“Jadi gini ya rasanya... jatuh cinta pada pandangan pertama?”.
tw // harsh word, typos, 2044 words
Jihoon merasa ditipu.
Tadi keluar dari kelas Pendidikan Karakter Hyunsuk tiba-tiba narik tangannya sambil bilang, “temenin gue ketemu vendor HT.”
Tapi bukannya ketemu vendor HT seperti yang dijanjikan di awal Hyunsuk justru membelokkan mobilnya masuk ke area SMA Negeri 1.
“Ternyata yang kasih sewa HT lagi ada keperluan, barusan dia kirim pesan. Dari pada perjalanan kita sia-sia mending mampir sini, kebetulan SMA gue lagi ada acara nih.” jelas Hyunsuk lebih dulu, mendahului Jihoon yang hendak protes.
“Lo bebas jajan sepuasnya deh, gue traktir.”
Muka ditekuk Jihoon langsung sirna digantikan dengan raut wajah chill. Lumayan banget dapet traktiran unlimited di tengah tanggal tua gini, gak boleh disia-siakan.
“Acara apaan nih? Kok banyak mahasiswa juga?” tanya Jihoon.
Keduanya telah turun dari mobil, sekarang tengah berjalan menuju lapangan pusat dimana panggung berada dan selama itu pula Jihoon baru sadar kalau banyak mahasiswa dengan berbagai warna almamater seliweran di antara siswa SMA yang mendominasi.
“Campus Fest,” jawab Junkyu.
“Oalah pantes, dari kampus kita ada gak?”
“Ada dong,”
“Siapa yang kebagian jaga stand?” tanya Jihoon lagi.
“Duo bucin.”
“Yoshi sama ceweknya?”
“Iye,” jawab Hyunsuk sambil lalu.
Jihoon melirik yang lebih tua lantas tersenyum jahil. “Biasa aja dong mukanya, masa begitu gue nyebut nama Yoshi muka lo langsung sepet. Masih gak terima ya doi lebih milih cewek ketimbang elo?”
Hyunsuk berhenti dengan kepala menoleh cepat. Bibirnya tersenyum tapi Jihoon tahu betul itu bukan senyum manis karena vibenya nyeremin. “Lo bisa diem gak? Atau gue lempar sepatu?”
Terkekeh pelan, Jihoon segera merangkul Hyunsuk dan kembali menyeret yang lebih pendek ke arah lapangan.
“Rame nih, kaya ada yang mau ngisi acara.” kata Jihoon gak penting, basa-basi aja sih sebenernya. Usaha dikit balikin mood Hyunsuk yang udah dia bikin jelek.
“Ya kan dari tadi emang ada yang ngisi acara, tolol.” komentar Hyunsuk pedas.
Jihoon meringis, Hyunsuk mode maung tuh emang nyeremin. “Ya maksud gue kayanya ada guest star gitu barang kali...”
“Guest star utama nanti datangnya jam 3 sore,”
“Siapa guest starnya?” tanya Jihoon.
“HIVI,”
“Anjrit, Campus Fest doang sampai ngundang HIVI? Sultan kali sekolah lo,”
“Iyalah, gue gak pernah tuh masuk sekolah jelek.” cetus Hyunsuk menohok.
Jihoon kesel sih sebenernya, kepengen banget dorong Hyunsuk jauh-jauh siapa tahu nyusrug nyium aspal tapi jangan deh nanti dia gak dapet traktiran unlimited.
“Selamat siang semuanya!”
Bertepatan dengan sampainya Jihoon dan Hyunsuk di lapangan, terjadi pergantian pengisi acara di atas panggung. Beberapa siswa berseragam putih abu-abu kini digantikan dengan tiga orang laki-laki.
“Yoshi bukan sih itu?” Jihoon bertanya seraya mencolek lengan Hyunsuk, menunjuk ke arah panggung dengan dagunyaㅡterarah pada sosok laki-laki berambut coklat gelap tengah menyetel gitar bass warna biru langit.
“Iya.” jawab Hyunsuk sangat singkat.
“Ngapain dia di sana?” seolah tidak mengerti dengan mood buruk Hyunsuk setiap membicarakan laki-laki bernama Yoshi, Jihoon terus saja bertanya.
“Menurut lo ngapain? Dagang bakso kayanya,” sahut Hyunsuk nyeleneh. “Mikir lah, dia megang gitar ya berarti mau ngeband.”
“Sejak kapanㅡ”
“Lo nanya sekali lagi, mulut lo gue jahit aja deh ya Ji?”
