Cloudysun

(sebelumnya mohon maaf kalau dalam proses persidangannya tidsk sesuai dengan yang sebenarnya, karena saya kurang tau bagaimana proses persidangan, jadi cerita ini hanya perumpaan, mohon dikoreksi jika salah)

Hari ini, hari yang membuat Ody bingung tidak karuan.

Pagi ini papinya bersama supirnya datang jauh jauh dari Jakarta untuk menjemput dirinya. Ngga jauh sih, tapi ya tetep aja dari luat kota?

“Papi, ngapain sih?” Tanya Ody.

“Ayo ikut dulu aja, sehari, nanti malem papi anterin lagi.” Ucap Papinya membereskan beberapa baju anaknya, karena ternyata daritadi Ody hanya diam saja tidak mengindahkan suruhan papinya untuk prepare.

“Tapi ini aku ngga mau dibuang kan?”

“Heh sembarangan.” Jawab papinya

“Kali aja, abisnya mendadak bang—“

“Udah, yuk, kita butuh perjalanan juga, papi harap bisa nyampe tepat waktu.” Ucap Papinya menarik tangan anaknya untuk keluar dari apartement tersebut.

Kebetulan saat keluar, ada Doyoung yang baru saja tiba dari membeli sarapan.

“Loh gue baru mau nganterin ini ke lo dy, mau kemana?” Tanya Doy.

“Ada urusan nih sama papi. Sini sini, kebetulan gue belom sarapan juga hehe.” Jawabnya kemudian mengambil 1 bungkus nasi uduk yang ada ditangan Doy.

Setelah berpamitan dengan Doy yang sempat mengobrol dengan papi tadi, mereka akhirnua pergi, dan melanjutkan perjalanan lagi ke Jakarta.

—— Setelah menempuh waktu kurang lebih 3 jam, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Ody yang daritadi tertidur, tidak sadar dia ada dimana sekarang.

“Dy, nak, bangun yuk, udah sampe.” Ucap papinya lembut membangunkan anaknya.

Ody sesekali menerjapkan matanya, memperhatikan sekelilingnya, tempat yang asing dan lebih jelasnya, ini bukan rumahnya.

“Papi? Ngapain ke pengadilan?” Tanya Ody.

—-

Persidangan kali ini dimulai, Kedatangan Ody membuat maminya kaget. Karena dia sudah berkali kali mengingatkan untuk tidak turut ikut campur membuat anaknya datang kesana.

“saya udah bilang, jangan bawa ody kesini kenapa kamu baw—“

“Ody berhak menentukan dan memilih, jadi kamu tidak bisa seenaknya.” Ucap papinua tegas, dan membuat Mami Ody terdiam.

Persidangan pagi itu mulai berjalan, Ody yang kuranh mengerti mengenai masalah hukum ini hanya bisa mendengarkan putusan putusan yang dibacakan hakim. Kemudian saat di akhir, dia tersadar kalau saat ini, yang sedang diperebutkan adalah Hak asuh dirinya.

Bagaimana bisa, ibu yang telah meninggalkannya lebih dari 15 tahun saat ini menuntut hak asuh atas dirinya, kalau sampai putusan hakim mengharuskan dirinya ikut ke ibunya, dia akan menolak dengan keras. Batinnya.

“Berdasarkan Undang-Undang, Sebagaimana yang diatur dalam pasal 10 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Jadi, disini saya ingin meminta pendapat anak yang bersangkutan, dengan siapa dia tinggal.” Ucap Hakim.

“Maaf pak hakim, saya ingin mengintrupsi sedikit, bahwa jika menanyakan kepada sang anak, bisa saja anak diancam untuk menjawab memilih hidup dengan yang tergugat.” Ucap Pengacara maminya.

Ody yang duduk dibelakang hanya menahan amarahnya, bisa bisanya pengacara maminya memikirkan hal tersebut, yang jelas jelas tidak mungkin terjadi.

—-

Setelah perdebatan panjang mengenai sidang hak asuh anak ini, akhirnya Hakim memutuskan bahwa tergugat alias Papinya berhak mendapatkan Hak Asuh Anak penuh atas Ody, karena bukti bukti yang diajukan maminya untuk melepaskan hak asuh Ody tidak valid, dan kebanyakan hanya asumsi dirinya sendiri.

Maka, siang itu. Secara Hukum, Hak Ody ada berada di tangan papinya.

“Liat aja, ini belum selesai.” Ancam maminya setelah persidangan itu selesai, dan berjalan disebelah Ody dan papinya.

Hari ini, seperti yang sudah dilakukan tadi. Doyoung mengajak makan Ody di sebuah restoran. Tidak restoran mahal sih, biasa aja.

Setelah keduanya sampai di restoran tersebut. Mereka menduduki kursi yang sudah di reserved oleh doyoung.

“Ngapain pake ngereserved tempat dah? Kan cuma makan malem doang.” Tanya Ody

“Gapapa, ini tempat pemandangannya bagus aja kalo diliat.” Jawab doy singkat kemudian membaca menu yang diberikan oleh pelayannya.

Setelah keduanya memesan, mereka berdua hanya merasakan suasana canggung karena tidak ada hal yang dibahas.

“Canggung banget dah, kaya orang lagi pdkt.” Ucap Ody membuka suara

Doyoung hanya tertawa kecil mendengar pernyataan dari perempuan yang ada didepannya.

