souljaehyunn

first meet

Dua jam sudah Kyra menikmati waktunya di teras rumah. Menunggu 'malam hari' yang entah jam berapa. Sneakers? Hanya alibinya untuk bisa bertemu dengan sosok lelaki yang berhasil membuat ritme jantungnya tak normal.

“Mas Dejun jam berapa ya kesini?”

“Dia gak nyasar kan?”

Kyra yang sedari tadi bergumam dan sesekali melihat ponselnya. Barangkali ada seseorang menghubungi.

“Kak! Lo ngapain sih di luar dari tadi? Mana pake rok mini.” Sungchan, adek kandung Kyra, yang baru saja keluar untuk melihat kakaknya. “Nunggu om om ya lo?”

Bugghh!!

Satu hantaman mendarat di lengan Sungchan. Ia meringis.

“Mulut di filter dikit napa! Ini tuh dress bukan rok mini! Nunggu om om pala kau?!” Kyra mendengus kesal.

“Habisan lo dari tadi diem depan mulu. Noh mama udah ngomel di meja makan.”

“Iya tunggu bentar, gue juga lagi nunggu tau.”

“Siapa sih kak?”

Motor scoopy hitam masuk ke halaman rumah Kyra. Dikendarai oleh lelaki berhoodie putih.

“Dia? Someone are you waiting for?” Tunjuk Sungchan.

Kyra menempelkan telunjuk pada pucuk bibirnya, mengisyaratkan Sungchan untuk diam. Kyra tersenyum manis saat lelaki itu membuka helm dan turun dari motor. Ia semakin tersipu malu ketika Dejun menyapa nya dengan sepotong senyum hangat.

“Kyra ya? Ini orderannya.”

Bias suara hangat Dejun mampu membuat Kyra salah tingkah.

“Enjoy your time deh kak.” Sungchan sebelum ia masuk ke dalam rumah.

Dejun yang berdiri kebingungan, dengan kantong plastik berisikan sneakers hanya membulatkan bibirnya. Lantas ia sodorkan barang milik Kyra.

“Mas Dery tadi gak bilang apa-apa ya?” Ujar Kyra saat menerima barangnya.

“Bilang? Orderan lo salah?”

Kyra menggeleng.

“G-gue gak ngerti.” Dejun menggaruk tengkuk kepalanya.

“Itu, gue minta tolong ke mas Dery buat bilang ke lo. Biar lo.. gak cakep-cakep hehe.” Kyra cengengesan. “Mas bonusnya mana?”

“Bonus apalagi?”

“Tadi gue minta bonus ke mas Dery. Eh ini uangnya.”

Kyra memberikan amplop berwarna pink bermotif waru. Bukan surat cinta. Itu hanya berisikan uang. Hanya saja, karena dia adalah Denjun.

“Follback gue mas.”

“Kalo inget.” Ujar Denjun dengan tawa yang terheran-heran saat menerima amplop pink dari Kyra.

image

terima kasih, Johnny

Almira's side

Sepertinya pertunanganku memang sudah di rencanakan. Bukan tanpa sebab, ayah mengutusku untuk bekerja di perusahaannya. Padahal ayah tau kalau aku sama sekali tidak memiliki passion di bidang yang ditawarkan. Benar, baru saja aku sampai di Singapura, seorang lelaki sudah siap sedia menjemputku, dan mengantarku kemana saja.

Johnny; asisten atau tangan kanan ayah. Awalnya semua berjalan seperti aku memiliki seorang 'kakak' disini. Tapi saat aku memutuskan hubungan dengan Haechan, dia mulai mencoba mendekatiku.

Seberapa baiknya dia, tetap saja tak lebih dari seorang kakak bagiku. Nana pernah bilang, aku tak boleh memendam segalanya sendiri. Dengan adanya Johnny saat ini, bebanku pun terasa ringan. Dia baik memang, bahkan sangat baik. Semua kebaikannya tak pernah ku artikan sebagai rasa cinta. Tidak.

Pada malam dimana rasa rindu terasa menyesakkan lagi, Johnny menyatakan perasaannya padaku. Tapi aku seperti berperan sebagai lakon antagonis, yang memiliki sifat egois. Dengan tega aku menceritakan betapa sangat berartinya sosok 'Nana' dihidupku. Lagi, aku menyalahkan diriku karena telah menyakiti seorang yang baik hati.

“I already know a little from your dad, about your ex.”

“No, Nana itsn't my ex.”

Johnny sempat tersedak saat aku akan menunggu Nanaku kembali. Lantas ia memberitahuku banyak hal, tentang kehidupan yang tak selalu berjalan sesuai apa yang kita inginkan.

“I understand how your heart is. Jangan tolak gue dulu. Karena itu terasa gak adil. Your dad has trusted me to take care of you. So, let me.”

Aku paham betul. Aku pun tak ingin mengecewakan ayah. Aku terima rencana pertunangan itu, karena Johnny memberi tawaran untukku. Sampai hari ulang tahunku, jika Nana tak kembali menemuiku, pertunangan akan dilangsungkan. Tetapi jika Nana kembali, he will let me go. Lantas setiap hari, ku habiskan waktu untuk berusaha lebih mencari.

Keadaan seperti ini semakin mendukung peranku sebagai lakon antagonis.

Sebuah malam yang indah bagi Almira. Di hari ulang tahunnya, lelaki yang sangat ia tunggu kehadirannya itu berada di sampingnya. Jaemin menyerahkan seikat bunga mawar yang telah ia bawa.

Siapa sangka jika Johnny melihat semua yang terjadi antara Almira dan Jaemin. Saat gadis itu pergi menjauh dari pesta, Johnny mengikutinya. Ia tau jika Almira masih tak bisa menerima dirinya.

Almira yang duduk memeluk tubuhnya sendiri di dekat pohon akasia, membuat Johnny berlari ke dalam untuk mengambil sesuatu yang bisa menghangatkan gadisnya. Tak ingin melihatnya kedinginan diluar sana.

Terlambat. Seorang lelaki sedang berjalan ke arah Almira, saat Johnny kembali dengan jaket di genggamannya.

“Jaemin's back.” Ucap Johnny lirih.

Butiran yang ia bendung akhirnya tumpah bersamaan dengan rintikan air dari langit. Ia selalu sadar, bahwa dirinya tidak akan bisa mengganti posisi Jaemin di hati Almira. Menyedihkan. Pagi, siang, dan malam yang ia habiskan bersama, waktu yang ia berikan tanpa sedikitpun rasa pamrih, dan hati tulus yang ia titipkan, takkan pernah terbalaskan.

Jaemin telah kembali, itu artinya pertunangan Almira dengan Johnny kandas.

`

“Bang Jo, thank you for taking care of me and protecting me. Makasih udah mau di riweuh in sama Al. Maaf, karena pertunangannya harus batal. And thank you for loving me.”

“Stop to be sad again, you deserve to be happy and you're happy now. Jangan lagi nyalahin diri sendiri.”

Banyak yang ingin aku katakan hari itu, tapi entah kenapa lidahku kelu. Biarkan aku membalas semua kebaikan orang-orang yang telah menyayangiku di kehidupan selanjutnya.

