.One Back, One Gone

-

proses operasi sudah berjalan selama 7 jam.

namun Jenovan, Dandi, Manda, dan Jefri tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda ingin meninggalkan rumah sakit. mereka semua dengan setia menunggu Denala selesai di depan ruang operasi.

“si Mark belum ada kabar juga?” tanya Jenovan untuk kesekian kalinya hari itu.

“belum anjir. kayaknya bener dia lagi ngurusin skripsi deh, biasanya gitu soalnya. ilang gak ada kabar berhari-hari, tau-tau pas balik cuma cengar cengir” sahut Manda.

Jenovan pun menganggukkan kepalanya lagi.

sekalipun perlu diakui dirinya beberapa kali cemburu atas kedekatan Denala dengan Mark, ia terus mengingatkan dirinya bahwa kedua orang itu telah bersahabat sejak kecil. maka dari itu, mau bagaimana pun juga, Mark sudah seharusnya dikabari mengenai hal ini.

“Jen” panggil Dandi sambil menepuk pundak Jenovan.

yang dipanggil hanya menolehkan kepalanya tanpa menjawab.

“lo tidur dulu aja sebentar. lo udah dari hari pertama gak pulang, kurang tidur juga. lo mau emang nanti pas Denala sadar dia liat pacarnya kayak zombie gini?” ucap Dandi.

mendengar ucapan Dandi, Jenovan untuk pertama kalinya menunjukkan senyuman setelah hampir 3 hari.

“mana pacar anjir? belom sempet nembak gua tuh” balasnya sambil terkekeh.

Dandi juga ikut tertawa, “ah sama aja lah dimata gua. udah dengerin gua, tidur dulu sebentar. nanti gua bangunin”

Jenovan pun beranjak ke kamar rawat inap yang telah disiapkan untuk Denala begitu gadis itu selesai dari ruang operasi.

***

Jenovan terbangun karena ponselnya berdering. nama Dandi terpampang di layar ponselnya sehingga ia segera beranjak duduk dan mengangkat panggilan tersebut.

'Jen, kayaknya udah mau selesai' ucap Dandi diseberang sana.

“oke, gua kesana sekarang” balas Jenovan sebelum mengakhiri panggilan dan segera melangkahkan kakinya ke tempat ia semula berada.

***

sesampainya Jenovan disana, pintu ruang operasi terbuka. seorang dokter yang didampingi oleh Sarah keluar dari balik pintu putih itu dan keempat orang lainnya segera berdiri.

“operasinya berhasil, sekarang kondisi Denala sudah mulai stabil” ucap dokter itu sambil tersenyum hangat.

mendengar hal itu, Manda menghamburkan dirinya kedalam pelukan Jefri yang dibalas dengan senang hati. Keduanya menangis, menangis karena bahagia sahabatnya berhasil melewati 12 jam proses operasi.

Jenovan terjatuh ke lantai dengan posisi berlutut. ia pun turut terisak pelan sambil tersenyum, lagi-lagi mengucap terima kasih dalam hatinya karena Tuhan masih mendengarkan permohonannya.

kondisi Dandi juga tidak berbeda jauh. ia tersenyum lega dan mendudukan dirinya di kursi, diikuti oleh Sarah yang duduk disebelahnya setelah sang dokter kembali ke ruang operasi.

“Sarah, makasih banget. makasih kamu udah selamatin Denala” ucap Dandi sambil menggenggam erat kedua tangan Sarah.

namun lagi-lagi, Sarah menunjukkan ekspresi yang tidak dapat diartikan dengan pasti.

“kenapa, Sar? ada yang salah?” tanya Dandi begitu menyadari raut wajah kekasihnya yang sulit dipahami.

“si pendonor paru-paru nitipin sesuatu untuk kalian semua” ucap Sarah sambil mengeluarkan sebuah amplop dari saku seragamnya.

suasana haru dan bahagia itu pun seketika berubah menjadi hening dan sedikit menegangkan. semua bungkam.

mereka sudah menerka dalam kepala masing-masing mengenai apa yang akan disampaikan oleh Sarah. akan tetapi, mereka memilih diam dan menunggu Sarah untuk mengatakannya.

namun, melihat Sarah yang sedikit ragu-ragu untuk melanjutkan, Jefri memutuskan untuk angkat suara.

“pendonornya Nala.. Mahardika ya, Kak Sarah?”

satu anggukan dari Sarah sudah cukup untuk membawa Manda menangis tidak percaya di pelukan Jefri yang ikut pengeratkan pelukannya pada Manda. ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak terisak, namun isakan itu lolos juga.

pertahanan Dandi juga ikut runtuh bersamaan dengan fakta mengejutkan itu. ia tidak menyangka bahwa Mahardika, yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri itu dengan suka rela mendonorkan paru-parunya demi menyelamatkan nyawa Denala.

sedangkan Jenovan, ia tidak tau harus bereaksi seperti apa. ia pun hanya menundukkan kepalanya, berusaha semampunya untuk mencerna informasi tersebut.

dalam hatinya, ia berterimakasih pada Mark atas pengorbanannya bagi Denala. namun di sisi lain, ia juga iri pada Mark yang telah menjadi penyelamat bagi Denala.

akhirnya, Jenovan membawa dirinya untuk bangkit dan melemparkan pandangannya keluar jendela untuk melihat langit malam yang cukup cerah.

'Mark, makasih banyak, bro. gua bakal jagain Denala, gua janji sama lo. gua ga bakal biarin pengorbanan lo sia-sia. lo yang tenang ya” batinnya.

setelah itu, Jenovan melangkahkan kakinya menuju Jefri dan Amanda. ia membawa dua orang itu kedalam pelukannya, berusaha membagi kekuatan dengan mereka.

“Mark...” panggil Manda lirih.

“anjing, jahat lo Mark ninggalin kita kayak gini” ucap Jefri yang berusaha menyembunyikan betapa sedih dirinya kehilangan sesosok Mahardika.

“t-tau tuh, temen lo, Jef! jahat! masa dia berjuang sendirian buat Denala? b-berasa gak b-berguna gua jadi temen deketnya” balas Manda disela isakannya.

“Jen, abis ini lo jagain Nala yang bener ya. lo jagain Mark juga soalnya” ucap Jefri setelah ia melepaskan pelukan dan mengusap kedua matanya.

“iya. lo bisa pegang omongan gua” balas Jenovan penuh keyakinan sambil menepuk pelan pundak Jefri.