– PPB : Para Penjaga Btari

Btari menatap layar ponselnya untuk beberapa detik dalam diam. Sampai suara lelaki yang wajahnya terpampang di benda pipih itu terdengar, “Jadi mau gak, Bet?”

Gadis berumur tujuh belas tahun itu kembali diam, masih berpikir bagaimana cara menjelaskan ke kedua orang tuanya. Farrell, lelaki yang sedang berbicara pada Btari itu kemudian berujar kembali, “Perlu aku yang bilang sama orang tua kamu?”

“Eh gak usah!” seru Btari panik, “Nanti aku bilang sendiri aja sama mereka.”

“Yakin? Nanti kamu gak berani lagi.” ujar Farrell kemudian tersadar dengan perkataannya, “Maaf ya Bet kalo kesannya aku maksa. Aku cuma pengen jalan berdua aja sama kamu. Semenjak pacaran, kita belum pernah jalan bareng soalnya.”

Iya, kurang lebih tiga bulan belakangan ini, Btari sudah punya pacar. Itu juga setelah PDKT selama enam bulan sebelumnya. Nama pacarnya Farrell, ketua angkatan di sekolahnya. Tipikal anak hits yang punya fans banyak, tapi dia malah jatuh cinta sama Btari yang notabene nya pendiam walaupun ya lumayan terkenal juga karena ada di geng perempuan hits sekolah.

Selama PDKT dan pacaran, Btari gak pernah cerita apapun sama kedua orang tuanya. Yang tau dia punya pacar itu cuma eyang putri dan eyang kakung, orang tuanya Owen, karena kalo Farrell mau nganterin pulang pasti akan ke rumah sang nenek. Mereka juga kalo di sekolah bukan tipikal yang nempel terus-terusan.

Bahkan, selain teman-teman dekat mereka, gak ada lagi yang tau kalo lelaki idaman satu sekolah itu udah punya pacar.

Terus terang Btari merasa bersalah. Dia paham betul pasti Farrell juga pengen pacaran dengan bebas tanpa sembunyi-sembunyi karena takut ketahuan kedua orang tua Btari. Walaupun gak pernah bilang, tapi dia beberapa kali ngeliat gimana pacarnya itu natap teman-teman mereka yang sering bermesraan dengan iri.

“Maaf ya Rell, pacar kamu payah banget. Kamu pasti capek ya?” ujar Btari yang sekarang merasa bersalah bukan main.”

Mendengar hal itu, wajah Farrell berubah menjadi khawatir, “Kok gitu sih ngomongnya?”

“Ya iya, padahal cuma tinggal bilang ke bapak sama papa aku punya pacar. Gitu aja aku gak berani. Dan itu pasti buat kamu ngerasa sedih kan? Padahal orang tua kamu udah baik banget sama aku.”

“Sayang, aku ngerti banget kok ketakutan kamu soal bilang ke bapak sama papa kamu. Apalagi kamu bilang kan khawatir sama perlakuan mereka ke aku juga. I know how much you meant to them as much as they meant to you. Jadi kalo emang aku harus nunggu buat dapet restu mereka, aku ngerti dan gapapa banget. Maaf ya kalo perkataan atau perlakuan aku seolah nunjukin kalo aku terbebani karena engga sama sekali.”

Btari benar-benar mau nangis sekarang. Pacarnya ini perhatian banget. Walaupun mereka masih muda, Btari gak keberatan kalau Farrell ini bakalan jadi cinta pertama dan terakhirnya. Karena bentuk cinta dan sayang yang dia lihat dari kedua orang tuanya bisa dia rasakan sendiri sama pacarnya ini.

“Kamu baik banget sih, Rell. I don’t know what I did in my past life to deserve you.”

“Gak salah kamu ngomong gitu? Harusnya aku lagi yang bilang begitu. You’re the best thing that happened in my life, Btari. I’m willing to do anything for you.”

Setelah mendengar perkataan pacarnya itu, Btari membulatkan tekad, Ia harus segera berbicara dengan kedua orang tuanya.


Berbeda dengan anaknya yang sedang panik bukan main. Owen yang kini sedang menemani suaminya masak pun menggoyangkan badan ke kanan dan ke kiri sesuai irama lagu dari speaker portable miliknya, “Masio wes ra wancine sayang – sayangan neng kene,” ujar pria itu sambil mencolek dagu Narendra.

“Eh jamet diem dulu aku lagi masak!”