Terima kasih, Johnny.

kandas

Almira's side

Sepertinya pertunanganku memang sudah di rencanakan. Bukan tanpa sebab, ayah mengutusku untuk bekerja di perusahaannya. Padahal ayah tau kalau aku sama sekali tidak memiliki passion di bidang yang ditawarkan. Benar, baru saja aku sampai di Singapura, seorang lelaki sudah siap sedia menjemputku, dan mengantarku kemana saja.

Johnny; asisten atau tangan kanan ayah. Awalnya semua berjalan seperti aku memiliki seorang 'kakak' disini. Tapi saat aku memutuskan hubungan dengan Haechan, dia mulai mencoba mendekatiku.

Seberapa baiknya dia, tetap saja tak lebih dari seorang kakak bagiku. Nana pernah bilang, aku tak boleh memendam segalanya sendiri. Dengan adanya Johnny saat ini, bebanku pun terasa ringan. Dia baik memang, bahkan sangat baik. Semua kebaikannya tak pernah ku artikan sebagai rasa cinta. Tidak.

Pada malam dimana rasa rindu terasa menyesakkan lagi, Johnny menyatakan perasaannya padaku. Tapi aku seperti berperan sebagai lakon antagonis, yang memiliki sifat egois. Dengan tega aku menceritakan betapa sangat berartinya sosok 'Nana' dihidupku. Lagi, aku menyalahkan diriku karena telah menyakiti seorang yang baik hati.

“I already know a little from your dad, about your ex.”

“No, Nana itsn't my ex.”

Johnny sempat tersedak saat aku akan menunggu Nanaku kembali. Lantas ia memberitahuku banyak hal, tentang kehidupan yang tak selalu berjalan sesuai apa yang kita inginkan.

“I understand how your heart is. Jangan tolak gue dulu. Karena itu terasa gak adil. Your dad has trusted me to take care of you. So, let me.”

Aku paham betul. Aku pun tak ingin mengecewakan ayah. Aku terima rencana pertunangan itu, karena Johnny memberi tawaran untukku. Sampai hari ulang tahunku, jika Nana tak juga kembali, pertunanganku akan dilangsungkan. Tapi jika Nana kembali, he will let me go.

Keadaan seperti ini sangatlah mendukung peranku sebagai lakon antagonis.

Sebuah malam yang indah bagi Almira. Di hari ulang tahunnya, lelaki yang sangat ia tunggu kehadirannya itu berada di sampingnya. Jaemin menyerahkan seikat bunga mawar yang telah ia bawa.

Siapa sangka jika Johnny melihat semua yang terjadi antara Almira dan Jaemin. Saat gadis itu pergi menjauh dari pesta, Johnny mengikutinya. Ia tau jika Almira masih tak bisa menerima dirinya.

Almira yang duduk memeluk tubuhnya sendiri di dekat pohon akasia, membuat Johnny berlari ke dalam untuk mengambil sesuatu yang bisa menghangatkan gadisnya. Tak ingin melihatnya kedinginan diluar sana.

Terlambat. Seorang lelaki sedang berjalan ke arah Almira, saat Johnny kembali dengan jaket di genggamannya.

“Jaemin's back.” Ucap Johnny lirih.

Butiran yang ia bendung akhirnya tumpah bersamaan dengan rintikan air dari langit. Ia selalu sadar, bahwa dirinya tidak akan bisa mengganti posisi Jaemin di hati Almira. Menyedihkan. Pagi, siang, dan malam yang ia habiskan bersama, waktu yang ia berikan tanpa sedikitpun rasa pamrih, dan hati tulus yang ia titipkan, takkan pernah terbalaskan.

Jaemin telah kembali, itu artinya pertunangan Almira dengan Johnny kandas.

`

“Bang Jo, thank you for taking care of me and protecting me. Makasih udah mau di riweuh in sama Al. Maaf, karena pertunangannya harus batal. And thank you for loving me.”

“Stop to be sad again, you deserve to be happy and you're happy now. Jangan lagi nyalahin diri sendiri.”

always around you

“Ayo cerita, selama 5 tahun kamu kemana? Ngapain aja? Hari-harimu gimana? Mikirin aku gak? Kok bisa kamu ada di Singapura? Kak Mina? Davina?” Tanya Almira tanpa menatap Jaemin. Ia tengah melingkarkan tangannya, dan menyandarkan kepalanya di bahu lelakinya.

Jaemin tertawa karena rentetan pertanyaan dari Almira. Ia mengacak rambut Almira saking gemasnya.

“Iya aku cerita, bentar ini lepas dulu.” Jaemin berusaha melepas lengan Almira dari pinggangnya.

“Gak mau.”

“Dilihatin orang, Al.”

“Biarin aja.” Almira malah semakin mengeratkan dirinya.

Mereka berdua memang tengah menjadi sorotan, pasalnya sudah hampir 3 jam mereka duduk di samping patung singa, Merlion, dengan posisi Almira yang... Ya, anyone who sees them cuddle in public, it will feel that they're both adorable or even weirdo.

`

Keputusan besar yang dibuat Jaemin 5 tahun lalu, adalah keputusan yang ia sesali selama itu. Saat ia harus membawa perempuan yang menjadi penyebab Almira sedih, dan patah sekaligus.

Sebenarnya Jaemin sudah tau tentang kejadian yang akan terjadi. Tapi kala itu semua yang berhubungan dengan Almira menjadi abu-abu karena ulah Davina.

Hal gila yang dilakukan Jaemin adalah membawa Mina ke asrama, tempat yang tidak boleh sembarang orang tau. Atau bisa dikatakan bahwa hanya Almira yang tau tentang tempat ini. Seharusnya memang hanya 3 bulan, masa recovery bagi Jaemin. Tapi tak semudah itu, karena yang terjadi disini, Jaemin lah yang lebih dulu menyentuh lawan jenis.

`

“Ya kenapa gak langsung dihapus aja ingatan kak Mina?”

“Gak bisa, Al. She must meet the people who love her, sebelum aku recover. Kalo gak gitu, sama aja kita nyakitin manusia.”

“Tapi kamu juga nyakitin aku dengan cara hilang selama 5 tahun, Na!” Ujar Almira menghentikan acara cuddlingnya sembari menatap Jaemin.

“Iya, aku nyesel.” Jaemin menarik Almira lagi agar dia diam saja di dekapannya.

`

Ketiga saudaranya menyalahkan Jaemin karena keputusannya itu. Ia menyalahi aturan karena membawa perempuan yang ia sentuh ke dalam asrama. Mereka memutuskan untuk pergi dari asrama. Membiarkan tempat itu kosong dan tak berpenghuni.

Madripoor, adalah tujuan mereka. Selama ini mereka tinggal di pulau tak berpenghuni itu. Dan disana pula Jaemin dan Davina bertemu.

Dua tahun mereka tinggal bersama, selama itulah Jaemin mulai merasa dirinya tidak asing dengan tempat yang ia tinggali. Ia putuskan untuk meminta ingatannya kembali.

