#AU IRENG
Hyunsuk buru-buru pulang ke rumah karena kehebohan yang dibuat Jeongwoo. Dia bahkan belum sempat beli ikan teri kesukaan Ireng Raksasa.
Hyunsuk mengatur napasnya setelah sampai di rumah. Dia sudah melihat Jihoon yang terduduk di sofa dengan Jeongwoo yang bersimpuh setengah bersujud di hadapannya.
“Hua!! Kak Suk! Ireng kalo jadi orang serem banget! Lebih garong daripada kucing garongnya, hua!!” Jeongwoo merengek. Nangis buaya. Cuih. Hyunsuk muak melihatnya.
“Kenapa dia, Ireng?”
“Jihoon.”
“Kenapa dia, Jihoon?”
“Dia loncat-loncat di atas kasur. Udah tau aku anti ngeliat rumah berantakan!”
Jeongwoo bersembunyi di balik Hyunsuk, “Bohong! Uwo cuma loncat-loncat doang! Tuh buktinya kasurnya udah rapih lagi!”
Jihoon menjitak kepala Jeongwoo, “Itu gue yang rapihin!”
Jeongwoo menangis tanpa air mata lagi. Nangis buaya. “Hua!! Kak Suk! Irengnya!”
Hyunsuk menatap Jeongwoo tajam, “Dibilang! Ireng kalo jadi orang tuh galak! Sekarang, minta maap sama Kak Ireng—”
“Jihoon!”
“Minta maap sama Kak Jihoon!”
Jeongwoo takut-takut menghampiri Jihoon. Sedikit menunduk, “Maaf, Kak Ir—”
“Jihoon!” Jihoon menjitak Jeongwoo lagi.
“Maaf, Kak Jihoon.”
“Kalo kamu mau main di sini sampe besok, kuncinya ga boleh berantakin rumah. Harus ikutin aturan yang ada di rumah ini.”
Jeongwoo menggerutu, “Perasaan ini rumah Om Daddy, ga ada—”
“Dengerin, Jeongwoo!” Jihoon dan Hyunsuk teriak hampir bersamaan.
“Iya! Iya!”
Di antara keributan di rumah itu, Dochi si kelinci datang. Meredam seluruh amarah yang meletup-letup dari masing-masing kepala. Dochi yang melompat-lompat membuat ketiga orang tersebut langsung mengalihkan fokus mereka.
“Aaaa, lucu banget, Dochi!” Hyunsuk menarik Dochi ke dalam pelukannya. Mencium Dochi bertubi-tubi.
Jeongwoo menatap Hyunsuk tajam. Dia menarik Dochi dari gendongan Hyunsuk. “Kak Suk bau jigong. Jangan cium-cium.”
“Dasar bocil titisan setan!”
Di sisi lain, ada yang menatap Dochi dan Hyunsuk jauh lebih tajam. Jihoon. Jihoon menyelidik Hyunsuk, menge-scan dari atas hingga bawah. Dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kalau diingat-ingat, hari ini dia belum mendapatkan ciuman seperti Dochi sebelumnya. Ralat, maksudnya, Ireng belum dicium seperti Hyunsuk mencium Dochi barusan.
“Kamu abis dari mana?” Tanya Jihoon pada Hyunsuk.
Hyunsuk tergagap, seperti dipergok pacarnya yang cemburuan. “Aku abis beli wortel buat Dochi.”
Jihoon membuang muka, “Dochi bilang ke aku, dia ga suka wortel. Dia maunya makan melon.”
“Kok kamu tau?” Hyunsuk kebingungan.
“Aku ngobrol sama dia pas tadi makan berdua.”
Jeongwoo menatap Jihoon takjub. Waw, seekor kucing ternyata bisa berkomunikasi sama kelinci seperti Dochi? Hyunsuk justru menatapnya tidak percaya. Masa sih? Paling Jihoon hanya sengaja mau meledeknya.
“BENERAN! Tanya aja langsung!” Jihoon ngegas. Sedikit tersinggung karena dicurigai.
“Baiklah. Karena Kak Suk juga udah tau tentang Dochi. Bakalan aku tunjukin sulap terhebat yang aku punya.”
Jeongwoo berlarian ke arah dapur. Kembali dengan semangkuk air. Dia mengambil sedikit air dan sedikit merapalkan doa ke dalamnya. Hyunsuk dan Jihoon bertatapan bingung. Ini jadi lebih ke arah ritual persembahan ketimbang sulap. Hyunsuk jadi takut sendiri.
“Keciprat! Keciprut!” Cipratan airnya sampai membuat Hyunsuk dan Jihoon ikut mengusap wajahnya kasar.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Sampai setengah menit pun mereka menunggu, Dochi belum berubah juga. Tapi waktu Hyunsuk sudah berancang-ancang ingin protes, seketika Dochi berubah menjadi laki-laki yang mungkin seumuran dengan Jeongwoo dengan pakaian serba putihnya.
Jeongwoo dan Hyunsuk berseru heboh, melihat pertunjukan spektakuler. Hanya Jihoon yang mengangkat bahu malas.
“Halo, Kak Hyunsuk! Halo, Kak Jihoon! Dan halo, Kak Jeongwoo! Aku Dochi, Doyoung Kelinci! Salam kenal!” Laki-laki bernama Doyoung itu melambaikan tangan ramah.
“Dochi! Dochi! Emang bener kamu ga mau wortel? Kamu maunya melon?”
Doyoung terkekeh pelan, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Iya, aku ga suka wortel. Tapi karena Kak Jeongwoo kasih aku wortel terus, aku mau ga mau harus makan.”
Jihoon menatap Jeongwoo, ngeledek. Tuh kan dibilangin ngeyel sih. Gitu kata tatapannya.
Jeongwoo langsung sedih, “Maafin aku, ya, Dochi. Besok kita makan melon yang banyak, ya?”
Hyunsuk ikut sedih. Dia menatap punggung Jihoon yang pergi ke arah dapur. Kalau dipikir-pikir, Hyunsuk ga pernah benar-benar bertanya apa yang Jihoon mau. Kalau Ireng atau kucing yang lain, mungkin dia emang ga punya pilihan lain selain makan apa yang ada, atau kalau mereka ga suka mereka cukup ga makan apa yang udah disedian. Tapi kali ini kasusnya beda, seharusnya Hyunsuk bisa lebih baik merawat Ireng.
“Jihoon, kamu suka apa?”
Jihoon diam. Dia merapikan meja makan yang penuh dengan piring kotor.
Doyoung berlarian kecil, menghampiri Hyunsuk. “Tenang aja, Kak! Kak Jihoon bilang, kalo dia suka semua makanan. Asal makan bareng—”
“Ini piring rapihin! Kenapa berantakan banget, sih?! Doyoung! Kamu juga rapihin makanan yang berantakan di ruang tamu!”
Hyunsuk kaget karena teriakan Jihoon. Dia langsung ikut beresin rumah yang baru aja ditempatin beberapa jam sama Jeongwoo tapi udah berubah jadi setengah kapal pecah.