astronomy

Untuk Lilu.

I’m just driving home thinking of you / I’m wondering if you miss me too

Aku mudah sekali merindu.

Ada yang bilang, kenangan itu seperti batu. Beratnya tidak tanggung-tanggung, memenuhi bahu sampai oleng dan membuat kaki jadi selentur tahu. “Memory is a way of holding on,” begitu ucap akun-akun kata mutiara, tetapi menurutku, memori sedikit-banyak membuatku gila. Sebagian besar dari mereka ingin kuhilangkan dan kurampas eksistensinya dari wangi kehidupan. Kurasa ini penyesalan.

Lalu, kamu. Aku ingat belai lembut jemarimu di pipiku ketika kita berbaring bersama di sofa, ingat senyummu ketika berkata. “Bukan begitu cara dunia bekerja,” tanpa menggurui maupun besar kepala. Aku ingat tautan jemari kita ketika kau mulai bercerita. “Kecil dulu, aku suka nyolong mangga tetangga. Sekarang ketika dewasa, kupikir itu bodoh,” kau terkekeh. Aku memainkan telunjukmu yang bernaung di bawah ibu jariku. “Apa aku menyesal? tidak. Sampai sekarang, aku masih tertawa-tawa. Kalaupun ingin membuat situasi lebih baik dari sebelumnya, aku akan minta maaf dengan yang punya mangga.” Kau masih tersenyum. Masih membelai. Masih bawa damai. “Damai,” kau mengutarakan isi pikiranku seolah punya superpower di luar kemampuan akal sehatku. “Berdamailah dengan semua bagian dari kamu, Soonyoung...”

Aku tersadar dari lamunanku ketika klakson mobil belakang berseru-seru. Di tepi persimpangan ini, kulihat ada pohon mangga yang buahnya telah ranum. Aku jadi ingat kamu. Kali ini, aku bisa mengidentifikasi gelenyar di darahku. Aku yakin ini rindu.


just like the moon, I light up because of you / spin me around in a waltz with the stars / galaxies far are spiraling just for a view / my world revolves around you

Aku menghabiskan masa mudaku pergi ke luar.

Ikut kelas taekwondo, menghadiri kemah pramuka, ke padang rumput untuk melihat bunga-bunga. Rumah jelas-jelas bukanlah destinasi wisata. Aku gampang bosan, dan pemandangan dekor ruang tengah yang itu-itu saja tak akan pernah bisa membuatku merasa tertantang.

Sampai suatu hari, kau mengajakku mengecat dinding kamarmu yang sudah mengelupas dimakan usia.

Aku disambut oleh bergentong-gentong putih dan ungu ketika sampai. Kau menyediakan dua buah kuas roll untuk jadi perkakas kita, yang mulus buru-buru kau kasihkan padaku dan yang bergeradak untukmu. (Kau selalu begitu. Yang lebih baik, lebih cantik, lebih elok, kau sisakan buatku. Padahal aku juga tak keberatan menerima selain itu, selama datangnya dari kamu).

Kita tak ahli dalam ini. Baki cat yang bleber ke mana-mana, proporsi tak pas dalam menyatupadukan warna. Meskipun begitu, aku dan kamu melukis. Aku tersenyum dan merasakan hangat menjalar dalam hati. Kalaupun nanti kita mati, cat warna ini abadi. Kita pernah di sini. Aku yang bergandengan tangan denganmu dengan coreng ungu di kedua belah pipi.

Aku tak bisa mengidentifikasi apakah ini semua karena euforia (atau cinta?), tetapi aku bisa merasakan adrenalin merambat di seluruh permukaan kulitku dan menjadikannya bergidik. Jadilah berani, aku mendengar kepalaku berbisik. Maka beranilah aku.

“Ayo menari,” aku mengajakmu. Aku bisa merasakan harap terpancar dari kedua pupilku.

Kamu, tentu saja, bersedia. Apalah engkau kalau bukan jiwa bebas yang selalu siap menerima?

Senyummu seperti bunga tulip. Aku belum pernah mengunjungi Belanda untuk secara langsung melihatnya, tetapi begitulah aku membayangkan ia. Lembut dan halus, tetapi tak samar layaknya sesuatu yang disembunyikan. Tulip. Sekarang, aku tengah melihatnya mekar.

Kau dan aku saling berpegangan di pundak dan di pinggang. Lalu, seperti alat yang berfungsi dengan matang, kita bergerak. Tak ada satupun dari kita yang pernah secara resmi berlatih dansa, tetapi kurasa kita punya bayangan yang sama akannya. Kanan, kiri, putar. Lantai kamarmu terasa licin karena cat yang berceceran. Untungnya kita selamat. Dan di atas segalanya, kita bahagia.

Akan kuingat skenario ini selamanya. Kalau suatu hari nanti aku ditugaskan oleh Tuhan untuk keliling dunia atau menyelam samudera, akan kubawa memori ini seperti cinderamata. Tak akan kubiarkan ia tiada.

Sebab di mana pun aku berada, hanya padamulah aku mengorbit dan bermuara.

astronomy – the likes of us