilan pada lelaki lebih sedikit rentan, jadi Arm sarankan Thi harus benar-benar banyak istirahat, tidak boleh banyak kegiatan terlebih dahulu.”

Bunda mengangguk tanda mengerti.

New pun mendengarkan penjelasan yang di sampaikan oleh dokter Arm dengan seksama, ia sempat tertegun dengan pernyataan dokter yang menyarankan diri nya untuk bedrest sampai trisemester kedua yang artinya ia harus membatasi kegiatan nya minimal sampai usia kandungan nya lima atau enam bulan, lalu bagaimana dengan persiapan nya memasuki masa perkuliahan? Sedangkan kegiatan tersebut akan di mulai bulan depan. Apakah ia masih bisa berkuliah? Bagaimana dengan nasib beasiswa nya?

“Thi.. Thii?” Suara dokter Arm mengembalikan kembali fikiran New yang tadi sempat melayang.

“I..Iya dok?” Jawab New terbata-bata.

Arm kembali tersenyum “tadi saya sedang jelaskan, di usia kandungan ini kamu akan mengalami yang namanya morning sickness, apa kamu sudah mengalami nya?”

New mengangguk “sudah dok, setiap pagi pasti saya mual. Kadang bisa sampai siang tapi terkadang hanya sebentar.” Jawabnya lemah.

“Hin, kok kamu gak bilang sama aku tiap pagi kamu mual?” Tanya Tay dengan tatapan khawatir.

“Tenang Tay, sebenarnya morning sickness itu tidak berbahaya asal tidak terlalu parah. Sejauh ini pernah gak Thi merasa sangat lemas atau sampai tidak bisa beraktivitas?” Tanya Arm pada New.

New menggeleng “mual biasa kok dok, pernah sampe lemes tapi aktivitas masih bisa kok.” Jawab New.

“Nah syukurnya yang dialami New itu hal yang biasa. Namun, apabila nanti Thi merasa benar-benar lemas tolong info saya ya? Soalnya terkadang morning sickness yang parah dapat menandakan orang hamil mengalami hiperemesis gravidarum . Kondisi inilah yang dapat menyebabkan komplikasi, seperti dehidrasi, gangguan elektrolit, dan kekurangan nutrisi, yang bisa membahayakan janin. Jadi kalo di rasa morning sickness nya sudah tak wajar segera info.”

New kembali mengangguk.

“Kak kok bisa ada morning sickness segala sih?” Tay bertanya.

“Perubahan hormon pada trimester pertama kehamilan diduga menjadi salah satu penyebab morning sickness. Beberapa pakar menduga bahwa ada kaitan antara hCG dengan terjadinya morning sickness. Human chorionic gonadoptrin (hCG) merupakan hormon yang terbentuk selama masa kehamilan. Hormon ini dihasilkan oleh plasenta.” Jelas Arm kembali.

“Nanti Kakak kasih Thi vitamin penguat janin, asam folat juga, vitamin buat Thi nya juga sama penekan rasa mual ya?”

Tay mengangguk “tolong yang paling bagus Kak.”

Arm terkekeh “iye calon Ayah, baru kemaren gue liat lu bocah koloran eh sekarang udah mau punya anak aja.”

Keempatnya pun hanya terkekeh mendengar penuturan dari Arm tersebut.

“Ohiya dan satu lagi, Tante sudah info ke Kakak klo kalian akan menikah dua minggu lagi.”

“Nah, di usia hamil muda seperti ini Kakak menyarankan intensitas berhubungan badan nya di kurangi, takutnya terjadi guncangan terhadap janin nya, Kakak sarankan apabila kalian akan berhubungan badan agar lebih berhati-hati dan pelan ya?” Jelas Arm lagi, mendengar hal tersebut New hanya bisa menundukan wajahnya yang mungkin kini telah berubah warna menjadi semerah tomat.

Tay mengangguk “tapi berarti tetep boleh ya Kak?” Tanya nya polos. Tak lama terdengar suara Tay mengaduh, ternyata hal itu terjadi karena Bunda dengan keras memukul punggung anak semata wayangnya tersebut. “Bener-bener ya kamu!!”