“Emang kalo gue beneran pdkt-in lo ngga boleh?”

Boom

Pertanyaan jebakan keluar lagi dari mulut Doy, membuat Ody terdiam. Dia hanya bisa menutup mulutnya rapat pura-pura tidak mendengar pertanyaan Doy.

“Tuh kalo gitu aja ngga dijaw—“

“Permisi, ini makanann intruksi pelayanan saat datang membawa pesanan mereka membuat Ody tersenyum, berasa lagi diselamatin ketika lagi diambang kematian.

“Ah iya mba.” Jawab Ody sambil mengambil pesanan yang ada di pelayan tersebut.

Mereka pun melanjutkan kegiatannya makan, dan Ody berhasil mengalihkan pernyataan Doyoung tadi.

——

Setelah selesai makan, mereka pun memutuskan untuk segera balik ke Apartement.

Namun, saat baru saja hendak memasuki mobil diparkiran, Doyoung meminta Ody untuk menunggu sebentar di luar.

“Tunggu, jangan masuk dulu.” Ucap Doy

“Ada apasih?” Tanya Ody

“Diem disitu.”

“Mau masuk”

“Diem”

“Mau mas—“ belum selesai menyelesaikan kalimatny, ody langsung terdiam saat doyoung mengeluarkan bucket bunga dari jok mobil belakangnya, bisa bisanya dia tidak sadar bahwa ada bunga didalam sana.

“Apaan nih kok ada bunga?” Tanya Ody.

“Gue udah berkali kali bilang kan sama lo? Kalau gue pdkt sama lo gimana? Kalo gue jadi pacar lo gimana? Tapi lo selalu ngalihin pertanyaan gue, jadi, malem ini gue mau nyatain semuanya, biar lo ngga anggep gue bercanda. Maaf kalau kesannya apa gue nyatain disini, tapi i really loves you, dy. Mungkin lo bisa anggep pernyataan gue selama ini becanda, but its true. Gue beneran suka sama lo, bahkan sejak bang Jo nyatain perasaannya ke lo waktu itu. Kalo lo sadar soal saingan saingan yang dikatain echan. Bener, gue sama bang jo saingan buat dapetin lo. Tapi kita saingan sehat kok, gue baru berani nyatain ke lo setelah bang Jo pindah, gue mau meyakinkan diri gue lagi kalau gue beneran sayang sama lo, dan sampe hari ini rasa itu ada—“

Ody hanya terdiam mendengar pernyataan panjang Doyoung.

“Jadi dy, lo mau ngga jadi pacar gue?” Tanya ya, sambil memasang rabbit eyes, soalnya doyoung mirip banget sama kelinci haha.

Tapi, ody lagi lagi terdiam. Tidak bisa menjawab, hati dan pikirannya sangat tidak sinkron hari ini.

“Doy?”

“Gue ngga maksa lo terima gue kok, tapi kalau lo nolak gue sekarang, tandanya gue disuruh berusaha buat dapetin lo.” Ucapnya, walaupun tau hatinya sangat berharap mendapat jawaban “ya”

“Maaf ya, gue ngga bisa nerima lo. Gue masih takut buka hati buat seseorang. Tapi makasih ya udah nyatain semuanya. Maaf, maafin gu—“

Tubuh Ody dipeluk oleh Doyoung saat itu juga, walaupun rasanya sakit ditolak, tapi hatinya memberikan isyarat untuk memeluk perempuan tersebut.

“Jangan minta maaf, lo ngga salah. Udah ya, ayo kita pulang.” Ucapnya santai, dan mendapat anggukan dari perempuan yang ada di pelukannya.

Setelah pulang kuliah, hari ini Maura harus menunggu Jeffrey untuk menjemputnya.

“Ra beneran ngga mau ikut nih?” Tanya Teman temannya yang mau nongkrong.

“Ngga deh, gue udah janjian sama jeffrey tadi.”

“Duh, jadian lo ya? Bucin mulu, kemaren katanya disamperin ke tempat lomba ya?” Tanya Lucas

Maura hanya diam, tak menjawab pertanyaan lucas

“Heh jawab, ditanya malah dikacangin.”

“Belom jadian, baru mau kayanya hari in—.” Ucap Oca yang terpotong dikarenakan Maura buru buru menutup mulutnya.

“Baru mau jadian? Asik abis ini minta traktir lah kita sama jeffrey kalo diterima.” Timpal Ojun.

“Geng kita nambah anak hits kampus bro kalo doi jadian sama maura.” Ucap Dery menambahkan.

Disaat itu pula, hp Maura berdering, menandakan ada telfon masuk.

“Acie calon pacar.”

“Diem” gertak Maura, kemudian mengangkat telfon sambil melambaikan tangan ke teman temannya.

“Iya ini gue kesana.”

———-

Setelah masuk mobil, seperti biasa mereka hanya diam tak berbicara, ada perasaan canggung di hati maura sebenarnya karena pernyataan jeffrey tadi soal meminta jawaban.

“Sakit? Kok diem aja?”

“Eh-engga kok.”

“Kenapa sih jadi terbata bata gitu? Hahaha.” Ucap jeffrey sambil mencubit pipi maura dengan tangan kirinya.

“Sakit.”

“Baru juga di cubit belom di—“

“Is apaan sih?” Elak maura sebelum ucapan jeffrey mengarah ke sesuatu yang tidak is inginkan.