Teguran itu tak lantas membuat anak bungsu Ibu Angel dan Pak Adi berhenti, ia malah lanjut bernyanyi sambil menoel-noel pinggang suaminya, “Siji – sijine wong seng gawe ayem'e ati…”

“Ya Tuhan, Ibu Angel ini anaknya nih bu gak bisa dibilangin padahal udah tua juga!” Seru Narendra jengah sedangkan Owen malah tersenyum makin jahil. Mau setua apapun mereka, membuat Narendra mengomel akan selalu jadi aktivitas kesukaan Owen.

“Wen, kamu kalo gak berhenti gangguin kita gak makan malem loh, mau?”

“Gapapa kalo makan malem, kan aku bisa makan kam– eh Btari sayangku cintaku, ada apa gerangan kamu kesini? Sudah lapar ya nduk ya?” Owen berujar panik sedangkan Narendra hanya ketawa sambil menggelengkan kepala.

Kalau di situasi biasa, mungkin dirinya akan tertawa atau meledek kedua orang tuanya. Namun karena sekarang ia sedang mempunyai ketakutan yang berbeda, ia hanya berujar, “Bapak, Papa, Btari mau bicara boleh?”

Owen dan Narendra saling bertatapan setelah melihat kelakuan asing putri mereka. Namun setelah itu mereka pun mengangguk, “Sebentar ya Papa selesaiin masaknya abis itu kita bisa ngobrol sambil makan malam.” Btari mengangguk, walaupun jantungnya semakin berdegup gak karuan disuruh menunggu lagi.

Tidak sampai sepuluh menit setelahnya, tiga anggota keluarga kecil itu sudah duduk bersama di meja sambil mengunyah makan makan malam mereka hari ini.

“Kenapa nduk?” Owen lah yang memulai pembicaraan, “Kok kamu kelihatan gugup gitu?”

Btari tidak langsung menjawab, masih memikirkan beribu cara untuk menyampaikan ceritanya sampai akhirnya ia menghela nafas sambil berujar, “Btari punya pacar.”

Owen yang sedang mengunyah ayam kalasan pun tersedak dan langsung terbatuk-batuk heboh. Sedangkan Narendra yang juga terkejut berusaha meredam sambil menepuk punggung suaminya sambil memberikan minum. Btari menatap kedua orang tuanya khawatir sambil menunggu dalam diam. Dalam hati ia merapalkan doa agar dirinya tidak dimarahi.

“Bapak salah denger gak sih, kamu punya pacar?”

Btari mengangguk kemudian menundukan kepalanya, “Dari kapan Nduk?”

“Tiga bulan yang lalu?”

“TIGA BULAN?” Btari meringis saat suara bapaknya itu meninggi.

“Wen, jangan teriak-teriak itu kasian anaknya kaget!”

“Tiga bulan dia punya pacar dan gak ngasih tau kita, Mas.” ujar Owen kemudian. Suaranya sudah lebih tenang namun raut terkejutnya masih ada.

“Btari kenapa gak ngasih tau Papa sama Bapak, sayang?” kini giliran Narendra yang bertanya sambil menggenggam tangan anak semata wayangnya.

“Btari takut Papa sama Bapak marah…”

Narendra dan Owen saling bertatapan. Mereka kini lebih merasa bersalah dibandingkan terkejut atau marah. Bagaimana tidak? Putri semata wayang mereka lebih memilih berbohong daripada cerita yang sejujurnya pada mereka.

“Bapak gak marah nduk, kaget iya tapi gak mungkin marah cuma perkara kamu punya pacar doang…” ujar Owen yang membuat anaknya itu kini mengangkat kepala dengan wajah terkejut, “Beneran Pak?”

“Iya… masalah bapak selalu misuh-misuh tentang pacar kamu tuh bercanda doang. Bapak gapapa asal pacar kamu baik dan sayang sama kamu.”

Btari benar-benar merasa lega sekarang. Ia tidak menyangka ketakutannya selama ini hanya merupakan perasaan parno saja. Perlahan-lahan senyum pun mulai muncul di wajah gadis berumur tujuh belas tahun itu.

“Papa?”

“Papa juga gapapa dong, asal nanti dikenalin ya sama kita berdua. Suruh main ke rumah jangan sembunyi-sembunyi lagi.”

Btari mengangguk antusias, “Sebenernya ada lagi, Pa…”

“Kenapa sayang?”

“Dia ngajakin aku nonton bareng Sabtu ini, gapapa kah?” tanya Btari dan langsung menambahkan, “Aku gak pernah jalan sama dia sebelumnya, Pa, Pak. Ini bakalan pertama kalinya dan Btari janji untuk gak pulang malam-malam.”