Semua masa lalu telah ia ingat dengan baik. Rasa bahagia, jatuh cinta, hingga rasa sakit bercampur jadi satu membuat Jaemin hampir kehilangan tujuan. Dengan kembalinya ingatan Jaemin, dengan itu pula Davina mencabut tabir Almira, tabir yang menghalangi Jaemin untuk melihatnya.

`

“Maaf ya?”

“Maaf kenapa, Na?”

“Karena bikin kamu ngelaluin semuanya sendirian.”

Almira mengangguk.

“But the truth is i'm always around you. Kamu aja yang gak sadar.”

Selamat Ulang Tahun

Almira kembali membuka matanya ketika merasakan usapan lembut di lengan membangunkan sadarnya.

“Al,” bisik Johnny sambil tersenyum lebar. “Udah ngantuk? Potong kue dulu yuk.”

“Enggak kok, capek aja dari tadi ngajakin ngobrol banyak rekan kerja.” Almira memejamkan mata sekali lagi, lalu membalas senyum itu. Ia berdiri dari kursinya, menggandeng Johnny dan berjalan ke arah mini stage yang telah dipersiapkan oleh teman-temannya.

Lagu Selamat Ulang Tahun mereka nyanyikan saat Almira berada di mini stage. Suara gelak tawa pun memeriahkan birthday party sederhana ini. Potongan kue pertama, Almira tujukan untuk kedua orang tuanya yang sampai saat ini masih ada untuk membimbingnya. Potongan kue kedua, untuk Jaehyun, abang yang sangat ia sayangi. Potongan ketiga, untuk Jeno dan Haechan, orang yang ia sayangi juga, dan mereka berdua memiliki tempat yang sama di hati Almira. Potongan keempat, ragu, ia ingin memberikan kepada lelaki yang ia cintai, Almira hanya menunduk dengan sepotong kue berada di tangannya.

“Neng, cepet kasih ke nak Johnny atuh.” Mama menyentuh pundak Almira.

Almira hanya menoleh, kemudian menatap kearah Johnny. Lantas menaruh potongan keempat itu di atas meja. Ia potong lagi kuenya, potongan terakhir, untuk Johnny, karena lelaki itu mau dengan sabar menunggu pulihnya hati Almira. Potongan keempatnya ia sisihkan, barangkali seseorang akan datang hanya untuk mengambil kue yang sudah Almira siapkan. Barangkali.. Almira pun tak berharap, karena nyatanya pertemuan itu tak akan terjadi lagi.

“Jangan kebanyakan minum lo!” Haechan merangkul Almira tiba-tiba. Mengagetkan gadis yang tengah mengambil segelas wine.

Almira berdecak. “Segelas, Chan! Pusing kepala gue.”

“Al, lo beneran mau tunangan sama Johnny?”

Pertanyaan itu bahkan belum bisa dijawab oleh Almira. Setengah hatinya masih berkata bahwa ia akan bertemu dengan Na Jaemin, namun setengahnya lagi telah mendukung pikiran Almira untuk mengakhiri semuanya. Almira mengangguk menjawab pertanyaan Haechan. Lalu ia teguk segelas wine yang sudah ia pegang.

“About Nana? Jeno bilang lo mau akhirin semua? Lo yakin?” Lengan Haechan masih merangkul tubuh Almira, ia kembali menyapa lengan gadis itu. Mengusap pelan, menenangkan.

“Terus gue harus apa, Chan? Harus terus nunggu dia? Harus terus nyari dia? Kemana?” Tatapan Almira mulai sayu. “Gue masih nunggu dia kok, gue masih pengen ketemu dia, but only to know that he’s alive dan ngejalanin hidupnya dengan baik. Lo tau kan mimpi itu terus keputer kayak kaset rusak, dan semakin buat gue takut. Gue manusia, yang udah nyakitin dia berkali-kali di masa lalu, tanpa gue sadar.”

Hati Haechan teriris perih mendengar itu. Meski ia pernah masuk dalam hati Almira, tetap saja, Na Jaemin memiliki ruang tersendiri bagi Almira. Haechan memeluk Almira yang setengah sadarnya mulai hilang, bukan karena karena segelas wine, karena gadis itu kembali menjadi sosok rapuh.

“Gue tau, gue dukung apapun keputusan lo. Cepet pulih.” Haechan mencium pucuk kepala Almira.

Tengah malam.

Terdengar suara Johnny menyapa para tamu yang masih berada di sana melalui microfon. “Hi guys, i’m Johnny, i wanna say something. Can y’all gather here?” Mendengar itu, semua tamu berkumpul lagi di depan mini stage. Tentu saja Almira tau apa yang akan lelaki itu bicarakan. “I’ll be engaged to Almira. I hope y’all will bless us.”

Semua bersorak dan memberikan tepuk tangan, juga memberikan selamat kepada mereka berdua. Aura bahagia yang nampak di wajah kedua orang tua Almira, membuatnya tersenyum pula. Membuatnya menyadari bahwa ia memilih keputusan yang benar. Namun tetap saja hatinya terlalu sesak untuk menerima.

`

Almira memisahkan diri dari pesta yang belum selesai. Ia berjalan menuju halaman yang sepi. Duduk di dekat pohon akasia yang kokoh. Almira mendongakkan kepalanya, meletakkan hatinya yang letih. Menatap bulan yang sama seperti beberapa tahun yang lalu. Bulan di antara ribuan bintang yang selalu menemani ketika ia harus berpisah dengan seseorang dalam hatinya untuk waktu yang lama.

Bintang berkedip. Angin malam menghantarkan senyum yang juga mengembang di lekuk bibir Almira. Bayangan Na Jaemin menelusup pelan di pikiran. Nana yang selalu jujur dan masih saja selalu terasa mengagetkan saat ia menyampaikan perasaannya. Nana yang jelas-jelas selalu membuat Almira bahagia sekaligus kesal. Suara gelak tawa hari itu sayup-sayup terbawa angin yang kembali berdesir. Daun-daun ikut bergemeresik. Hal yang sangat dirindukannya dan tidak mungkin lagi dapat ditemuinya.

Segumpal awan kembali berarak menutupi cahaya bulan. Almira merasa kosong. Hampa. Tidak tau harus mengungkap apa. Rasa sakit itu memang indah. Almira mendekap tubuhnya yang sama sekali tidak terbalut jaket atau sesuatu yang hangat. Ia bergumam dalam sepinya.

“Dingin, Al. Jangan sakit.” Ujar seorang lelaki yang datang dan menjatuhkan kain hangat untuk menutup tubuh Almira. Duduk tepat di samping gadis itu, dengan senyum hangat berpendar.

Almira menoleh kaget. Mengerjapkan mata. Aliran darahnya seakan berhenti mengalir. Tubuhnya semakin terasa dingin dengan cara yang tidak bisa dijelaskan. Ia duduk mematung dan tak sanggup berkata-kata ketika melihat wajah pias itu. Tangannya mencengkeram erat mini dress yang ia pakai sampai buku-buku jarinya menjerit kesakitan. Rasa rindu yang terus dipendam itu tiba-tiba membelit napasnya, sesak. Namun, indah.