Jeffrey melihat respon Maura hanya tertawa gemas.

“Makan dulu ya, lo laper kan?”

Setelah sampai ditempat makan. Mereka memesan dan melakukan early dinner di angkringan.

“Gimana? Udah bisa kasih jawaban?” Tanya Jeffrey tiba-tiba membuat maura tersedak.

“Eh eh yailah belom kasih jawaban jangan mati dulu.” Canda Jeffrey, sambil menepuk punggung maura dan memberikannya minum.

“Ih suka banget sih begitu, makan dulu ah, ga tenang ini makannya gara-gara lo ngomong gitu

Setelah selesai makan, jeffrey membayar sedangkan Maura duluan ke mobil karena mau menelfon seseorang.

“Oca gimana ini, gue mesti jawab apa?” Tanya Maura dari telfon sambil memperhatikan sekelilingnya

”apasih yaampun, lo tuh ya udah jago dalam pacaran kenapa begini aja nanya ke gue hah?” teriak Oca dari sebrang Telfon.

“Lo kan tau gue bingung ca....”

”gue bilang ikutin kata hati lo, nama yang pertama keluar di hati lo siapa itu pemenangnya, dah ya gue tutup.”

TUTTTT....TUTTT...

“Halo ca?hal—“

“Nelfon siapa sih?” Suara Jeffrey yang nongol dari pintu pengemudi mengagetkan Maura, dan membuat dia melempar hp nya

“Astaga! Nganggetin aja!” Teriak Maura

“Ih apaan dah, lo yang kenapa kaya orang panik, lagian nelfonin siapa?” Tanya Jeffrey sambil mengambil hp maura yang terlempar ke jok belakang.

“Nih.”

Maura hanya diam mengambil hp nya, kemudian memandang ke arah depan lagi.

“Ra liatin apasih, gue disini, nih sini liatin gue.” ucap jeffrey sambil menangkup kepala maura di tangannya untuk menghadap ke arahnya.

“Gue gak bakalan nyium, tenang aja.”

Merah, kayanya muka maura udah merah kalo gak gelap.

“Apa?” Tanya maura

“Kok lo yang nanya apa? Harusnya gue yang nanya apa jawaban lo?”

Lagi-lagi pertanyaan itu keluar dari mulut jeffrey.

“Ra, lo tuh kenapa? Lo masih bingung sama perasaan lo?”

Maura diem.

“Ra, emang lo masih ada rasa sama wira setelah lo digituin? Gue ga tega sama lo kalo liat lo ngejar wira seakan akan kaya apa gitu.” Tanya Jeffrey lagi.

Maura masih terdiam, sambil mikir.

“Terserah lo deh, maaf kalo kesannya gue maksa, gue cuma mau lo tau, gue sesayang itu sama lo. Lo liat? Semenjak gue kenal lo, gue ngga ada deketin cewe manap—“

“Lo nembaknya mana?” Tanya maura memotong perkataan jeffrey

“Hah?”

“Cuma yang kemaren doang? Lo bilang sayang doang kn sama gue? Gaada minta gue buat jadi pacar lo?”

Sekarang giliran Jeffrey yang terdiam dengan perkataan maura. “Terus gimana?”

Maura memasang muka sebal.

“Becanda, keluar dulu sana.” Ucap Jeffrey kemudian dia juga ikut keluar dan mengambil barang di jok mobil belakangnya.

Maura mengikuti arahannya, kemudian berdiri didepan mobil Jeffrey sambil menatap langit malam.

“Maura, lo mau ngga jadi pacar gue?” Tanya Jeffrey yang tibatiba sudah berdiri disampingnya, membawa bucket bunga.

“Iya” jawabnya singkat

“Iya apa?”

“Ih yaudah gak jadi.”

“Loh kok gitu, gaada gaada.” Ucap Jeffrey sebal.

“Lagian pake nanya.”

“Yang jelas dong iya apa.”

Maura kesal. Kemudian berjalan masuk menuju mobil, namun tangannya langsung ditarik oleh Jeffrey sehingga sekarang maura berada di dalam dekapan laki-laki tersebut.

“Jef, lepas—“

“Jawab dulu yang bener, baru dilepasin.”

“Iya aku mau, udah lepa—“

Satu ciuman dari jeffrey mendarat di bibir tipis Maura, ciuman yang merubah malam yang dingin itu menjadi hangat. Dan tentunya membuat wanita itu tidak bisa berkutik malam itu.

Dengan kejadian itu, ia dan Jeffrey resmi jadian.

Namun, malam itu pula hal tanpa sadar diketahui seseorang, dan hal itu pula membuat seseorang ini mengirimkan sesuatu ke handphone Maura.

Karena hari ini adalah hari libur, akhirnya Maura mengiyakan Ajakan untuk pergi bersama.

“Ra? Lo berangkat sama siapa?” Tanya Oca yang kebetulan sedang berada di kosannya.

“Sendiri.”

“Lah ngga dijemput?” Tany Oca lagi, dan dijawab gelengan oleh Maura.

“Kita ketemuan disana, yaudah gue pergi ya ca.” Pamit Maura kemudian meninggalkan temannya itu dikosannya.

—— Maura tiba lebih dulu disana, dia memilih tempat duduk agak jauh dibelakang agar ngobrol hari ini intens.

Beberapa menit kemudian, seseorang datang disana. Duduk di kursi yang tepat berada dihadapan maura.

