FNAF : RESTRICTED AREA

Part 1 – Difference Taste


⚠️ Disclaimer ⚠️ Semua hal yang berkaitan dalam cerita ini hanyalah karangan semata dan terkadang sangat berbeda jauh dari kehidupan nyata, maka harap dimaklumi.

Genre : Horror, Survival, Comedy

Based On :


01.25 Senin, 5 Des 2022

Walau hari sudah menandakan waktu dini hari, lelaki bernama Riki ini masih saja sibuk dengan komputer kesayangannya, ia tengah memainkan game terbaru yang bertajuk Five Night at Freddy's : Secury Breach.

Sejak kecil Riki suka sekali bermain game, terutama game horror. Semua hal tersebut berhasil ia pelajari atau lebih tepatnya diturunkan dari kehidupan sang kakak tercinta, Rahma.

Riki menoleh ke arah tempat tidurnya, terdapat sosok gadis yang tengah terlelap beserta ponsel yang masih setia dalam genggamannya, sebuah pemandangan langka hingga membuatnya menggeleng  gemas

Sebenarnya mereka berdua sudah memiliki kamar masing-masing, tentunya dengan nuansa ruangan yang berbeda.

Kamar Riki mengambil konsep yang lebih dominan ke warna hitam, sedangkan kamar Rahma mengambil konsep yang lebih dominan ke warna biru.

Lalu mengapa kakaknya bisa tertidur disana? Mereka habis terlibat perseteruan yang mengakibatkan salah satunya harus mengalah demi memainkan komputer spek dewa yang telah Rahma rancang sedemikian rupa.

Ya, komputer itu memang milik kakaknya, namun orang tua mereka selalu meminta keduanya untuk saling berbagi.

Berhubung Riki baru menginjak umur 16 tahun dan menduduki kelas 1 SMP, alhasil Rahma jadi sering mengalah deminya, toh dirinya sendiri sudah berusia 20 tahun dan bekerja di sebuah tempat penitipan anak.

Riki menguap, sudah tidak kuat lagi meneruskan game horror yang kian menguji jantungnya.

Jujur, Riki termasuk dalam kategori bocah penakut. Semua nyali yang ia buat-buat seolah pemberani itu hanya untuk meyakinkan sang kakak bahwa dirinya bukanlah pengecut.

Tak lama kemudian, Riki pun akhirnya memilih untuk mematikan komputer tersebut dan beralih membuka ponselnya.

Ada beberapa pesan singkat yang sebagian besar dikirimkan oleh temannya.

Riki menggeleng, ada-ada saja kelakuan semua temannya itu, tapi dirinya memang sempat bingung, mengapa sang ketua kelas bisa bergabung dalam grupnya?

Jika benar Heeseung yang memasukannya, kenapa dia tidak mendiskusikannya terlebih dahulu, ini kan sama saja menggali kuburan sendiri, alias cari mati.

Bagaimana kalau ketua kelas itu sampai membocorkan keseharian buruk mereka yang sering begadang dan membicarakan hal-hal tidak senonoh, dan semua itu terpampang jelas di room discord mereka.

Entahlah, Riki hanya bisa menghela nafas pasrah, ia langkahkan kakinya secara perlahan menuju tempat tidurnya.

Lelaki itu tahu, sang kakak bukanlah tipe manusia yang sulit untuk terbangun, bahkan hanya dengan mendudukan diri di pinggiran kasur saja dapat membuat tidurnya terusik.

“Eh Riki, jam berapa sekarang?” Rahma mengusap wajahnya, mencoba mengumpulkan nyawa.

“Balik ke kamar lu sono, dah jam 2 kak.” Riki menarik lengan sang kakak agar beranjak dari wilayah kekuasaannya.

Rahma melirik ke arah komputer kesayangannya yang sudah dalam kondisi mati.

“Kok lu gak bangunin gua sih? Gua kan mau main game juga.” Ia berdecak kesal.