Narendra tersenyum kemudian mengangguk, “Iya gapapa sayang. Asalkan pamit dulu ya nanti ketemu kita berdua, ya kan Pak?”

Owen pun tersenyum tipis dan mengangguk, “Iya Nduk, gapapa.”

“Makasih banyak Pa, Pak!” Btari kemudian memeluk kedua orang tuanya, “Btari ngomong sama Farrell bentar ya? Abis itu nanti turun lagi bantu beresin.”

Setelah mendapat izin dari kedua orang tuanya Btari pun berlari cepat ke arah kamarnya, meninggalkan Owen dan Narendra yang masih terdiam di ruang makan.

“Yang udah yang sakit…” ujar Owen yang membuat Narendra melepaskan cubitan di paha sang suami.

Iya, dari tadi Owen dicubit sama Narendra sebagai tanda bahwa pria itu gak boleh meledak saat mendengarkan putri mereka berbicara.

“Biarin, kalo gak begitu kamu pasti ngamuk-ngamuk kan?”

“Mas, kita gak tau ini anak tuh bibit bebet bobot nya gimana. Kalo ternyata anaknya itu kriminal gimana?”

“Ngaco deh kamu! Mana mungkin?”

“Ya kan bisa aja… atau kalo ternyata anaknya petakilan dan petantang petenteng dan bikin dia sakit hati gimana?”

“Gak akan lebih parah dari dia pacaran sama jamet kaya kamu waktu masih muda kan?”

Mendengar ucapan suaminya itu Owen langsung belaga seperti manusia paling tersakiti di dunia, “Parah kan parah, remuk loh hatiku dengernya.”

“Tuh langsung kebukti kan jamet banyak tingkah!”

“AH ELAH MAS MAH!”

“Aku serius loh Wen, kalo kamu apa-apain Farrell terus bikin Btari sedih. Aku yang bales nanti.”

“Emang kamu mau ngapain? Apa nih ancamannya?”

“Banyak lah. Gak ada jatah sampai kamu baik sama Farrell misalnya.”

“MANA BISA KAYA GITU!”


“Nonton di Gandaria katanya, bilangnya sih film Little Mermaid.”

“Yang jam berapa, Pak?”

“Aduh gak tau deh, berangkatnya sih baru. Jam yang paling deket habis ini apa?”

“Ada nih jam 3.”

“Nah iya jam 3 berarti. Coba aja, Ta. Kayaknya mereka emang belum beli deh.”

“Oke Pak, mereka pake baju merah sama hijau kan?”

“Iya Ta, bajunya itu dress yang kamu beliin itu.”

“Siap, nanti Ata kabarin Bapak ya kalo udah ketemu.”

“Oke siap, makasih ya jagoan!”

“Sama-sama Pak, kalo buat Btari apa sih yang engga!”

“Emang terbaik deh kalian!” Owen tersenyum puas ketika sambungan telepon dimatikan. Ia merasa lebih aman sekarang setelah mendengar kabar kedua keponakannya itu sudah siap.

Narendra yang dari tadi mendengarkan percakapan itu pun kini bersuara, “Kamu gila ya?”

“Gila apa?”

“Kamu nyuruh si kembar mata-matain anak kita?”

“Lah kamu kan danger sendiri gak ada aku nyuruh-nyuruh. Itu mereka yang inisiatif waktu denger Btari mau ngedate!”

“Astaga…” Narendra menghela nafas sambil memijat dahinya pelan, “Emang bener-bener deh kalian protektif nya minta ampun!”


“Gandaria City ya berarti?” tanya Azka yang sekarang sedang menyetir sambil memperhatikan jalanan ibu kota di depannya.

“Iya, Bapak bilang mereka juga baru berangkat, jadi kita masih sempet nyusul lah.” Azka mengangguk kemudian kembali fokus untuk menyetir.

Semenjak Btari hadir dalam kehidupan mereka, Athalla dan Azka sudah bersumpah akan menjaga sepupu mereka itu seperti adik sendiri. Keduanya akan selalu siap sedia kapanpun Btari membutuhkan mereka.

Bahkan, waktu pertama kali masuk SMA, kakak kelas Btari tidak ada yang pernah macam-macam karena sudah diperingati. ”Jangan diapa-apain, ini titipan kak Ata sama kak Azka.”