“Udah lama?” Tanya orang tersebut.

Maura menggeleng “belom kok, eh pesen aja dulu.”

“Lo udah pesen?” Tanyanya

“Udah, barusan aja, sengaja biar nanti kalian ngga rebutan bayarin gue.” Jawab Maura sambil tersenyum

Seseorang itu terdiam, mencerna apa yang dimaksud maura.

“Kalian? Maksudnya?” Tanya orang tersebut.

Maura tersenyum lagi kemudian menunjuk orang yang sedang berjalan dari arah pintu masuk.

“LAH WIRA? NGAPAIN LO?” Tanya Jeffrey yang baru saja tiba

“Lah lo yang ngapain disini hah?” Balas Wira.

Ya, kali ini, daripada pusing-pusing milih mau pergi sama siapa, Maura memutuskan untuk mempertemukan keduanya, alias hari ini mereka bertiga.

——

Setelah keadaan yang cukup kacau tadi, mereka mengobrol seperti biasa, tapi tidak diantara Jeffrey dan Wira.

Tapi hanya diantara Jeffrey Maura & Wira Maura saja.

“Kalian kok ngga saling ngobrol sih?”

Jeffrey dan Wira hanya berujung dengan sama sama membuang muka. Tidak mau menatap satu sama lain.

“Lo juga ngapain sih wira kesini, ajak aja pacar lo sana alya jalan.” Ucap Jeffrey sengaja menyebut nama Alya, yang sukses membuat Maura bingung.

“Alya temennya wira?” Tanya Maura

“Pacar—Temen!” Ucap Jeffrey dan Wira secara bersamaan.

“Jadi pacar apa temen?” Tanya Maura lagi.

“Temen ra temen, jangan dengerin Jeffrey, suka gitu dia emang.” Klarifikasi Wira.

Jeffrey mendengus kesal terhadap kembarannya itu, ia kesal kenapa acara date nya hari ini harus diganggu.

“Btw, ra.” Tanya Jeffrey

“Apaan?”

“Mumpung ada kita berdua, gimana kalo lo pilih, siapa yang lo suka. Biar jelas nih si wira, biar bisa gue suruh go away.” Celetuk Jeffrey yang membuat Wira Kesal.

“Apa apaan go away go away? Emang udah yakin banget maura sama lo?” Ketus Wira.

“Ya, yak—“

Maura yang terjebak dari situasi ini langsung mengalihkan pembicaraan mereka.

“Eh, udah mendung banget nih, mending kita pulang sekarang aja ya? Nanti kejebak disini lagi, gue juga ada tugas yang harus dikerjain nih, hehe.” Ucap Maura kaku.

“Sama gue aja.” Tawar Jeffrey

“Gue aja lah, enak aja lo.” Tawar Wira juga.

“Gue udah pesen ojol kok. Ojolnya udah mau nyampe, gue duluan ya.” Ucap Maura berusaha meninggalkan kecanggung antara mereka bertiga sore itu.

Hari ini, adalah hari terakhir Johnny di Kota ini, dia harus balik ke kota Asalnya untuk mengurus segala urusan S2 nya nanti.

“Nanti telfon pak yu aja ya kalau mau balik, atau ajak anak anak kerumah, sekalian mampir.” Ucap papi.

Ody mengangguk kemudian meninggalkan parkiran menuju dalam bandara.

Ody menunggu kehadiran orang orang tersebut, dia sengaja untuk menunggu diluar, tidak sesuai rencananya semalam.

Pesan dari Papinya membuat dia berfikir kalau dirinya harus bisa berdamai dengan masa lalunya yang sungguh super jahat kepada dirinya. Walaupun sulit, dia harus tetap melakukannya, agar dia tidak terbayang bayang terus.

Lagian, yang bikin dia trauma bukanlah Tayo, tapi Juwo, adiknya. Disini, tayo tidak melakukan kesalahan apa apa.

“Gue di arah angka 3.” Ucap Ody melalui sambungan telfon dan melambai kearah 4 orang yang sedang berjalan.

“KAAAK ODYYYY.” Teriak haechan ingin memeluk, tapi ditahan oleh Ody.

“Bukan mukhrim.”

Haechan yang mendegar itu langsung mendumel tidak jelas.

“Katanya mau nunggu didalem?” Tanya bang Jo

“Gak jadi.”

“Kak tapi ada bang tayo.” Bisik haechan

“Apaansih lo bisik bisik? Yaudah kenapa?”

Haechan sungguh tidak habis pikir sama kelabilan kakak 1 tahun diatasnya ini.

“Nih baju lo.” Ucap doyoung memberikan paperbag kecil berisikan beberapa baju

“Dikit amat?”

“Mau ngapain sih lama lama di jakarta? Lo emang kaga kuliah hah?”

Pertanyaan Doy yang menohok itu langsung membuat dirinya terdiam tidak berkutik.

“Iyay? Sampai kapan?” Batinnya.

—- Sudah tiba saatnya bang Jo melakukan check in, setelah ngobrol ngobrol santai, akhirnya waktu perpisahan mereka tiba.

“Baik baik ya disini lo semua.” Ucap bang Jo.

“Abang jangan lupa uang jajan tambahan buat haechan ya—Aw aduh sakit!” Rintih haechan saat tangannya digeplok sama Ody.

“Jajan terus lo.”