“Yakan nanya ih Bun, jadi tetep boleh kan Kak?” Arm terkekeh melihat kelakuan sepupunya tersebut, kemudian mengangguk.

“Boleh, asal jangan terlalu kasar dan pelan-pelan ya? Jangan terlalu sering juga.” Jelas Arm. “Nah ini Kakak udah tulisin resep vitamib buat Thi dan juga adik ya? Kalo ada apa-apa langsung hubungin Kakak yaa?” Arm menyerahkan sepotong kertas berisi resep yang harus di tebus.

Tay mengambil resep tersebut “makasih Kak.”

“Iya sama-sama, ketemu bulan depan ya Thi?” Ucap Arm sebari mengulurkan tangan nya, New pun membalas uluran tangan Arm kemudian ia jabat “iya dok.”

“Tante juga jangan banyak fikiran ya? Cucunya sehat kok, tapi tetep harus diperhatiin aja ya Tan, Thi bener-bener gak boleh banyak kegiatan yang berat-berat dulu.” Arm berucap kembali saat mengantar ketiganya menuju parkiran mobil.

Bunda memeluk tubuh Arm “makasih Kak, Alice kemana? Salam buat Alice ya? Bilang suruh main ke rumah, tantenya kangen.”

“Iya nanti Kakak sampein tan, dia hari ini nemenin mamahnya dulu.”

“Kandungan nya gimana? Aman?”

Arm mengangguk “aman.” Alice yang merupakan istri Arm, memang tengah mengandung.

“Syukurlah, nanti kalo ada apa-apa jangan sampe engga ngabarin tante ya?” ucap Bunda kembali sesaat sebelum memasuki mobil milik anaknya.

“Arm mengangguk kembali “iya siap,Tay nyetirnya hati-hati.” ucap Arm kepada Tay lalu di balas dengan suara klakson dan menghilangnya mobil yang di kendarai Tay di pekarangan rumah Arm.

Di perjalanan menuju rumah Tay, Bunda dan Tay tak henti-henti nya merasa bersyukur dengan kehamilan New yang sehat dan mereka juga sempat membicarakan perihal pernikahan Tay dan juga New yang akan di gelar dalam waktu dekat ini, suasana didalan mobil itu begitu hangat dan berwarna tapi tidak dengan fikiran New saat ini.

Ia lebih memilih untuk berdiam, fikiran nya melayang. Bukan karena tak bahagia mengenai kabar anaknya, bukan. Ia hanya terfikirkan tentang beasiswa nya. Bagaimana nasib pendidikan nya? Mimpinya? Mimpi kedua orang tua nya? Dadanya sedikit sesak, membayangkan apabila kedua orang tuanya masih hidup pasti mereka akan sangat kecewa dengan dirinya.

“Nak?? Thii? Sayang?” Suara Bunda mengembalikan fikiran nya yang melayang.

New yang duduk di kursi penumpang menjawab “i..iya Bund kenapa?”

“Kamu gapapa? Barusan loh Arm bilang jangan banyak fikiran, kok kamu udah ngelamun aja? Ada yang ngeganggu fikiran kamu?” Tanya Bunda yang duduk disamping Tay di kursi depan.

“Hin?” Tay ikut meminta jawaban dari balik kemudi.

New menggeleng dengan cepat “gak, aku gak papa. Tadi agak pusing sedikit, tapi gak papa.”

Tay menatap New dengan tatapan khawatir dari spion depan “kamu yakin?”

New mengangguk dengan cepat “iya Tee, aku gapapa.”

“Kalo ada yang ganggu fikiran kamu, bilang ya Nak? Bunda ada buat ada kamu.” Bunda tersenyum hangat sebari menatap New.

“Iya Bunda makasih.” Kemudian mulai menampilkan senyuman nya.

Ia kembali mencoba menghilangkan fikiran-fikiran buruknya, kemudian meyakinkan dirinya “rencana Tuhan adalah yang paling baik New, yang terbaik.”