setetesmatcha

Sekitar pukul 20.05, Seungwoo akhirnya sampe di depan kosan Zyra. Dia nunggu sekitar lima menit, dan akhirnya mahasiswanya itu keluar dari balik pager kosannya.

“Lama?” Tanya Zyra saat masuk ke mobil.

“Cuma lima menit.” Jawab Seungwoo.

“Mau kemana?” Tanya Zyra.

“Saya lagi mood ke tempat jauh, mau?”

“Ciumbuleuit? Punclut? Lembang? Saya sih ayok aja.” Seungwoo cuma senyum aja dan segera jalanin mobilnya menuju ke daerah atas Bandung.

“Kalau kamu mau puter lagu, puter aja.” Kata Seungwoo sambil natap lurus ke jalanan.

“Bisa disambung ke hp kan?” Tanya Zyra.

“Bisa, Zyra.” Jawab Seungwoo.

Cewek itu cuma ngangguk dan segera sambungin ponselnya ke pemutar musik mobil Seungwoo. Zyra asik nyari-nyari lagu di daftar putarnya. Dari sekian banyak, Zyra pilih lagu Keshi yang judulnya Atlas.

“Enak kan karya-karyanya Keshi?” Tanya Seungwoo.

“Iya. Saya suka karya-karyanya. Masuk banget di telinga saya. Gak berisik juga lagunya.” Jawab Zyra.

Selama lagunya diputer, Seungwoo ikutan nyanyi dan bikin Zyra merhatiin dosennya itu. Suara Seungwoo bagus, bagus banget malah. Zyra sampe ikut terbawa suasana waktu dengerin Seungwoo.

“Suara kamu bagus.” Puji Zyra waktu lagunya selesai. Seungwoo ketawa kecil.

Thanks.” Balesnya.

“Kamu pernah kepikiran mau jadi penyanyi?” Tanya Zyra lagi.

“Nggak, cuma hobi nyanyi aja. Ya kebetulan juga Tuhan ngasih suara bagus juga. Haha.” Jawab Seungwoo.

“Nyesel saya puji kamu.” Bales Zyra dan ngundang tawanya Seungwoo.

“Jadinya mau kemana?” Tanya Zyra.

“Ke Dago Skyline aja.” Jawab Seungwoo.

“Dago Pakar?” Tanya Zyra lagi.

“Iya, gak apa-apa kan? Atau kamu mau ke tempat lain?” Tawar Seungwoo.

“Nggak, kesitu aja. Saya juga belum pernah.” Jawab Zyra.

Seungwoo ngangguk dan jalanin mobilnya semakin cepet, karena udah muncul tanda-tanda kemacetan. Selama di jalan, gak ada percakapan panjang, mobil itu lebih banyak diisi sama lantunan lagu yang berasal dari pemutar musik.

Jam 20.40, Zyra dan Seungwoo sampe di tempat tujuan, gak begitu rame, mungkin karena weekday juga, makanya pengunjungnya gak begitu banyak. Keduanya segera pesen makanan dan pilih duduk di balkon, biar bisa liat city light. Zyra sibuk fotoin pemandangan dari atas sana, sedangkan Seungwoo cuma nikmatin pemandangan.

“Bagus banget ternyata.” Zyra keliatan kagum banget.

“Syukur deh kalau kamu suka.” Bales Seungwoo.

“Kamu pernah kesini sebelumnya?” Tanya Zyra.

“Pernah, beberapa kali.” Jawab Seungwoo.

“Kebanyakan keluarga ya yang makan disini.” Zyra ngedarin pandangannya ke sekeliling. Tempat itu didominasi sama pasutri dan anak-anaknya. Seungwoo mandang Zyra yang lagi ngeliatin sebuah keluarga yang keliatannya harmonis banget, Seungwoo juga bisa liat ada tatapan iri dari sorot matanya Zyra.

“Bimbingan lagi kapan?” Tanya Seungwoo ngalihin perhatian Zyra.

“Udah janji gak akan ngomongin skripsi dulu sekama lagi jalan.” Protes Zyra.

“Ya kan saya cuma nanya kapan bimbingan, gak bahas skripsinya.” Bales Seungwoo.

“Nanti aja deh, saya gak mau mikirin itu dulu. Bisa stres lama-lama kalau bimbingan terus.” Seungwoo ketawa dengernya.

“Emang kenapa sih? Saya bikin stres?”

“Bukan kamunya, skripsinya.”

“Berarti sayanya nggak kan?”

“Sedikit. Sedikit stres kalau ketemu kamu, since I have a lot of embarassing moment that related to you.” Laki-laki itu semakin ketawa setelah denger jawaban Zyra.

“Makanya saya ajak kamu temenan sama saya biar kalau ada moment malu-maluin, seenggaknya kamu gak akan malu lagi sama saya.”

“Kenapa sih kamu mau banget temenan sama saya?”

I'd loved to make a friend with everyone.” Jawab Seungwoo.

“Kamu percaya sama temen-temen kamu?”

Yes. Saya gak punya alesan buat gak percaya sama mereka.” Zyra naikin sebelah alisnya, terus lipet tangannya di dada.

What if they're betrayed?

Everyone has their own reason, right?

“Apa dengan semua alesan mereka kamu bisa maklumin pengkhiatan mereka?”

Maybe.

What a nice boy.” Sarkas Zyra.

“Kamu kenapa gak percaya banget sama temen?” Tanya Seungwoo.

I already say it before.

So, you have some trust issue?” Zyra ngangguk denger jawaban Seungwoo.

“Separah itu?”

“It's fuckin bad, and I don't want remember that.*” Jawab Zyra. Seungwoo hanya ngangguk.

Sorry. Saya gak akan nanya lagi.”

No problem.” Zyra minum minumannya, karena ngerasa sesek tiba-tiba.

Keduanya hening setelah percakapan tadi. Seungwoo jadi ngerasa gak enak karena mungkin dia bikin Zyra jadi keinget masa lalunya yang kelam, yang bahkan pengen dia kubur dalem-dalem.

“Kamu pernah pacaran?”

'UHUK.' Zyra keselek makanannya waktu denger pertanyaan Seungwoo.

All of sudden?” Tanya Zyra setelah minum.

I just pick a random question.” Bales Seungwoo, gadis itu ketawa dengernya.

“Belum pernah.” Jawabnya dan bikin Seungwoo ngerutih dahinya karena gak percaya.

“Gak usah bohong.”

But it's an honest answer.” Jawab Zyra.

“Kamu mikirnya saya suka gonta ganti cowok? Yang suka campakin cowok setelah saya bosen?”

Yeah.” Jawab Seungwoo dan lagi-lagi bikin Zyra ketawa.

“Saya udah biasa dikira kayak gitu. Tapi saya bener-bener belum pernah pacaran.” Kata Zyra.

“Fwb?” Kali ini Zyra keselek ludahnya sendiri.

“Kamu tau istilah itu?”

“Saya gak setua itu ya, Zyra.” Tawa Zyra pecah waktu denger ucapan Seungwoo. Zyra lupa kalau Seungwoo tidak setua itu untuk mengetahui bahasa-bahasa slang anak muda.

“Nyesel saya nanya.”

“HAHAHA. Sorry sorry, it's too funny for me.” Zyra akhirnya bisa berhenti ketawa.

“Pernah punya.” Alis Seungwoo naik sebelah waktu denger jawaban Zyra.

“Tapi gak lama. Sayanya gak srek.”

“Kenapa?” Tanya Seungwoo.

“Sangean.” Sekarang giliran Seungwoo yang keselek makanannya.

“Saya nyari fwb tuh not only for sexual thingy, tapi saya butuh temen diskusi, and I need someone to rely on.” Jawab Zyra.

“Tapi fwb saya yang kemaren tuh bodoh, gak ngerti apa-apa selain pamerin kekayaan orang tuanya. Kerjaannya cuma minta cium sama minta sex terus.” Tambah Zyra lagi.

“Tapi kamu... Pernah?”

“Belum. Penasaran sih, tapi nanti aja kalau udah ketemu orang yang tepat.” Jawab Zyra.

“Kamu sendiri?”

“Apa?”

“Pernah pacaran?” Tanya Zyra. Seungwoo diem sebentar, terus ngangguk.

“Pernah. Tiga tahun.” Jawab Seungwoo.

“Masih sampe sekarang?” Seungwoo senyum kecil.

“Kalau masih, gak mungkin saya ajak perempuan lain buat jalan.” Jawab Seungwoo.

“Kenapa putus?” Seungwoo diem lama dan ngehembusin nafas beratnya.

You don't need to answer my question.” Ucap Zyra. Seungwoo natap Zyra cukup lama, dan bikin gadis itu salah tingkah.

“Kenapa sih?” Tanya Zyra ketus.

“Kadang saya mikir, kenapa kamu bisa nyebelin banget, dan kadang kamu bisa tiba-tiba jadi dewasa banget.” Zyra minum kopinya terus ketawa kecil.

“Saya nyebelin banget, ya?”

” Iya. Kadang.” Jawab Seungwoo dan bikin Zyra nyengir. Baru kali ini Seungwoo ngeliat Zyra nyengir lebar kayak gitu. Biasanya gadis itu cuma pasang wajah dingin dan datar.

“Tapi saya gak pernah mikir kalau saya orang yang dewasa.” Kata Zyra.

“Kamu cuma sadar kalau kamu nyebelin?” Zyra ngangguk.

“Saya tuh sadarnya kalau saya nyebelin, jutek, dingin, kasar.” Jawab Zyra.

“Kenapa kamu cuma mandang sisi negatif diri kamu sendiri?” Zyra ngangkat bahunya.

“Soalnya saya gak punya sisi positif yang bisa saya banggain.” Jawab Zyra. Seungwoo natap Zyra tepat dimatanya. Sementara yang ditatap cuma diem aja.

“Kamu itu pinter, pinter banget. Cepet ngerti. Kamu juga dewasa, mandiri, gak mudah kemakan omongan orang lain, kamu juga gak peduli sama apa yang orang pikirin tentang kamu, kamu itu kamu. Gak ada Zyra yang lain selain kamu.” Kata Seungwoo sambil senyum.

Zyra diem waktu denger semua pujian dari Seungwoo. Dia natap Seungwoo lama banget. Setitik air mata muncul dari pelupuk matanya, dan akhirnya jatuh ketika Zyra ngedip. Seungwoo panik sendiri gara-gara liat Zyra nangis.

“Eh, maaf. Maaf kalau kamu gak suka sama ucapan saya.” Kata Seungwoo. Zyra tutupin wajahnya. Nangisnya sedikit kenceng dan bikin orang lsin nengok ke arahnya. Tapi sama kayak apa yang Seungwoo bilang, Zyra gak peduli sama apa yang orang pikirin tentang dirinya.

Seungwoo pindah posisi, dia jadi duduk sebelah Zyra dan usap kepala Zyra pelan. Karena gak berhenti juga, laki-laki itu meluk gadis yang masih nangis itu. Usapin punggungnya biar Zyra tenang sambil terus ngucapin kata maaf.

Selang sepuluh menit, akhirnya Zyra udah bisa tenang. Tangisannya udah berhenti, dia ngelepas pelukan Seungwoo. Dosennya itu keliatan khawatir, Zyra segera senyun kecil waktu natap Seungwoo.

“Makasih. Makasih banyak atas pujian kamu. I appreciate it.” Kata Zyra.

“Saya gak pernah denger kata-kata itu sebelumnya, dan ini pertama kalinya saya denger ada orang muji saya. Makasih banyak.” Kata Zyra.

“Maaf bikin kamu malu.” Seungwoo senyum tulus dan ngusap rambut Zyra lagi.

“Saya selalu ngucapin fakta.” Katanya dan bikin Zyra senyum lebar.

“Oke, saya mau.” Seungwoo natap Zyra bingung.

“Mau apa?” Tanyanya.

“Jadi temen kamu.” Seungwoo senyum lebar dan lagi-lagi dia ngusap rambut Zyra.

“Jangan sungkan sama saya. Kalau kamu ada keluh kesah, boleh hubungin saya. Kalau kamu capek, boleh pinjem pundak saya. Kalau kamu lagi mau nangis, boleh pinjem dada saya. I'm here for you.

“Saya gak mau nangis lagi, tapi saya boleh pinjem dada kamu lagi?” Tanya Zyra. Tanpa ngomong apapun, Seungwoo langsung peluk Zyra lagi.

A night

Wonwoo ngehela nafasnya waktu tau Mingyu bakal jemput dia. Wonwoo tuh gak mau ngerepotin orang lain, makanya dia lebih nunggu biar hujannya reda dulu. Wonwoo neguk kopinya sambil mainin hp, takutnya Mingyu udah sampe, dia gak mau bikin laki-laki itu nunggu.

Selang 15 menit, Wonwoo dapet chat dari Mingyu, katanya dia udah sampe di depan kafenya. Wonwoo buru-buru ambil tas laptopnya dan segera keluar. Dia lari kecil menuju ke mobilnya Mingyu.

“Kamu basah.” Kata Mingyu sambil usap rambut Wonwoo.

“Maaf saya gak bisa nyamperin ke depan kafe.”

“Iya, gak apa-apa kok. Udah dijemput aja saya udah makasih banyak.” Bales Wonwoo.

“Udah makan?” Tanya Mingyu.

“Belum, saya lupa tadi.” Jawab Wonwoo.

“Di apartemen saya ada makanan, mau kesana?” Tawar Mingyu.

“Eh? Gak usah, Gyu. Itu buat kamu aja, saya nanti bisa pesen kok.” Bales Wonwoo.

“Tapi ada banyak, Won.”

“Kan ada Seokmin?”

“Justru itu, dia ada urusan katanya.”

“Mau, ya?” Wonwoo natap Mingyu, dia kayak memohon gitu, Wonwoo jadinya gak enak mau nolak, soalnya Mingyu kan udah kasih dia tumpangan.

“Ya udah, boleh deh, Gyu.” Mingyu langsung senyum lebar, dan semakin ngebut bawa mobilnya, jalanan juga udah mulai sepi karena udah jam 01.20 WIB.

Waktu jam udah nunjukin jam 01.45 WIB, akhirnya mereka sampe di apartemen elit tempat Mingyu tinggal. Seblum turun, Mingyu ngasih Wonwoo masker dan topi.