Seorang lelaki dengan setelah maroon dan hitam, juga style rambut yang sengaja memperlihatkan pahatan indah Tuhan, tak lupa senyum hangat yang masih ia tunjukkan, tidak berhenti memandangi paras cantik Almira. image

“Its been a long time, Al.”

Almira mengalihkan pandanganya. ”Sadar Almira sadar, lu udah minum berapa gelas sih udah gak sadar gini?” batin Almira. Ia menepuk pelan kedua pipinya.

“Al, ini gue, Nana.”

Suara itu kembali terdengar. Hatinya terus bertanya-tanya tentang sosok di sampingnya ini. Terasa menyakitkan bila semua yang ia lihat hanyalah sebuah halusinasi karena Almira telah meneguk beberapa gelas wine. Kembali, Almira menoleh pada lelaki disampingnya itu.

“Elu? Na-na?” Suranya terbata-bata. Tangan Almira hampir meraih wajahnya, dan tersadar setelahnya bahwa Nana yang ia kenal tidak boleh disentuh. Lantas tangannya ia jauhkan lagi. Jaemin menarik tangan Almira, membawanya menyentuh kulit wajahnya.

“I like you. A lot. More than i’ve liked anyone for a long time. And i’ve fallen pretty damn hard for you. I love you, Almira.”

Kata-kata lima tahun lalu, Almira dengar kembali. Ia menangis tanpa air mata dan suara. Tertahan-tahan. Percaya tak percaya dengan sosok di sampingnya. Na Jaemin yang selama ini ia cari keberadaannya, yang selama ini ia tunggu kehadirannya, kini berada tepat di depan matanya. Hal mengejutkan lainnya, karena tangan Almira yang masih menangkup wajah Jaemin, dengan tangan Jaemin menggenggam punggung tangannya.

Setitik air dari langit menyentuh ujung hidung Almira. Dingin. Setitik lagi, lalu berlanjut ribuan titik yang lain. Almira menengadahkan kepalanya, langit pun ikut menangis bahagia menemaninya. Angin pun segera menghasut. Meniup-niup ke segala arah. Menghantarkan awan untuk menguraikan derasnya. Air mata yang mengendap terlalu lama di dada itu akhirnya tumpah juga. Bersatu dengan titik hujan yang semakin lama semakin deras.

Jaemin mendekatkan wajahnya, semakin dekat. “Selamat ulang tahun.” Kemudian mengecup bibir Almira, memberikan lumatan indah. Almira tersenyum di antara tautan bibir mereka berdua. Jaemin mempererat dekapannya. Mereka berdua sedang larut dalam rindunya. Cukup lama keduanya saling menghisap bibir satu sama lain. Di bawah titik air hujan, telah tersampaikan rasa rindu kepada sebuah nama yang telah meninggalkan jejak di sebuah ruang di hatinya.


Dengan ini, kisah Almira dan Na Jaemin usai, sampai bertemu di kisah lainnya.

—with love, Bita // souljaehyunn—

Madripoor

Sebuah pulau di Asia Tenggara, dekat Singapura. Lokasinya berada di bagian selatan Selat Malaka, sebelah barat Singapura. Sebuah wilayah yang dihuni oleh subspesies manusia yang terlahir dengan kemampuan manusia super; Mutan. Awal perjuangan mereka untuk perdamaian dan kesetaraan antara manusia normal dan mutan di dunia, dimana kefanatikan antimutan sangat ketat dan meluas.

Na Jaemin adalah keturunan dari kelompok mutan yang saling bertentangan ideologinya dengan kelompok Davina Nyx. Mereka memiliki pandangan dan filosofi yang berlawanan mengenai hubungan antara mutan dan manusia. Davina Nyx, memandang manusia sebagai ancaman dan percaya untuk mengambil pendekatan agresif terhadap mereka, meskipun dia telah menemukan dirinya jauh lebih baik saat menjatuhkan hati untuk Na Jaemin dari waktu ke waktu.

Tentang mimpi Almira kala itu, adalah kehidupan Na Jaemin di masa lalu. Ia yang selalu terintimidasi oleh manusia, yang selalu dipatahkan berkali-kali oleh manusia, dan pada akhirnya ia kehilangan seluruh keluarganya karena manusia. Saat mutan memutuskan untuk keluar dari dunianya, mencoba hidup berdampingan dengan manusia, dunia yang berbeda itulah menjadi penghalang ruang geraknya.

Di dunia Jaemin, ia bebas bicara apa yang ia pikir asal ia bisa bertanggung jawab, namun itu tidak berlaku saat ia di dunia manusia. Tubuhnya tidak di rantai, ia bebas pergi dan bergerak kemana saja asal ia tidak melanggar aturan atau hak orang lain, namun itu pun tidak berlaku saat ia harus keluar membaur dengan manusia lain, menghadapi sebuah perbedaan.

Kala itu, manusia hanya berpura-pura menerima kelompok mutan dengan baik. Menjadi teman mereka, tetangga mereka, bahkan saudara mereka. Kelompok mutan berfikir bahwa kesetaraan manusia normal dan mutan mulai ada.

Jaemin dengan cinta pertamanya, Davina Nyx, yang sudah menjalin hubungan bahkan lebih dari 5 tahun lamanya, akan menyegerakan pernikahan. Masih ingat kah? Bahwa spesies mutan seperti Na Jaemin diciptakan hanya untuk mencintai satu orang saja, dan bagi dirinya, orang itu adalah Davina Nyx.

Di hari pernikahan Jaemin dan Davina, yang seharusnya menjadi hari bahagia, berubah menjadi tragis. Kefanatikan kelompok manusia antimutan, pasukan yang sedang mengarah pada perburuan penyihir dan genosida menyerang wilayah Madripoor. Kelompok mutan yang memperjuangkan perdamaian dan kesetaraan antara manusia normal dan mutan di dunia, sama sekali tidak melawan manusia yang sedang membunuh habis-habisan. Mereka memegang prinsip Respect and support life. Don’t kill or injure other beings. Mutan tidak diperbolehkan menyakiti manusia, dan yakin bahwa di masa mendatang, mutan bisa hidup berdampingan dengan mereka. Jaemin melihat dengan jelas bagaimana orang tuanya dibunuh di hadapannya. Bagaimana manusia itu menyiksa habis-habisan keluarga Davina. Ia melihat bagaimana Davina yang mulai murka.

“No, please jangan.” Jaemin merengkuh tubuh Davina. “Don’t do this please. Aku gak mau kehilangan kamu. Jangan kamu. Jangan.” Jaemin mengeratkan rengkuhannya, ia menangis dan terus menangis. Jaemin tau bahwa orang yang ia cintai itu sedang murka, ia tau bahwa Davina ingin membalas perbuatan mereka.