Padahal kan ini jadwalnya bermain game, tapi semuanya gagal total karena terpaksa mengalah dengan ego sang adik.

“Besok aja kak, besok kan lu libur. Lagian gua aneh sama lu kak udah umur 20 tahun masih aja main game.” Riki berbaring di tempat tidurnya dan menyelimuti sebagian tubuhnya.

“Lah suka-suka gua dong! Lagian itu komputer gua yang rakit bareng papa kok, lu juga udah gua beliin PS 5 kan?”

Rahma memang sengaja membeli berbagai macam permainan supaya sang adik betah berada di rumah juga terhindar dari tawuran antar pelajar.

“Gua susah aiming kalo pake konsol enakan pake mouse.” Keluh Riki.

Salah satu kendala yang sering Riki alami yaitu ketika membidik lawan menggunakan konsol, mungkin apabila ia bermain game semacam FIFA akan sangat membantu pergerakannya karena terbilang cukup mudah saat mengganti pemain.

Maka tak jarang dirinya sering berpindah haluan meminjam komputer sang kakak untuk mencoba benda berbentuk tikus itu dalam bermain game sejenis survival atau tembak-menembak.

“Bukannya udah sering gua ajarin?” Tanya Rahma penuh selidik, ia ingat terakhir kali memandunya dalam membidik zombie di game Resident Evil 6.

“Lu lebih sering ngajarin gua kabur kak ketimbang nembak.” Jelas Riki dengan raut kecewa.

Rahma tertohok mendengar pengakuan sang adik, semua itu benar adanya, daripada melawan ia lebih suka melarikan diri demi menghemat peluru.

Sebenarnya Rahma malu mengakui bahwa dirinya tidak lihai dalam membidik musuh menggunakan konsol, jelas mouse yang terbukti lebih mudah dan cepat.

“Ya itu kan biar hemat peluru, dah lah gua mau balik ke kamar.”

Benar, sang kakak langsung meninggalkan kamarnya begitu saja.

Ada rasa menyesal yang mengganjal dalam hatinya, ia tidak bisa berbohong bahwa dirinya rindu...

Rindu masa-masa dimana mereka selalu menghabiskan waktu bersama.

Dulu, Rahma sering kali menemaninya bermain game, mengajaknya liburan serta menjaganya tertidur setiap malam.

Namun semuanya tidak lagi sama, kakaknya terlalu sibuk untuk membagi waktu dengannya, apalagi melakukan hal bodoh seperti itu.

Mungkin, Riki tahu satu hal yang masih bisa ia lakukan bersama sang kakak sekarang...


18.11 Selasa, 6 Des 2022














Hm, penasaran dengan balasan Rahma ke para bocil? Mari kita lihat bagaimana cara dia menanggapi obrolan mereka.


Jay Si paling cari solusi


Heeseung Si paling kirim pap disetiap keadaan


Jungwon Si paling diam-diam mematikan


Sunoo Si paling soft & cute


Sunghoon Si paling dark jokes


Jake ???

Sayangnya Rahma sudah tertidur saat menonton bersama Sunghoon sampai lupa membalas pesan Jake.


08.34 Rabu, 7 Des 2022





12.30 Rabu, 7 Des 2022

Rahma dan keempat temannya bernama Adya, Amel, Bella, dan Shucy, kini tengah bersantai ria di sofa ruang tamu sembari menonton film horror pilihan sang tuan rumah.

Akhirnya acara perkumpulan mereka bisa sukses terlaksana setelah sekian purnama yang sering mereka janjikan sebelumnya.

Biasanya setiap menjelang hari libur mereka akan membuat janji untuk bermain bersama di salah satu rumah yang mau menyediakan persembahan berupa makanan dan minuman.

Begitulah ritual mereka, namun beberapa waktu lalu mereka belum sempat melakukan ritual tersebut karena kesibukan masing-masing yang sulit diprediksi alam semesta.

Beruntungnya hari ini takdir sedikit memihak pada kelima gadis yang dipenuhi konflik kehidupan itu, sungguh miris.