“Sebentar aja, sampe kamar saya, boleh dilepas.” Kata Mingyu. Dia gak mau kalau Wonwoo tiba-tiba masuk headline portal gosip.

“Kamu turun duluan, ke lantai 17 aja. Password-nya 0410.” Kata Mingyu. Wonwoo sebenernya agak kaget gara-gara Mingyu bisa-bisanya kasih tau dia password apartemennya, tapi gak ada waktu buat dia mikirin itu. Wonwoo segera keluar dari mobil Mingyu, terus masuk dan segera ke lantai 17 kayak aoa yang Mingyu bilang. Wonwoo segera pencet password-nya dan masuk ke apartemen Mingyu. Dia liat-liat. Apartemen Mingyu luas banget, ada 2 kamar, mungkin buat Seokmin satunya kalau lagi nginep. Selang beberapa menit, pintunya kebuka lagi, Mingyu muncul dari balik pintu.

“Boleh dilepas masker sama topinya. Maaf ya, ngerepotin.” Kata Mingyu. Wonwoo gelengin kepalanya sambil lepas masker sama topinya.

“Nggak kok, saya ngerti.” Kata Wonwoo cepet.

“Ya udah yuk makan.” Mingyu jalan ke ruang makannya diikutin Wonwoo.

“Biar saya bantu.” Wonwoo segera ambil beberapa minum yang ada, sedangkan Mingyu bawa makan. Setelah itu mereka berdua makan di ruang tengah.

“Maaf ya kalau berantakan.” Kata Mingyu.

“Hah? Mana ada berantakan? Ini rapi banget, Gyu.” Bales Wonwoo.

“Ya udah, tadi merendah untuk meroket aja.” Mingyu nyengir dan dibales sama tatapan datar Wonwoo.

“Seokmin gak ada?” Tanya Wonwoo.

“Iya, kan ada urusan.”

“Dia emang biasanya nginep disini juga?”

“Kalau ada jadwal aja, Won. Tapi kadang gak ada jadwal juga dia kesinih cuma buat curhat.” Wonwoo ketawa dengernya.

“Dia suka banget curhatin kenapa dia gak laku-laku.” Kata Mingyu.

“Masa sih seganteng itu gak laku?” Tanya Wonwoo kaget.

“Ya berarti emang gak ganteng, makanya gak laku.” Ejek Mingyu.

“Ganteng tau.” Bales Wonwoo.

“Ganti topik ah.” Mingyu akhirnya sebel.

“Hahaha, oke oke. Kamu besok jam berapa jadwalnya?” Tanya Wonwoo.

“Jam 1 siang kok, tadi ada yang pagi, cuma diundur jadi minggu depan.” Jawab Mingyu.

“Oh... Sibuk banget ya, kak.” Ledek Wonwoo.

“Iya nih, tapi disempetin buat chat kok.”

“Apaan deh? Saya juga gak minta dichat tiap hari.”

“Tapi wajah kamu merah.” Wonwoo langsung berdehem terus ngalihin wajahnya biar gak diliat sama Mingyu. Sementara laki-laki yang lebih tinggi cuma ketawa kecil gara-gara kelakuan gemes lawan bicaranya.

“Abisin dulu, atau mau saya suapin?”

“Nggak.” Wonwoo langsung makan sambil nunduk banget. Mingyu cuma senyun aja, dan dia juga lanjutin makannya.

“Akhirnya abis juga. Saya kenyang deh.” Kata Wonwoo, dia nyenderin badannya ke sofa di belakang dia.

“Minun dulu, nanti keselek.” Wonwoo langsung minum satu gelas air biar gak seret.

“Nginep aja.”

'UHUK.' Wonwoo keselek waktu denger omongan Mingyu.

“Gak usah, Gyu. Saya pulang aja, ini aja udah ngerepotin.”

“Nggak kok, beneran deh. Besok saya anter ke kantor kamu.”

“Gak usah, Mingyu. Serius.”

Waktu mereka lagi debat, tiba-tiba suara bel apartemen Mingyu bunyi. Keduanya langsung panik. Mingyu narim tangan Wonwoo menuju ke kamar miliknya, terus dia selimutin Wonwoo.

“Gyu?” Mingyu langsung lari keluar kamar.

“Kenapa lu? Kayak panik banget?”

“Hah?” Bales Mingyu linglung.

“Lu...” Mingyu panik waktu Seokmin natap dia curiga.

“ABIS COLI YA ANJING?” Teriak Seokmin.

“HAHAHAHAHA... IYE, ANJING LU GANGGU GUE.” Bales Mingyu sambil sok-sokan ketawa.

“Lu kalau abis nonton bokep, kasih tau gue.” Bales Seokmin.

“Iye dah, nanti gue kasih satu folder. Lu kenapa kesini lagi?” Tanya Mingyu.

“Kan lu besok ada jadwal, nyet.”

“Ya kan siang.”

“Lu bangunnya siang, kambing.” Mingyu mikir buat nyari alesan lain biar Seokmin pergi.

“Nggak dah, janji. Gue bangun pagi.”

“Kenapa sih emang? Biasanya juga lu pengen ditemenin. Mau coli lagi lu?”

“Iye!” Bales Mingyu ngegas.

“Ya udah, coli aje. Gak akan gue intip, ogah.” Seokmin duduk di sofa ruang tengahnya Mingyu.

“Gyu...”

Mingyu makin panik waktu di atas mejanya ada dua bungkus makanan bekas dia sama Wonwoo belum diberesin. Seokmin natap Mingyu serius. Sementara yang ditatap cuma bisa buang nafas aja sambil nelen ludahnya.

“Seok...”

“Lu tuh kenapa sih? Jaga berat badan, mesti bilang berapa kali sih aing? Pan kemarenan udah tuh ku puas-puasin makan, sekarang jaga lagi badan lu.” Mingyu malah speechless. Temennya ini gak peka atau emang bego sih? Ya udahlah ya, yang penting Mingyu bersyukur karena gak ketauan.

“Iya iya, laper banget tadi. Gak kuat. Kalo gue mati, lu gak dapet duit.” Celetuk Mingyu.

“Ya udah sana lu coli lagi, biar otot tangan lu makin kuat.” Mingyu ketawa aja. Dia malu juga, soalnya pasti Wonwoo denger percakapan mereka berdua.

“Gue kunci ye kamarnya.” Kata Mingyu.

“Alay bener, biasanya juga gak pernah dikonci.“Bales Seokmin.

Mingyu gak bales, dan langsung masuk ke kamarnya terus pintunya dikunci. Laki-laki tinggi itu segera buka selimut, dan masih ada Wonwoo yang wajahnya masih panik.

“Masih ada Seokmin?” Bisik Wonwoo. Mingyu garuk kepalanya.

“Dia nginep.” Mata Wonwoo langsung membelo.

“Kamu tidur aja disini, besok saya anter kok, janji.” Kata Mingyu.

“Tapi, Gyu. Nanti saya ngerepotin.” Bales Wonwoo.

“Nggak, kitten. Gak sama sekali. Tidur, ya? Saya pinjemin baju.” Kata Mingyu.

“Gak usah, Gyu. Pake ini aja.”

“Saya yakin kamu gak nyaman. Panas loh. Kalau kamu mau mandi juga boleh. Seokmin gak akan denger. Kedap suara kok ruangannya.” Kata Mingyu.

“Boleh?” Mingyu senyum sambil nganggukin kepalanya, tangannya terjulur buat usap rambut Wonwoo.

“Ikut, ya?” Wonwoo bangun dari posisi duduknya. Mingyu kasih handuk sama baju kaos dan celana training buat Wonwoo pake.

Wonwoo segera mandi dan Mingyu nunggu sambil mainin hp-nya. Dia gak bisa berhenti senyam senyum. Ada untungnya juga Seokmin ke apartemennya. Timing-nya pas.

20 menit berlalu, akhirnya Wonwoo selesai mandi. Aroma maskulin kecium dari tubuhnya. Sekarang keduanya punya wangi yang sama. Tapi Wonwoo masih ada wangi citrus sedikit, soalnya parfumnya manis nempel di badannya.

“Mau minyak telon?” Tawar Mingyu, Wonwoo ngangguk.

“Nih.” Laki-laki yang baru selesai mandi itu gosokin minyak telon ke perutnya, tentunya di kamar mandi. Mana mungkin berani dia buka-bukaan nunjukin perutmya di depan Mingyu. Wonwoo juga pake minyak telonnya di leher dia. Setelah itu, dia keluar dari kamar mandi dan kasihin lagi minyak telonnya ke Mingyu.

“Makasih, ya.” Kata Wonwoo.

“Iya, sini tidur. Kamu pasti capek.” Mingyu nepuk kasur di sebelahnya yang masih kosong.

“Saya tidur disitu?” Tanya Wonwoo.

“Iya dong, kitten. Masa di kamar tamu? Tidur sama Seokmin dong.” Jawab Mingyu.

“Terus kamu...?”

“Disini.”

Wonwoo gak pernah nyangka kalau dirinya bakal satu kasur sama idolanya sendiri. Jangankan satu kasur, ngebayangin bisa ngobrol secara langsung aja udah berasa mimpi banget.

“Kamu risih ya kalau tidur berdua sama saya?”

“Eh nggak kok. Justru saya yang takut kamu risih.”

“Nggak, kitten. Ayok tidur, jangan sampe besok kamu telat.”

Wonwoo jalan perlahan menuju ke kasur ukuran king size itu. Terus duduk di ujung kasurnya. Mingyu ketawa liat kelakuan laki-laki berkacamata tersebut.

“Sini, Wonwoo. Kamu nanti jatuh kalau disitu.” Kata Mingyu. Wonwoo ngangguk dan duduk di samping Mingyu.

“Kamu wangi banget. Padahal kan ini sabun yang saya pake, tapi kenapa di badan kamu lebih wangi, ya?” Tanya Mingyu. Pundak mereka bersentuhan. Jarak mereka deket banget, apalagi waktu Mingyu condongin badannya cuma buat mencium aroma tubuh Wonwoo.

'Plis banget, bisa gak sih jantung gue berdetak normal aja? Malu kalau sampe ketauan Mingyu.' Batin Wonwoo.

“Won? Gak akan tidur?” Tanya Mingyu.

“Oh? Iya, ini mau kok.” Wonwoo langsung ambil posisi berbaring, pun juga dengan Mingyu.

“Kalau saya peluk, maaf ya. Kebiasaan.” Ucap Mingyu.

“Hah? I—iya.” Bales Wonwoo.

“Tidur.” Suruh Mingyu.

“Saya gak ngantuk.” Kata Wonwoo.

“Tadi minum kopi tiga gelas.” Mata Mingyu terbelalak dengernya.

“Perut kamu gak apa-apa?” Tanya Mingyu.

“Untungnya gak apa-apa.” Bales Wonwoo.

“Kamu udah makan tapi sebelum minum kopi?”

“Udah, siang.” Tanpa izin, Mingyu langsung sentil jidat Wonwoo.

“Aww!” Jengit Wonwoo sedikit kenceng. Dia langsung tutupin mulutnya.

“Gak akan denger kok.” Bales Mingyu.

“Kenapa sentil saya sih?” Protesnya.

“Kamu tuh ya. Nanti maag kalau kamu minum kopi kebanyakan. Coba kalau makin parah gimana? Sampe gastritis? Jangan diulang lagi. Gak baik.” Ceramah Mingyu.

“Iya iya. Gak akan lagi.” Bales Wonwoo sambil usapin jidatnya yang tadi disentil Mingyu.

Is it hurt?” Mingyu jadi ngerasa bersalah waktu liat Wonwoo.

“Iya!” Jawab Wonwoo sebel.

“Mana liat.” Ternyata jidatnya Wonwoo jadi merah.

“Maaf ya.” Kata Mingyu sambil usapin jidatnya.

“Besok saya anter jam setengah tujuh, ya? Soalnya takut macet.” Wonwoo ngangguk. Dia mulai ngantuk gara-gara Mingyu usapin jidatnya.

“Gyu, boleh minta tolong?” Tanya Wonwoo.

“Apa, kitten?

“Mau usapin rambut saya, biar saya ngantuk.” Pinta Wonwoo. Mingyu natap laki-laki di hadapannya agak lama. Terus dia senyum sampe gigi taringnya keliatan.

With pleasure, kitten.” Tangan Mingyu sekarang ada di puncak kepala Wonwoo. Tangannya bergerak buat usapin rambutnya Wonwoo. Laki-laki yang lebih kecil mulai ngantuk, kedipannya semakin kerasa berat. Dan setelah lima menit, Wonwoo udah tidur, tapi Mingyu masih tetep usapin rambutnya sambil natap wajah damai Wonwoo. Sebuah senyuman mengembang di wajah Mingyu.

You're indeed a cute creature I've ever seen.” Bisik Mingyu. Tangannya sekarang turun ke wajah Wonwoo. Dia usap pipi mulusnya pake ibu jari. Tatapan matanya turun ke bibir merah muda Wonwoo untuk beberapa saat. Tapi Mingyu langsung sadar dan alihin pandangannya.

'Anak orang, Gyu.' Batinnya. Terus dia milih buat tidur juga.

“Won, izin meluk, ya.” Bisik Mingyu, dan dia langsung peluk tubuh yang lebih kecil darinya itu.

Baru kali ini Mingyu ngerasain deg-degan lagi setelah sekian lama. Dia senyum sambil usapin punggung Wonwoo, dan Mingyu mulai pejamin mata, lalu tidur dengan posisi meluk Wonwoo.

▪▪▪

Jam 5 pagi, Wonwoo udah bangun. Dia kaget waktu liat Mingyu meluk dia. Wajahnya tiba-tiba kerasa panas, jantungnya gak karuan. Dari jarak sedeket itu, Wonwoo bisa liat setiap inch wajah tampan Mingyu dan bahkan dia bisa ngerasain setiap hembusan nafasnya. Tangannya bergerak buat belai pipi Mingyu. Cukup lama Wonwoo ngelakuin hal itu, dan akhirnya dia segera lepas pelukan Mingyu perlahan, terus dia mandi, dan siap-siap lagi buat berangkat kerja.

Waktu Wonwoo lagi rapihin bajunya, alarm hp Mingyu bunyi, nyaring, tapi laki-laki itu gak bangun sama sekali. Wonwoo senyum aja sambil gelengin kepala, lalu dia matiin alarm-nya.