Keduanya ada waktu Btari pertama kali bisa berjalan, pun saat gadis itu belajar menaiki sepeda dan berenang. Athalla dan Azka juga kerap menginap di rumah Narendra dan Owen untuk ikut bermain dengan Btari ketika sepupu mereka itu masih kecil. Sampai sekarang, Btari hanya butuh mengirimkan pesan atau menelpon kapanpun dan keduanya akan selalu sigap untuk memenuhi kebutuhan gadis kesayangan mereka itu.

Karena itu lah, waktu mendengar cerita dari Owen kalau sepupu mereka sudah punya pacar, yang ternyata adalah ketua angkatan setelah keduanya melakukan investigasi kecil-kecilan, Athalla dan Azka langsung menawarkan diri untuk membantu sang paman untuk menjaga putrinya.

“Kata si Rizki, Farrell Farrell ini aman, Zka?”

“Katanya sih emang baik, bukan tipe ketua angkatan yang rese atau nyeleneh gitu loh. Adiknya si Rizki sahabat deketnya. Anak IPS 1 katanya. Pinter sama jago main bola.”

“Gitu? Oke juga selera adik kita.”

“Ya tuan putri dari kecil mana mungkin sih milih yang aneh-aneh.”

“Betul, gak akan gue biarin juga kalo dia mau sama cowok yang gak kurang dari dia.”

“Farrell ini katanya kapten bola, Ta. Sama kaya lo dulu.”

“Jago?”

“Lumayan, mereka menang cup nya Cendrawasih berturut-turut selama dia jadi kapten.”

“Oke juga, walaupun kayaknya masih jagoan gue.” dan Azka hanya memutar bola matanya malas mendengar celetukan kembarannya, “Kapan-kapan kita ajakin futsal bareng gimana? Sama Bapak, Papa, terus sama geng nya bapak juga.”

“Yang temen-temennya om Baim juga?”

“Iya. Kita lihat sejago apa sih emang.”


Btari tidak berhenti tersenyum semenjak Farrell menjemputnya di rumah tadi. Bahkan, macet kota Jakarta pun tidak cukup untuk membuat sang anak tunggal untuk berhenti. Ia bahagia bukan main, dan kekasihnya pun sama.

“Seneng banget sih Tuan Putri!”

“Seneng lah, emang kamu engga?”

“The happiest.” ujar Farrell kemudian menggenggam tangan Btari dan menciumnya. Hal itu tentu saja membuat pipi anak Owen dan Narendra itu memerah serta kupu-kupu di perutnya berterbangan.

Senyum Btari tak kunjung luntur sampai akhirnya ia memasuki studio bioskop dan matanya bertemu dengan dua pasang familiar yang tanpa berpikir panjang pun dirinya sudah kenal siapa.

“Kalian ngapain disini?” tanya nya langsung tanpa basa-basi, sedangkan yang ditanya memandangnya terkejut. Tentu saja Btari tahu bahwa itu hanya sandiwara.

“Ya ampun Tuan Putri disini juga?” tanya Athalla dengan antusiasme yang dibuat-buat, “Gak nyangka ketemu disini.”

“Kalian buntutin aku ya?”

“Engga lah,” ujar Athalla lagi, “Tau kamu disini aja engga. Ya kan Zka?” dan Azka hanya membalas dengan anggukan karena matanya tertuju pada milik lelaki disamping sepupunya.

Farrell menelan ludah karena gugup bukan main. Bagaimana tidak? Ia jelas tahu siapa dua orang yang sedang duduk di satu bangku atasnya sekarang. Athalla dan Azka memang dikenal sebagai sepasang kembar yang paling disukai serta dihormati. Jadi walaupun keduanya sudah lulus sedikit jauh dari dirinya, nama mereka tetap melegenda. Bahkan tidak sekali dua kali, Farrell pernah bertemu keduanya di tongkrongan. Dulu mereka ramah bukan main, dan tentu saja hal itu berbeda mengingat statusnya sebagai pacar Btari.

“Sore Bang…” sapa Farrell sambil tersenyum sopan, sedangkan Athalla dan Azka tidak bergeming.

“Mas ih!” Tegur Btari dengan nada sedikit manja. Ya begitulah memang kalau sang bungsu sudah dipertemukan dengan kakak-kakak beda orang tuanya.

“Ssst berisik, udah sana lanjut nge-date, Mas mau nonton!” ujar Athalla sambil sok-sok mulai memperhatikan layar yang masih memutar iklan.