“Eh Jun, adek lu mana?” Tanya Adya seraya mengambil sepotong roti Croissant yang sempat dibawa oleh Shucy dari rumah.

“Ngapain lu nyari adek gua?” Rahma memberinya tatapan maut.

Untuk apa beliau mencari adik terkutuknya? Ia mulai curiga bahwa Adya mungkin benar-benar menyukai Riki, itu tidak boleh terjadi!

“Nanya aja sih, gak seneng amat keliatannya.” Adya hanya mengedikkan bahunya acuh.

Dasar tidak peka, kan dia ingin bertemu adik Rahma yang miliki paras tampan layaknya Levi Ackerman.

Cih wibu.

“Iya nih, mana katanya temen-temen adek lo juga mau dateng.” Amel menyauti obrolan singkat mereka, ia juga penasaran akan sosok yang di lihatnya tempo lalu.

Apakah mereka semua akan terlihat sama seperti di foto atau mungkin lebih tampan? Menarik.

Rahma melipat kedua tangannya, benar juga.

Kemana perginya Riki dan keenam teman anehnya? Apa jangan-jangan mereka tidak jadi bermain di rumahnya? Mencurigakan.

“Tadi sih ijin keluar, gak jadi main disini kali.” Rahma sendiri tak yakin dengan ucapannya.

Terbukti dari tingkahnya yang justru berdiri dan mengintip ke arah luar jendela, berharap sang adik segera pulang.

“Iya gak jadi kesini kali, lagian mendung juga mau ujan.” Shucy mengikuti arah pandangan Rahma, terlihat jelas bahwa temannya itu sedang khawatir.

“Masa iya?” Rahma menutup jendelanya dengan tirai agar cahaya dari luar tidak masuk ke dalam.

Gadis itu kembali ke posisi duduk semula, ia penasaran dengan ponselnya yang tidak bergeming sama sekali, bahkan tidak ada tanda-tanda pesan yang dikirim oleh adiknya.

“Adek lu malu kali ketemu sama kita.” Bella sebenarnya tidak mau ambil pusing mengenai orang-orang yang ada dalam foto tersebut, ia malah berdoa supaya mereka semua memilih tempat lain, jangan kesini.

“Malu apaan? Justru mereka demen anjir kalo ada—”

TOK! TOK! TOK! TOK!

Ucapan Rahma tiba-tiba terputus akibat suara ketukan pintu yang terdengar sangat brutal namun juga berirama seperti tempo dalam lagu...

“Kak Rahma... Do you wanna built a snowman?

Rahma memejamkan matanya menahan malu, ia cukup tahu siapa pemilik suara fals dibalik pintu tersebut.

“Adek lu Jun?” Bella tertawa melihat adegan kakak-adik yang langka ini, entahlah menurutnya sangat lucu.

“Tuh adek lu dateng, kangen kan tadi.” Shucy menepuk lengan Rahma untuk menggodanya.

“Kalo lu gak mau, gua aja nih yang bukain.” Adya lantas berdiri tanpa menunggu persetujuannya.

“Eh jangan, ntar kalo ternyata itu adeknya Ajun sama temen-temennya gimana? Malu lu nanti.” Amel mencekal lengan Adya agar kembali duduk di sofa.

Biarkan sang tuan rumah yang melawan bocah kematian itu.

“Iya juga ya.” Adya mengangguk setuju, seketika nyalinya ciut hanya karena mendengar kalimat berupa 'teman-teman Riki'.

Jiwa introvertnya mulai memberontak.

Rahma berdecak sebelum menyiapkan mental untuk menghadapi sang adik beserta komplotan bocil kematian yang kemarin sempat menguji emosinya.

Belum juga ia melangkah, pintu rumah sudah di buka paksa dari arah luar dan menampakkan tujuh sosok berjiwa petualang yang sangat memukau.

“1... 2...”

“1... 2... 3... GO!”

Happy birthday Sunghoon...

