Dua dunia.
`
“Sah?”
“SAHHHHH!!!”
Suara sorak dan ucapan syukur pun pecah saat sepasang kekasih ini telah dinyatakan sah menjadi pasangan suami istri.
“Kok lu nangis sih Al elah jangan nangis dong.” Ucap Haechan sesekali mengelus lengan sahabatnya. “Heh! Kalo lu nangis gini mah dikira lu ditinggal nikah ama cimeng.”
“Ya emang ditinggal nikah koplak!” Almira berusaha mengusap sisa-sisa air mata.
“Maksud aing tuh di buang terus ditinggal nikah.”
“Gitu ya?”
Haechan hanya mengangguk. Lantas Almira fokus pada sahabatnya yang sedang menunjukkan puppy eyes kepadanya. Lelaki itu benar-benar bahagia. Almira pun ikut tersenyum, disertai setetes air mata yang lolos dari matanya. Ada bagian dari hatinya yang masih saja tak rela melepas sahabatnya.
Pasangan bahagia itu turun membaur dengan tamu undangan yang lain. Wedding party mereka adakan di sebuah villa dengan taman yang luas, membaur dengan alam. Suasana alam adalah suasana yang sangat disukai Jeno, Haechan, juga Almira.
Ada rasa senang, sedih, dan haru yang campur jadi satu saat Jeno menghampiri Almira yang sedang asyik mencicipi kue-kue disana. Gadis itu menoleh menampakkan wajah bahagia. Tak disangka, Jeno datang untuk memberi pelukan yang mungkin adalah pelukan terakhirnya. Siapa tau, suatu saat ia tak lagi bisa memeluk sahabatnya itu karena telah ada hati yang ia jaga sepenuhnya.
“Ngapain lo nangis?!” Almira mendengar suara isak Jeno dalam peluknya. “Ey! Sahabat gue udah sold out! Bahagia terus ya Jeno?” Satu tangannya menepuk-nepuk pelan punggung Jeno.
“Jen udah anjir dilihatin tamu noh.”
Almira melepas pelukan. Melihat Jeno yang sibuk mengucek matanya. Almira senyum lagi. Ia membantu Jeno mengusap jejak basah di pipi. Dan entah kenapa, hal yang baru saja dilakukannya itu, membuatnya lebih lega.
“Sana temuin tamu yang lain.” Titah Almira yang disetujui oleh Jeno.
Sebuah pesan masuk menggetarkan ponselnya. Pesan dari Nana berhasil mengacaukan pikirannya lagi. Jemarinya seperti bingung, bahkan setelah ia berhasil mengetik satu kalimat panjang, dia menghapusnya lagi. Begitu berulang kali.
“Almira!”
“Lucas? Dari mana aja lo? Gue cariin.”
“Apaan orang lo gak nyariin gue.” Goda Lucas yang hanya dibalas decakan oleh Almira. “Udah belum, Al?”
Gadis itu bingung.
“BELUM!” Jawab Almira tegas.
“I-iya santai aja.”
“Gue gak mau ketemu Nana.”
“Katanya mau ngobrol?”
“Ya tetep aja gak mau. Gue takut.”
`
Pada akhirnya, mau tak mau, Almira menghampiri Nana yang tengah menunggu di taman belakang, dekat kolam renang. Dengan Lucas yang berjalan bersamanya, ia datang.
Nana berdiri disana, bersama dua saudaranya yang telah lama tak bertemu dengan Almira.
“Na, please jangan ngebahas apa-apa dulu.”
Pelukan hangat dari Na Jaemin menyambutnya.
“Lagian siapa yang mau ngebahas apa-apa?” Jaemin tersenyum. “So beautiful.”
Yang dipuji malah salah tingkah.
“Long time no see ya, Al?” Sapa Doyoung.
“Iya. How are you? Baik-baik aja lah pasti?” Tanya Almira mengarah pada Doyoung dan Taeyong.
Mereka berdua mengangguk. Lantas duduk di atas alas yang telah mereka gelar sejak tadi. Di susul oleh Jaemin, Almira, dan Lucas.
Jaemin lebih sering tersenyum. Bukan senyum yang biasanya. Tapi senyum yang beda. Ia mengeluarkan ponsel dalam sakunya. Mengambil foto Almira yang sedang cantik-cantiknya. Wajah gadis itu yang menatap langit, terkadang sadar menghadap ponsel Jaemin, Almira yang senyum ceria saat berbicara dengan saudara-saudaranya.
Terlihat sangat indah. Jaemin telah berhasil membuat foto-fotonya bernyawa. Akan mampu membuat objeknya merasakan memorinya.
“Maafin aku ya, Almira.” Dengan suara berat Jaemin mengucap kata maaf, lagi. Sebuah kalimat yang penuh dengan rasa bersalah. Bibirnya bahlan bergetar menahan rasa takut.
