— RENCANA ISENG

Jakarta, 21.00—

“Yoriko, truth or dare?”

“Truth.”

“Gue punya pertanyaan!” Seru Jesse yang membuat semua kini melirik kearahnya, “boleh ya gue yang nanya?”

“Silahkan.”

“Pas kita sma, selain Dhifa tuh lo sebenernya pernah naksir orang ga? Yang kira-kira kalo gak sama Dhifa lo tuh maunya dia aja.”

Yoriko kemudian menoleh kearah pacarnya, “Gapapa Babe kalo aku jawab?” Yang dibalas dengan senyum perhatian dari sang pacar, “Ya gapapa lah, udah masa lalu juga.”

Mata perempuan cantik itu pun lekas menatap kearah teman satu kontrakannya, “Jujur Kaesar…”

Yang disebut pun membelalakan matanya, “Hah serius?”

“Iyaa… apalagi waktu lo jadi ketua sih… itu gue naksir banget, jaman-jamannya lo mimpin kita pokoknya.”

Semuanya kini mulai satu persatu meledek, “aduh no offense buat Dhifa tapi kalo waktu itu kalian jadi pecah sih.”

“Setuju! Gue justru malah ngira Yoriko dulu bakalan end game nya sama Kaesar.”

Dan berbagai ledekan lainnya yang membuat Nabastala merengut kesal di bangkunya.

Tenang aja, ini gak beneran kok. Emang bagian dari rencana Cairo yang diomongin sorenya.

“Pokoknya pas awal kita buat salah satunya naik pitam,” ucap Cairo pada seluruh teman-teman yang memang dilibatkan, “dan saran gue yang kita pancing itu Abas, karena tuh anak paling gampang dipancing. Setuju gak?”

“Setuju!” Jawab semuanya serempak.

Kini semua diam-diam melirik kearah Nabastala yang mukanya mulai memerah. Kelihatan banget keselnya, apalagi waktu mulai pada ngeledekin.

Rencana pertama, berhasil.

Kini satu persatu pun mendapat giliran, sampai akhirnya pas banget sisa Nabastala dan Kaesar yang belum dapat giliran. Tentu saja karena siasat dari mereka semua.

“Eh ini yang terakhir barengin aja ya. Kalian pilih truth or dare?”

“Dare aja lah ya.”

“Tau, yakali milih jujur. Gak asik banget.”

“Iya nih, masa jujur.”

“EH GUE AJA BELOM MILIH YA BANGSAT?” Ujar Nabastala emosi sedangkan Kaesar hanya menggelengkan kepala sambil terkekeh.

“Yaudah Dare kan?”

Keduanya saling bertatapan beberapa saat sebelum akhirnya berujar, “Iya…”

“Oke lo berdua berdiri deh,” dan keduanya pun menuruti perintah Cairo, “ikut gue.”

Nabastala dan Kaesar berpandangan bingung namun tetap ikut teman mereka itu. Sesampainya mereka di kamar mandi bawah tangga, Cairo meminta keduanya masuk ke dalam sana.

Mereka berdua lagi-lagi menurut walaupun bingung setengah mati. Waktu sudah berada di dalam, lampu pun dinyalain tapi pintu ditutup dari depan.

Sadar apa yang dilakukan oleh sahabatnya, Nabastala pun mulai menggedor pintu kamar mandi, “Eh apaansih kok kita dikunciin?”

“Sar, Abas tuh naksir sama lo. Bas, Kaesar juga naksir. Jadi dare lo berdua adalah ngobrolin masalah itu. Kalo belom jadian gak bakalan kita bukain pintu.” Ujar Cairo lalu berjalan pergi.

Yang didalam kamar mandi pun sekarang saling bertatapan terkejut. Jantung mereka berdegup bukan main. Tidak menyangka akan apa yang dikatakan sahabat mereka tadi.

Hening. Keduanya sama-sama terlalu fokus pada pikiran masing-masing. Rasa malu, senang, kaget, dan tidak percaya berkumpul menjadi satu.

“Jadi…” keduanya berucap bersamaan lalu kembali melengos malu.

“Lo duluan aja Bas…”

“Lo duluan aja Sar…”

“EH CEPETAN ANJIR JANGAN KEBANYAKAN CINGCONG!” ujar seruan dari luar yang mereka kenali sebagai milik Herjuno si tidak sabaran.

“JANGAN NGUPING BANGSAT!” Seru Nabastala balik tidak kalah kencang, “Eh sorry Sar…”

“Iya gapapa…”

Diam lagi.

Dalam hati, Kaesar lagi coba menyusun kata-kata. Ia benar-benar merasa bodoh sekarang. Karena kalau ditinjau ulang lagi, perilaku Nabastala belakangan ini memang sedikit obvious. Hanya saja ia terlalu terlalut dalam pemikiran sendiri untuk melihatnya.