Rahma dan keempat temannya hanya bisa saling memandang dan terkejut melihat pertunjukan tak terduga yang berlangsung di hadapan mereka.

Jadi hari ini Sunghoon ulang tahun?

Dan tanpa mereka sadari Sunoo tengah membuat siaran langsung untuk mengabadikan momen membahagiakan ini.

Bahkan seorang Jungwon yang resmi menjabat sebagai ketua kelas mereka saja tidak tahu-menahu akan hal ini.

Ya, mungkin ia sedikit tahu bahwa sekarang adalah hari ulang tahun Sunghoon tapi ia tidak menduga mereka akan merayakannya disini.

“Tiup lilinnya... Ayo semua! Tiup lilinnya...”

Secara otomatis mereka semua bernyanyi sambil bertepuk tangan dengan meriah.

Sebenarnya, Sunghoon sendiri tidak menyangka akan diberi kejutan mengharukan seperti ini.

Dia kira semua temannya lupa perihal ulang tahunnya, tapi ternyata dugaannya salah, mereka semua masih mengingatnya dengan baik.

Setelah lagu berhenti dinyanyikan, pemuda yang kini berusia 17 tahun itu pun meniup lilin mati lampu yang diam-diam mereka beli saat perjalanan menuju rumah Riki.

“Baiklah sekarang saatnya sesi pembacaan doa, dimohon semua untuk mengangkat kedua tangannya.”

Riki selaku sang moderator kembali membaca sususan acara yang telah mereka siapkan sejak jauh-jauh hari.

Anehnya semua orang dalam ruangan ini seakan terhipnotis mendengar perkataan Riki yang mutlak untuk dilakukan.

“Mari kita doakan, semoga di umur Sunghoon yang sudah menyentuh angka 17 tahun ini beliau bisa jadi pribadi yang lebih baik lagi...”

“Aamiin...”

Kemudian Riki mengoper ponselnya yang telah beralih fungsi menjadi alat pengeras suara alias mic gadungan tersebut pada Jay.

“Semoga beliau selalu diberi kesehatan, umur yang panjang serta rezeki yang melimpah.”

“Aamiin...”

Jay lalu mengoper mic gadungan itu pada Heeseung.

“Semoga beliau segera diberi pasangan dalam waktu dekat dan dikaruniai seorang anak.”

“Aamiin...”

“WOY!”

Sunghoon menegur mereka semua, kenapa makin kesini doanya makin melenceng sih?

“Oh iya gak jadi maaf...”

“Aamiin...”

“Eh apa yang di aminin anjir!?”

Heeseung yang masih melanjutkan doanya jadi bingung.

Disisi lain, Bella berusaha setengah mati menahan tawa, rasanya ia ingin menangis menyaksikan acara konyol yang dimainkan mereka semua.

Mungkin bila ini acara uji nyali ia sudah tidak sanggup dan memilih untuk melambaikan tangan ke kamera.

Nyatanya Bella tidak sendiri, Adya dan Shucy sejak tadi terus berpegangan tangan, mencoba menahan tawa sekuat mungkin agar tidak menganggu penampilan ajaib mereka.

Hanya Rahma dan Amel yang secara terang-terangan tertawa melihat aksi di luar nalar tersebut.

“Ya baik, terima kasih bapak-bapak dan ibu-ibu semua atas doanya, sekarang kita lanjut ke acara salam-salaman yang dimulai dari kak Bella!”

“Lah...?” Bella yang merasa namanya dipanggil itu jelas bingung dan mungkin... Sedikit panik.

Bagaimana tidak? Ia adalah orang pertama yang harus bersalaman dengan sang pemilik acara... alias Sunghoon.

Pemuda yang kemarin ia puji karena paras tampannya serta jaket merah menyala yang mencuri perhatiannya.

Apakah semua ini sudah direncanakan?

“Ayo Bel, salaman situ.” Amel menyenggol tubuh temannya supaya tersadar dan segera menjalankan misinya.