Melihat Nana-nya berwajah kusut, Almira menghembuskan nafas. Lantas ia tersenyum, “Na? Emang kamu salah apa? Gak ada apa-apa minta maaf. Aneh kamu.”
“Boleh aku bahas sekarang?”
Kali ini, sungguh, raut wajah Jaemin sangat membuat Almira khawatir, dan ingin menangis saja rasanya. Entah, rasa sesak lebih dulu menyelimuti dirinya. Ia hanya menatap Jaemin dan saudaranya bergantian.
Almira mengangguk.
“I like you. A lot. More than i've liked any—”
“Na, don't do this.”
Entah mengapa saat Jaemin akan melanjutkan kalimat itu, dada Almira semakin sesak. Kalimat indah yang dulu ia dengar, kenapa begitu menyesakkan kini?
“I've fallen pretty damn hard fo—”
“NANA!” Almira meninggikan suaranya. “Na, apa yang mau dibahas?”
“Al, aku pernah bilang sama kamu kan? Kalo spesies mutan kayak aku diciptain only to love one person in life. Kamu masih inget?”
Bagaimana Almira bisa lupa tentang itu? Semua tentang Na Jaemin bahkan terekam jelas di hati dan ingatannya. Almira mengangguk sembari menahan air mata yang berusaha menjebol kelopak matanya.
“Kamu mau nangis? Nangis aja Al, jangan ditahan.” Jaemin meraih pucuk kepala Almira. Tentu saja titik-titik air itu berlomba keluar dari mata indahnya.
Almira tetap diam dan menyimak segala yang dikatakan Nana-nya. Dengan pipi yang mulai membasah.
“Kamu juga tau kan tentang memoriku yang sempat hilang, masa lalu yang kamu lihat di mimpi. Dan Davina.”
Demi Tuhan tangis Almira semakin pecah hanya dengan mendengar satu nama saja.
Jangan katakan apapun tentang Davina, Na. Aku mohon. Jangan.
“She's my first love, Al.”
“Dan aku?”
Gadis itu akhirnya mengeluarkan suara juga. Meski sesaat ia ragu.
“You're Almira. Susah mengatakan ini, but you're just a human who is thirsty for love.”
Almira mengernyitkan dahinya. Tak percaya dengan apa yang ia dengar. Sesak. Sudah terlalu sesak di dalam sana. Ingin sekali ia pergi dari sana, karena terlalu menyakitkan segala sesuatu yang masuk kedalam telinganya.
Kemungkinan terburuk nih, kalo Jaemin ketemu lo cuma mau kasih tau sesuatu yang dia sembunyiin, apa yang bakal lo lakuin?
Lepasin Jaemin.
Suara kedua sahabatnya memenuhi pikirannya kini.
“Setelah masa laluku kembali, i have feeling for Davina. Semuanya kembali seperti sebelumnya. Aku, Davina, dan Madripoor. Aku menghilang selama itu bukan tanpa alasan.”
Almira menutup mata ditengah tangisnya.
“Karena aku kembali bersama Davina.”
Tubuhnya terhenyak. Sepertinya ia tak sanggup mendengar apapun dari Jaemin. Almira bahkan tak mampu menahan tubuhnya. Lucas dengan cekatan menahan gadis itu, menyandarkan Almira. Tubuh mungil itu ia tahan dengan punggungnya.
“Senderan aja, Al.” Ucap Lucas.
Almira menurut saja.
“T-terus aku? H-hubungan ki-ta?” Suara Almira bergetar.
“Aku kembali hanya untuk kasih tau ini, juga nebus rasa sedih kamu selama 5 tahun.”
“Gak ada lagi efek sentuhan itu setelah semua masa laluku kembali. Aku gak ngerasain apa-apa waktu nyentuh kamu.”
“Dan juga dunia kita beda, Al. Sampai kapan pun, kita gak akan pernah bisa sama-sama.”
“Na, kenapa baru bilang sekarang?”
“Karena aku tau jawabanmu. Aku selalu tau. Dan aku memang tau. Kalo aku bilang dari awal, aku gak yakin kamu sekarang masih ada atau enggak di dunia.”
Almira mengangguk mengerti.
“Sampai kapan pun ya, Na?”
“Apa kamu tau? You really mean to me. Not because you're my first love. No. Karena kamu, adalah orang yang setiap hari menanyakan kabarku, menanyakan bagaimana aku menghabiskan hariku, menghiburku, memberi dukungan, tidak menghakimiku. Kamu. Satu orang. Yang hanya membayangkan kamu aja aku ngerasa bahagia.”
Kini giliran Almira mengutarakan apa yang dirasa. Dan Jaemin menyimak dengan mata yang berkaca-kaca.