“Won?” Sebuah suara parau kedengeran di telinga Wonwoo.

“Udah bangun? Tidur lagi aja.” Kata Wonwoo.

“Nggak, saya harus anter kamu.” Mingyu langsung duduk sambik ngucek matanya.

“Saya bisa sendiri kok.” Mingyu gelengin kepala sebagai jawaban.

“Saya cuci muka sama gosok gigi dulu.” Mingyu segera masuk ke kamar mandi.

“Udah?” Tanya Mingyu setelah keluar kamar mandi.

“Udah, Gyu.”

“Ya udah ayok.” Mingyu ambil hoodie-nya, lengkap sama masker dan topi. Sementara Wonwoo cuma pake masker aja.

“Bentar, takutnya ada Seokmin.” Mingyu buka pintu kamarnya pelan, setelah pastiin Seokmin masih tidur di kamarnya, dia langsung suruh Wonwoo keluar. Mereka berdua ninggalin apartemen itu secera pelan-pelan, biar Seokmin gak bangun.

“Kamu duluan.” Kata Mingyu.

“Oke.” Wonwoo segera pergi ke parkiran. Mingyu udah kasih kunci mobilnya, jadinya Wonwoo bisa nunggu dalem mobil. Setelah lima menit, Mingyu datang dan segera masuk ke mobilnya, lalu mereka langsung pergi.

Sebelum sampe ke kantor Wonwoo, Mingyu mampir dulu ke mcd yang masih buka, pesen sarapan.

“Kamu lebih suka breakfast wrap atau mau nasi aja?” Tawar Mingyu.

“Eh? Gak ap...”

“Udah, mau apa?” Mingyu motong omongan Wonwoo, soalnya dia tau kalau Wonwoo pasti bakal nolak.

Breakfast wrap aja.” Jawab Wonwoo.

Breakfast wrap sepuluh.”

“Kamu makan empat?” Tanya Wonwoo.

“Buat kamu sama temen-temen kamu.” Jawab Mingyu.

“Gak usah, buat kamu aja. Sama Seokmin tuh.”

“Tapi saya udah pesen banyak.”

“Ya udah buat saya sama temen saya, sisanya buat kamu sama Seokmin.” Mingyu pasrah dan cuma ngangguk aja. Setelah pesenannya udah ada, Mingyu tancap gas lagi sampe ke kantornya Wonwoo.

“Ini.” Mingyu pisahin buat Wonwoo dan buat dirinya.

Thanks a lot. Kalau saya sama kamu udah gak sibuk, nanti saya traktir kamu.” Kata Wonwoo. Mingyu senyum dan ngusap rambut Wonwoo, lagi.

“Saya tunggu janjinya.” Bales Mingyu.

“Saya duluan. Kamu hati-hati. Sekali lagi, makasih banyak.” Kata Wonwoo.

Anytime, kitten. See you.” Setelah Wonwoo masuk ke dalem kantornya, Mingyu juga langsung balik dari sana.

Udah satu minggu ini gue sibuk banget, karena harus audit laporan keuangan perusahaan selama setahun ke belakang. Biasanya gak se-stres ini, tapi setahun kemaren tuh keuangan perusahaan gak stabil, mana dokumen-dokumennya ada yang gak lengkap. Itu semua beneran nguras isi kepala gue, dan gue harus rela buat lembur selama seminggu.

Selama seminggu ini juga hidup gue jadi gak sehat. Makan gak teratur, minum kopi terus, jarang olahraga, dan gak ketemu pacar. Gak sehat banget. Gue yang biasanya gak pernah kena maag, tiba-tiba aja kemaren kena. Bener-bener bukan Joshua banget.

Hari ini, hari terakhir lembur. Gue pengen cepet-cepet semua laporan kelar biar gue bisa istirahat. Honestly, gue belum tidur dari kemaren gara-gara mikirin keuangan perusahaan doang. Otak gue udah ngebul kalo kata Dikey.

Dan akhirnya, jam 19:32, gue selesai ngeaudit laporan keuangan. Gue senderin badan gue ke kursi, mejamin mata sebentar, sambil beberapa kali narik nafas dalam biar pikiran gue bisa lebih relax. Setelah itu, gue segera kirim laporannya, dan bersiap buat balik.

Waktu gue keluar, kantor udah sepi. Ya iya, karyawan lain udah balik dari jam empat sore tadi. Gue doang yang balik malem gini. Gue nyapa Pak Satpam yang pastinya masih jaga. Setelah itu, gue bawa mobil gue ke salah satu restoran fast food karena gue laper banget, terus sekalian beli dessert juga yang ada disebelahnya. Abis itu, gue pergi lagi menuju kosannya Jingga. Iya, gue pengen ketemu cewek gue. Kangen berat soalnya. Terserah deh mau ngatain alay atau bucin, tapi emang kangen banget.

Waktu gue sampe di depan kosannya, gue chat dia dulu, soalnya kata Jingga kan dia ada kumpul sama paguyuban Purwokerto sampe malem. Kurang dari dua menit, Jingga bales chat gue, katanya dia udah balik, gue langsung senyum dan segera nyamperin ke kosannya.

“Lho, kok ada disini?” Tanya Jingga kaget waktu gue ada di depan kosannya. Gue senyum sambil ngelus rambutnya.

“Kamu gak akan nyuruh aku masuk, dek?” Tanya gue.

“Kakak gak akan minta peluk dulu?” Gue ketawa kecil terus meluk cewek mungil di hadapan gue ini. Belum juga satu jam ketemu, tapi tenaga gue udah ke isi lagi.

Gue akhirnya masuk ke kosan Jingga yang selalu wangi violet dan vanilla yang lembut, dan selalu sukses bikin gue nyaman ketika gue berdiam diri di tempat ini.

“Mas Shua kenapa gak bilang mau kesini?”

Gue gak lebay, tapi gue beneran keselek waktu denger Jingga manggil gue dengan embel 'Mas'. Gue tatap dia dan Jingga malah bingung karena gue gak jawab pertanyaannya.

“Coba ulang.” Kata gue.

“Kenapa gak bilang dulu kalau mau kesini?” Tanya Jingga.

“Bukan, bukan bagian itu.” Jingga ngerutin dahinya. Gue gemes sendiri.

“Coba panggil aku lagi.” Jingga akhirnya ngerti, terus dia senyum.

“Kak Shua.”

“Ihh, kayak tadi.” Protes gue.

“Gimana tuh?” Mau kesel, tapi gemes, gimana dong?

“Yang tadi, dek.” Rengek gue. Jingga langsung ketawa gara-gara gue ngerengek.

“Aaaa Mas Shua lucu deh kalau ngerengek gitu.”

God... I wish I always can hear she call me 'Mas' before my name, even in the future.

“Mas Shua belum jawab aku.” Katanya lagi ngebuyarin lamunan gue.

“Iya? Kenapa?” Untung aja cewek gue ini sabar.

“Kamu kenapa gak bilang dulu kalau mau kesini?” Tanya Jingga lagi.

“Kangen.” Jawab gue dan bikin dia senyum lebar.

“Aku juga kangen Mas Shua.” Balesnya.

Please... Kenapa gue lebih deg-degan waktu dia manggil gue 'Mas' dibanding waktu gue nembak dia. Gak sanggup banget jantung gue. Gue kayaknya ketularan virus bucinnya si Dikey deh. Tapi ya kalau ceweknya kayak Jingga yang gemesin begini, gimana gue gak gemes coba?

“Kamu laper gak?” Tanya gue.

“Laper, hehe.” Gue ngusak rambutnya dia, dan segera buka makanan yang tadi gue beli.

“Yuk, makan.” Ajak gue.

Gue dan Jingga akhirnya makan dulu. Gue tuh tadi emang laper banget, tapi sempet lupa waktu ketemu Jingga, terus baru kerasa laper lagi sekarang.

“Oh iya, aku kan bilang mau bikin cookies buat hadiah kamu, tapi belum sempet, soalnya Mas Shua tiba-tiba datangnya.” Kata dia, gue senyum.

“Gak apa-apa, sayang. Aku kesini karena pengen ketemu kamu.” Bales gue.

“Nanti ya aku bikinin, kalau udah gak sibuk, hehe.” Gue senyum lagi dan ngangguk aja sebagai balesan.

Selalu ada percakapan antara gue dan Jingga selama makan. Gue gak pernah keabisan topik obrolan kalau sama Jingga. Gue juga seneng banget dengerin how her day going on. Atau waktu dia nanyain gimana kerjaan gue di kantor. Ya udahlah, gue akuin gue emang bucin, makanya obrolan apa aja bisa bikin gue seneng selama partner ngobrolnya itu Jingga.

“Oh iya, tadi pagi ibu nelpon, katanya salam buat Mas Shua, bapak juga titip salam, katanya kapan main lagi.” Katanya Jingga. Gue senyum, adem banget dengernya.

“Nanti mainnya, sekalian bawa cincin apa?” Tanya gue. Wajahnya Jingga langsung blushing. Gemes banget, Tuhan.

“Belum lulus, Mas.” Bales Jingga. Tangan gue gak bisa banget buat gak ngelus rambutnya.

“Hahaha... Iya, aku tungguin kamu lulus dulu.” Bales gue, tangan gue masih betah ngelusin rambutnya doi.

“Kamu kalau udah lulus nanti, mau kerja apa gimana?” Tanya gue. Soalnya kalau emang jodoh, gue mau bebasin Jingga. Siapa tau dia masih mau lanjut kuliah, atau mau kerja dulu, ya gue sih gak masalah, gue dukung apapun keputusan dia.

“Aku tuh pengen punya toko kue. Aku pernah ngobrol sama Helen, mau bikin kue bareng, terus nanti kita jualin, bikinnya di rumah Helen. Seru banget deh pasti.”

Gemes gak lu? Kalau gak gemes, gak normal. Udah kayak dengerin anak SD lagi ngomongin cita-citanya.

“Terus terus? Kapan mau jualannya?”

“Aku gak tau sih, tapi katanya Helen, aku fokus kuliah aja dulu, kalau udah selesai, baru deh mulai. Tapi aku pengennya tuh dari sekarang aja, biar aku bisa kasih ke ibu bapak juga.”

Jingga tuh sayang banget sama keluarganya. Gue pernah denger dari Dino, kalau Jingga pernah gak dikirim uang bulanan karena katanya adik keduanya alias Sian mau masuk SMA, dan dia ambil sampe tiga part time sekaligus. Salut banget gue sama Jingga. Dia bisa bagi waktunya buat kuliah dan kerja. Bahkan Dino bilang meskipun Jingga kerja, nilainya gak pernah turun, ip dia selalu bagus.

“Ya udah kalau mau jualan, ya jualan aja. Asal kamu bisa fokus sama kuliah kamu. Nanti aku yang modalin.” Ini gue serius banget. Soalnya gue bisa liat peluang pasarnya. Soft cookies bikinan Jingga enak banget, kue-kue bikinan Helen juga enak, apalagi bolu oreo-nya. Asli deh, mereka berdua jago bikin kue kering ataupun kue basah.

“Eh... Gak apa-apa Mas, aku kan part time juga biar aku bisa hasilin uang, terus jadi modal, hehe. Tapi, makasih banyak Mas Shua udah tawarin bantuan.” Makin sayang aja gue sama Jingga.

“Seriusan? Aku beneran mau bantu loh.” Jingga ngangguk sebagai balesannya.

“Serius, Mas. Asal nanti Mas Shua beli, hehe.” Katanya sambil nyengir, dan bikin gue ikutan senyum lebar karena ngeliat doi.

“Nanti aku tawarin ke semua anak kontrakan. Aku tawarin juga ke temen kantor aku.” Bales gue.

“Sayang, Mas Shua banyak-banyak.” Kata Jingga sambil senyum.

“Sayang Jingga lebih banyak lagi.” Bales gue.

Weekend

Dari jam 10 pagi, Mingyu udah ada di apartemen Wonwoo. Katanya sekalian sarapan bareng sama anak kucing.

Ini ketiga kalinya Wonwoo ketemu Mingyu, dan dia masih aja deg-degan ketemu idolanya itu secara langsung. Apalagi Mingyu tuh mulutnya bener-bener manis banget, Wonwoo sering dibikin meleleh sama kata-katanya. Belum lagi sikapnya yang suka ngelus rambut tiba-tiba. Mingyu tuh suka banget skinship.

“Mau marathon film apa?” Tanya Wonwoo sambil ngotak-ngatik tv-nya.

“Series apa ya yang seru?”

“Harry Potter.” Jawab Wonwoo.

“Boleh deh, tapi dari yang kelima ya? Saya belum nonton.”

“Oke.”

Mingyu dan Wonwoo akhirnya nonton Harry Potter dari series yang kelima. Keduanya keliatan fokus banget. Apalagi Wonwoo, padahal dia udah nonton film tentang magic itu gak tau berapa kali, tapi tetep aja dia selalu seneng nontonnya.

Ada banyak cemilan disana, Mingyu sengaja beli buat mereka berdua, soalnya dia tuh kalau nonton wajib banget sambil nyemil. Mingyu ambil satu bungkus Lays dan makan sambil nonton. Sesekali dia ngelirik Wonwoo yang khusyuk banget nontonnya terus dia senyum, soalnya Wonwoo kalau serius bibirnya suka kebuka sedikit.

Keduanya kembali fokus ke layar sampe ada adegan kissing, baik Mingyu, pun juga Wonwoo ngelirik satu sama lain. Wonwoo tegakin badannya dan kembali buat nyoba fokus buat nonton lagi. Mingyu berdehem, terus minum air putih, tiba-tiba ngerasa seret. Pokoknya mereka berdua tiba-tiba ngerasa awkward banget.

Setelah selesai nonton Harry Potter and The Order of Phoenix, mereka berdua nonton lanjutannya sambil makan karena emang udah jam makan siang. Wonwoo yang emang makannya lama, makin lama lagi gara-gara nonton film. Sementara Mingyu lebih fokus ke makanannya dibanding ke film-nya. Mingyu ambil inisiatif buat nyuapin Wonwoo, dan Wonwoo juga gak sadar kalau dia lagi disuapin. Mingyu ketawa kecil waktu pipi kanannya Wonwoo penuh. Laki-laki berkacamata itu emang kebiasaan banget suka nyimpen makanan dipipinya kalau lagi fokus nonton, ngunyahnya juga lama.