“Eh iya.” Bella pun berdiri dan melirik ke arah teman-temannya terlebih dahulu, mereka semua mengangguk yang menandakan bahwa dirinya pasti bisa.

Ketika berada tepat dihadapan Sunghoon, gadis itu langsung terpesona dan salah tingkah, bahkan lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan satu patah kata sekalipun.

Sunghoon terkekeh melihat ekspresi Bella yang terlihat seperti orang menahan buang air besar, ia pun meraih lengan Bella lalu menempelkan punggung tangan miliknya di kening gadis itu.

“Salim sama suami.” Goda Sunghoon yang lantas membuat pipi Bella memanas.

“Cie....” Sorakan riuh tersebut makin membuat suasa hati Bella bergejolak, alhasil ia berlari menuju tempat duduknya sembari menahan malu.

“Ya, boleh disusul oleh yang lain.” Ucap Riki kembali mengambil atensi mereka.

“Tunggu! Biar gua aja yang jalan.” Tahan Sunghoon.

Berhubung sekarang adalah hari ulang tahunnya jadi lelaki itu tidak mau merepotkan tamunya, biarlah dirinya yang berkeliling untuk bersalaman dengan mereka.

Namun semuanya jelas ada maksud terselubung, buktinya ia mulai berjalan mendekati kakak sang tuan rumah.

“HBD ya cil, makasih semalem udah ngajak gua nobar Windah.” Rahma menjabat tangan Sunghoon yang langsung disambut oleh pelukan hangat.

“Sama-sama kak.” Sunghoon merasa beruntung bisa memeluk gadis itu lebih dulu dibanding teman-temannya, hari ulang tahun terbaik sepanjang masa.

“Ehem! Uhukk.. uhuk... Udah woy.. uhuk...” Itu Riki yang bersuara, membuat mereka sedikit terkejut.

“Maneh covid, Ki?” Jake bersembunyi di balik badan Heeseung agar terlindung dari Riki yang terbatuk tepat di sebelahnya.

“Riki minum dulu, keselek ya?” Adya segera mengambilkan Riki segelas air putih supaya lelaki itu merasa lega, juga demi mencuri atensinya.

“Iya, makasih banyak ya kak Adya peka banget.” Riki tersenyum paksa, pasalnya ia kan hanya ingin menegur Sunghoon untuk menghentikan acara teletubbiesnya bersama sang kakak.

Sunghoon pun melepas pelukannya dan lanjut bersalaman dengan Amel, Adya, Shucy sampai akhir bertemu...

“Eh istri gua, mau salim lagi gak sama suami?” Sunghoon sengaja menggenggam tangan Bella, menanti respon darinya.

“Gak! Udah lu sono!” Bella mengalihkan pandangannya ke segala arah asalkan tidak menatap lelaki di depannya.

“Oh, oke.” Bukannya beranjak, Sunghoon malah memajukan wajahnya yang reflek membuat Bella menampar pipinya.

PLAK!

“Ouch...” Ringis Sunghoon sembari mengusap rasa sakit yang ia dapatkan.

“Yah tertolak...” Sahut teman-temannya kecewa.

“Lu mau ngapain anjir!?” Bella mendorong tubuh Sunghoon sejauh mungkin, jantungnya bisa meledak bila terus-terusan bersama lelaki yang mengaku suaminya itu.

“Maaf, naluri...” Sunghoon menampilkan senyum termanisnya sebelum akhirnya berdiri dan kembali ke barisan teman-temannya.

“Baiklah, sekarang kita lanjut pada sesi terakhir kita yaitu...”

Riki sengaja mengantungkan kalimatnya untuk melihat respon para jamaahnya yang terlihat penasaran.

“Nonton Windah Basudara main game horror terseram!” Riki menepuk tangannya sendiri dengan heboh.

Sisanya merasa bingung dan malas mengikuti sesi terakhir yang terdengar membosankan tersebut.

Membosankan atau menakutkan?