Jihoon buru-buru balik melihat ke depan sambil menutup rapat mulutnya. Hyunsuk masuk mode maung yang senggol-bacok, bahaya.
“Perkenalkan kami Orenji, band dari Universitas Altavia. Sambil nunggu ready boleh kenalan dulu?”
“BOLEHH KAK!!! BOLEH BANGET!!!”
“KAKAK GANTENG NAMANYA SIAPAA???!!”
Jihoon bergidik, agak ngeri melihat reaksi siswi SMA yang sekarang memenuhi panggung bagian depan. Agak rusuh dan bar-bar ternyata.
“Ahaha oke oke, kita kenalan satu-satu. Kayanya sebagian udah ada yang kenal gue tapi gak papa kita kenalan lagi. Kenalin gue Junkyu, vokalis Orenji. Mahasiswa Arsitektur masih tingkat satu sih, kuliah dimana? Universitas Altavia, yang mau kepoin kampus gue boleh! Langsung mampir aja ke stand kita yang ada di pojok kiri nih.”
“Junkyu? Mahasiswa jurusan arsi... tingkat satu?? Seangkatan dong sama gue???” dengan mata yang masih fokus pada panggungㅡdimana Junkyu, si vokalis, tengah memperkenalkan Yoshi sebagai bassist. “Kok gue hampir gak pernah liat dia di kampus ya? Padahal seangkatan???”
“Main lo kurang jauh,” celetuk Hyunsuk. Ternyata cowok Choi itu dari tadi ngedengerin gumaman Jihoon. “Fakultas bahasa ke fakultas teknik kan dari ujung ke ujung, wajar kalau elo gak pernah liat Junkyu.”
“Lo kenal?” tanya Jihoon.
“Adek kelas gue di SMA, pernah satu ekskul juga. Ya bisa dibilang gue cukup akrab sama dia.”
“Oh.”
“Oke, lagu pertama hari ini Peterpan – Langit Tak Mendengar.”
Sejak intro lagu mulai dimainkan fokus dan perhatian Jihoon tersedot dan terkunci hanya pada satu titik. Laki-laki tinggi semampai yang berdiri di tengah dengan kaus putih berbalutkan jaket jeans navy tersenyum lebar dengan tangan yang memegang erat stand mic.
Jadi hidup telah memilih
Menurunkan aku ke bumi
Hari berganti dan berganti
Aku diam tak memahami
Gelenyar aneh mulai dirasa ketika suara merdu itu mulai menyapa.
Matahari yang bersinar terik di atas kepala membuat para penonton yang mendekat semakin mendusal di bawah tenda biruㅡsaling berebut tempat berteduh untuk menghindar dari panasnya matahariㅡtermasuk Jihoon yang diam-diam ditarik Hyunsuk untuk masuk lebih dalam ke dalam tenda.
Panas begitu menyengat tapi yang dirasa Jihoon justru sebaliknya. Merdu suara sang vokalis bagaikan hembusan angin sejuk yang membawa efek menenangkan pada rongga dadanya.
Mengapa hidup begitu sepi?
Apakah hidup seperti ini?
Mengapa 'ku selalu sendiri?
Apakah hidupku tak berarti?
Sorot matanya begitu kelam.
Bagaimana bisa Jihoon sadar? Entah, dari jarak sekian meter dari depan panggung Jihoon seolah bisa melihat dengan jelas kelam yang memenuhi binar mata sang vokalis. Dan lagi, nyanyian itu terdengar bagaikan suara hati yang mampu menyentuh Jihoon pada titik hati terdalam.
“Mulai sekarang lo gak akan sendirian,” gumam Jihoon.
Coba bertanya pada manusia
Tak ada jawabnya
Aku bertanya pada langit tua
Langit tak mendengar
“Kalau langit gak bisa menjawab semua tanya lo, datang ke gue. Gue siap jawab semua tanya lo.”
Senyum lebar Jihoon merekah tepat ketika sang vokalis menyugar rambutnya secara asal. “Damn it,” tiba-tiba Jihoon mengeluh dan meringis seraya menunduk dalam dengan tangan yang bertengger di depan dadanya. Mengusap dada getaran jantung yang terasa begitu hebat.
“Heh, lo kenapa?!” dan Hyunsuk mulai panik saat Jihoon tiba-tiba jongkok dengan wajah dan mulut yang tidak berhenti meringis.