“Jeno, Haechan mungkin udah puluhan kali mereka menjatuhkan keyakinanku tentang kamu, tapi aku lebih milih buat percaya sama kamu. Karena kamu, satu orang yang selalu jujur, dan bertanggung jawab sama apa yang kamu omongin.”
“Dan ya, kamu selalu bertanggung jawab, seperti apa yang kamu lakuin sekarang.”
Hati Almira terasa perih, perih ketika harus mengatakan itu semua. Kepalanya terasa semakin berat dan berkabut. Almira menangis terus. Namun, mendadak angin sore terasa dingin dan sejuk. Terasa ada tangan hangat yang mengusap air mata di pipi Almira. Ada yang merengkuh tubuh kecilnya dalam nyaman. Ada yang berbisik “Jangan nangis, ya? Jangan sedih.”
Almira menengadah. Itu hanya memori kecil yang terekam saat Jaemin melakukan itu di masa lalu.
“Mau kamu gimana, Na?”
Mata Jaemin memerah. Jika boleh, ingin ia rengkuh tubuh gadis yang ada dihadapannya. Tapi itu sungguh sudah bukan haknya lagi.
“Kita akhiri perbedaan dua dunia ini, Al.”
“Na? Gimana aku bisa tanpa kamu?”
“Relakan memorimu tentang aku. Semuanya.” Pinta Jaemin. “Bukan tanpa alasan juga aku dan ketiga kakakku ada disini, dateng ke acara ini.”
“Taeyong will take all the memories about me from everyone who knows me. Semua hadir disini kan? Sisanya biar nanti kita urus.”
“Nana? Setelah semua yang kita lalui? Gak ada sedikitpun perasaan buat aku? Are you sure, Na?” Almira meyakinkan dirinya lagi. “Sedikit, Na. Sedikit aja?”
“Al, aku gak akan jawab ini. Aku gak mau nyakitin Davina lagi.”
“Please.”
Almira memegang kedua lengan Jaemin. Mendekatkan dirinya. Menunduk lemas.
“I like you. A lot.”
Kalimat itu dilontarkan Jaemin lagi. Membuat tangis Almira semakin menjadi. Setelah lelah menunduk, ia tegakkan lagi tubuhnya. Mengusap kedua pipi yang telah basah.
“Please take all my memory now.”
“Na, you should know that all this i did because i love you. See how much i love you.”
“Setelah ini, kamu juga bakal lupa sama aku, dan semuanya. Just please, take care.”
“Nana. Panggilanku buat kamu.”
Semesta menuntutnya untuk dewasa, lantas Almira dengan tegarnya melepas semua. Taeyong tengah bersiap di belakang Jaemin, menghadap ke arah Almira. Tetes air mata tembus lagi membasahi pipi hangatnya. Jaemin menangkup wajah Almira, memangkas jarak diantaranya. Ia berikan kecupan singkat dibibir gadis itu. Lantas setelahnya, Almira hanya fokus pada kedua mata Taeyong, dengan bibir yang masih bergetar, dan air mata yang tak sudah-sudah keluar.
Hari ini telah berakhir, tak ada yang bahagia apalagi special. Terima kasih semesta, hari ini duniaku runtuh. Aku tak tau harus bagaimana selain merelakan semuanya pergi. Segala perasaan, segala bahagiaku dengan Nana. Apakah aku bisa berhenti untuk cemas lagi? Apakah tak ada satu pun kenangan yang tersisa nanti? Tidak bisakah aku hanya mengingat senyumnya saja? Aku mohon. Tidak bisakah ak—
“Memori lo, Na?” Tanya Taeyong.
“Memori tentang Almira? Gue bakal simpen sendiri.”
“Glad to see you, Almira.”
Semua kembali pada tatanan awal. Semua kembali pada apa yang diinginkan Semesta. Mutan dan manusia? Itu tidak akan pernah terjadi. Perbedaan dunia mereka saja sudah dapat mengancam salah satunya. Mustahil jika harus mempersatukan dunia mereka. Na Jaemin, kembali dengan cinta pertama dan terakhirnya. Sampai kapanpun, Semesta menginginkan seperti itu. Almira, entah bagaimana kehidupannya selanjutnya. Sosok Na Jaemin seakan tidak pernah ada di kehidupan Almira. Jeno, Haechan, doakan saja agar keduanya masih mampu menguatkan Almira dalam keadaan apapun.
`
Senang bisa bertemu, membuat kisah, dan mengenalnya hingga saat ini. Jika bukan karenanya, aku tak akan bisa sekuat ini. Patah hati kali ini adalah akhir dari perjalananku dan Nana. Semoga Semesta berbaik hati untuk mempertemukanku dengannya secara tidak sengaja, di kehidupan selanjutnya, sebagai wujud sama-sama manusia.
-Almira, January