Ketika ramai aku mati, ketika sepi aku di ujung tanduk/.

Entah kenapa selalu begitu. Saat ramai adalah ibarat waktu penghakimanku. Aku tidak kuasa berada di sekitar manusia. Lelah. Berisik. Kepalaku mau pecah. Semua hal seakan akan berusaha menunjamkan pedang ke arahku. Aku hampir mati. Napas sedikit terengah engah. Astaga sesak napas. Tolong aku!

Aku berlari kemudian ke arah sepi. Tapi di sepi. Aku tersiksa. Kesendirianku adalah hasil dari sebuah paksaan sebenarnya bukan pilihan. Untungnya aku ada sedikit penangkis agar tidak mati terdorong kesepian.

Apalah aku harusnya berkaca. Sebagai mayat hidup yang punya perasaan harusnya tidak bertingkah. Meledak sajalah!