Keluarga dari Davina dan juga Jaemin sudah tak lagi bernyawa. Taeyong, Doyoung, dan Lucas, ketiganya disiksa di depan mereka berdua, pasalnya ketiga saudara itu sedang melindungi adik dan juga sosok perempuan yang dicintai adiknya. Melihat itu, Davina tak lagi tinggal diam. Sosok Davina Nyx, goddess of the night. Sosok yang dapat mempengaruhi manusia dengan cara yang baik/buruk. Sosok yang memiliki kemampuan untuk membawa tidur/kematian bagi manusia mulai menunjukkan kemurkaannya. Dengan kekuatannya, ia seorang diri mampu membawa kematian untuk manusia yang menyerang wilayah Madripoor. Tak butuh waktu lama, hanya dalam waktu 30 detik saja pulau itu menjadi pulau sunyi. Mayat manusia dan mayat mutan ada dimana-mana. Dan hanya Davina, Jaemin, dan ketiga kakak Jaemin yang tersisa.

“Davina!!” Jaemin memeluk lagi tubuh Davina. “Kan udah aku bilang? Aku gak mau kehilangan kamu! Gak aku gak mau, Dav.”

“Jaemin, manusia gak sebaik yang kamu kira. Kita bahkan gak bisa hidup berdampingan. Selama aku gak ada, aku harap kamu hidup dengan baik, jangan pernah lagi percaya sama manusia. Kita gak bisa setara dengan mereka.”

Davina melepas pelukan Jaemin, ia tatap calonnya itu. Gadis itu lega bahwa lelakinya tidak terluka. “Kamu terlihat tampan dengan setelan ini.” Davina tersenyum manis sebelum akhirnya ia melumat bibir kekasihnya. Harusnya, ciuman pertama mereka adalah saat dimana mereka di sahkan sebagai sepasang suami istri. Namun itu adalah ciuman pertama sekaligus ciuman perpisahan antara Davina dan Jaemin.

Apa yang telah diperbuat mutan, tentu ada konsekuensinya. Mereka harus bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan. Davina menghilang. Ia harus mengasingkan diri ke dimensi alternatif, dari pada ia harus di bunuh oleh Selene; mutan abadi yang kekuatannya memungkinkan mereka ada selama berabad-abad.

`

Jaemin membalikkan badannya. Ujung sepatunya menyaruk tanah berkerikil yang berdebu. Ia berjalan, kemudian duduk di depan Davina.

“Apa?” Tanya Davina heran karena Jaemin menatap dan tersenyum kepadanya.

“Cantik.” Jawab Jaemin sembari merapikan beberapa helai rambut Davina yang jatuh menjuntai di depan. Menepuk-nepuk lengan baju Davina yang terkena sedikit debu. “Maaf ya.”

Davina diam tidak berkata-kata, tetapi menarik Jaemin perlahan, memberikan sebuah pelukan dengan mengusap punggungnya. Tepat 10 tahun atas kejadian tragis itu. Davina, Jaemin, Taeyong, Doyoung, dan Lucas, mengunjungi pulau dimana mereka dilahirkan, tempat dimana mereka kehilangan separuh kehidupannya.

is there a chance?

Berulang kali Almira memencet bel dengan kasar, Mark muncul di pintu dan mengembangkan senyum.

“Kenapa di kunci sih?” Ujar Almira langsung menuju ke dapur.

“Temen kamu tuh yang nyuruh.” Mark mengikutinya dari belakang.

Almira kemudian meletakkan belanjaan yanh ditentengnya ke atas meja, menghampiri kulkas dan mengambil segelas air dingin untuk melepaskan dahaganya. Ia mulai sibuk dengan belanjaannya.

Direbusnya ayam lebih dulu, kemudian tahu, dan bahan lainnya. Setelah itu, dicicipinya sup ayam buatannya sendiri. Gadis itu berdecak puas dengan hasil masakannya sendiri. Hampir satu jam sudah ia berkutat di dapur.

“Selesai.” Almira lalu melepas celemek masak dan melipatnya. “Echan!! Jeno!! Mas Mark!! Makan dulu sini!!”

Saat membalikkan badannya, Almira dibuat terkejut oleh mereka bertiga yang sudah duduk di meja makan. Ia tertegun heran.

“Kok udah disini aja kalian? Perasaan tadi pada lagi di kamar deh?”

“Gue laper, ambilin dong, lemes nih.” Bukannya menjawab pertanyaan Almira, Haechan malah menyuruhnya.

“Gue juga Al!!” Seru Jeno.

“Me too please.” Mark tak ingin kalah.

Almira mengangguk, mengambilkan makan untuk mereka bertiga.

“Udah kalian makan dulu. Gue mau keluar sama bang Johnny.” Ujar Almira sembari menyambar ponselnya yang sedari tadi ia tinggal di meja makan.

Haechan menarik tangannya dan menyuruhnya duduk. “Mau kemana?”

“Nonton.”

“Al.” Panggil Jeno.

Dengan pandangan kosong, Almira menoleh ke arah Jeno, memerhatikan makannya yang lahap.

“Sejak kapan ngerokok?” Jeno melirik. “Itu rokok lo bawa dari Indo kan?”

Almira ingat bahwa ada satu kotak rokok yang ia simpan di dalam laci. Menghela nafas lega karena yang menemukan barang itu adalah Jeno, bukan abangnya, apalagi ayah.

“Gue iseng bawa biar gak kangen sama lo.” Alibinya.

“Bad liar.” Celetuk Mark.

“Udah deh gue keluar. Kunci aja pintunya, gue gak pulang. Mau ngabisin bensin sekalian.” Pamit Almira mengutas senyum.

Setelah mengikat tali sepatu ketsnya, Almira bersiap pergi.

“Piringnya jangan lupa dicuci!!!” Almira berteriak pelan.

“Al.”

“Aya naon, Chan?” Almira mendongakkan kepala.

“Gak mau nemuin Na Jaemin?”

“Nana?” Tanya Almira menatap heran.

Haechan mengangguk. “Gue tadi minjem hp lo. Dia tadi chat, waktu lo lagi belanja, ngajak ketemu. Terus gue clear chat. Dia juga nelfon, tapi gue reject.”

Almira melongo kaget.

“Chan jangan bercanda deh. Lo kalo mau ngprank lihat waktu dong!”

Gadis itu membuka ponselnya dan benar saja room chatnya dengan Nana sudah bersih. Dan ada setidaknya 3x panggilan ditolak. Almira manyun, menggeleng sebal.

“Lo kenapa gini sih, Chan? Udah hampir dua jam yang lalu dan lo baru bilang? Terus apa hak lo buat ngehapus chat gue?”

“Dengerin gue. Selama 5 tahun lo nyari dia, Al. Lo jadi Almira yang gak gue kenal. Lo banyak berubah. Diluar lo nunjukin bahagia, tapi enggak dengan tatapan lo. Siapa yang bikin lo kayak gini? Jaemin kan? Gue pikir dia udah gak berhak lagi buat ketemu sama lo dan kenapa dia baru muncul sekarang? Setelah 5 tahun lo nyari dia?”

“He's not a human, right? Bukankah dia harusnya tau kalo lo kesiksa selama 5 tahun? Dia peduli? Enggak sama sekali.”

Raut wajah Almira berubah saat mendengar penjelasan Haechan.

“KEBANGETAN LO!” teriak Almira dengan amarahnya dan berlalu. Keluar dari apart dengan tergesa-gesa.

Haechan, Jeno, dan Mark hanya bisa menatap punggung Almira yang menghilang di ujung koridor.

