— NGOMONG

Jakarta, 19.00—

“Ini matkul nya lo sama siapa Bas?”

“Pak Yunus, Er. Tau kan?”

“Oh iya gue juga sama Pak Yunus dulu. Dia nyuruhnya berapa lembar?”

“Maksimal 2 lembar, tapi kayaknya gue lebih deh.”

Bisma yang duduk di samping kirinya menoleh kearah laptop milik Nabastala, “Pak Yunus kalo minta 2 lembar kasihnya jangan lebih jangan kurang. Pasti nanti nilainya di minus.”

Kini Nabastala memang duduk diantara Erica dan Bisma. Kedua kating sekaligus teman barunya itu memang sengaja menempati tempat tersebut untuk membantu dirinya.

“Serius?”

“Iya. Dia nganggepnya lo gak dengerin dia pasti.”

“Oh pantesan dia berkali ngomong harus inget kalo kita cuma disuruh 2 lembar.”

“Nah iya,” Bisma kemudian menunjuk beberapa bagian di layar Nabastala, “Yang ini gak perlu lo masukin. Karena sebenernya udah lo jelasin di paragraf atasnya.”

Space nya juga jadiin 1.5 aja Bas, font nya jangan lupa size 12 terus Times New Roman.” Tambah Erica yang langsung diikuti oleh Nabastala, “Nanti lo mau di proof read gak?”

“Ah gak usah, Er. Ngerepotin banget itu mah.”

“Yaelah santai aja kali, mumpung masih awal-awal, masih gampang lah buat diliat.”

“Kalo gitu boleh deh,” Nabastala terkekeh sedangkan Erica memutar matanya, “Terima kasih Mba Er.”

Sambil menunggu miliknya di periksa, Nabastala pun mengobrol dengan teman-teman barunya yang lain. Walaupun bukan bagian dari kelompok pertemanan mereka, tidak sekali pun dirinya merasa di asingkan.

“Terus itu bagi kamarnya gimana, Yor?”

“Waktu itu kita main pake stick gitu Bas. Karena kamarnya kan ada 5. Satu kamar itu ada yang kasurnya dua, jadi biar adil kita tulis nomer kamar abis itu ngundi.”

“Yang dapet kamar berdua siapa?”

“Thomas sama Herjuno. Makanya tuh rusuh banget mereka, untung gue sama Kautsar dibawah. Jadi yang keberisikan banget paling anak-anak lantai dua.”

“Yang dilantai dua sisanya ya?”

“Iya,” Bisma ikutan menyahut, “gue sama Erica yang kena imbas. Sengsara banget kita, apalagi kalo mereka lagi ngalong.”

“Gak usah lebay!” Herjuno yang gak terima ngelempar pilus yang sedang ia makan. Untung saja kenanya masih ke badan Bisma sehingga lelaki itu bisa tetep makan biar gak berantakan.

Sekarang memang mereka hanya berlima, karena dua orang lagi dapat kebagian untuk beli makan malam. Engga sih, sebenernya emang Kautsar nawarin diri aja, terus karena Thomas duduk disebelahnya, ia jadi orang pertama yang diajakin. Karena udah Kautsar yang ngajak, temannya yang pecicilan itu gak enak buat nolak makanya langsung ikut.

Kurang lebih setengah jam setelah mereka pergi, dua orang itu balik sambil menenteng masing-masing satu plastik yang berisi empat sama tiga bungkus nasi goreng.

“Akhirnya, gue udah laper banget. Makan dulu yuk!” Ajak Bisma yang membuat semuanya berhenti mengerjakan pekerjaan mereka.

Thomas membagi isi plastiknya ke dua orang terdekat yaitu Yoriko dan Herjuno, sedangkan Kautsar sisanya.

“Nih,” Kautsar menyodorkan bungkus milik Nabastala serta sendok plastik nya, “Itu ada kacang polongnya kita lupa bilang. Nanti lo pinggirin aja biar gue yang makan.”

Bilang Nabastala lebay, terserah. Yang jelas disitu badannya tiba-tiba kaku dan otaknya nge-bug sebentar sambil natap sahabat lamanya itu. Dia gak nyangka sama sekali Kautsar bakalan ngomong, apalagi isi pembicaraannya tersemat ingatan perkara apa yang dirinya gak suka.

“Bas?”

“Eh iya, Sar. Sorry gue kaget…” Kautsar menaikan satu alisnya, kebingungan terlihat jelas diwajahnya, “gue gak nyangka lo masih inget.”

“Kita lebih lama temenan daripada diem-dieman, Bas. Gak mungkin gue lupa tentang lo gitu aja.”