“Telen dulu, Wonwoo.” Kata Wonwoo dan bikin laki-laki yang lebih kecil itu nengok, gak lagi fokus ke film-nya. Wonwoo langsung salting waktu dia sadar kalau ternyata dari tadi dia disuapin Mingyu.

“Eh maaf jadi ngerepotin. Sini saya abisin dulu, kamu nonton aja.” Kata Wonwoo. Tangan Mingyu terjulur buat ngusap kepalanya Wonwoo.

“Saya gak apa-apa sih nyuapin anak kucing, gemes.” Katanya yang bikin Wonwoo blushing. Tapi untungnya apartemennya itu gelap, soalnya di luar mendung banget, dan Wonwoo gak nyalain lampu, karena katanya biar lebih asik nonton film-nya sambil gelap-gelapan.

“Kamu nonton aja, saya makan sendiri aja.” Katanya terus ambil sendok yang dipegang Mingyu, dan dia makan sendiri. Mingyu kembali fokus ke film-nya. Sebenernya lelaki bertaring itu udah gak fokus dari tadi, dia gak perhatiin film-nya gara-gara sibuk nyuapin sambil ngeliatin Wonwoo.

Di luar hujan mulai turun, Wonwoo pergi ke kamarnya dulu, ambil selimut buat keduanya. Dia langsung kasihin selimut yang baru aja dilaundry ke Mingyu, dan mereka kembali nonton lagi.

Saat film-nya udah selesai, mereka baru sadar kalau hujan di luar sana deras banget, kadang ada petir juga.

“Pengen makan indomie deh, sebelum besok harus balik makan sayuran.” Kata Mingyu. Wonwoo ketawa gara-gara omongan Mingyu.

“Kasian banget. Mau saya bikinin? Ada banyak tuh stok indomie saya.”

“Gak usah, saya aja yang bikinin. Kamu kan udah saya repotin.” Bales Mingyu.

“Nggak kok, udah kamu disini aja, saya bikinin dulu.”

“Beneran gak apa-apa?” Tanya Mingyu.

“Iya, Mingyu. Kamu suka telurnya setengah mateng atau mateng?” Tanya Wonwoo.

“Setengah mateng.”

“Mau rasa apa indomienya?”

“Soto, ada?” Wonwoo ngangguk dan segera pergi ke dapurnya.

Wonwoo sibuk bikin mie buat mereka berdua. Padahal keduanya baru aja makan dua jam yang lalu. Tapi emang kalau hujan-hujan gini dan udaranya dingin, enak banget makan indomie kuah.

“Kamu suka teh chamomile gak?” Tanya Wonwoo.

“Suka kok, Won.” Jawab Mingyu.

“Bentar, ya.” Mingyu ngangguk. Dia ambil ponselnya dan liat ada banyak notif dari Seokmin.

“Mampus.” Bisik Mingyu kepada dirinya sendiri. Setelah liat notif itu, Mingyu langsung non-aktifin ponselnya, dia gak mau hari terakhir liburnya keganggu gara-gara temen sekaligus manager-nya itu.

Selang sepuluh menitan, Wonwoo akhirnya selesai bikin mie sama teh. Laki-laki berkacamata itu bawa makanan sama minumannya pake nampan. Sebelum makan, Wonwoo nyalain lampunya dulu, karena gelap banget.

“Selamat makan.” Kata Wonwoo dan mereka berdua mulai makan mie-nya.

“Enak banget, ya Tuhan...” Kata Mingyu. Wonwoo terkekeh dengernya.

“Hari terakhir makan indomie, ya?” Ledek Wonwoo.

“Iya, sebelum besok harus diet lagi, jaga pola makan lagi. Sekarang deh saya puasin makan indomienya.” Kata Mingyu.

“Saya buka ini, ya?” Tanya Wonwoo sambil ambil satu bungkus besar Lays.

“Iya, ambil aja. Saya sengaja beli buat kita berdua kok.” Jawab Mingyu.

“Kenapa kamu beli banyak banget Lays?” Tanya Wonwoo.

“Katanya produksinya mau diberhentiin dulu bukan buat tiga tahun?” Tanya Mingyu.

“Ah iya bener. Padahal saya suka banget sama lays diantara semua makanan ringan.” Kata Wonwoo.

“Itu gara-gara apa sih? Saya gak ngerti.” Tanya Mingyu.

“Perusahaan yang produksi Lays ini tuh diakuisisi sama kompetitornya. Makanya produksinya diberhentiin dulu, biar gak saingan sama produk kompetitornya.” Jawab Wonwoo.

“Bukan cuma Lays aja, ya?”

“Iya, cheetos juga, pokoknya semua produk dari perusahaannya diberhentiin dulu.” Kata Wonwoo.

“Padahal saya suka banget sama Lays.” Celetuk Wonwoo.

“Itu Lays-nya ambil aja semua.” Kata Mingyu.

“Eh... Bukan... Maksudnya sayang aja gitu gak produksi lagi selama tiga tahun.” Jawab Wonwoo. Mingyu ketawa aja liat Wonwoo yang gelagapan.

“Kamu besok jadwalnya masih di Bandung juga atau di luar kota?” Tanya Wonwoo.

“Kalau besok masih di Bandung.” Jawab Mingyu.

“Kamu besok kerja?” Tanya Mingyu.

“Iya. Back to reality.” Jawab Wonwoo sambil buang nafas berat.

“Oh iya! Saya lupa kirim dokumen, bentar ya.” Wonwoo langsung lari ambil laptopnya dan sibuk nyari file buat dipresentasiin besok ke client. Setelah nemu, dia langsung kirim ke email Hoshi. Lalu dia nelpon Hoshi, karena temennya itu harus dikasih tau kalau Wonwoo udah ngirim file-nya. Wonwoo aktifin mode speaker, karena dia juga lagi cek brief perusahaan lain yang dikirim sama Joshua.

“Ih mana sih, Ochi?” Gerutu Wonwoo gara-gara sambungan teleponnya gak diangkat-angkat. Wonwoo telepon Hoshi lagi, dan akhirnya diangkat.

“Ih lama banget! Gue udah ki—”

Won... Nanti plis... Nghh... Nanti gue cek kok... Ahh...”

Wonwoo dan juga Mingyu kaget banget waktu denger. Saking kagetnya, Wonwoo malah diem aja, bukannya matiin teleponnya.

Chi... Deeper please...” Itu suaranya Woozi.

Wonwoo sama Mingyu beneran speechless denger desahan-desahan yang keluar dari sebrang sana. Mana suara tubuh mereka yang saling beradu kedengeran jelas juga.

Setelah sekian detik, akhirnya Wonwoo sadar dan matiin sambungan teleponnya. Keduanya diem. Wajah Wonwoo dan Mingyu merah banget setelah teleponnya dimatiin. Mana Wonwoo tiba-tiba cegukan. Laki-laki itu langsung ke dapurnya buat ambil minum, padahal disana ada minum juga.

Mingyu kipasin wajahnya sendiri karena ngerasa panas tiba-tiba, padahal AC di ruangan itu nyala, dan lagi, di luar sana lagi hujan deras. Mingyu neguk segelas air. Jantungnya deg-degan parah. Dia megang dadanya sendiri terus dia elusin biar jantungnya bisa berdetak normal.

Setelah sekitar lima menit, Wonwoo balik dari dapur. Dikepalanya udah mikirin topik apa yang harus diomongin biar mereka gak canggung.

“Ehm... Makannya udah?” Tanya Wonwoo.

“Udah kok.” Jawab Mingyu.

“Oh oke. Saya bawa ke dapur dulu.” Mingyu cuma ngangguk, dan Wonwoo langsung bawa mangkuk-mangkuk kosongnya ke dapur.

“Haus gak?” Tanya Wonwoo.

“Saya aja yang bawain.” Jawab Mingyu.

“Oh, iya.”

Mereka berdua masih keliatan banget canggungnya gara-gara insiden telepon tadi. Wonwoo sampe searching topik obrolan buat mereka biar gak canggung lagi. Tapi, sampe Mingyu balik lagi dengan dua gelas penuh pun, Wonwoo masih gak tau apa yang harus mereka obrolin.

Wonwoo minum air putihnya, gitupun dengan Mingyu. Mereka masib tetep diem-dieman. Gak ada percakapan, cuma suara hujan yang mengetuk jendela apartemen Wonwoo yang bisa mereka denger. Pandangan keduanya gak sengaja bertemu terus...

“HAHAHA...”

Iya, mereka berdua tiba-tiba ketawa ngakak banget. Bahkan Mingyu sampe pegangin perutnya saking gak kuatnya nahan ketawa.

“Lucu banget sih muka canggung kamu.” Kata Mingyu disela tawanya.

“Ih kamu lebih kocak tau.” Bales Wonwoo.

Kayaknya ada sekitar dua menitan mereka ketawa gak berhenti. Mata Wonwoo sampe berair saking ngakaknya. Receh banget emang cuma gara-gara liat ekspresi canggung satu sama lain aja sampe ngakak.

“Aduh... Capek banget saya.” Kata Wonwoo.

“Saya juga, Tuhan...” Bales Mingyu.

Akhirnya mereka udah bisa tenang. Mingyu pencetin pipinya yang kerasa pegel gara-gara kebanyakan ketawa.

“Temen kamu... Dari kemaren? Belum beres?” Tanya Mingyu.

“Hadeh... Emang mereka tuh udah sering, makanya kuat.” Jawab Wonwoo.

“Dosa loh kamu gangguin mereka.”

“Pasti besok saya diomelin deh di kantor.” Kata Wonwoo.

“Hahaha... Ya iya pasti gak sih? Orang lagi enak, malah diganggu.” Mereka berdua ketawa lagi.

“Btw, hujannya gak berhenti, ya? Padahal udah dari jam satu tadi.” Kata Wonwoo.

“Iya nih tumben. Biasanya hujannya cuma sebentar.” Bales Mingyu.

Manager kamu gak tau kan?” Tanya Wonwoo lagi. Mingyu diem, terus nyengir lebar.

“Kamu matiin hp kamu, ya?” Mingyu ngangguk sebagai jawaban.

“Ih nanti dia nyariin kamu. Kamu bilang aja lagi di apartemen temen.” Kata Wonwoo.

“Tapi dia tau semua temen deket saya, kitten.” Kata Mingyu.

“Ya udah, tell other excuse, yang penting dia gak khawatir.” Suruh Wonwoo. Mingyu nurut, terus nyalain ponselnya. Baru juga dinyalain, udah ada telepon masuk dari Seokmin.

“Pasti ngomel.” Kata Mingyu, abis itu dia langsung angkat.

Dimana lu setan?” Wonwoo sedikit kaget waktu denger. Mingyu sebenernya gak pake mode loud speaker, tapi emang Seokmin aja yang kayak toa.

“Pokoknya gue aman. Tenang aja deh, gak usah khawatir. Gue pasti balik ke apartemen nanti. Besok juga gak akan terlambat. Dadah, lopyu Seokmin.” Sebelum Seokmin maki dia lagi, Mingyu langsung putusin sambungan teleponnya.

“Panas banget telinga.” Gerutu Mingyu.

“Kalian deket banget, ya?” Tanya Wonwoo.

“Males banget.” Jawab Mingyu.

“Oke, berarti emang sedeket itu.” Bales Wonwoo.

“Udah ah, jangan bahas Seokmin.” Kata Mingyu.

“Oh iya, saya boleh minta tolong gak?” Tanya Mingyu.

“Kalau saya bisa, saya bantuin.”

“Besok tuh jam 6 pagi saya harus udah bangun.”

“Oh, minta dibangunin?”

“Hehe, mau ya?” Mingyu nyengir lebar sampe taringnya keliatan.

“Dibayar gak?” Canda Wonwoo.

“5000 sekali call.” Jawab Mingyu.

“Saya telepon 100 kali kalo gitu.” Bales Wonwoo.

“Emang ya anak pemasaran tuh ada aja strateginya.” Wonwoo ketawa denger omongan Mingyu.

“Hahaha, iya nanti saya telepon kok.” Kata Wonwoo.

Mereka berdua ngobrol-ngobrol banyak, saling lempar pertanyaan tentang kehidupan masing-masing. Pokoknya hari ini tuh mereka jadi lebih deket lagi dari sebelumnya. Sampe gak kerasa kalau hari udah mulai gelap, hujan juga udah berhenti turun.

“Hujannya berhenti.” Kata Mingyu.

“Kamu mau pulang?” Tanya Wonwoo.

“Dibolehin gak?”

“Ya... Boleh.” Jawab Wonwoo.

“Oh... Kirain berharap hujannya masih deres jadinya saya bisa nginep gitu.” Goda Mingyu.

“Kamu cepet pulang deh mending.” Usir Wonwoo. Malu banget, ternyata Mingyu masih inget tweet dia.

“Hahaha... Apa saya nginep aja? Biar gampang bangunnya besok.”

“Nggak deh, kamar saya cuma satu.” Bales Wonwoo.

“Saya tidur disini.” Kata Mingyu.

“Ya kali kamu tidur di sofa.”

“Ya udah tidur di kasur kamu.”

“Terus saya gitu yang tidur di sofa? Ini apartemen punya siapa coba.” Sarkas Wonwoo.

“Ya tidur sekasur.” Wonwoo langsung melotot.

“Pulang pulang.” Usir Wonwoo lagi dan ngundang tawa Mingyu.

“Gyu, snack-nya.” Kata Wonwoo. Masih ada beberapa snack disana.

“Buat kamu, kitten.” Bales Mingyu.

“Serius?”

“Iya dong.”

Thanks.” Kata Wonwoo.

Anytime, kitten.” Jawab Mingyu.

“Ya udah, saya pulang dulu, ya. Thanks for your time. Maaf jadi ganggu weekend kamu.” Kata Mingyu.

“Harusnya saya buka jasa buat nemenin orang. Satu jam bayar 200.000.” Lagi-lagi Mingyu ketawa denger celetukan Wonwoo.

“Kalau saya udah gak sibuk, saya mau pake jasanya. See you, kitten.” Mingyu ngusap rambut Wonwoo dulu, setelah itu baru dia pergi dari sana.