` Gue ngelewatin kesempatan buat ketemu lo, Na. Gue takut kesempatan ini gak dateng dua kali

— “Hai malam, apa kabar?” Sapaan itu mengawali perjumpaan Almira pada pekat malam. Ia menengadah dan mencari-cari bulan yang biasanya berpendar biru berkilauan. Berdiri di rooftop bar yang biasa ia kunjungi bersama Johnny. Namun kali ini ia datang sendiri.

Almira masih larut dalam kosongnya. Kurang lebih empat gelas wiski telah ia teguk malam ini, hingga setengah kesadarannya melayang. Kepalanya terasa berat, kabut terus mengaburi pandangan matanya. Termangu dalam diam sendunya.

Gurat sedih setia menghiasi setiap sudut wajah, merasakan betapa kacaunya kehidupannya. Berapa kali pun ia mencoba bahagia, namun tetap saja tak sepenuhnya kebahagiaan itu ada.

“Lihat lo nangis tadi, gue gak bisa apa-apa selain nunggu lo sampai tenang. Sakit ya Al?”

Almira mengangguk. “Iya sakit Na.”

“Kalo sakit, bilang sakit Al. Gak baik disimpen sendiri.”

“Kan barusan gue bilang sakit, Na.”

“Gue suka mata lo. Seperti mata rusa. Rapuh sekaligus kuat.”

“Kuat? Bercanda lu?”

“Artinya lo bener-bener jatuh cinta sedalam itu. You really love someone when you can't hate them even though they hurt you.”

“Iya, Na. I'm falling in love so deeply.” Almira tersenyum, lalu mengangguk.

Bukan. Nana tidak ada disini. Ia hanya berhalusinasi. Lebih tepatnya, gadis itu mendengar suara Na Jaemin yang terus terputar diotaknya. Ia sedang dalam pengaruh alkohol.

Sesaat kemudian air matanya mengembang. Ia keluarkan sekotak rokok milik Jeno yang sengaja ia bawa. Sebenarnya tidak ada yang tau bahwa Almira membawa kotak itu kemana-mana. Bahkan Jeno pun tidak tau jika sahabatnya itu telah mengambil beberapa kotak miliknya.

Bola matanya fokus pada sekotak rokok yang ada pada genggamannya. Almira menatap bingung, ingin sekali ia mencoba barang satu batang saja. Tapi tidak ada keberanian dalam dirinya.

Dikeluarkannya satu batang putih dari kotaknya. Merogoh tas, mengeluarkan korek yang selalu ia bawa. Menyala. Aroma tembakau mulai masuk ke dalam rongga pernapasan. Pandangannya mulai berputar.

“Gak gak! Gak boleh Al harus sadar! Lo bawa mobil Al ayo sadar!”

Gadis itu memijit pelipis dengan kasar. Ia kembali duduk di kursi, karena sudah tak mampu menahan tubuhnya sendiri. Dengan rokok menyala yang masih ada di genggamannya.

“Almira.”

Seseorang memanggilnya. Almira tidak menjawab. Ia hanya menangkap siluet lelaki yang berdiri di hadapannya sebelum ia benar-benar kehilangan kesadaran.

almira's side

Pada dasarnya di dunia ini memang tidak ada yang abadi. Pun manusia yang pasti berubah seiring dunianya masing-masing. Pernah seseorang berjanji untuk tidak akan pergi, tapi nyatanya ia malah hilang, dan tak kembali. Dulu, waktu 3 bulan cukup membuat frustasi, tapi sekarang semesta seakan tidak ingin mempertemukan kita kembali.

Apa yang paling menyakitkan? Ketika aku menyadari ada perasaan lain yang tersimpan namun tak sempat terungkapkan.

“How i could look into your eyes and never get tired of their beauty. Bagaimana suara lo gives me butterflies. Bagaimana ngelihat lo senyum bikin gue senyum. How much you mean to me. And how much i love you, Al.”

“But the truth, i like you. A lot. More than i’ve liked anyone for a long time. Dan jujur, it kinda scares me. Gue gak mau mengacaukan segala hal yang kita miliki, apapun itu. Termasuk hubungan lo sama Mark, gue sama sekali gak berusaha buat ngehancurin. And i’ve fallen pretty damn hard for you.”

Entah sejak kapan kata-kata itu bersarang dibenakku. Berputar ratusan kali seperti kaset rusak. Jika saat itu Nana masih bisa melihat apa yang aku pikirkan, mungkin dia sudah percaya diri. Mungkin dia akan tersenyum, bahkan tertawa meledekku. Tapi sayangnya dia hanya menatapku serius meski sesekali dia tersenyum hambar.

Kejadian itu, aku menyesal hal itu terjadi. Bahkan aku sama sekali tidak menyangka jika Nana akan bertindak lebih. Aku menyesali hari dimana semua ini terjadi. Karena setelahnya, semesta tak lagi membantuku.

Tak ada satu pun terbalas, dari ribuan imess yang aku kirim. Untuk apa aku tunjukkan pesan itu pada kalian? Itu hanya mempermalukan diriku saja.

“Al gue janji deh kalo Jaemin balik, gue bakal mukulin udah dia pantes dipukulin! Bisa-bisanya bikin temen gue nangis!”

“Kita kesana lagi besok-besok ya? Dia lagi mudik kali?”

Wajah Jeno dan Haechan terlihat frustasi karena sahabatnya, Almira, berubah 360°. Gadis itu tak pernah lagi tersenyum, atau bahkan berbincang dengan teman-temannya. Hubungannya dengan Mark? Tentu saja semakin membaik, karena Mark yang seperti 24 jam waktunya hanya untuk Almira. Meski harus putus setelahnya.

Terakhir kali Almira bersama kedua sahabatnya pergi ke asrama, tempat itu semakin terasa sunyi, seperti penghuninya telah pergi berabad-abad lamanya. Tangisnya tentu saja tak dapat dibendung, karena itu akan menjadi yang terakhir ia berkunjung kesana. Bukan menyerah. Ia hanya menepati janjinya pada Jeno dan Haechan, untuk bahagia setelahnya.

“Al, i have a crush on you. Lo gue kode jutaan kali juga kagak peka! Makanya gue ngomong langsung. Gue suka sama lo, udah dari.... Gue gak tau udah dari kapan, yang jelas udah lama gue suka sama lo. Will you be mine?”

Haechan tengah menyatakan perasaannya saat hari wisuda mereka. Hari bahagia? Tentu saja, bagaimana tidak? Almira masuk dalam 3 mahasiswa penerima nilai terbaik di fakultasnya. Sebuah kebanggaan bukan? Ditambah abangnya yang telah memutuskan untuk kembali ke Inggris untuk mengejar kembali apa yang selama ini diperjuangkan.

“Iya, gue mau. Tapi jangan jahatin gue!” Jawab Almira, dan secuil pintanya.

Lucu. Bisa dibilang sangat lucu masa-masa mereka menjalin kasih. Bertengkar? Tidak pernah sama sekali. Haechan yang selalu mengalah saat kekasihnya sedang mengalami mood swing. Atau Almira yang bertindak menggemaskan saat Haechan mulai menunjukkan kekesalannya.

