— MAKAN DI KANTIN

Jakarta, 13.00—

“Bas, sini-sini!” Seru Herjuno sambil memanggil temannya yang sedang berjalan mendekat, “Duduk duduk.”

“Jun, Yor!”

“Bas, apa kabar? Udah lama gak ngobrol kita.” Sapa Yoriko sambil menyodorkan tangan untuk melakukan fist bump pada teman lamanya itu.

“Baik Yor, lo gimana?”

“Baik kok.”

“Eh lo berdua gak bakalan awkward perkara Dhifa kan?” Sambung Herjuno tiba-tiba yang membuat kedua temannya itu menatapnya kesal, “ya terang-terangan aja lah anjing, dari pada nanti gak enak kan.”

“Gue santai kok!” Nabastala berujar, karena memang benar adanya. Setelah pulang dari US, dia sudah tidak lagi memikirkan Dhifa dan cinta monyetnya zaman dahulu, “Ayo ganti topik.”

“Sendirian aja Bas?”

“Iya Yor, tadi lagi nungguin temen mau ngambil almet bareng, tapi gajadi soalnya pada ada urusan.”

“Ealah maba maba!” Ledek Herjuno yang membuatnya dapat tatapan sinis dari Nabastala, “Gak usah sok tua!”

Yoriko tertawa mendengar interaksi kedua temannya, “So far gimana Bas disini? Suka gak?”

“Kalo kelasnya lumayan sih Yor, tapi kalo soal pergaulan belom eksplor-eksplor banget… paling deketnya sama temen-temen yang beberapa kali kelas bareng aja.”

“Seorang Nabastala gak gaul? Oh my God kayaknya dunia mau kiamat.”

“GAK USAH LEBAY!” Nabastala pun menoyor kepala sahabatnya kesal, “Tapi gue pengen ikut UKM bola emang, Yor.”

“Eh ikut aja Bas, lo pasti good addition buat tim bola fakultas kita. Siapa tau aja kita jadi bisa menang tiap olim kampus.”

Ketiganya pun lanjut mengobrol ngalur-ngidul sampai akhirnya Herjuno berseru, “Ini Bisma sama Erica nanya di group kita dimana. Kelas mereka baru selesai.”

“Yaudah suruh kesini aja.”

“Ok,” Herjuno pun mengetikkan balasan kepada dua temannya itu sebelum berujar, “Udah nih katanya mereka otw kesini.”

Mendengar nama teman sahabatnya itu, Nabastala langsung membelalakan mata, “Bisma itu as in Bang Bisma yang waktu itu marahin gue?”

“Lah iya ya lo pernah dimarahin Bisma…” bukannya menjawab Herjuno dan Yoriko malah tertawa. Ditambah lagi saat mereka melihat wajah Nabastala yang benar-benar ketakutan.

“Eh gue balik aja kali ya?”

Namun belum sempat dijawab sebuah suara yang ada di belakangnya, “Waduh udah mau balik aja, kenapa nih?”

Badan Nabastala membeku. Pasalnya ia hafal betul itu suara siapa. Selama ospek kemarin, dirinya dan teman-teman seangkatanya sering kali kena tegur oleh sang pemilik suara.

“Ini si Abas mau kabur abis denger lo mau nyamperin.”

Herjuno anjing.

Bisma pun terkekeh mendengar perkataan temannya, “gitu Bas?”

“Engga Bang, itu Juno boong.”

“Yaelah emang gue abang lo? Gak usah lah manggil bang, kita seumuran ini.”

“Siap ban— eh Bisma.”

Dan pecahlah lagi-lagi tawa orang-orang di meja tersebut. Sebenarnya kalau dipikir-pikir agak konyol juga. Mereka ini kan seumuran, harusnya Nabastala gak setakut itu sama mereka.

“Halo Abas, gue Erica.” Ujar perempuan yang ada di samping Bisma, “salam kenal!”

“Salam kenal juga…”

Bisma mengambil tempat duduk di samping Nabastala, sedangkan Erica memilih untuk duduk di samping Yoriko, “Si Thomas sama Kautsar belum kelar?”

“Bentar lagi kayaknya. Biasanya sih kelar jam 2 kelasnya.” Baru Yoriko menyahut, ponsel keempatnya menyala karena notifikasi dari group, “Tuh kan udah. Gue suruh nyusul aja ya!”

Kini jantung Nabastala benar-benar berdetak kencang. Pasalnya, sehabis ospek, ia tidak lagi melihat batang hidung sang sahabat lamanya. Boro-boro melihat, berinteraksi secara online pun tidak.

Karena perasaan gugup itu, sang anak bungsu tidak lagi memperhatikan perbincangan dari para katingnya. Ia bergerak gelisah di tempat duduknya sampai akhirnya Yoriko tersadar, “Gapapa Bas?”

“Eh? Gapapa kok Yor.”

“Kok—”

“SELAMAT SIANG SEMUA! MAS THOMAS DISINI!” Thomas, manusia biang rusuh yang sudah hampir dua tahun menjadi sahabat Kautsar dan Herjuno menyapa teman-temannya dengan fist bump, “Eh loh halo, gue lupa banget lagi nama lo… Kebas ya?”

“Abas bang…”

“Loh iya deng Abas, halo Abas, gue Thomas. Dan please jangan manggil gue abang, seinget gue kita seumuran bener gak sih?”

“Iya bener.”

“Nafas dulu, Mas.” Tegur Erica saat mendengar cerocosan temannya itu, “Kasian Abas keep up nya susah.”

Di belakang Thomas, Kautsar hanya melengos duduk di paling pojok. Lumayan jauh dari tempat Nabastala tanpa menyapanya sama sekali. Teman-temannya yang lain pun berperilaku biasa saja seolah tidak peduli.

Obrolan pun dilanjutkan. Untung saja karena pada dasarnya extovert yang fleksibel, Nabastala jadi cepat nyambung dengan para katingnya. Ia beberapa kali melirik kearah Kautsar yang sibuk dengan ponsel atau sesekali nimbrung dalam obrolan tanpa menggubris nya sama sekali.

“Halo semua, sorry ganggu. Boleh pinjem Kautsar nya sebentar gak?” Nabastala yang semula sedang bercerita pada Erica pun berhenti dan menoleh kearah sumber suara.

“Eh iya Mba Devi, silahkan.” Ujar mereka sopan.

Kautsar pun berdiri dan mengikuti perempuan bernama Devi itu menjauh dari teman-temannya, namun tetap berada di jarak pandang mereka.

“Itu siapa Jun?” Tanya Nabastala ingin tau, “Kenal gak lo?”

“Itu kating kita diatas setahun.”

“Terus urusannya sama Kautsar apaan?”

“Gatau ya. Ini bukan hal yang asing sih ada banyak orang yang mau ngobrol sama Kautsar gitu.”

“Oh iya?”

“Iya lah. Sahabat lama lo itu disini terkenal banget, Bas. Lo tanya satu kampus pasti gak ada yang gak kenal dia.”

Nabastala hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda ia paham. Matanya pun kembali melirik kearah dua sosok yang masih berbicara dengan seru itu.

Ketika melihat Kautsar ketawa, sang anak bungsu tanpa sadar merasa iri pada wanita bernama Devi itu. Kapan ya terakhir kali gue buat dia ketawa?

Setelah melihat interaksi tersebut, tekad Nabastala untuk menarik hati sahabat lamanya itu semakin bulat. Gue harus bikin dia mau balik deket sama gue lagi!