“Awas kalo macem-macem, Mas Azka siram pake popcorn kalian berdua.” ujar Azka yang walaupun terdengar seperti bercanda tetap membuat Farrell panas dingin karena memang ada kemungkinan besar akan dilakukan.

Btari yang mendengar itu hanya mendengus sebal namun tetap duduk di tempatnya tanpa menghiraukan kedua sepupunya itu lagi.

Untungnya Athalla dan Azka tidak terlalu ketat soal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh keduanya. Btari masih dibiarkan senderan ke pundak pacarnya dan bahkan mereka bergandengan sepanjang film pun dibiarkan. Sampai akhirnya mereka sampai di adegan Ariel dan Eric sedang mengambil ancang-ancang untuk berciuman.

Btari dan Farrell pun saling bertatapan dan keduanya terlalu tersesat di mata satu sama lain sampai lupa kalau ada dua penjaga sang anak tunggal di belakang mereka. Ketika wajah keduanya mendekat tiba-tiba bangku Farrell ditendang keras dari belakang.

“Gak usah coba-coba atau leher lo gue patahin sekarang.” bisik Azka yang mendekatkan diri ke depan mereka. Hal itu membuat keduanya pun berpisah dan kembali menonton seolah tidak terjadi apa-apa. Bahkan, sekarang senderan pun engga. Hanya tangan mereka yang masih bergandengan namun keduanya duduk tegak menyender pada kursi.

Ketika film sudah selesai dan lampu sudah menyala, Btari yang buru-buru ingin keluar langsung dicegat keduanya, “Mau kemana sih buru-buru amat.”

“Kalian habis ini mau kemana?”

“Makan Bang.”

“Di?”

“Mau ke Blok M bang, Btari mau makan ramen disana.”

Athalla dan Azka saling berpandangan seolah berbicara satu sama lain sebelum mengangguk paham.

“Btari jalan sama Ata dulu sana beli jus,” ujar Azka lalu menatap Farrell, “Lo jalan sama gue.”

Sebelum mendengar sepupunya itu protes, Athalla sudah menggandeng Btari untuk jalan duluan sedangkan Farrell mengangguk ke arah kekasihnya seolah meyakinkan bahwa ia baik-baik saja.

“Gue gak mau basa-basi. Jadi sekarang dengerin gue baik-baik. Bapak sama Papa mungkin baik dan santai aja sama lo. Tapi yang ada di hidupnya Btari dan bakalan ngelindungin dia bukan cuma mereka berdua doang. Masih ada gue sama Athalla.Gue tau lo pasti udah pernah denger cerita tentang kita berdua dan gimana kita dulu kan?” Ujar Azka tanpa keramahan sama sekali. Namun mendengar perkataannya Farrell mengangguk, “Kalo lo macem-macem sama dia, nyakitin dia, atau kasih dia kurang dari yang dia pantas untuk dapetin, gue gak akan segan-segan buat turun tangan buat ngadepin lo. Mau berurusan sama gue atau Athalla?”

“Engga bang.”

“Jadi paham kan harus ngapain?”

“Paham bang. Terus terang tanpa abang ngomong juga Farrell gaada niatan buat bikin Btari susah atau sedih. Farrell janji.”

“Bagus, gue pegang omongan lo. Gue harap lo tau kalo anceman gue gak main-main kalo aja lo ingkar sama janji lo itu.”

“Iya Bang.”


“Jadi gimana jagoan? Aman?”

“Aman Pak, Ata sama Azka juga kenal kok sama teman-teman di lingkaran Farrell. Jadi bisa kita pantau terus.”

“Oke bagus, makasih ya jagoan-jagoannya bapak. Salam buat Mas Arkan. Sering-sering lah kalian main kesini, jangan sibuk kerja terus.”

“Iya nanti disampein salam buat Papa. Salam buat Papa Naren juga ya, nanti kita mampir kalo pas weekend.”

“Oke deh, ditunggu ya!”


“Serius, Tari? Si kembar sampe ngikutin kamu?”

“Iya mam, dan kayaknya Mas Azka ngomong sesuatu deh ke Farrell, soalnya abis itu dia ngajakin dia jalan bareng, akunya disuruh sama Mas Ata.”

“Tapi Farrell nya ngomong gak Azka bilang apa?”

“Engga, katanya cuma ngobrol biasa aja. Tapi aku yakin lebih dari itu, cuma Farrell aja gak mau bilang.”