“Sayang. Please Al sebelum berangkat panggil gue sayang dulu? Ya?” Pinta Haechan saat mengantar kekasihnya ke Bandara.

“Gak mau! Malu atuh dilihat bunda sama mamah.”

“Ya udah, mamah, bunda Echan mau pacaran dulu bentar.” Pamit Haechan dan segera menggandeng tangan Almira menjauh.

“Sok panggil sayang.” Pintanya lagi. Tangan Almira tetap berada dalam genggamannya. “Almira? Ayo ih tuh kan tuh udah mau flight. Buru tinggal panggil sayang doang.”

Almira masih saja menggoda Haechan dengan menggelengkan kepalanya dan menahan senyumnya itu.

“Ah au dah pundung, sok berangkat. Ayok balik ke mamah sama bunda!”

Sebelum masuk pintu keberangkatan, Almira tentu berpamitan pada mamah dan juga bundanya Haechan. Menciumi kening mereka dan saling berpesan. Tak lupa memberi pelukan. Terakhir, di depan Haechan pun ia berpamitan, tapi muka masam lelaki itu mengundang gelak tawa Almira.

Ia raih tangan Haechan dalam genggamannya. “Sayang, aku berangkat. Jagain mamah aku. Jangan nakal! Jangan bandel, kasihan bunda.”

Cuppp dan Almira layangkan kecupan di pipi Haechan, membuat kekasihnya tersipu malu di depan mamah dan bunda. Senyum Haechan yang tertangkap bola mata Almira saat itu adalah senyum termanis menurutnya.

Jangan salahkan Almira. Ia yang memutuskan hubungan dengan Haechan. Lagi-lagi ia menyalahkan dirinya sendiri. Tentang Na Jaemin, adalah cinta sekaligus luka bagi Almira. Selama menjalin hubungan dengan Haechan, nama Na Jaemin masih tersimpan, teringat, bahkan tidak untuk dilupakan.

`

Aku hanya ingin satu orang yang setiap hari menanyakan kabarku, menghiburku, memberi dukungan untukku, menegurku saat aku salah, berdiri di depanku untuk membelaku, memprioritaskan kebahagiaanku diatas segalanya, dan selalu tersenyum kepadaku. Aku hanya butuh satu orang, membayangkannya saja aku bisa bahagia. Nana..

`

“Almira. Ayo balik udah malem.”

Almira terbangun dari lamunannya saat Johnny menepuk bahunya. Gadis itu sejak tadi tengah duduk di dekat patung singa, Merlion. Duduk dengan memutar kembali kenangannya selama lima tahun terakhir.

“Bang sebelum balik apart, temenin Al belanja dulu ya?” Ujar Almira yang sibuk membersihkan mini dress yang ia pakai.

Tak sadar bila Johnny sudah lebih dulu jalan ke tempat dimana mobilnya terparkir, Almira kesusahan melewati banyaknya orang yang sedang mengunjungi tempat itu. Badan kecilnya tertabrak tak hanya satu atau dua orang, ia terus saja terpental saat mencoba menerobos.

Brughhh

“Ah sorry sorry. It was an accident. Are you okay?” Suara seorang wanita yang tidak sengaja menabrak Almira hingga terjatuh.

“No problem. I'm—”

Bola mata Almira membulat saat melihat sosok di depannya.

“Really? Are you okay?” Sapanya lagi.

“K-kak..Mina?”

“Sorry?”

“Mina, right?”

“Yeah but sorry i don't know you.”

Almira mengernyit. Entah harus senang atau sedih ia bertemu dengan sosok perempuan yang ada di masa lalunya. Tak penting baginya.

Lantas gadis itu menoleh kesana kemari, pandangannya menelusuri sekitar. Ia yakin jika sosok yang ia cari bertahun-tahun lamanya ada di tempat yang sama. Seperti tidak memperdulikan lututnya yang berdarah karena tergores aspal, ia berjalan cepat hingga berlarian melihat sekitar. Dan tak sekali dua kali nama lelaki itu ia sebut.

“Na.. Nana? Lu disini kan?”

“Please please muncul Na!”

“Its been a long time, Nana.”

“Please?”

“Lu beneran pergi, Na?”

“Bahkan gue belum sempet bales kata perpisahan lu.”

Almira menangis, lagi, sembari bersandar di tembok bangunan. Luka di lututnya mulai terasa nyeri.

Na Jaemin sama sekali tidak meninggalkan bagaimana cara untuk menghubunginya kembali.

Dan bagaimana cara Almira untuk merealisasikan;

“sampai jumpa kembali”

image

—the worst

“Almira, kok matanya sembab nak?” Tanya bundanya Haechan kaget ketika membukakan pintu, mendapati Almira di muka rumahnya dengan mata sembab.

“Bunda, Haechan ada di dalem?”

Bunda Haechan mengangguk cepat, mempersilahkan Almira, juga Jeno untuk masuk.

Almira memerhatikan Haechan sedang tiduran di sofa sambil memejamkan mata menikmati musik dari ponselnya, menggoyang-goyangkan kepala mengikuti irama musik yang di dengarnya. Sama sekali tak menyadari kehadiran dua sahabatnya.

“Chan, eta aya temen kamu.” Ujar bunda sambil menepuk bahu Haechan.

Haechan membuka mata, mematikan musik yang sedang ia dengarkan dan beringsut duduk. Melihat ke arah Almira dan Jeno yang berdiri tak jauh dari sofa tengah. Menyadari itu, ia rentangkan kedua tangannya dan tersenyum manis. Almira langsung menghampiri Haechan dan memeluk tubuhnya. Tanpa pertahanan, gadis itu pun menangis lagi. Haechan membalas pelukannya.

“Gue gagal jagain lo, maaf ya Al.”

Almira menggeleng-gelengkan kepalanya. Semakin mengeratkan pelukannya.

“Al, Jeno gak lo peluk?” Bisik Haechan. “Eta si cimeng nontonin kita pelukan.”

“Gue denger ya sincan! Ini menurut lo baju depan gue basah karena saha?” Jeno menunjuk bajunya yang basah, bekas air mata. Ya, ia sudah lebih dulu memberi pelukan kepada sahabatnya, saat gadis itu menjemputnya di rumah. Tentu saja Almira menangis, terharu katanya.

“Oh.. Air mata lo stock nya banyak juga ya Al.” Haechan pun tertawa dan Almira bisa merasakan tangannya membelai kepalanya lembut. Semoga saja usapan seperti ini akan dirasakan Almira seterusnya.


“ECHAN GAK BOLEH CURANG!!” Protes Almira.

“GILA YA LO PADA? GUE MASIH NORMAL! GAK MAU!!” Ujar Haechan menolak.

Di jam 10 malam, ruang tengah Haechan semakin berisik. Almira yang kejar-kejar an dengan Haechan, suara tawa Jeno yang nyaring memekik gendang telinga, dan Jaemin yang hanya mengekspos jajaran gigi rapinya melihat tiga serangkai yang heboh.

