— NIGHT WALKS

Melbourne, 10.00—

Narendra sedang menatap lampu-lampu dari jalanan didepannya ketika Owen menyapa dan duduk disampingnya, “sering ya begini?”

“Lumayan. Kalo lagi butuh distraksi atau tempat buat berkontemplasi.”

Owen menganggukan kepalanya tanpa paham, “Biasanya sendiri?”

“Iya.”

“Terus kok sekarang minta ditemenin?”

Ini bukan sebuah pertanyaan meledek, tapi yang lebih muda beneran pengen tau. Karena kalau lagi butuh ketenangan kan dia gak enak mau ganggu.

“Lo gak mau nemenin emang?”

Klasik Narendra, balas pertanyaan dengan pertanyaan kalau dirinya bingung mau jawab apa.

“Gak gitu, gue cuma bingung aja. Soalnya kan lo keliatannya lagi butuh waktu merenung sendiri. Dan kalo merenung tuh enakan kalo sepi kan? Sedangkan lo tau sendiri kata sepi dan Owen itu gak bisa ditaruh dalam satu kalimat.”

Narendra terkekeh. Dia pernah butuh banyak waktu sendiri, tapi semenjak sosok bawel disampingnya ini datang, kayaknya kerusuhan yang mengiburnha itu tidak terlalu buruk. For once, it feels like his life starting to have colors again.

“Maybe that’s what I need.”

“Apa?”

“Owen dan rusuhnya.”

BANGSAT! Seru Owen dalam hati. Pria yang tidak mengantisipasi jawaban itu pun berusaha mati-matian untuk tidak melakukan salto secara tiba-tiba untuk selebrasi. Alhasil dia langsung memandang kedepan, berusaha menutupi rasa salah tingkahnya.

“Ada rencana buat pulang ke Indonesia, Wen?”

“Surprisingly belom, Mas.”

“Oh iya? Kenapa surprisingly?”

“Karena gue tuh hidup bertahun-tahun di satu tempat yang sama, ketemu orang yang sama, dan tumbuh di lingkungan yang sama. Pokoknya gue nyaman banget deh di sana. Makanya berat rasanya ninggalin apalagi jauh gini, tapi ternyata pas disini gue malah gak kepikiran sama sekali buat pulang.”

“Is that a good thing or?”

“Gatau sih, tapi gue anggap nya hal yang bagus aja. Berarti kan gue cocok sama tempat gue sekarang. Lo gimana?”

“Baru disuruh pulang tadi sama nyokap.”

“Oh iya? Emang udah lama gak pulang?”

“Terakhir pulang sama mantan gue sih, lima atau empat tahun lalu.”

“Lama banget dong, gak kangen emang?”

“Gak,” ujar Narendra lebih cepat dari dugaannya sendiri, “It’s easier to stay away from the place that brings you so much bad memories you know?”

Ah iya, Narendra dan sejuta luka yang ditorehkan Indonesia untuknya.

“Jadi ini alasan lo galau malam ini? Gak enak sama orang tua tapi at the same time belum siap untuk balik?”

Owen si paling mengerti balik lagi. Narendra tersenyum dan menanggul, “Bener, seperti biasa.”

“Jalan yuk,” ujar Narendra kemudian sambil berdiri dari tempatnya, “Ngobrolnya sambil muter.”

“Okay.” Dan Owen pun ikut berdiri di sampingnya.

Ditengah perjalanan mereka, Owen melihat sebuah koin yang terjatuh dijalanan, “Eh ada koin tuh.”

“Bentar jangan diambil!” Ujar Narendra ketika melihat yang berada dibagian atas adalah tempat angkanya.

“Kenapa? Kan katanya kalo if you found penny on the streets, it brings you good luck.”

“Iya tapi only if the heads face-up. Itu kan tail nya.”

“Oh iya sih…” kemudian Owen pun menunduk dan membalikan koin tersebut, “Nah kalo gitu biarin orang selanjutnya abis kita aja yang ambil, biar mereka dapet good luck.” Ujar lelaki tersebut kemudian mulai berjalan lagi.

Narendra masih terdiam di tempatnya, menatap koin yang kini sudah berbeda sisi dan Owen secara bergantian.

Mungkin itu hanyalah gestur kecil, tapi dia gak pernah bayangin ada orang yang kepikiran sampe segitunya. Owen bahkan gak tau siapa yang bakalan ambil koin itu setelahnya, tapi dia tetep punya niat baik buat bikin orang tersebut punya keberuntungan.

Hal kecil ini membuat hati Narendra menghangat. Ada ya orang sebaik dan setulus ini di dunia?

“Mas?”

Panggilan itu menyadarkan Narendra dari pikirannya, “Ya?”

“Kok berhenti?” Owen pun berjalan mendekat kearahnya, “Kenapa?”

“Gapapa,” Narendra menggeleng lalu kemudian mengulurkan tangannya, “Mau gandengan aja gak?”

“Hah?” Owen membelalakan matanya terkejut, “Serius gak sih?”

“Udah malem, dingin.” Ujar Narendra masih sambil mengulurkan tangan, “Yuk?”

Owen pun menerima uluran tangan yang lebih tua dan menggenggamnya erat, “kenapa tiba-tiba?”

“Pengen aja. It feels right,” ujar Narendra sambil tersenyum dan kembali menatap kedepan sebelum melanjutkan, “Everything about you feels right.”

Iya, malam itu Narendra sudah memantapkan hati untuk benar-benar membiarkan dirinya terjatuh dan berharap Owen akan selalu ada disana untuk menangkapnya.