Johnny tertawa, situasi seperti ini yang nantinya akn dirindukan setelah meninggalkan mereka semua. Ody yang berisik, haechan yang jail, Doy yang suka ngajak berantem, dan Tayo yang diem diem menghayutkan.

“Buat haechan, jangan bandel dan suka ngelawan mami aunty lo ya, sekarang gaada yang ngaduin lo lagi ke mami autny, jdi jangan macem macem.”

“Buat Doy, sekarang saingan lo udah gaada, tolong deketin ody dengan baik jangan macem macem lo ya.”

“Dih apaan, emang lo mau deketin gue doy?” Tanya ody pura-pura tidak tahu.

“Buat Tayo, gue titip adik adik gue ya, tinggal lo yang tertua disini. Jagain mereka supaya ga macem macem.”

“Terakhir, buat Ody. Makasih ya udah bikin gue bahagia dengan candaan lo, walaupun ga selucu haechan tapi gue tetep suka kok, maaf kalau gue buat trauma lo muncul lagi, walaupun gue sedih gue ditolak, tapi gue tetep bisa anggep lo adik gue kan? Jangan lupa, selesaikan masalah, jangan kabur, jangan suka bikin orang panik, okay?”

Ody mendengarkan itu mengangguk mengiyakan.

“Oke karena udah semua, gue pamit ya, semangat kuliahnya. Titip bandung ya.” Ucap Johnny sendu.

Mereka yang sedih pun ikut merasakan hawa hawa sendu yang ada.

“Boleh peluk?” Tanya Ody, dan diiyakan oleh Johnny sebagai pelukan terakhir mereka di Kota ini.

Setelah presentasi pagi ini berjalan dengan lancar, semua peserta lomba kembali diberikan waktu istirahat sambil menunggu pengumuman nanti sore.

Maura yang ditemani wira saat ini sedang duduk di hall tempat acara sambil berbincang.

“Keren deh lo tadi presentasinya, gue yakin lo menang.” Ucap Wira sambil tersenyum

“Duh gue tuh deg-degan banget sebenernya wir, tapi syukur deh lancar.” Jawab Maura

Hari ini, mata wira tidak pernah lepas dari Maura, wanita yang kali ini membuat ia harus menjilat ludahnya sendiri karena sikapnya di masa lampau, kali ini wanita yang ada didepannya ini berhasil membuat dia benar benar menyukainya.

“Wir? Lo kenapa ngelamun? Balik ke hotel dulu aja yuk, acara puncaknya kan masih jam 4?” Ucap maura sehingga membuat Wira tersadar.

“Eh iya, yuk balik aja.” Ucapnya.

———— Sekarang, waktu menunjukkan pukul 3.30 Maura telah bersiap untuk acara puncak san pengumuman perlombaannya.

Dia disambut di Lobby oleh Wira dan Pak Ceye yang baru saja tiba.

Mata Wira tertuju dengan dress yang digunakan Maura sore ini, karena acaranya puncak dan bertema nonformal, maka dari itu semua peserta menggunakan dress code masing masing.

“Cantik.” Gumam wira dalam hati.

Pak Ceye pun tidak kalah takjub melihat mahasiswa bimbingannya ini.

“Waduh calon juara cakep banget.” Goda dosen muda tersebut

“Haha aduh pak jangan ngasih saya ekspetasi yang tinggi, nanti saya terlalu berharap menang.” Jawab Maura.

Setelah menempuh perjalanan selama 5 menit dari hotel menuju venue tempat acaranya berlangsung. Mereka langsung menempatkan tempat duduk yang telah disiapkan.

Pembukaan dari MC menjadi salah satu awal dimulainya acara, sampai hingga waktu pengumuman tiba.

“Ra, semoga menang ya!” Bisik wira

Maura mengangguk saja karena hatinya yang sudah campur aduk saat pembawa acara mulai membacakan nama nama pemenang, hingga tersisa pemenang pertama.

“Okay, Juara Pertama Dari lomba Paper Nasional dengan skor 1590 jatuh kepada peserta—“

Suara riuh beberapa penonton mulai meramaikan penguman sore itu, membuat para peserta yang namanya belum disebut sebagai pemenang.

“—peserta nomor urut 04. Neo University, atas nama Maura Olivia.”

Suara riuh penonton kemudian memenuhi venua saat nama maura dipanggil sebagai juara pertama, Pak Ceye dan Wira yang duduk disebelah mereka pun ikut berteriak histeris saat nama Maura dibacakan sebagai juara pertama.

Maura yang masih terlihat speechless tidak bisa berkata apa apa, matanya yang berkaca kaca sudah menggambarkan apa yang dia rasakan saat itu.

—— Setelah penyerahan hadiah selesai, masing-masing pemenang kembali ke tempatnya semula, dan acara ditutup dengan penampilan yang disediakan oleh Panitia.

Selagi acara sudah ditutup, seluruh peserta membagi kebahagiaannya dengan beberapa teman yang sudah datang mendukung. Ada yang berfoto, ada yang merayakan kesuksesan dengan cara lainnya.

Tak terkecuali pun Maura dan rombongannya, yang sedang berkumpul di satu tempat untuk merayakan kemenangan.