Yang ditanya mendongak. Binar matanya tampak berkaca-kaca. “Jadi gini ya rasanya... jatuh cinta pada pandangan pertama?”
Satu minggu setelah Campus Fest di SMA Hyunsuk, semua rutinitas berjalan sebagaimana seharusnya.
Namun ada sedikit perbedaan akhir-akhir ini. Apa yang berbeda?
Jawabannya adalah sikap Jihoon.
Cowok yang lusa kemarin diumumkan sebagai Ketua Pelaksana Event Jurusan – Pojok Bahasa, terlihat lebih banyak diam dan melamun.
Hyunsuk yang gerah dengan tingkah aneh anak itu akhirnya bertanya.
“Lo kenapa sih, ngelamunin apa sih dari tadi sampai di ajak ngomong gak ada nyambungnya sama sekali?” tanya Hyunsuk, dari nada bicaranya saja sudah terdengar gondok.
“Hah sorry sorry, lo ngomong apa tadi?”
TAK!
Gak pakai lama pulpen yang Hyunsuk pegang ujungnya membentur dahi lebar Jihoon, sontak sang empunya dahi meringis sakit.
“Sekali lagi lo ngelamun bukan cuma pulpen yang nyium jidat lo, kamus kesayangan gue yang bakal gantian nyium jidat lo!” dan sebelum Jihoon memprotes Hyunsuk sudah lebih dulu mengangkat kamus super tebal yang ada di atas mejaㅡmengancam yang lebih muda.
“Iya iya maaf elah...”
“Serius nih, anak acara udah nyusun rundown kasaran kayanya bakal banyak waktu yang lowong. Saran gue mending diisi sama apa gitu, penampilan dari anak jurusan atau bawa guest star.”
Aslinya sih omongan Hyunsuk cuma masuk kuping kanan terus keluar kuping kiri alias gak didengar bener-bener sama Jihoon, tapi begitu dengar kata guest star Jihoon auto semangat gak tahu kenapa.
“Undang Orenji aja gimana?” saran Jihoon tiba-tiba.
Hyunsuk mendelik. “Orenji?”
“Iya Orenji, band nya Yoshi.”
“Gakㅡ”
“Lo nolak saran gue karena Yoshi? Cih, gak profesional banget lo.” komentar Jihoon.
“Bacot!”
“Lo kenal kan sama vokalisnya, bagi nomornya sini, biar gue aja yang foll up.”
Delikan Hyunsuk kembali, “gue mencium bau-bau amis buaya.”
Yang ditatap dengan delikan tebal itu menyengir lebar. “Langkah pertama pdkt nih,”
“Beneran?” tanya Hyunsuk.
“Apanya yang beneran?”
“Lo beneran naksir Junkyu?”
Jihoon mendelik. “Emang gue keliatan lagi bercanda atau pura-pura hah?” balik bertanya, Jihoon menunjuk wajahnya sendiri dengan jari telunjuk.
“Gue masih gak percaya buaya kaya lo beneran naksir orang,” Hyunsuk menunduk menatap layar ponselnya, membuka roomchat Jihoon untuk mengirim satu kontak. “Junkyu anak baik-baik, awas aja lo macem-macem sama dia.”
“Gak macem-macem gue mah, cukup satu macem.” senyum Jihoon merekah setelah kontak atas nama Kim Junkyu ia terima. “Dan gue bukan buaya seperti apa yang elo bilang.”
Junkyu agak bingung kenapa akhir-akhir ini dia selalu dapat telepon dari nomor gak dikenal. Setiap hari selalu begitu, dan itu sudah berjalan semalam kurang lebih lima hari.
“Siapa sih?” tanya Yoshi, agaknya cukup risih dengan bunyi dering ponsel Junkyu.
“Gak tahu, gak ada namanya.” jawab Junkyu.
“Jawab aja sih,”
“Takut.”
“Takut apaan?”
“Takutnya penipu terus gue dihipnotisㅡ”
“Lebay, angkat gih. Gue liatin nih, kalo bener lo kena hipnotis ada gue.”
“Oke.”
Cuma dengan bujukan tak berdasar Yoshi akhirnya Junkyu menggeser ikon hijau di atas layar ponselnya.
“Halo?”
“Eh diangkat.,”
“Siapa ya? Bukan orang yang suka nipu atau hipnotis kan?”
“Hah? Ya enggak lah, gue Park Jihoon Bahasa 18.”
“Anak bahasa, ngapain ya nelpon gue? Dapet nomor gue dari mamna deh? Ada urusan apa sama gue?”