Udah satu minggu ini gue sibuk banget, karena harus audit laporan keuangan perusahaan selama setahun ke belakang. Biasanya gak se-stres ini, tapi setahun kemaren tuh keuangan perusahaan gak stabil, mana dokumen-dokumennya ada yang gak lengkap. Itu semua beneran nguras isi kepala gue, dan gue harus rela buat lembur selama seminggu.

Selama seminggu ini juga hidup gue jadi gak sehat. Makan gak teratur, minum kopi terus, jarang olahraga, dan gak ketemu pacar. Gak sehat banget. Gue yang biasanya gak pernah kena maag, tiba-tiba aja kemaren kena. Bener-bener bukan Joshua banget.

Hari ini, hari terakhir lembur. Gue pengen cepet-cepet semua laporan kelar biar gue bisa istirahat. Honestly, gue belum tidur dari kemaren gara-gara mikirin keuangan perusahaan doang. Otak gue udah ngebul kalo kata Dikey.

Dan akhirnya, jam 19:32, gue selesai ngeaudit laporan keuangan. Gue senderin badan gue ke kursi, mejamin mata sebentar, sambil beberapa kali narik nafas dalam biar pikiran gue bisa lebih relax. Setelah itu, gue segera kirim laporannya, dan bersiap buat balik.

Waktu gue keluar, kantor udah sepi. Ya iya, karyawan lain udah balik dari jam empat sore tadi. Gue doang yang balik malem gini. Gue nyapa Pak Satpam yang pastinya masih jaga. Setelah itu, gue bawa mobil gue ke salah satu restoran fast food karena gue laper banget, terus sekalian beli dessert juga yang ada disebelahnya. Abis itu, gue pergi lagi menuju kosannya Jingga. Iya, gue pengen ketemu cewek gue. Kangen berat soalnya. Terserah deh mau ngatain alay atau bucin, tapi emang kangen banget.

Waktu gue sampe di depan kosannya, gue chat dia dulu, soalnya kata Jingga kan dia ada kumpul sama paguyuban Purwokerto sampe malem. Kurang dari dua menit, Jingga bales chat gue, katanya dia udah balik, gue langsung senyum dan segera nyamperin ke kosannya.

“Lho, kok ada disini?” Tanya Jingga kaget waktu gue ada di depan kosannya. Gue senyum sambil ngelus rambutnya.

“Kamu gak akan nyuruh aku masuk, dek?” Tanya gue.

“Kakak gak akan minta peluk dulu?” Gue ketawa kecil terus meluk cewek mungil di hadapan gue ini. Belum juga satu jam ketemu, tapi tenaga gue udah ke isi lagi.

Gue akhirnya masuk ke kosan Jingga yang selalu wangi violet dan vanilla yang lembut, dan selalu sukses bikin gue nyaman ketika gue berdiam diri di tempat ini.

“Mas Shua kenapa gak bilang mau kesini?”

Gue gak lebay, tapi gue beneran keselek waktu denger Jingga manggil gue dengan embel 'Mas'. Gue tatap dia dan Jingga malah bingung karena gue gak jawab pertanyaannya.

“Coba ulang.” Kata gue.

“Kenapa gak bilang dulu kalau mau kesini?” Tanya Jingga.

“Bukan, bukan bagian itu.” Jingga ngerutin dahinya. Gue gemes sendiri.

“Coba panggil aku lagi.” Jingga akhirnya ngerti, terus dia senyum.

“Kak Shua.”

“Ihh, kayak tadi.” Protes gue.

“Gimana tuh?” Mau kesel, tapi gemes, gimana dong?

“Yang tadi, dek.” Rengek gue. Jingga langsung ketawa gara-gara gue ngerengek.

“Aaaa Mas Shua lucu deh kalau ngerengek gitu.”

God... I wish I always can hear she call me 'Mas' before my name, even in the future.

“Mas Shua belum jawab aku.” Katanya lagi ngebuyarin lamunan gue.

“Iya? Kenapa?” Untung aja cewek gue ini sabar.

“Kamu kenapa gak bilang dulu kalau mau kesini?” Tanya Jingga lagi.

“Kangen.” Jawab gue dan bikin dia senyum lebar.

“Aku juga kangen Mas Shua.” Balesnya.

Please... Kenapa gue lebih deg-degan waktu dia manggil gue 'Mas' dibanding waktu gue nembak dia. Gak sanggup banget jantung gue. Gue kayaknya ketularan virus bucinnya si Dikey deh. Tapi ya kalau ceweknya kayak Jingga yang gemesin begini, gimana gue gak gemes coba?

“Kamu laper gak?” Tanya gue.

“Laper, hehe.” Gue ngusak rambutnya dia, dan segera buka makanan yang tadi gue beli.

“Yuk, makan.” Ajak gue.

Gue dan Jingga akhirnya makan dulu. Gue tuh tadi emang laper banget, tapi sempet lupa waktu ketemu Jingga, terus baru kerasa laper lagi sekarang.

Selalu ada percakapan antara gue dan Jingga selama makan. Gue gak pernah keabisan topik obrolan kalau sama Jingga. Gue juga seneng banget dengerin how her day going on. Atau waktu dia nanyain gimana kerjaan gue di kantor. Ya udahlah, gue akuin gue emang bucin, makanya obrolan apa aja bisa bikin gue seneng selama partner ngobrolnya itu Jingga.

Strolling around Pt 2

Zyra dan Seungwoo berhenti di alun-alun Kota Bandung, mereka lebih milih buat jalan aja, karena ada banyak makanan kaki lima disana.

“Mau nyoba apa dulu?” Tanya Seungwoo.

“Mau itu apa sih?” Zyra nunjuk ke salah satu gerobak makanan yang ada disana.

“Basreng. Ya udah, yuk.” Seungwoo dan Zyra jalan menuju ke tukang basreng-nya.

“50.000 cukup?” Tanya Zyra dan lagi-lagi bikin Seungwoo ketawa.

“Kamu bisa dapet satu karung, Zyr kalo beli 50.000.” Jawab Seungwoo.

“Oh. Terus berapa?”

“10.000 juga udah dapet banyak, Zyra.” Jawab Seungwoo.

“Cuma 10.000?”

“Kang, 10.000 ya.”

Tukang basrengnya langsung masuk-masukin basrengnya ke dalem plastik. Zyra ngerutin dahinya soalnya banyak banget.

“Sebanyak ini?” Seungwoo ketawa kecil terus ngangguk.

“Makan aja.” Zyra langsung makan dengan ragu. Waktu dia udah nyoba segigit, matanya langsung membelo.

“Hah... Kok bisa ada makanan semurah ini dan enak?” Zyra gak bisa berhenti makan sementara Seungwoo cuma ngeliatin aja sambil ketawa.

“Saya baru tau kalau kamu punya sisi kekanakan juga.” Zyra gak dengerin dan dia fokus sama makanannya.

“Mau apa lagi?” Tanya Seungwoo setelah basreng-nya abis.

“Saya mau nyoba tahu bulat.”

Seriously? *You've never eat it?” Tanya Seungwoo.

“Ih, udah anterin aja.” Jawab Zyra dan mereka berdua segera menuju ke abang tahu bulat yang lagi sibuk goreng di mobil dengan toa yang berisik banget.

“Mau sotong juga?” Zyra ngerutin dahi.

“Pesenin apa aja.”

“Kang, 5000 campur.” Kata Seungwoo.

“5000? Kamu gak salah?”

“Nggak, Zyra.”

“Mau pake bumbu?” Tanya abangnya.

“Nggak, Kang.” Jawab Zyra dan segera makan. Ekspresinya sama kayak waktu tadi dia makan basreng.

Why I've never tried this? Zyra, you're fuckin stupid.” Seungwoo ketawa kenceng waktu denger monolog cewek di sebelahnya itu. Tanpa sadar, dia ngacak rambutnya Zyra yang asik ngunyah.

Mereka berdua lanjut jalan-jalan. Gak tau udah berapa banyak makanan yang Zyra cobain sampe dia ngerasa perutnya udah gak siap buat nampung lagi.

Zyra dan Seungwoo pergi ke tengah alun-alun. Rumput sintetisnya basah, karena tadi sore sempet hujan besar. Disana ada banyak orang, dari mulai anak kecil sampe orang dewasa. Zyra sama Seungwoo ikutan ketawa sambil liatin anak-anak yang lagi asik main, sementara orang tuanya sibuk ngobrol.

“Enak ya jadi anak kecil.” Kata Zyra, pandangannya masih gak lepas dari anak-anak yang lagi lari.

“Beban pikirannya gak banyak.” Laki-laki yang disebelahnya nengok.

“Kalau kamu punya mesin waktu, kamu mau balik ke masa lalu? Ke masa kecil kamu?”

Gadis itu ngelepas pandangannya dari anak-anak itu, terus tarik nafasnya dalam. Dia ngeratim jaketnya karena udara kerasa semakin dingin.

“Nggak juga.”

“Kenapa? Kata kamu enak karena mereka belum punya beban pikiran?”

“Ya itu kan mereka.” Seungwoo natap Zyra yang senyum. Bukan senyum kebahagiaan, tapi senyum pahit.

“Kayaknya saya dari kecil juga udah banyak beban pikiran, haha.” Walaupun Zyra ketawa, tapi Seungwoo tau kalau itu cuma kebohongan semata aja.

“Waktu saya masih kecil dulu, saya terlalu dewasa buat anak seumuran saya. Pola pikirnya udah kayak orang dewasa, dan bikin temen-temen saya ngecap kalau saya itu nyebelin.” Kata Zyra. Matanya natap kosong ke arah depan. Seungwoo dengerin apa kata Zyra, gak ada niat buat interupsi.

“Tapi ya ego saya juga tinggi, masa iya saya harus pura-pura bodoh dan polos cuma biar bisa ditemenin sama mereka? Buat seorang Zyra, hal kayak gitu cuma bikin harga diri saya jatuh. Mana mungkin saya harus pura-pura bodoh?” Cewek itu ketawa kecil.

“Dan sampe besar, saya tumbuh jadi orang yang independen, gak mau bergantung sama orang dan gak punya temen.”

“Kamu gak kesepian?”

Maybe because I've survive the loneliness for so many years, saya udah terbiasa.” Jawab Zyra.

“Orang tua kamu tau?” Zyra diem. Gak ada niat buat jawab pertanyaan Seungwoo. Dia terlalu males buat ngomongin orang yang justru bikin dia ngerasa kesepian. Disaat anak lain sedih, mereka ngadu ke orang tuanya. Disaat anak lain dapet penghargaan, mereka nunjukin itu ke orang tuanya. Disaat anak lain bingung, mereka nanya ke orang tuanya. Sementara Zyra gak bisa. Dia gak punya tempat buat ngadu, dia gak pernah belajar apapun dari kedua orang tuanya. Dia ngelakuin segala hal sendiri. Itu hal yang bikin Zyra dewasa diumurnya. Dia belajar hal sendiri, gak ada bantuan dari orang tuanya.

“Zyra?” Seungwoo ngebuyarin lamunannya.

“Saya ngantuk, kamu mau pulang?” Tanya Zyra.

“Ya udah. Udah malem juga.” Kata Seungwoo.

Selama di jalan, Zyra diem. Tapi ada sedikit perasaan lega karena dia udah mulai bisa cerita suatu hal ke orang lain.

“Kamu mau saya langsung anterin pulang, atau gimana? Mobil kamu masih di apartemen saya.” Tanya Seungwoo waktu lampu merah.

“Ke apartemen kamu aja dulu.” Jawab Zyra.

“Oke.”

Selang 20 menit, akhirnya keduanya sampe di kawasan apartemen Seungwoo.

“Makasih banyak.” Kata Zyra.

“Sama-sama, Zyra.”

“Saya pamit, ya.” Seungwoo ngangguk.

Zyra segera masuk ke mobilnya dan langsung jalan menuju ke kosannya.

Strolling around.

Jam 19.00 tepat, Zyra udah berada di kawasan apartemen Seungwoo. Mungkin kalau ada yang tau Zyra bimbingan jam segini, bisa-bisa dipertanyakan. Mana ada sih bimbingan malem-malem? Tapi gak berlaku buat Zyra dan juga dosen pembimbingnya alias Pak Seungwoo. Dosennya itu bilang kalau dia baru selesai rapat jam 17:35. Akhirnya mereka undur janji bimbingannya jadi jam 19.00.

Zyra langsung pencet bel-nya waktu dia udah ada di depan kamarnya Seungwoo. Kurang dari satu menit, laki-laki yang masih pake setelan kemeja putih dan celana bahan itu akhirnya ngebukain pintunya.

“Masuk, Ra.” Kata Seungwoo.

Thanks.” Jawab Zyra.

Apa ini? Zyra ngiranya kalau mereka berdua gak akan ngerasa canggung lagi, soalnya chat mereka di WA udah lumayan akrab, tapi in real life mereka, mereka masih aja canggung. Atau mungkin cuma Zyra aja yang ngerasa gitu?

“Minum apa, Ra?” Tawar Seungwoo.

“Ya? Gak usah, saya udah beli, sekalian buat bapak.” Seungwoo natap Zyra dengan alis sebelah yang naik.

“Buat kamu maksudnya.” Ralat Zyra.

“Ya udah, saya kasih air putih aja kalau gitu.” Bales Seungwoo.

“Makasih.” Kata Zyra.

“Ini.” Seungwoo nyodorin segelas air putih buat Zyra.

“Makasih.” Dosen itu ketawa kecil gara-gara Zyra terus-terusan bilang makasih.

“Bentar, saya ambil dulu laptop kamu.” Seungwoo masuk ke kamarnya. Kurang dari dua menit, dia udah balik lagi bawa tas laptop warna coklat muda.

“Makasih.”

“Udah berapa kali kamu ngucapin makasih?” Tanya Seungwoo.

“Eh?” Zyra bingung sendiri.

“Udah makan?” Tanya Seungwoo.

“Belum, kamu?” Zyra bertanya balik.

“Belum juga. Mau makan dulu gak? Saya takutnya gastritis kamu kambuh lagi.” Jawab Seungwoo.

“Boleh.” Zyra ngambil satu kresek yang isinya makanan.

“Ini, saya pernah liat kamu makan nasi kare itu, ya udah saya beli itu, gak apa-apa?” Seungwoo senyum.

“Iya, gak apa-apa. Makasih.” Seungwoo ambil makanannya. Mereka berdua segera makan. Gak ada omongan apapun dari keduanya dan itu bikin Zyra gak nyaman.