“Selamat ya ra, gue udah bilang kalo lo pasti juara.” Ucap Wira sambil memberikan bunga kepada maura

Maura tersenyum kemudian menepuk bahu Wira, “makasih banyak wir, ini karena lo juga gue bisa sampe disini, kan lo yang ajarin gue.” Jawabnya

“Maafin gue ya ra kalo dulu kasar sama lo, gue minta maaf” ucap wira lagi.

Maura yang sudah paham situasi kemudian memeluk orang yang menjadi mentornya selama ini. “Jangan minta maaf lah.”

Wira menerima pelukan itu, dan membalas pelukan itu dengan erat.

Namun, pelukan itu tidak bertahan lma, saat maura melihat seseorang berjalan mendekati rombongannya.

“Jeffrey?” Ucap Maura sambil melepaskan pelukannya dari Wira, dan membuat Wira menoleh kebingungan.

Iya, dia Jeffrey, dia datang jauh-jauh untuk merayakan kemenangan sang pujaan hati.

Terlepas dari kebahagiaan dan kecemasan yang dirasakan Maura. Di kota tempat mereka kuliah, terdapat Gabby dan Alya yang melakukan pertemuan seperti yang direncanakan Gabby.

“Sorry Al, tadi gue telat bangun.” Ucap Gabby

“Iya santai, ada apa lo ngajak ketemu sepagi ini? Maaf ya gue baru bisa ketemu lo sekarang, soalnya ya biasalah bisnis orang tua gue gabisa ditinggal.” Ucap Alya.

“Santai santai, gue cuma mau ngajak lo kerjasama aja sih.” Tawar gabby

Alya yang sedang sibuk dengan coffee nya langsung menghentikan aktifitasnya, dan terlihat penasaran kerjasama apa yang dimaksudkan oleh Gabby.

“Kerja sama apaan?” Tanya Alya.

Gabby meneguk minumannya kemudian menarik nafas.

“Lo tau maura kan? Gue mau ajak lo kerja sama buat nyingkirin dia.”

“Buat apa? Kalo lo mau manfaatin gue buat deketin jeffrey lagi gue nolak deh, sorry. Gue baru tau kalo alasan lo putus sama jeffrey bukan karena cewe itu kan? Karena lo selingkuh kan?” Tanya Alya

Gabby mendengar pernyataan dari Alya, sontak saja kaget, karena dari awal dia memberitahu alya kalau dirinya putus karena Maura.

“Kalo soal gitu gue biarin aja jeffrey sama maura, soalnya dia kelihatan lebih bahagia daripada sama lo gab, to be honest loh.” Ucap Alya lagi lagi yang sukses menohok seorang Gabby.

“Kok lo jadi belain si Maura sih? Lo gatau Maura juga berusaha deketin Wira? Emang lo mau pacar lo di ambil juga sama wira al? Gue temen lo lama masa lo lebih percaya sama cewe itu daripada gue?” Balas gabby yang mulai tersulut emosi.

Alya tidak bergeming dan kembali meminum coffee nya dengan tenang.

“Gab, gue udah denger semuanya dari jeffrey, dia itu ngga berusaha deketin wira okay, maura dan wira hanya sebatas mentor dan murid buat urusan lomba okay, kita emang temen tapi sorry to say, gue lama temenan sama jeffrey daripada lo, apalagi pas tau lo putus sama jeffrey karena lo selingkuhin jeff, duh langsung hilang respect gue ke lo.”

Gabby yang sudah tidak tahan kemudian menggebrak meja, untung saja keadaan cafe itu masih sangat sepi.

“Lo apa apaan sih?”

Gabby menyeringai, “oke, kalo lo gak mau gue ajak kerjasama, kita liat nanti, gue tau karena maura ngejar jeffrey dan Wira, bukan salah satunya! Lo tuh gak tau apa apa alya.”

“Gue emang gak tau apa apa, tapi semuanya udah diceritain kok sama jeffrey, maura emang ngejar mereka berdua, tapi wira ngga ngerespon maura kok, udahlah jangan ngehasut gue mulu.” Jawab Alya

“Oke, terserah lo, kalo lo gak mau diajak kerjasama dan gak mau bantuin gue dapetin jeffrey lagi. tapi jangan salahin gue kalo salah satu nama kalian rusak atas rahasia besar yang kalian tutup.” Seru Gabby.

“Maksud lo? Rahasia?”

“Rahasia tentang anak lo dan wira yang kalian gugurin waktu itu demi menjaga nama baik keluarga lo semua.” Jawab Gabby kemudian meninggalkan Alya yang shock dengan pernyataan wanita itu.

Flashback, 2017

Juwo Rafandria, merupakan laki-laki pertama yang menjadi pacar dari Ody setelah kejadian kelam saat itu, sejak kejadian di tahun 2014 itu terjadi, Ody memutuskan terapi untuk memulihkan mentalnya.

Tahun 2016, dia pindah ke salah satu Kota dimana menjadi tempat pertemuannya dengan cowo yang memiliki darah Belanda ini.

Tahun 2016, Melody mulai membuka diri kepada teman temannya, mulai dari mengikuti ekskul dan beberapa kegiatan disekolahnya, dan yang lainnya. Sampai akhirnya dia mengenai Juwo Rafandria.

Juwo yang selalu ada menemani dirinya membuat ia terjatuh dalam pesona seorang Juwo. Bagaimana tidak, laki-laki berparas tampan itu memang sangat mempesona.

Akhirnya, mereka berdua pun menjalin hubungan. Melupakan segala trauma yang Ody punya. Ody pun sebisa mungkin untuk saling terbuka satu sama lain.