“Kenapa harus Windah sih?” Tanya Rahma, ia hanya tak habis pikir dengan jalan logika Riki yang sangat melebihi ekspektasi manusia normal.

Ya, jika dibandingkan keduanya memang sangatlah berbeda 180 derajat, mungkin bila di ibaratkan maka akan terbentuk seperti ini...

Rahma adalah Miawaug. Riki adalah Windah Basudara.

“Apa game horror terseram yang pernah dimainin Windah?” Riki menyerahkan mic gadungannya pada sang kakak tercinta.

Rahma mengalihkan pandangannya untuk berpikir sejenak, hm... Sepertinya ia tahu.

“Mortuary Assistant.” Rahma tersenyum miring, ia yakin adiknya itu akan ketakutan setengah mati saat menontonnya, tapi siapa tahu?

“Oke, yang merasa cowok silahkan duduk dibawah!” Perintah Riki selaku moderator sekaligus tuan rumah.

Nampaknya hal tersebut justru mengundang pertikaian, rasanya keputusan yang diambil Riki sangat tidak adil bagi mereka.

“Yeh, mangsa handap! Aing pan hayang diuk disamping kak Rahma!” Jake mencuri lapak disamping gadis itu dan merangkulnya dengan mesra, memancing kecemburuan para sohibnya.

Rahma menggelengkan kepalanya pusing, ia melepas rangkulan tangan Jake secara perlahan.

“Kunaon maneh teu ngabales chat aing? Giliran mereka maneh bales, jahat.” Jake memasang wajah masam serta kecewa, membuat Rahma merasa bersalah.

Ya itu memang kesalahan fatalnya semalam, seharusnya ia balas dulu pesan Jake sebelum berakhir menonton video bersama Sunghoon hingga dirinya terlelap dan meninggalkan pemuda itu sendiri.

Belum juga Rahma menjawab, Heeseung sudah lebih dulu menggeser tubuh Jake untuk berganti duduk di sampingnya.

“Dih apa-apaan lu? Gua duluan yang duduk samping kak Rahma!” Heeseung merengkuh pinggang rampingnya, yang langsung ditepis kasar oleh sang empu.

“Kak Rahma aja maunya duduk sama gua!” Jay tak mau kalah untuk mengambil lapak di samping kanan Rahma yang masih kosong, ia melepas pelukan Heeseung dan menggantinya dengan rangkulan cinta.

“Eh ntar dulu njing! ini kan hari ulang tahun gua, berarti gua lah yang duduk samping kak Rahma!” Sunghoon menduduki karpet berbulu dibawah dan bersandar pada kaki Rahma.

“Lah, angger teu bisa lah anying!” Jake merasa terasingkan, padahal ia lebih dulu yang menempati lapak tersebut.

“DIEM!”

Semua orang sontak menoleh ke arah sumber suara yang lain dan tidak bukan adalah Jungwon, sang ketua kelas 11 IPS 2.

Melihat kegaduhan yang kian menguji tingkat kesabarannya ini pun membuat Jungwon geram, ia muak mendengar suara ribut yang menurutnya sangat membuang waktu.

Jika mereka tidak rusuh, mungkin sekarang mereka sudah bersantai ria sembari menonton acara yang Riki maksud, walau dirinya tidak begitu paham mengenai hal tersebut.

“Maaf Jungwon...” Ucap mereka berempat.

“Gua setuju sama Riki, biar gua aja yang atur posisinya.”

Benar saja, Jungwon dapat mengatur posisi mereka dengan baik dan tepat, meski ada sedikit kendala tadi, namun semuanya sudah berjalan baik.

Menurut filsafat Jungwon, karena sekarang adalah hari ulang tahun Sunghoon, maka ada baiknya lelaki itu berada ditengah-tengah mereka.

Sisanya bebas mengambil tempat sesuai keinginan, asalkan mereka harus memakai cara siapa cepat dia dapat.

Dan, beginilah kira-kira penampakan mereka sekarang jika disusun dari arah kiri ke kanan...