“Saya mau nanya.” Akhirnya Zyra mecah keheningan.

“Silakan.”

“Kamu minggu kemaren jelasin tentang insider trading, itu maksudnya apa?” Tanya Zyra. Seungwoo minum sebentar, dan segera jawab pertanyaan Zyra.

Insider trading itu sejenis pembelian suatu informasi oleh orang luar melalui orang dalam. Paham gak maksudnya?”

“Jadi misalnya saya tuh kerja di perusahaan A, terus ada orang dari perusahaan B bayar saya buat bocorin informasi perusahaan A tempat saya kerja ini?”

Right.” Bales Seungwoo.

“Berarti itu melanggar etika bisnis?”

“Udah pasti, itu ilegal, even pelarang insider trading itu ada di UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.” Zyra ngangguk denger jawaban Seungwoo.

“Tapi, menurut kamu, banyak gak pelaku insider trading di Indonesia?” Tanya Zyra lagi.

I guess yes. Soalnya dibayarnya besar, dan saya rasa ada banyak perusahaan yang punya insider trading, bukan cuma di Indonesia aja, tapi di luar negeri juga.”

“Oke, makasih jawabannya. Saya udah ngerti sekarang.” Kata Zyra dan bikin Seungwoo ketawa, terus lanjutin makannya.

“Kondisi kamu gimana?” Tanya Seungwoo.

I'm fine.” Jawab Zyra.

Glad to hear that.” Omongan Seungwoo cuma dibales anggukan aja sama Zyra.

“Kamu masih suka minum alkohol?”

“Semenjak gastritis, saya belum minum lagi.”

“Gak usah minum lagi, bahaya.”

“Kamu sendiri? Kamu juga kan pernah gastritis, tapi masih suka minum.” Zyra balik lagi ke mode nyebelin.

“Ya udah. I just remind you.” Jawab Seungwoo.

“Kenapa kamu bisa ingetin orang lain tapi gak bisa ingetin diri sendiri?” Seungwoo natap Zyra.

Don't mind my question.” Bales Zyra yang menciut gara-gara tatapan Seungwoo.

Suasananya hening lagi sampe makanan mereka abis. Zyra ngasih minuman yang tadi dia beli buat dirinya dan Seungwoo.

“Kopi?” Zyra natap Seungwoo bingung.

“Kamu... Gak suka kopi?” Tanya Zyra. Seungwoo ngehela nafasnya.

“Oke, saya pesenin yang lain.” Zyra langsung cek ponselnya.

“Kamu baru sembuh, Zyra.”

“Hah?”

“Nanti kamu kambuh lagi.”

“Oh... Terus? Kamu mau minum kopi saya juga? Kamu juga pernah gastritis.” Bales Zyra.

“Tapi udah lama, dan gak pernah kambuh lagi.”

“Saya kasih satpam aja, mereka harus begadang.” Kata Zyra sambil ambil kopinya dan jalan menuju ke bawah.

Selang sepuluh menit, Zyra udah balik lagi, dan gantinya dia bawa keresek item.

“Nih.” Zyra nyodorin kereseknya ke Seungwoo.

Seungwoo natap Zyra setelah liat isi dari kereseknya, dan Zyra juga natap balik dengan kedua alisnya yang naik.

“Gak suka teh anget juga?” Tanya Zyra.

“Suka. Kenapa kamu beliin saya?”

“Etika.” Jawab Zyra asal.

“Saya pindahin dulu ke gelas.” Seungwoo jalan ke dapur dan mindahin teh-nya ke gelas, terus balik lagi dan ngasih gelas satunya buat Zyra.

“Makasih.” Zyra langsung minum teh-nya.

“Makasih juga.” Seungwoo juga ikut minum.

“Ternyata enak juga teh warkop.” Kata Zyra.

“Kamu baru nyoba?” Tanya Seungwoo dan dibales anggukan sama Zyra.

“Kamu gak pernah nyoba makanan pinggir jalan gitu?” Zyra gelengin kepalanya.

“Seblak? Batagor? Siomay? Basreng?” Tanya Seungwoo.

“Pernah, tapi di kafe semua.” Jawabnya.

Seriously?” Tanya Seungwoo.

“Emangnya kenapa? Enak?”

“Pastinya lebih enak dari di kafe-kafe.” Jawab Seungwoo.

“Masa sih?”

“Mau nyoba?” Tawar Seungwoo.

“Sekarang?” Seungwoo ngangguk.

“Bimbingannya?”

“Kemaren kamu nego ke saya mau diundur bimbingannya, hari ini saya yang mau nego, bimbingannya besok aja.” Kata Seungwoo.

“Oke!” Kata Zyra, Seungwoo senyum.

“Sebentar, saya ganti baju dulu.” Zyra ngangguk dan Seungwoo masuk ke kamarnya buat ganti baju.

Setelah lima menit, Seungwoo keluar sambil bawa knit sweater dan dia sodorin ke Zyra. “Dingin, Zyra. Saya gak mau nanti malah masuk angin dan bimbingannya ketunda lagi.” Zyra senyun tipis dan ambil knit sweater-nya terus dia pake.

“Badan kamu gak keliatan segede ini.” Kata Zyra sambil liatin badannya yang tenggelam di knit sweater-nya. Seungwoo ketawa liatnya.

“Ya udah, yuk.” Ajak Seungwoo.

Mereka berdua segera turun ke lantai dasar dan jalan ke parkiran.

“Pake mobil siapa?” Tanya Zyra.

“Pake motor mau?” Tawar Seungwoo.

“Kamu ada motor?”

“Kalau gak ada, ngapain saya nawarin?” Seungwoo jalan lagi menuju parkiran motor.

“Pak, pinjem helm boleh gak?” Tanya Seungwoo ke satpam yang masih jaga.

“Eh, boleh atuh, Pak.” Satpamnya ngasih helm ke Seungwoo.

“Jalan sama siapa atuh, Pak?”

“Oh si Neng itu pacarnya, Pak Seungwoo?” Zyra sama Seungwoo saling tatap-tatapan bingung.

“Bukan, Pak.” Jawab Seungwoo.

“Ah masa sih, Pak? Ya udah atuh, selamat pacaran ya, Pak.” Goda si satpam. Seungwoo mau ngebales, tapi Zyra keburu narik bajunya.

“Gak beres beres kalau kamu ladenin.”

“Kamu mau pake helm siapa?”

“Helm kamu.” Jawab Zyra.

“Ya udah, nih.” Seungwoo kasihin helm-nya, dan dirinya pake helm satpam tadi.

“Gimana naiknya?” Tanya Zyra waktu liat motor Seungwoo.

“Naik ke pijakannya dulu.” Kata Seungwoo.

“Jatuh dong?” Laki-laki itu ketawa.

“Sambil pegangan ke bahu saya dong, Zyra.”

“Oh.” Zyra langsung naik.

“Udah?”

“Udah.”

Akhirnya mereka segera pergi pake motor Seungwoo keliling Bandung cuma sekedar buat jajan.

Udah satu minggu ini gue sibuk banget, karena harus audit laporan keuangan perusahaan selama setahun ke belakang. Biasanya gak se-stres ini, tapi setahun kemaren tuh keuangan perusahaan gak stabil, mana dokumen-dokumennya ada yang gak lengkap. Itu semua beneran nguras isi kepala gue, dan gue harus rela buat lembur selama seminggu.

Selama seminggu ini juga hidup gue jadi gak sehat. Makan gak teratur, minum kopi terus, jarang olahraga, dan gak ketemu pacar. Gak sehat banget. Gue yang biasanya gak pernah kena maag, tiba-tiba aja kemaren kena. Bener-bener bukan Joshua banget.

Hari ini, hari terakhir lembur. Gue pengen cepet-cepet semua laporan kelar biar gue bisa istirahat. Honestly, gue belum tidur dari kemaren gara-gara mikirin keuangan perusahaan doang. Otak gue udah ngebul kalo kata Dikey.

Dan akhirnya, jam 19:32, gue selesai ngeaudit laporan keuangan. Gue senderin badan gue ke kursi, mejamin mata sebentar, sambil beberapa kali narik nafas dalam biar pikiran gue bisa lebih relax. Setelah itu, gue segera kirim laporannya, dan bersiap buat balik.

Waktu gue keluar, kantor udah sepi. Ya iya, karyawan lain udah balik dari jam empat sore tadi. Gue doang yang balik malem gini. Gue nyapa Pak Satpam yang pastinya masih jaga. Setelah itu, gue bawa mobil gue ke salah satu restoran fast food karena gue laper banget, terus sekalian beli dessert juga yang ada disebelahnya. Abis itu, gue pergi lagi menuju kosannya Jingga. Iya, gue pengen ketemu cewek gue. Kangen berat soalnya. Terserah deh mau ngatain alay atau bucin, tapi emang kangen banget.

Waktu gue sampe di depan kosannya, gue chat dia dulu, soalnya kata Jingga kan dia ada kumpul sama paguyuban Purwokerto sampe malem. Kurang dari dua menit, Jingga bales chat gue, katanya dia udah balik, gue langsung senyum dan segera nyamperin ke kosannya.

“Lho, kok ada disini?” Tanya Jingga kaget waktu gue ada di depan kosannya. Gue senyum sambil ngelus rambutnya.

“Kamu gak akan nyuruh aku masuk, dek?”

Vespa gue melaju menuju ke daerah Sukajadi. Mau nengok abang gue sekalian mau liat kakak ipar. Tadinya sih mau ngajak Nada buat jalan, tapi kayaknya dia lagi persiapan sidang, makanya dia nolak ajakan gue.

Oh iya, ngomongin Nada, gue gak nanya lagi dia sidang mingdep apa nggak, soalnya udah minta doa restu emak bapak si Dikey, berarti bener. Gue mau datang tiba-tiba aja minggu depan, susurpris gitu ceritanya, asik dah. Kan kayak pasangan uwu uwu gitu. Tadinya mau sekalian bawa cincin kan gitu ya, udah bangkotan soalnya gue, tapi gue inget Nada pernah bilang kalo dia pengen masuk dunia kerja dulu sebelum nikah. Pengen aplikasiin semua ilmu dia dulu katanya. Makanya gue gak akan ngide buat lamar dia pas sidang, kalo ditolak malu sampe silid.

Sekitar dua puluh menit, akhirnya gue sampe ke tempat kerja abang dan si Shua. Gue nunggu di kafeteria-nya. Gue mau ambil minuman botol yang ada, tapi pas gue mau ambil, ada cewek juga yang ambil.

“Maaf, saya duluan, Mbak.” Kata gue.

“Kamu gak bisa beli yang lain aja?” Judes banget anjim. Gue kan jadi kesel ye liat mukanya. Mana gue ambil ini minum duluan lagi. Harusnya dia yang ngalah.

“Lah, kan saya yang duluan.” Bales gue. Dia buang nafasnya kasar, terus lepasin botol minumnya dan pergi beli kopi.

“Judes banget anjir.” Monolog gue sambil liatin itu cewek.

Setelah gue bayar, gue nyari tempat duduk, dan ngechat abang dan Shua biar mereka segera nyamperin gue. Gue nunggu sekitar lima menit, dan ngeliat ada abang sama Shua dateng ke arah gue. Gue langsung bangun dan meluk abang.

“Lu kagak usah dipeluk, tinggal ngesot juga ketemu.” Kata gue ke Shua. Dia langsung masang ekspresi malesnya.

“Males, bukan Jingga.” Anying, bucin banget nih om-om.

“Udah lama, Han?” Tanya Abang.

“Lama, udah dua kali lebaran dua kali puasa.” Bales gue.

“Perasaan tadi pagi, lu gak bawa botol minum dah.” Kata gue ke Shua.

“Ya gue sih punya pacar, jadi dikasih.” Sumpah sombong banget manusia.

“Biasanya yang sombong cepet putus sih, amin.” Canda gue mah gais.

“Biasanya yang suka doain orang gak baik, suka dighosting gebetannya.”

“Untungnya kagak.”

Abang ketawa denger perdebatan gue sama Shua. Kayaknya kalo abang tinggal sehari di kontrakan, gak akan kuat dah, soalnya abang soft banget, meanwhile anak kontrakan bar-barnya ngalahin kuda lumping makan beling.

“Kok gak dibawa gebetan lu?” Tanya Abang.

“Malu gebetannya.” Celetuk Shua.

“Lu ade dendam ape sama gue?”

“Kalo gue jawab banyak, lu mau apa hah?”

“Ya minta maaf lah, takut kagak dijajanin lagi.” Jawab gue jujur.

“Gak akan gue jajanin lu lagi.” Bales Shua.

“Udah udah, lama-lama jadi kayak Indonesia Lawyer Club.” Lerai abang.

“Calon kakak ipar gue mana, Bang? Mau kenalan lah. Gue ospek dulu.” Tanya gue.

“Dynar!” Abang manggil seseorang. Gue nengok ke belakang sambil micingin mata. Waktu ceweknya makin deket, mata gue langsung membelo.

ANJIR. Ini mah cewek judes nan galak yang tadi rebutan minuman botol sama gue. Bisa-bisanya dia jadi calon kakak ipar gue? Gue udah bisa bayangin nih, pasti dia tipe cewek yang galak, bikin abang gue jadi suami takut istri gue rasa mah. Kayaknya setipe sama adek gue, si Wooseok, galak gitu.

“Kamu... Ngapain disini?” Tanya cewek yang tadi gue denger namanya Dynar.

“Jenguk kakak saya.” Jawab gue.

“Kalian udah ketemu?” Tanya abang.

“Tadi rebutan botol minum.” Jawab gue.

“Dia adik kamu?” Tanyanya. Mana sambil nunjuk-nunjuk lagi.

“Iya, Nar. Dia adik aku, namanya Jeonghan.” Si mbak itu ngelirik ke gue. Bikin gue sebel dah asli.

“Dynar.” Katanya singkat. Gue cuma ngangguk, gak minat buat nanggepin.

“Lu kenal juga, Josh?” Tanya Dynar.

“Tiap hari gue ketemu dia, Nar.” Dynar ngerutin dahinya.

“Temen satu kontrakan.” Tambah Shua.

“Oh.” Bales Dynar.

