.Epilogue: Bagian 1

-

satu tahun telah berlalu semenjak kepergian Mahardika.

Denala dan teman-temannya, termasuk juga Jefri yang mundur satu tahun, kini sudah sama-sama memiliki gelar dibelakang nama mereka.

waktu hari kelulusan kemarin, mereka membuat satu lingkaran kecil, saling bergandengan dan berdoa untuk Mahardika; mereka mendedikasikan kelulusan mereka untuk Mahardika yang hampir lulus pada waktu itu.

tidak banyak yang berubah dari mereka.

Jefri semakin sukses menjadi pengusaha muda dan Neo Cafe semakin ramai.

Manda masih tetap membantu Jefri sembari menunggu kabar mengenai pendaftaran asisten dosennya.

Nandara baru saja di terima di salah satu agensi periklanan.

Ican dan Rendra masih memilih untuk menikmati kebebasan mereka dan belum berniat mencari pekerjaan.

Dandi belum lama ini bertunangan dengan Sarah. rencananya, mereka akan menikah tahun depan.

terakhir, Jenovan dan Denala masih bersama.

Jenovan kini sedang menjalani masa percobaan di salah satu lembaga hukum dan Denala sedang menjalani masa magang di agensi periklanan yang sama dengan Nandara, hanya saja berbeda departemen.

semuanya yang mengenal Mahardika terus menjalani hidup mereka tanpa dihantui kesedihan atau rasa bersalah. ini mereka lakukan untuk menjalankan permintaan terakhir Mahardika yang ia tuliskan dalam suratnya; 'gua harap lo semua terus bahagia, terus jalanin hidup, dan gak nangisin gua kelamaan'.

***

sore itu, Denala dan Jenovan kembali mengunjungi makam Mahardika. ini adalah kegiatan yang rutin mereka lakukan setiap dua bulan; membawakan buket bunga baru, membersihkan makam, atau sekedar bercerita seolah Mahardika mendengar semuanya.

“hai, Dika!” sapa Denala sambil mencabuti beberapa rumput liar disekitar nisan Mahardika.

Jenovan yang berada disamping gadisnya itu turut angkat suara, “liat nih Mark temen lo, dari kemaren misuhnya belum berenti”

Denala menepuk pelan lengan Jenovan, “ih ngaduan banget!” protesnya.

“lo tau gak sih? gua nih dari keselnya gara-gara atasan ditempat magang gua. masa kerjaan dia dikasih ke gua banyak banget mentang-mentang gua anak magang? katanya biar gua belajar banyak, padahal gua yakin itu alesan doang karena dianya aja yang males” keluh Denala.

cerita-cerita lain terus berlanjut, sesekali diselingi oleh tawa keduanya.

setelah hampir 30 menit berlalu, Denala meletakkan salah satu tangannya diatas batu nisan Mahardika.

“Dik, gua gak akan pernah bosen bilang ini. makasih, ya? gua harap istirahat lo tenang disana, karena gua pun berusaha untuk terus bahagia setiap harinya”

Jenovan merangkulkan lengannya di bahu Denala sebelum berkata, “lo tenang aja, gua beneran jagain Denala kok. dan pastinya jagain lo juga yang ada di diri Denala”

keduanya pun bangkit, kemudian perlahan berjalan semakin jauh dari tempat peristirahatan terakhir Mahardika dengan saling bergandengan tangan.

namun, ada satu kalimat yang sedari tadi hanya berani diucapkan oleh Denala didalam hatinya, 'gua sayang sama lo, Mahardika'.