Mereka menjalin hubungan hampir 1 tahun lamanya, juwo yang selalu terbuka dan mengajak Ody untuk bertemu keluarganya, begitupula juga Ody, yang selalu mengajak Juwo untuk bertemu dengan Papinya.

Juwo selalu bercerita kalau dia ingin seperti kakak laki-lakinya, yang selalu bisa diandalkan di segala kesempatan, dia juga selalu bilang ingin memperkenalkan Ody dengan sang kakak.

Di akhir tahun 2017, disaat mereka merayakan Anniversary mereka ke 1 tahun. Semuanya terjadi.

Malam itu, Juwo mengajak ody untuk Dinner. Juwo memesan tempat dinner mahal untuk merayakan hari jadi mereka yang ke 1 tahun.

Ntah setan apa yang merasuki Juwo malam itu, dia minum cukup banyak, kata teman temannya dia harus melakukan itu disaat merayakan Anniversary dengan pasangannya.

Kemudian, saat itu keadaan masih terkendali. Mereka menghabiskan malam dengan makanan yang enak.

“I have something for you.” Ucap Juwo

“Apa? Ini bukan something emangnya haha?” Canda Ody.

“Bukan, ini lebih sayang, tapi mata kamu harus ditutup.” Ucapnya kemudian tanpa mendapat persetujuan langsung menutup mata ody menggunakan dasi yang dia persiapkan.

Ody dituntun masuk kedalam satu ruangan yang tidak dia ketahui. Kemudian dia mendengar suara pintu ditutup.

“Juwo, ini dimana? Kok aku denger suara pintu di tutup?” Tanya Ody.

“Gak dimana mana sayang, ayo sini ikut.” Jawab Juwo sambil menuntun tangan pacarnya tersebut.

Ody yang sudah merasakan hawa hawa tidak enak kemudian meminta untuk melepaskan Ikatan yang menutup matanya. “Juwo, aku mau lihat, kita ada dimana? Bisa lepasin penutup matanya?”

Juwo kemudian diam tak bergeming, berjalan menuju Ody kemudian mendorong tubuh Ody kearah kasur.

Ody yang matanya masih tertutup kaget, kemudian dia merasakan badannya ditindih oleh seseorang yang sedang berusaha melepas baju yang ia pakai.

Namun, saat tangannya hendak meraih penutup mata itu, tangannya di tahan oleh Juwo.

“Juwo, apa apaan ini? Lepasin.”

“Sst, diem sayang. Ini 1 tahun kita jadi kita harus rayain sama-sama” ucap juwo sambil menempatkan jarinya di bibir pink Ody.

“Juwo, tolong lepasin, tolong, papi tolo—“

Malam itu, seorang Ody hanya bisa pasrah karena dia tidak mempunyai tenaga lagi untuk melawan. Dan malam itu pula, Ody harus merasakan trauma yang luar biasa untuk kesekian kalinya setelah sekian lama. Mahkota yang dia jaga selama ini harus rela direnggut oleh pacarnya yang telah ia percaya selama ini.

Flashback Off.

Malam ini, para peserta lomba memiliki waktu free setelah melakukan briefing, sesuai ajakan wira tadi. Malam ini mereka berdua berjalan jalan mencari angin disekitaran Hotel.

“Mau kemana nih?” Tanya Maura

“Tadi waktu kita lewat, gue liat ada cafe, mau kesana?” Tanyanya

“Boleh.”

Mereka menyusuri jalanan malam dengan berjalan kaki, suara hiruk pikuk kendaraan masih terdengar ramai ditelinga keduanya. Untung saja cafe yang dituju tidak jauh sehingga hanya butuh waktu 5 menit saja untuk sampai kesana dengan berjalan kaki.

“Mau mesen apa wir?” Tanya maura

“Samain aja deh.” Jawabnya kemudian kembali melihat ke sekeliling cafe yang bertema vintage ini.

“Lucu ngga sih cafenya?” Ucap Maura mengintrupsi wira yang sibuk mengamati interior dari cafe tersebut.

“Lebih ke keren sih daripada lucu.” Jawab Wira

— Beberapa saat kemudian, mereka kembali terdiam, suasana canggung makin terasa, karena sejujurnya mereka tidak pernah bertemu seperti ini selain urusan mentoring.

“Ra, gue mau nanya soal yang kemarin?”

“Soal apa?”

“Soal izin itu.”

Maura yang tadinya sedang meminum minumannya hampir saja tersedak dengan pernyataan wira, dia kaget karena tak menyangka wira akan menanyakan hal itu kepadanya lagi.

“Perasaan lo ke gue masih sama kan?” Tanya Wira.

Maura hanya bisa terdiam. Batinnya kali ini berperang, ntah karena apa.

“Tapi, cewe yang lo bilang temen waktu itu keliatannya lebih lo sukain daripada gue wir.” Ucapan itu dengan cepat lolos saja dari mulut Maura.

“Dia itu cuma— mantan, iya dia mantan gue.”

Maura lagi-lagi terdiam, ntah dia percaya atau tidak dengan laki-laki ini, kerena jawabannya sangat berbeda saat pertama kali ia bertemu dengan wanita bernama Alya itu.

“Wir, gue gak maksa buat lo suka sama gue kok, gue bahkan kaya merasa gue ngga pantes lo sukain.”