Ini orang emang galak aslinya atau emang cuma lagi pms aja sih? Kalau pms, gue wajarin dah galak begini. Tapi kalo sikap aslinya begini? Ih anjir, gak mau gue jadi adik iparnya. Bisa bisa gue ribut mulu sama ini orang.

“Lu udah balik belum, Han, bulan ini?” Tanya abang.

“Ehm... Belum, Bang.” Jawab gue. Shua ngelirik ke arah gue. Dia tuh tau kalau gue gak betah di rumah.

“Balik, Han. Kasian ibu, pasti kangen.” Gue cuma senyum kecil doang terus ngangguk.

'Mana ada sih kangen gue.' Batin gue.

“Kok lu udah balik sih?” Tanya Shua ngalihin topik.

“Gak ada kerjaan, ya udah gue izin pulang aja. Tadinya mau main sama Nada, cuma dia lagi persiapan sidang, gak jadi deh, makanya kesini.” Jawab gue.

“Tumben lu gak langsung balik? Biasanya juga pengen cepet ketemu kasur.” Kata abang.

“Kontrakan lagi kosong ah, cuma isi anak-anak lagi skripsian, gak bisa diajak ngobrol.” Bales gue.

“Lagi pada sibuk ya, anak-anak sekarang.” Kata Shua. Gue tau sih dia juga sedih karena gak bisa ngobrol sesering dulu.

“Seru ya kalian tiap hari ketemu terus.” Kata abang gue.

“Lu ikut ngontrak aja, Bang.” Ajak gue.

“Emang ada kamar?” Tanya abang.

“Oh iya, kagak ada.” Jawab gue, abang cuma ketawa aja.

“Mampir dong Bang. Lu baru sekali kan ke kontrakan?” Tanya Shua.

“Iya, baru sekali nih. Nanti deh ya gue ke kontrakan lagi, sibuk dah.”

“Gaya bener nih abang gue. Sibuk gawe apa bucin?“Cewek yang ada di sebelah abang alias Dynar langsung ngelirik gue.

“Santai, Mbak. Gue cuma nanya, gak nyindir.” Udah sebel aja nih gue sama ini mbak-mbak satu.

“Gue juga gak nuduh lu nyindir gue sih.” Bales Dynar.

“Oh, ya udah. Maap kalo gitu.” Kata gue. Sebenernya gue udah kesel banget sama ini cewek, tapi yakali gue ribut sama cewek.

“Makanya gak usah judge dulu.” Celetuknya.

“Gue udah minta maaf. Kurang?” Tanya gue. Nada gue juga udah mulai nyebelin.

“Kalo gak ikhlas, gak usah.” Balesnya ketus. Abang sama Shua keliatan gelagapan gara-gara hawanya jadi gak enak.

“Nar, maafin Jeonghan, ya?” Kata abang.

“Kamu gak salah. Kenapa harus minta maaf?” Gue ngedengus kasar.

“Lu masih dendam ke gue gara-gara minum tadi? Besok gue beliin dah, mau berapa sih?” Nada gue semakin ketus dan meninggi. Kesel banget gue aslian dah.

“Kok lu jadi bawa-bawa masalah tadi? Gak ada hubungannya.” Bales dia gak kalah ketus.

“Han, Nar. Udah.” Kata Shua ngelerai gue sama Dynar. Gue cuma ngehembusin nafas kasar aja dan ogah buat liat itu cewek lagi.

“Aku duluan.” Pamit Dynar, dan pergi gitu aja.

“Gak mau gue punya kakak ipar kayak gitu. Cari yang lain kek, Bang.” Dengus gue waktu itu cewek udah ilang dari pandangan gue.

“Dynar emang gitu awalnya, ketus dan galak. Tapi kalo lu udah kenal, nggak kok, Han.” Kata abang.

“Ogah gue kenalnya juga.” Bales gue.

“Dynar biasanya gak gitu kok, Han.” Tambah Shua.

“Iye, gue aje yang nyebelin dah.” Gue jadi kesel sendiri. Mood gue tiba-tiba anjlok.

What's wrong with you?” Tanya Shua. Gue cuma angkat bahu gue aja.

“Oh iya, Han. Gue udah bilang ke ibu, kalau gue sama lu mau bangun warung di rumah.” Abang kayaknya ngalihin pembicaraan biar gue gak bete lagi.

“Terus gimana, Bang? Udah ada tukangnya? Kalau belum ada, gue cariin.” Kata gue.

“Kayaknya belum ada deh, Han. Gue kemaren nanya ke ibu, katanya dia juga masih nanya-nanya ke tetangga.” Jawab abang.

“Coba bilang ke ibu, tanya ke Mang Amin, dia kan suka bangun-bangun gitu. Rumahnya sebelah Bu RT.” Saran gue.

“Oh, oke. Gue bilang deh ke ibu.” Abang langsung keluarin hp-nya dan ngetik yang gue omongin tadi ke ibu.

“Nanti kalau udah, bilang aja ke gue, biar sekalian gue transfer uangnya.” Abang ngangguk.

“Kalian masuk jam kerja lagi kapan?” Tanya gue.

“Bentar lagi, Han. Lima menitan lagi.” Jawab Shua.

“Oh yaudah, gue balik dah kalo gitu.” Gue segera berdiri, dan pamit sama abang dan Shua.

“Nar, mau kemana?” Gue ikutan nengok waktu Shua nanya ke cewek yang bikin gue bete itu. Dia keliatan buru-buru.

“Disuruh ke Lembang, katanya HRD-nya ada yang lagi cuti, Josh.” Jawab dia.

“Yah, aku gak bisa anter, Nar. Masih ada kerjaan.” Kata abang. Dynar senyum sambil ngangguk.

“Gak apa-apa kok, aku sendiri aja.” Katanya. Ternyata bener kata abang, ini cewek mandiri banget.

“Ehm... Han, lu bisa anter gak?” Gue langsung balik ke abang. Abang juga nanyanya hati-hati banget, mungkin karena tadi gue juga sempet debat kali ya sama gebetannya itu, jadi takut gue bete lagi. Gue ngelirik ke Dynar yang keliatannya lagi nyoba buat pesen ojol. Sesekali dia liatin jam tangannya terus.

“Ya udah.” Jawab gue. Abang langsung senyum lebar, terus kasih tau letak motornya biar gue bisa pinjem helm-nya. Setelah itu, abang sama Shua pamit, soalnya udah jam masuk.

“Gue anter.” Kata gue. Dynar natap gue. Dia keliatan mikir dulu. Takut awkward sih pasti, ya sama sih gue juga, takut canggung, tapi gara-gara abang minta tolong, ya udah gue iyain aja.

“Oke.” Jawab dia. Gue rasa sih dia juga gak punya pilihan lain selain ikut bareng gue, soalnya dia juga buru-buru.

Gue sama Dynar jalan ke parkiran tanpa ngomong apapun. Sumpah ya, ini cewek jalannya cepet banget, padahal pake heels yang gue rasa tingginya sekitar 5cm dan bikin dia jadi sepantar sama gue. Gue akuin, Dynar cocok jadi model kalau diliat dari proporsi tubuhnya. Tinggi, kakinya jenjang, dan ya... Cakep. Gue jadi keinget degem si Mingyu, soalnya Kejora juga tinggi banget buat cewek yang notabene-nya masih 17 tahun.

Gue kasih helm abang tanpa ngomong apapun. Terus gue naik motor, dan dia juga langsung naik. Gak ada omongan apa-apa selama diperjalanan. Ya anjir abis debat tadi, tiba-tiba disuruh anterin, gimana gak canggung. Mana baru sekali ketemu lagi. Gue sesekali liat Dynar dari spion, dia sering banget ngecek jam tangannya, apalagi kalau lagi di lampu merah.

“Harus sampe jam berapa?” Tanya gue.

“Jam 2.” Jawab dia. Gue liat jam tangan gue, ternyata udah jam setengah dua.

“Gue ngebut, pegangan sama besi belakang.” Suruh gue, dan dia nurut. Lalu, gue beneran ngebut, kenceng banget. Kayaknya seumur-umur, baru kali ini gue bawa motor sengebut ini, gak kayak Mingyu sama Seungcheol yang kalo bawa motor kebut-kebutan gegara mau tebar pesona ke cabe-cabean. Eh astagfirullah...

Hawa dingin mulai nusuk seluruh badan gue. Gue kan cuma pake setelan kantor, ya. Dingin banget dong plis, gimana Dynar yang pake rok span selutut. Mana dia duduk nyamping, apa kagak pegel?

Jam 14:52 akhirnya gue sama Dynar sampe ke bangunan gede yang ada puluhan lantai itu. Dynar beresin rambutnya dulu, dan touch up. Gue bisa liat dia sedikit kedinginan.

Thanks.” Katanya. Gue cuma ngangguk. Terus cewek itu lari kecil menuju ke dalem. Buset dah, bisaan banget dia lari pake heels 5cm dan pake rok span. Gue yakin sih itu cewek disiplin banget.

Abis anterin dia, gue gak langsung balik. Nyari kafe dulu, mumpung di Lembang kan, jadi sekalian. Biar kayak si Mingyu sama Hao gitu yang estetik anaknya. Ada banyak kafe estetik si sekitar hotel-nya. Gue jadinya ngide buat jalan aja, motornya gue parkir di hotel.

Gue masuk ke salah satu kafe yang keliatannya cozy, dan banyak pengunjung. Soalnya kalo sepi, curiga kagak enak makanannya. Jadinya gue masuk ke itu kafe.

Gue merasa tua plis masuk ke itu kafe, rata-rata tuh anak kuliahan yang disana. Sementara gue? Lulus kuliah aja kagak inget berapa tahun yang lalu.

Gue pesen kopi doang yang anget, soalnya dinginnya gak becanda, beneran sedingin itu. Mana udah mendung lagi, kan gue jadi ngantuk, tapi ya kali gue tidur di kafe, nanti gue diculik pan. Waktu gue lagi enak minun kopi, gerimis turun, lama-lama makin deres. Gue yakin balik dari sini, gue masuk angin. Dingin banget edan. Gue cuma pake kemeja sama celana bahan doang plis lah. Tangan gue dari tadi megangin gelas yang isi kopinya tinggal setengah doang.

Salah banget gue ngide kesini jalan kaki, gue jadi bingung mau balik lagi ke hotelnya begimana. Mana hujannya awet bener. Mending ya kalo ada temen, ini mah sendirian banget, jomblonya terpampang jelas. Miris banget, yang lain kapelan, sedangkan gue, bayangan gue sendiri aja kagak mau kapelan sama gue, sedih.

Setelah hampir satu jam hujan, akhirnya mulai reda, meskipun masih gerimis dikit sih. Gue langsung balik lagi ke hotel buat ambil motor dan otw balik, soalnya takut hujan lagi. Pas gue sampe, pas juga Dynar keluar dari bangunan itu.

“Lho belum pulang?” Tanya Dynar.

“Belum, tadi nyari kafe dulu.” Cewek itu cuma ngangguk aja.

“Mau balik?” Tanya gue.

“Iya.” Jawabnya.

“Mau bareng lagi? Tapi kehujanan.” Tawar gue. Dia ngelirik gue dan sekian detik kemudian ngangguk.

“Gak apa-apa deh, nebeng aja.” Katanya.

“Lu mau pake jas hujan gue?” Tawar gue lagi. Kasian banget dia rok-nya pendek, pasti dingin.

“Ada?”

“Ya kalau kagak ada, ngapain gue tawarin.” Gue keluarin jas hujan gue dan ngasih ke dia. Dynar natap gue beberapa detik.

“Kagak bau dah, pake aja.”

“Suudzon mulu sih lu ke gue?” Protesnya.

“Terus ngapain lu liatin gue?”

“Lu gimana? Nanti lu kehujanan.”

Oh, emang ternyata gue yang suudzon gais. Gue kira itu cewek gak mau pake karena takut bau, abisnya pandangannya kek ngajak ribut.

“Udahlah kagak apa-apa. Lu pake aja. Lu cuma pake kemeja, mana rok lu pendek.” Suruh gue.

Thanks.” Jawab dia.

Setelah itu, gue sama Dynar langsung balik dari sana. Makin lama, hujannya makin gede. Baju gue juga lumayan basah. Tapi, ya udahlah, trobos aja, kepalang.

“Lu tinggal dimana?” Teriak gue, ngelawan suara jalanan sama hujan.

“Karapitan.” Jawab Dynar kenceng.

Gue sampe di depan apartemen Dynar dengan baju basah total. Dynar ngeliatin gue dengan tatapan bersalahnya.

“Maafin gue. Gara-gara gue lu kehujanan.” Sebenernya tadi Dynar juga udah nyaranin gue buat minggir dulu, nunggu hujannya reda. Tapi, gue males nunggunya, jadinya gue trobos aja.

“Gak apa-apa.” Jawab gue.

“Lu menggigil, apanya yang gak apa-apa?” Anjir, masih galak ternyata.

“Ya udah, gue balik dulu dah.” Kata gue.

“Makasih.”

“Iye.”

“Hati-hati.”

“Hmm.”

Gue pake jas hujan yang tadi dipake Dynar. Gak kuat gue kelamaan basah-basahan begini. Ngeri masuk angin plis. Semakin renta semakin besar kemungkinan enter wind. Setelah itu, gue segera balik dari sana.

Midnight Drive

“Ngide banget sih kamu? Kalau keliatan orang kan nanti jadi ribet tau.” Omel Wonwoo dan bikin Mingyu cuma ketawa aja.

“Ih malah ketawa. Kamu tuh kenapa sih nekat banget?” Mingyu masih dengerin Wonwoo yang sibuk ngomelin dia.

“Udah belum ngomelnya? Kalau udah, saya nyalain nih mobilnya.” Wonwoo gak jawab, cuma ngedengus aja. Mingyu ketawa geli terus jalanin mobilnya.

“Mau temenin saya cari makan?” Tanya Mingyu.

“Kamu belum makan?” Bukannya jawab, Wonwoo malah nanya balik.

“Belum kalo makan malem. Mau gak?”

“Ya udah, saya temenin, saya juga pengen beli cemilan.” Jawab Wonwoo.

“Apa? Whiskas? Royal Canin?” Goda Mingyu.

“Oh iya, mau beli Whiskas.” Kata Wonwoo.

“Kamu beneran makan Whiskas?” Tanya Mingyu kaget. Wonwoo ketawa sampe idungnya ngerut.