“Chill bro, satu-satu dong semua pertanyaan lo bakal gue jawab kok haha...”
“Pertama, gue ketupel event pojok bahasa berniat ngundang lo dan Orenji buat ngisi acara di event gue. Kedua, gue dapet nomor lo dari Hyunsuk. Ketiga, ada urusan apa gue sama lo? Jawabannya udah gue sebut di awal kan. Gue berniat jadiin Orenji sebagai pengisi acara di event pojok bahasa.”
“Oh gitu, kenapa lo gak chat atau imess gue aja dari pada lo nelpon gue setiap hari, bikin gue merasa lagi dikejar-kejar sama debtcollector aja.”
“Ahahaha.., sorry sorry, gue sebenernya udah chat atau imess lo tapi gak dibales samsek makanya gue telpon lo aja setiap hari.”
“Aneh, padahal kan kalo lo butuh kepastian banget lo bisa datengin fakultas gue atau member Orenji lainnya.”
“Duh, gue sih pengennya gitu tapi fakultas lo sama fakultas gue ujung ke ujung banget dan gue agak sibuk ngurus ini itu.”
“Jadi gimana, lo setuju atau engga nih jadi pengisi acara di evet gue?”
“Gue rembukin dulu sama anak-anak ya, nanti gue hubungin lagi.”
“Oke. Sorry ya kalau gue terkesan nerror lo, dan gue tunggu kabar dari lo. Makasih, dan salam buat member lainnya.”
“Oke.”
“Siapa?” tanya Yoshi setelah Junkyu selesai dengan telepon.
“Park Jihoon, ketupel event pojok bahasa. Nawarin kita buat ngisi acara di sana.” jawab Junkyu.
“Jihoon? Kok tuh anak gak hubungin gue ya?”
“Lo kenal?”
“Kenal, dulu satu kelompok sama gue pas ospek.” sahut Yoshi. “Aneh banget padahal dia suka jb-jb instastory gue, dia bisa langsung hubungin gue daripada harus nerror lo kan???”
Junkyu mengangkat bahunya acuh, memilih menghempaskan punggungnya pada sofa empuk rumah Yoshi. “Gak tahu, kayanya dia orang aneh deh.”
“Orang aneh gimana?” Yoshi mendelik. “Dia tuh kupu-kupunya fakultas bahasa asal lo tahu,”
“Kupu-kupu apaan? Kupu-kupu malam?” celetuk Junkyu asal, sukses mendapat toyoran keras dari Yoshi.
“Tolol banget mulutnya.” omel Yoshi. “Nanti lo ngerti deh kalo udah kenal sama dia, anaknya asik kok humoris juga.”
Junkyu mendelik. “Tapi gue gak berminat tuh buat kenal lebih jauh sama dia????????”
“Awas nanti kemakan omongan sendiriㅡ”
“Gak akan. Lagian yang mana sih orangnya, coba gue mau liat mukanya.” Junkyu yang malas bangun memilih merangkak menuju sudut sofa lainnya, mendekati sosok Yoshi. “Lo ada fotonya gak?”
“Buka aja ig nya deh,” sahut Yoshi.
“Username nya apa?”
“parkjipark,”
Setelah ketik username di kolom search muncul satu profil, Junkyu membuka profil dengan gambar siluet laki-laki dari belakang itu, lantas mendelik. “Apaan nih, fotonya cuma foto langit gak ada foto mukanya, sejelek itu ya si Park Jihoon ini?” cerocos Junkyu.
“Sialan, mulut lo bener-bener dah Jun.” Yoshi geleng-geleng kepala sambil kemudian menyodorkan ponselnya pada sang teman. “Nih gue ada fotonya, yang samping kanan orangnya.”
Junkyu memperhatikan foto itu. Layar ponsel Yoshi berulang kali di zoom in-zoom out. “Biasa aja tuh,”
Ada dua tipe orang, ada yang lebih cantik dan ganteng di foto tapi aslinya biasa aja dan ada yang di foto sih keliatan biasa aja tapi lebih cantik atau ganteng kalau dilihat secara langsung.
Dan menurut Junkyu, si Park Jihoon ini masuk ke tipe kedua.
Karena gak mau mengakui Jihoon yang emang ganteng, Junkyu lebih suka bilang, “Dia punya vibe dan karisma tersendiri.”
Halah, padahal aslinya ada yang ketar-ketir disenyumin mulu pas pertama kali ketemuan. Siapa? Kim Junkyu orangnya.