“Kenapa lo ngomong gitu?” Tanya Wira bingung

“Ya, dulu gue selalu ngejar ngejar lo kaya cewe yang gak punya harga diri, soalnya waktu itu gue berfikiran kalau lo tipe cowo es yang bakalan bisa gue gapai, tipe tipe tsundere gitu lah, soalnya gue suka banget sama cowo yang kaya gitu daripada yang langsung nyerocos kya jeffrey dulu. tapi mungkin, asumsi gue salah selama ini, lo cuma ada untuk ngebantuin gue lomba, bukan buat gu—“

Cup

Satu ciuman mendarat di bibir maura yang membuat maura kaget setengah mati karena Wira melakukan itu didepan umum. Bahkan di Cafe, walaupun cafe itu memang keadaannya cukup sepi.

“Stop, lo gak boleh ngomong gitu, gue maksa lo buat tetep sama perasaan lo.”

“Maksud lo?” Tanya Maura yang mulai bingung

“Lo harus tetep sama perasaan lo yang dulu, iya gue adalah tipe yang tsundere seperti yang lo bilang, gue dingin ke lo karena gue mau tau perjuangan lo gimana dapetin gue, dan kita bahkan ditakdirkan buat jadi murid dan mentor kan? Apalagi namanya kalau bukan jodoh?” Ucapnya dengan percaya diri

Lagi-lagi maura terdiam, masih shock, masih ngga nyangka dia disini dan membahas masalah perasaan sama cowo yang beberapa bulan ini dia kejar.

“Tapi...”

“Mau lo izinin atau engga, mulai malem ini, gue bakalan suka sama lo, dan gue bakal berusaha bikin lo gak bakal berpaling dari gue. Inget kata-kata gue ya?” Ucap wira santai sambil meneguk minumannya.

Hari ini adalah hari kenerangkatan Maura untuk lomba, pagi-pagi sekali dia udah bangun untuk mempersiapkan dan mengecek segala perlengkapannya.

Beberapa pesan semangat dari teman-temannya sudah masuk berdatangan. Ada pula yang meminta maaf karena tidak bisa ikut untuk mengantar keberangkatannya.

Pukul 07.30, Maura sudah menuju ke kampus untuk bertemu rombongan lombanya hari itu.

— Setelah sampai dikampus, dia langsung menghampiri pak Ceye selaku dosen pembimbing lomba nya kali ini.

“Gimana maura? Udah siap?” Tanya Pak Ceye

“Deg-degan pak.”

“Tenang aja deg-degannya bisa disambung besok, hari ini santai dulu selama perjalanan.” Ucap pak ceye menenangkan.

Selama menunggu kehadiran rombongan yang lain, maura melihat hp nya terus menerus, ntah apa yang ditunggu.

“Nungguin dihubungin siapa ra?” Tanya seseorang yang berdiri didepannya

Siapalagi kalau bukan Wira.

“Ah engga nunggu siapa siapa wir, lo baru nyampe?” Tanya Maura mengalihkan

“Iya, nih gue beliin sarapan, pasti lo belom sarapan kan? Makan pas diperjalanan aja, itu udah pada ngumpul, yuk.” Ucap wira sambil menjulurkan tangannya agar diraih oleh Maura sebagai tumpuan dia berdiri.

“Tau aja, makasih wir.” Jawab maura kemudian meraih tangan yang diberikan oleh Wira.

— Setelah mereka berkumpul dan mendengarkan instruksi dan lain halnya, mereka satu persatu melakukn check in.

Namun, saat Wira hendak menyusul rombongan yang lain, namanya dipanggil oleh seseorang.

“WIRA!!” teriak orang tersebut sambil melambai ke arahnya

Wira menoleh, kemudian mendapati 2 orang yang sedang berdiri disana berjalan menghampiri Wira.

“Wira! Ini buat kamu, Hati-hati dijalan ya, goodluck juga, i’ll miss you so much” Ucap seorang perempuan sambil memeluk tubuhnya erat. Siapalagi kalau bukan Alya

“Al, kenapa pagi-pagi udah bangun? Kan aku ga minta dianter, tapi makasih ya udah dateng.”

“Iya tadi aku diajak jeffrey, kamu juga kenapa gak ngasih tau aku sih? Untung aku udah bangun jadi bisa kesini.” Ucapnya

Kemudian Wira menatap sinis ke jeffrey. Jeffrey yang melihat itu hanya tersenyum dan mengisyaratkan dari mulutnya kalau mereka harus bermain fair.

“Yaudah aku berangkat dulu ya, Al. See you.” Ucap Wira melambaikan tangannya ke Alya, namun saat hendak berjalan menuju rombongan, namanya dipanggil lagi oleh Jeffrey.

“Wir, nitip ini. Buat maura, dikasih jangan lo buang.” Bisik Jeffrey sambil memberikan barang tersebut ke tangan Wira.

Wira hanya menerima dan diam tak memberikan tanggapan.

“Hati-hati ya, Jangan macem-macem ya disana sama Maura, gue titip maura di lo, lecet dikit, lo yang gue bejek.” Bisik jeffrey ditelinga kembarannya itu, kemudian menepuk pundak kembarannya tersebut.

Tak hanya itu, selagi berbisik dengan Wira, tangan Jeffrey melambai ke arah seorang wanita yang berdiri di kumpulan rombongan dan sedang melihat ke arah mereka berdua.