“Bukan, buat kucing beneran lah.” Jawab Wonwoo.

“Tapi kamu kan gak punya kucing?” Tanya Mingyu.

“Buat kucing-kucing jalanan, Gyu.”

“Kamu emang suka ngasih makan kucing, ya?”

“Iya. Saya suka bawa makanan kucing kemana-mana, siapa tau ada kucing kelaperan. Ke kantor juga saya bawa, soalnya sekitar kantor banyak kucing.” Jelas Wonwoo.

Such a cute habit.” Wajah Wonwoo langsung bersemu waktu denger pujian Mingyu.

“Kamu mau beli makan apa?” Giliran Wonwoo yang nanya.

“Eum... Junk food aja kali, ya, biar cepet.”

“Ih kamu makan junk food terus.” Omel Wonwoo.

“Kan biar sekalian bisa drive thru, Won. Emangnya kamu mau makan di resto yang gak bisa drive thru terus kita makan di tempat?”

“Ya udah.” Pasrah Wonwoo. Dia juga gak mau ambil resiko. Bahaya kalau dia keliatan jalan sama Mingyu. Nanti masuk akun-akun gosip.

Mingyu akhirnya nyari kedai Burger King yang paling deket, karena katanya dia lagi ngidam pengen burger. Sementara Wonwoo makan apa aja boleh, soalnya dia juga kan udah makan, cuma pengen ngemil aja.

“Mau apa?” Tanya Mingyu.

“Kentang aja.” Jawab Wonwoo.

Mingyu pesenin kentang sama burger buat dirinya sendiri. Sambil nunggu, gak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir mereka. Cuma kedengeran lantunan lagu aja yang berasal dari mobil Mingyu.

Setelah selesai, Mingyu langsung pergi dari sana. Jalanan macet parah. Karena lagi malam minggu, dan lagi mereka ada di daerah yang notabene-nya daerah wisata yang meskipun lagi weekdays aja bakalan rame, apalagi disaat weekend kayak gini.

“Makan dulu, Gyu. Mumpung macet.” Kata Wonwoo.

“Aaa...” Mingyu buka mulutnya lebar-lebar.

“Sendiri aja.” Bales Wonwoo.

'Are you fucking kidding me, Kim Mingyu? You want to see me die young?' Batin Wonwoo.

“Nanti kalau tiba-tiba jalan gimana? And you know, I'm clumsy.” Jawab Mingyu.

“Alesan aja.” Dengus Wonwoo.

“Aaa...” Mingyu buka mulutnya lagi. Wonwoo telen ludahnya sendiri, terus suapin Mingyu burger-nya.

Laki-laki yang lebih besar itu ngunyah makanannya dengan lahap. Tangannya ngetuk-ngetuk stir mobil, kepalanya sedikit ngangguk-ngangguk. Sementara Wonwoo ikut nyanyi dengan suara kecil.

“Aaa...” Mingyu buka mulutnya lagi, dan Wonwoo suapin lagi. Mereka ngelakuin itu sampe burgernya abis.

“Lama juga macetnya.” Kata Mingyu.

“Maaf ya, gara-gara kamu jemput saya jadinya kejebak macet gini.”

No no, kitten. Not your mistake. Kan saya sendiri yang ngide buat jemput kamu. Lagian saya juga suka nyetir malem-malem gini.” Bales Mingyu.

“Kamu suka juga gak?” Tanya Mingyu.

“Suka juga. Gak tau kenapa rasanya tuh seneng aja liat banyak lampu kendaraan, ditemenin sama lagu-lagu.” Jawab Wonwoo.

“Ditemenin lagu aja nih senengnya? Kalau ditemenin saya, seneng?” Tanya Mingyu lagi.

“B aja tuh.” Jawab Wonwoo.

Padahal dalem hatinya tuh udah kayak bedug masjid pas lagi takbiran, alias jedag jedug kenceng banget.

“Yah, sedih deh.” Bales Mingyu.

“Idih sebel banget.” Pokoknya apa yang Wonwoo omongin itu kontradiksi sama apa yang ada di hatinya.

“Oh jadi gini aslinya anak meng. Galak.” Ledek Mingyu.

“Aslinya Kim Mingyu juga sebenernya gak cool kayak yang di tv tuh.” Bales Wonwoo dan bikin Mingyu ketawa.

“Ya kan saya udah bilang mau ngeliatin sifat asli saya ke temen-temen saya aja.” Mingyu ngasih pembelaan diri.

“Kamu kenapa mau temenan sama saya?” Wonwoo sebenernya udah penasaran banget sama jawaban dari pertanyaannya.

I have no reasons.” Bales Mingyu.

“Masa sih?” Tanya Wonwoo lagi, dia ngerasa gak puas sama apa yang dia denger.

“Emang harus ada alesan ya kalau mau temenan?”

“Gak ada sih, I just curious.” Bales Wonwoo. “Kirain kan karena saya ganteng gitu.” Mingyu lagi-lagi ketawa.

I just think about that after you said it.” Bales Mingyu.

“Cih, katanya gak ada alesan.” Cibir Wonwoo.

“Ya udah ralat. Saya mau temenan sama kamu gara-gara kamu ganteng.” Kata Mingyu dan bikin Wonwoo nyengir lebar.

“Oh iya, tadi temen kamu ada jadwal apa?” Tanya Mingyu. Wonwoo keselek waktu denger pertanyaan Mingyu. Laki-laki yang lagi fokus nyetir itu nengok ke arah laki-laki yang keselek.

“Eh, gak apa-apa?” Tanya Mingyu. Wonwoo langsung gelengin kepalanya.

“Hati-hati makanya.” Giliran Mingyu yang ngingetin Wonwoo. Mingyu lap sekitar bibir Wonwoo sekalian sama bajunya yang sedikit basah. Wonwoo langsung berdehem.

“Abisnya pertanyaan kamu tuh bikin saya kaget.” Jawab Wonwoo.

“Emang kenapa? Kan saya cuma nanya jadwal?” Bales Mingyu. Wonwoo ngeliat ke arah lain, ngehindarin kontak mata sama Mingyu.

“Oh...” Mingyu yang segera sadar langsung ngalihin pandangannya juga. Dia langsung inget obrolan di WA mereka tadi sore. Tentang temennya Wonwoo yang katanya mau.... Ya itulah.

“Gak usah canggung gini kali, Won. Haha.”

“Ya aneh tau ngomongin hal kayak 'gitu' sama orang yang baru aja dikenal seminggu.” Kata Wonwoo.

“Tapikan kita temenan, ya gak apa-apa kali.” Bales Mingyu.

“Ya tapi tetep aja aneh menurut saya.”

“Diomongin biar gak aneh.” Mata Wonwoo langsung melotot.

“Lho bener dong, biar gak aneh, ya diomongin.”

Skip. Ganti topik.” Bales Wonwoo.

“Kamu gak ada 'jadwal' juga?” Mingyu masih aja godain anak kucing.

“MINGYUU!” Wonwoo refleks mukul bahunya Mingyu cukuo kenceng dan bikin laki-laki yang dipukulnya itu mengaduh tapi tetep ketawa.

“Kuat juga ya kamu.” Kata Mingyu. Wonwoo cuma mendelik, terus nengok ke arah kaca. Ngeliat pemandangan diluar dari balik kaca mobil. Wonwoo sedikit kaget waktu tiba-tiba Mingyu buka kacanya.

“Biar kamu leluasa liatnya.” Kata Mingyu.

“Makasih.” Bales Wonwoo. Abis itu Wonwoo nengok lagi keluar. Ngebiarin angin malam ngebelai wajahnya. Udara dingin menyeruak masuk. Wonwoo sedikit menggigil, padahal dia udah pake knit sweater.

Mingyu ngelirik ke arah Wonwoo yang asik mandangin keadaan di jalan yang macet parah. Mobilnya aja stuck selama hampir 20 menit. Waktu liat Wonwoo menggigil, dia ambil hoodie di jok belakangnya dan ngasih ke Wonwoo.

“Gak apa-apa, saya udah pake sweater.” Kata Wonwoo.

“Tapi tadi kamu menggigil, Won.” Bales Mingyu

“Ih, nanti kamu yang kedinginan.” Protes Wonwoo.

“Nggak, saya udah pake sweatshirt di dalem hoodie yang saya pake ini.” Jawab Mingyu.

“Beneran?”

“Nih.” Mingyu sedikit turunin kerah hoodie-nya dan kdliatan kalau Mingyu emang pake baju daleman yang cukup tebel.

“Oke, makasih.” Wonwoo segera pake hoodie Mingyu. Laki-laki pemilik hoodie itu ketawa waktu liat Wonwoo tenggelem, alias hoodie-nya jauh lebih besar dari badan orang yang minjem.

“Kamu kecil ya?” Ledek Mingyu.

“Kamu aja yang besar, Gyu.” Bales Wonwoo.

“Kalo ada orang yang denger obrolan kita, kayaknya bakal ambigu.” Wajah Wonwoo langsung blushing. Dia sendiri gak sadar.

“Macetnya masih lama gak, ya?” Wonwoo ngalihin pembicaraan.

“Kayaknya lumayan. Soalnya kalau saya liat di maps sih, macetnya lumayan panjang juga.” Jawab Mingyu, terus dia noleh ke Wonwoo.

“Kamu ngantuk? Tidur aja kalau ngantuk.” Wonwoo gelengin kepalanya.

“Nggak kok, saya masih seger banget, abis minum kopi soalnya tadi.” Jawab Wonwoo.

“Kamu ngantuk gak? Kalau ngantuk, gantian aja.” Giliran Mingyu yang gelengin kepalanya.

I'm totally awake.” Bales Mingyu sambil senyum.

“Eh gerimis.” Kata Wonwoo. Tangannya nengadah keluar, mgerasain rintik hujan yang jatuh.

“Saya tutup, ya? Nanti kamu basah.”

“Iya, tutup aja, Gyu.” Mingyu langsung tutup jendelanya.

“Dingin juga, padahal gak pake AC.” Laki-laki berkacamata itu gosokin kedua tangannya.

“Mau pinjem hoodie saya lagi?” Tanya Mingyu.

“Gak usah ih. Kamu tuh lusa udah kerja, jangan aneh-aneh.” Mingyu senyum sampe taringnya keliatan.

“Ya udah angetin saya kalau gitu, saya kedinginan.”

“Hah? Kamu kedinginan?” Mingyu ngangguk.

“Kamu mau pake hoodie ini juga?” Tanya Wonwoo.

“Peluk dong, lebih anget sih kayaknya.” Mingyu nyengir lebar, sementara Wonwoo wajahnya udah merah banget gegara temen artisnya ini gak berhenti godain dia.

“Kok diem aja? Emang gak mau? Padahal banyak yang pengen peluk saya, tapi baru kamu yang saya minta buat peluk saya.” Wonwoo ngedengus dengernya.

“Iya deh artis. Saya kan cuma orang biasa.” Sindiran Wonwoo itu berhasil bikin Mingyu ketawa dan ngacak rambut Wonwoo.

“Kamu tuh emang suka skinship, ya?” Tanya laki-laki berkacamata itu.

“Sama orang tertentu aja sih. Gak semuanya, yang deket aja.” Jawab Mingyu.

'So, do you mean I close with you?' Batin si orang biasa.

“Kamu besok gak ada kerjaan kan?”

“Gak ada dong, Gyu. Besok kan masih Minggu.”

“Siapa tau aja kan gitu.”

“Gak ada kok.”

“Jadi kalo kemaleman pulangnya gak apa-apa kan?” Tanya Mingyu untuk kesekian kalinya.

“Haha, gak apa-apa kok. Besok tinggal tidur seharian, bangun lagi Senin untuk menghadapi kenyataan.” Mingyu terkekeh geli waktu dengernya.

“Saya malah ketawa, padahal saya juga udah hectic lagi dari mulai Senin.” Kata Mingyu.

Full banget ya jadwal kamu?” Tanya Wonwoo.

“Iya, Won. Mana hari Sabtu jadwalnya di Bali, tapi Minggu-nya harus udah ke Jakarta.”

“Jangan lupa bawa vitamin, Gyu.”

“Saya harus bawa kamu dong?”

Wonwoo muter bola matanya. Sekarang dia udah mulai terbiasa sama gombalan Mingyu walaupun sebenernya jantung dia masih aja deg-degan kalau denger kalimat cheesy dari bibir idolanya itu.

“Haha. Gak akan lupa kok. Kan ada Seokmin, dia yang siapin semua.” Kata Mingyu.

“Kamu juga siapin dong, Gyu. Masa Seokmin semua? Kan kamu yang tau apa kebutuhan kamu.”

“Lama-lama saya ngerasa udah bersuami tau gak sih, Won? Soalnya kamu dari tadi ngomelin saya terus sama ingetin ini itu.”

“Biar kamu gak teledor.”

“Tapi saya gak pelupa tau.” Kata Mingyu.

“Haha, saya gak bilang kamu pelupa deh perasaan.”

“Tapi kayak yang nyindir gitu.”

“Kamu aja yang baper.” Ledek Wonwoo.

“Baper sama kamu?”

“Pantes penggemar kamu banyak, gombalan kamu jago banget. Fakboi tiktok kalah semua.” Gak tau buat yang ke berapa kalinya Mingyu ketawa gara-gara celetukan Wonwoo.

“Kamu tuh suka banget ya nyindir orang?” Wonwoo angkat bahunya.

“Bukan nyindir, tapi menyerang memakai fakta.” Bales Wonwoo.

“Haha, iya iya deh.”

Suasana dingin di luar gak bisa masuk ngeganggu obrolan hangat mereka. Sampe mereka berdua gak sadar kalau jarum jam udah nunjukin jam 12 malem. Both of them are too busy to sharing story each other and laugh to the other one for respond the story. Sekitar jam 12:15, akhirnya mereka berdua sampe di apartemen Wonwoo.

“*Thanks Gyu, udah repot jemputin saya.” Ucap Wonwoo.

Anytime, kitten.” Bales Mingyu sambil senyum dan gak lupa buat ngelus kepala Wonwoo.

“Saya duluan, ya!” Wonwoo segera turun dari mobil sedan tersebut, dan masuk ke apartemennya. Setelah Mingyu mastiin kalau Wonwoo udah masuk, dia langsung pulang ke apartemennya.