Alena terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepala. Anak-anaknya itu memang protektif sekali kalau sudah berhubungan dengan sepupu kesayangan mereka itu. Jadi sudah tidak heran kalau ternyata memang Azka memberikan peringatan keras pada pacar Btari.

Hari ini Btari sedang diculik oleh tante dan kedua neneknya. Mereka memang hampir setiap bulannya akan keluar seharian untuk menghabiskan waktu bersama hanya mereka berempat. Ladies day, begitu mereka menyebutnya. Pada pertemuan kali ini, Btari akhirnya cerita dengan tante dan neneknya yang satu lagi tentang pacarnya. Sekalian ngadu kelakuan si kembar pada ibu mereka langsung.

“Terus itu memang inisiatif mereka apa disuruh sama bapak?” Kali ini gantian Angel yang bertanya, “Engga disuruh tapi kayaknya emang kerja sama nya sama bapak, yang.”

“Sudah hafal ya mba, kalo yang konyol-konyol gitu pasti kerjanya si Owen.” ujar Namira sambil terkekeh, “Tapi Nena kaget deh dengernya. Papa sama Bapak beneran langsung setuju?”

“Iya…” ujar Btari yang sebenarnya juga bingung, “Btari juga kaget, Nena. Kalo Papa okelah, tapi ini bapak juga sama tenangnya!”

“Mungkin Mas Owen emang udah berubah?” ujar Alena yang sebenarnya juga gak yakin sama omongannya sendiri, “Atau…”

“Atau apa Mam?”

“Atau mungkin diancem kali sama Abang.”

“Kayaknya lebih mungkin yang nomer dua, Len.” ujar Angel yang membuat semua orang tertawa, “Owen berubah jadi tenang sama bumi oval kayaknya lebih mungkin bumi oval.”


“Ini ngapain sih kita, berasa mau lamaran tau gak?” keluh Owen saat tidak kunjung mendapatkan tempat parkir di salah satu hotel ternama Jakarta.

“Ih kan Btari udah bilang kalo misalkan hari ini itu ulang tahun papanya Farrell. Terus sekalian mau ngerayainnya sama Btari juga.”

“Terus bapak sama papa ngapain ikut?”

“Ya gapapa biar ketemu aja. Farrell yang ngajak, sekalian ketemu sama papa nya.”

“Papa nya doang, sayang?”

“Iya Pa, mamanya Farrell sudah meninggal waktu dia masih SMP. Jadi sekarang berdua doang sama Papa nya.”

“Terus, kamu udah pernah ketemu sama Papa nya?”

“Pernah sekali waktu aku surprise-in Farrell di rumah sama temen-temen yang lain. Baik dan ramah banget orangnya!”

“Ganteng ga? Gantengan mana sama bapak?” tanya Owen penasaran yang membuat dirinya mendapat pukulan di lengan dari Narendra, “Gak penting banget sih pertanyaanya!”

“Ya emang kenapa sih? Pengen tau aja!”

“Gantengan bapak,” ujar Btari lalu mencium pipi bapaknya, “Bapak paling ganteng gak ada yang ngalahin.”

“Bisa banget itu mulutnya, siapa yang ngajarin?”

“Nih!” Narendra mengarahkan kaca mobil ke wajah Owen, “Ngaca!” dan ketiganya pun tertawa.

Setelah mendapatkan spot parkir, akhirnya mereka bertiga pun turun dan berjalan beriringan menuju lobby.

“Pas banget ini Farrell ngabarin dia baru sampai juga. Kita ketemu di lobby aja kali ya?”

“Terserah, kita ngikut kamu aja.”

Sesampainya mereka di lobby, Btari pun celingukan mencari pacarnya. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya matanya bertemu dengan sepasang netra familiar yang langsung membuatnya tersenyum lebar.

“Pak, Pa, itu Farhan sama papa nya!” ujar Btari lalu menggandeng orang tuanya untuk berjalan mendekat.

“Selamat malam om!” sapa Farrell sambil salim pada Owen dan Narendra bergantian, “Kenalin ini Papa nya Farrell.”

“Oh iya halo saya Ow– ANJING YANG BENER AJA!”

“Owen!” seru Narendra kesal sambil menyikut pinggang suaminya, “Kamu nih ngomongnya– Loh Farhan?”

“Halo Mas Naren, ketemu lagi kita. Apa kabar?”

Mendengar hal itu Owen makin terlihat kesal dan langsung merangkul pinggang Naren, “Sehat dan udah bahagia sama suaminya, jauh-jauh lo sana!”

“Bapak!”

“Owen!”


– Fin.