Kalau Nabastala kini diam untuk mengumpulkan keberanian, tau kalau dia harus menjadi yang pertama ngomong. Gak akan lagi dia biarin ada kesempatan terlewat apalagi ngebayangin omongan teman-temannya soal Kaesar dan orang lain yang cocok selain sama dirinya itu kejadian.

“Cairo bener Sar…”

“Eh?”

“Gue emang sayang sama lo. Udah lama bahkan, dari sebelum kita mutusin buat fwb-an.” Ujar Nabastala memulai, “tapi gue gapernah tau gimana cara ngomongnya, karena gue juga sadar diri kalo gue gak pantes buat lo kan. Makanya gue ngajakin fwb waktu itu.”

“Kok bisa ada kepikiran begitu sih Bas?”

“Sar… look at you…” Nabastala menatap Kaesar dari atas sampai bawah, “You’re one of the most perfect human being I’ve ever known. Lo tuh sempurna, Sar. Rokok aja kalah sempurna.”

“Sampoerna, Bas.”

“EH GOBLOK BISA-BISANYA MASIH BERCANDA LO ANJING!” Seruan dari depan pun mulai kembali terdengar, kali ini giliran Kaesar yang berseru frustasi, “DIEM BANGSAT!”

“Eh itu Kaesar gak sih yang ngomong?”

“Iya anjir beneran diem dah.”

Bisikan-bisikan itu pun perlahan menghilang dan akhirnya keduanya kembali melanjutkan.

“Ya initinya gitu, Sar…”

“Padahal ya Bas, gue juga udah naksir lo dari lama. Bahkan kayaknya dari kita SMA…”

“Hah? Serius?”

“Iya…” Kaesar pun mengangguk sampai tersenyum tipis, “Lo selalu jadi yang paling spesial diantara yang lain. Dan mungkin itu juga salah satu faktor pendorong kenapa gue marah banget waktu itu.”

“Lo…cemburu?”

“Kind of?” Nabastala dapat melihat pipi Kaesar memerah. Anjing gemes banget.

“Astaga…”

“Yeah…”

“Tapi kok gue bisa gak sadar ya Sar?”

“Oh ya?”

“Iya. Karena jujur aja… setelah kita fwb-an pun gue tetep gak sadar. I mean… kita aja bahkan gak pernah ciuman…” ujar Nabastala sambil tanpa sadar memanyunkan bibirnya.

Melihat hal ini Kaesar pun berusaha menahan tawa, “kenapa tiba-tiba ngebahas ciuman?”

“Ya karena…” Nabastala terdiam sebentar sebelum melanjutkan, “karena lewat ciuman lo bisa bener-bener tau dan ngerasain perasaan orang itu sama lo. Lo bisa tau nanti lo bak—”

Omongan Nabastala pun terputus saat Kaesar bergerak untuk mengecup bibirnya, “Masih belum sadar?”

“Belum…”

“Hah? Serius?”

“Iya soalnya kurang lama…”

“Astaga…” ujar Kaesar namun akhirnya tetap memenuhi permintan Nabastala dan menarik lelaki itu mendekat untuk menciumnya.

Ciuman keduanya tenang. Karena kali ini kegiatan itu menjadi luapan segala perasaan yang tertahan selama ini. Tangan keduanya pun bergerak untuk merengkuh satu sama lain agar lebih dekat.

“And now?” Ujar Nabastala saat keduanya sedikit menjauh untuk berbicara.

“Jadi pacar aku ya…”

“Ini kamu nanya?”

“Engga, aku ngasih tau. Mulai sekarang Abas jadi pacar aku ya…” ujar Kaesar sambil kembali melanjutkan kegiatan yang sempat terputus.

Namun ditengah sedang bercumbu, sebuah suara menghentikan keduanya, “UDAH BELOM? KOK TIBA-TIBA HENING?”

“UDAH ANJING! UDAH PACARAN!” Seru Nabastala dari dalam.

“TERUS KOK HENING?”

“LAGI CIUMAN MAKANYA JANGAN GANGGU!”

“OHHHHHHH…” seru semuanya kompak sebelum akhirnya mereka baru sadar, “WOY MEREKA UDAH PACARAN ANJIR!”

“AKHIRNYA!!”

“FINALLY JADIAN JUGA!”

“NAH GITU KEK ANJING!”

Dan macam-macam reaksi lainnya.

Nabastala dan Kaesar pun saling berpandang sesaat sebelum akhirnya tertawa. Akhirnya setelah pintunya dibuka, keduanya pun berjalan kearah teman-teman mereka yang sudah menunggu untuk menyelamati keduanya.

Dan ketika suasana sudah mulai menenang dan mereka kini kembali berjalan kearah taman belakang, Kaesar mendekat dan berbisik, “Ada yang aku belum jujur ke kamu.”

“Apa tuh?”

“yang dulu ngelempar petasan banting ps kamu boker itu aku.”

Mendengar hal itu Nabastala langsung menatap kekasih barunya tak percaya lalu mulai memukulinya, “ANJING LO KAESAR PERKASA!”

“Ampun Bas! Aduh! Ampun aku khilaf!”