“Siapa yang cita-citanya jadi... HUWAA!” -Adya

“Ah gini doang mah gak ser—APAAN TUH!” -Jay

“ANJIR-ANJIR ITU ADA DI JENDELA!” -Heeseung

“IHH NGEJER ANJING MAMPUS LARIII COK!” -Sunoo

“MATI LAMPU GOBLOK!” -Shucy

“DOR!” -Amel

“IH ANYING MANEH NGAREUWASKEUN AING WAE!” -Jake

“Hahahah ngakak anjir—ANJING ADA TUYUL!” -Rahma

“Lah hantunya ajojing anjir!” -Riki

“Ambil alatnya dulu—WAH KONTOL!” Baru saja Sunghoon memberikan petunjuk eh dia malah terkena jumpscare hingga mengucapkan kalimat sakral.

“Sunghoon...” Tegur Bella yang berada tepat di belakangnya.

“Eh iya maaf, istriku.” Sunghoon mengelus kaki Bella lalu kembali bersandar padanya.

Entahlah, Bella seperti orang gila tiap kali lelaki itu menyebutnya istri, bisa-bisanya ia terus tersenyum dan salah tingkah bersama bocah SMA.

Daripada berteriak seperti yang lain, Rahma, Jungwon dan Riki justru sibuk berbagi cemilan hingga saling suap-menyuap.

“Ambilin itu dek.” Rahma menujuk beberapa cemilan di atas meja.

“Apa itu-itu yang jelas!” Riki pusing, pasalnya ada banyak berbagai jenis cemilan disana, dia mana tahu.

“Yang ini ya kak?” Jungwon mengambil pocky berwarna hijau untuk Rahma.

“Nah betul, Jungwon aja tau!” Rahma menoyor kepala Riki namun segera ia peluk sayang setelahnya, biar bagaimanapun ia tidak tega berlaku kasar pada sang adik.

“Mau kak, buka ya.” Riki membuka pocky itu lalu memakannya, tak lupa ia suapi juga sang kakak di belakangnya.

“Makan Won, lu belum makan perasaan.” Rahma memperhatikan gerak-gerik Jungwon yang terlihat tegang, tapi ia belum pernah mendengar teriakannya sama sekali.

Apakah dia termasuk orang yang pemberani atau mungkin jaim?

“Suapin kak.” Balasnya tanpa menoleh ke arah gadis itu, ia masih fokus menatap layar televisi.

Rahma mengambil satu batang pocky dan menyuapinya pada Jungwon.

Entahlah, setiap kali melihat lelaki itu bertingkah ataupun berbicara tegas mampu membuat bulu kuduknya merinding.

Heeseung yang sedari tadi tidak fokus menonton karena terganggu dengan adegan di sampingnya pun mulai muak.

Namun semuanya berubah saat ia merasa ada seseorang yang menarik bajunya kuat-kuat, kadang ada kalanya dia melepas lalu menariknya lagi.

Heeseung tersenyum, ia putuskan untuk mendongak ke atas dan mendapati Shucy tengah menutup wajahnya menggunakan sebelah tangan, sementara tangan yang lainnya tanpa sadar menarik baju milik lelaki tersebut.

“Takut kak?” Tanya Heeseung setengah berbisik.

“Eh maaf.” Shucy melepas tangannya, malu juga karena tidak sadar telah menarik baju lelaki di depannya.

“Yee... gak apa-apa kak.”

Heeseung meraih lengan Shucy untuk digenggamnya dan bertepatan itu pula muncul sebuah jumpscare yang super duper menyeramkan, membuat Shucy reflek merengkuhnya serta bersembunyi di balik ceruk leher lelaki itu.

“Kenceng banget pegangannya kak.” Heeseung merasa geli merasakan deru nafas gadis itu.

“Berisik gua takut!” Balas Shucy tanpa membuka matanya sedikitpun.

Sepertinya Heeseung punya target baru.


To be continued...