Itu sudah biasa bagi keluarga Haechan untuk memaklumi anak-anak yang sedari kecil hingga sekarang tak kunjung berubah. Mereka tetaplah anak-anak yang berisik dengan tingkah laku menyerupai anak TK. Bedanya, dulu di Bandung, dan hampir setiap hari mereka bertiga bermain bersama. Sekarang, mereka bertiga pindah di Jakarta dan juga jarang memiliki waktu untuk bermain, karena tumpukan tugas dan soal perkuliahan yang semakin hectic.

“It's just a dare, Haechan!!!!” Almira menarik tangan Haechan. “Ayo ah buru orang tinggal cium Jaemin bentar! Dia aja gak keberatan tuh!”

“Waaaaa gelo maneh! Ngadi-ngadi itu dare nyuruh aing nyium nyium! Mana lakik yang gue cium.” Haechan manyun, pasrah karena tarikan Almira. Ia dekatkan wajahnya pada pipi Jaemin. “AAAAAAAA SERIUS INI GAK BISA DIWAKILIN AJA? AL! LO AJA KALI YANG NYIUM DAH.”

Almira menjitak kepala Haechan. “Ngawur! Dia gak bisa kena sentuh cewe!”

Tiga pasang bola mata membulat tersentak mengarahkan pandangan pada Almira.

“Al?” Ketiganya memanggil serentak.

“Wah? Bisa barengan lu bertiga manggil gue?” Almira tertawa kecil, tertawa saja. Lantas berdecak heran. “Kompakan gini aya naon?”

Gadis itu belum menyadari perkataan yang baru saja ia ucapkan, membuat Jeno, Haechan, dan Jaemin kini memandang Almira heran.

“Lo barusan bilang apa Al?” Tanya Jaemin.

“G-gue?” Almira menunjuk dirinya sendiri.

Almira memandangi mereka bertiga bergantian. Ia sedang mencernanya pelan-pelan untuk mengetahui maksud pertanyaan Jaemin. Sedetik Almira tersadar.

Mampus! batin Almira.

Ruangan kini senyap, mereka menunggu jawaban dari Almira. Rasanya hanya terdengar suara napas yang naik-turun. Almira menunduk, tidak menoleh sama sekali. Menghindari tatapan mata Jaemin.

“Al?! bilang sama gue kalo ingatan tentang gue gak hilang. Lo masih inget gue kan Al?!”

Itu bentakan, bukan pertanyaan.

Almira masih tekun menunduk. Pikirannya yang gundah sudah berlari entah kemana.

“Almira jawab gue!” Suaranya menaik. Jaemin terus saja mendesak.

Gadis itu mengembus napas berat. Cukup. Ia mendongak. Menatap rona hitam Jaemin. Mata Almira membasah lagi, ia menggigit bibir bawahnya, menahan diri agar tak ada lagi air mata untuk membasah.

Haechan membantu menyapu pipinya yang basah karena sebulir air mata yang sebelumnya mengembang di kelopak mata kini meliuk turun.

Almira mengangguk.

“Al? Kenapa lo pura-pura?” Tatapan mata Haechan kini beradu dengan mata Almira.

Jeno, Haechan, dan juga Jaemin memberi ruang bagi Almira untuk menenangkan dirinya. Bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan gadis itu. Jeno dan Haechan yang hanya mengikuti alur merasa sangat bingung, apalagi Jaemin? Yang berkaitan langsung dengan Almira.


Malam itu rasanya ada yang berbeda. Almira seperti melihat siluet perempuan di setiap sudut ruangan kamar. Perempuan yang selalu muncul di mimpinya akhir-akhir ini. Ia yakin dan percaya bahwa perempuan itu selalu mengikutinya kemanapun ia pergi. Malam itu, setelah hampir 9 tahun lamanya, Almira meminta abangnya untuk menemani dirinya tidur.

Pada keesokan malam yang lain, malam dimana Jaemin dan ketiga saudaranya berada di rumah sakit. Bahkan sebelum Jaemin membawanya kembali, Almira sudah lebih dulu tersadarkan diri.

Almira membuka matanya yang terasa berat. Telinganya mendengar dengung monoton lampu kuning redup dan hembusan AC. Ia merasa bahwa masih ada di dalam kamarnya. Namun, langit-langit dan bau yang khas itu menyadarkannya bahwa ia sekarang ada di rumah sakit.

Ingin tau, Almira mengangkat kepalanya. Namun kabut mendera pandangannya dan tubuhnya terasa berputar-putar tak karuan. Ia menyerah, kembali meletakkan kepalanya di atas bantal. Masih berusaha mendudukkan dirinya meski harus bersandar.

Bola mata Almira bergerak, ia melihat Jaemin dan ketiga saudaranya tanpa suara. Ada banyak pertanyaan besar yang muncul di dalam hatinya, tentang mimpi yang terasa nyata, mengapa ia berada di rumah sakit, dan mengapa Jaemin juga ketiga saudaranya ada di hadapannya.

Jantung Almira rasanya seperti berhenti berdetak. Darahnya berhenti mengalir. Terasa dingin. Mengingat mimpi itu, lantas melihat ke arah Jaemin yang berada di samping ranjangnya, duduk di kursi, mencondongkan tubuhnya dengan melipat kedua tangan untuk menopang kepalanya dengan mata terpejam. Nampaknya ia sudah berada di alam mimpi.

Perasaan sedihnya meruap memenuhi setiap ruang kosong di hatinya. Almira menyapu wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang masih saja terasa dingin. Kelopak matanya terasa berat, sudut matanya membasah. Air matanya tidak mampu berhenti.

Lucas mendekat menghampiri. Meraih kepala Almira, ia sandarkan pada dada bidangnya. Menepuk pelan bahu Almira. Berusaha menenangkan.

“Almira, look at me.” Suara lembut Taeyong.

Almira menggeleng. “Mimpi itu nyata?” Suara rapuh Almira terdengar, parau karena sedih menggumpal di tenggorokan.

Taeyong mengiyakan. Ia memberitahu pada Almira segalanya, tentang kebenaran mimpi itu, tentang siapa perempuan yang selalu ia lihat dalam mimpinya, dan tentang Jaemin yang ingin menukar ingatannya demi melindungi Almira. Juga memberitahu tentang perasaan Jaemin padanya dan segala konsekuensinya. Gadis itu tentu semakin terisak mendengarnya.

“Al, gue tau lo gak bakal mau kalo gue ngambil ingatan lo tentang Jaemin. Tapi, gue minta lo buat pura-pura lupa. Sementara aja, atau lebih baik selamanya. Lo tau kan Davina pasti bakal terus ngawasin lo. Because her first love has put a heart in you.” Suara Taeyong menipis.

Malam itu hening. Mata Almira basah sekali oleh air mata. Hanya suara emas Doyoung yang ia dengar. Hingga gadis itu bertemu dengan Jaemin di alam mimpi.


“Na, sorry. I have to do this, for me and also you.”

Jaemin memijat pelipisnya. Sedangkan Jeno dan Haechan hanya saling pandang tak percaya.

“Aing udah kayak main sinetron anjir. Meng kita di badutin meng!” Ujar Haechan.

“Davina right?” Jaemin mendesak Almira lagi. “Tell me now. Ceritain semua mimpi lo, semua yang lo lihat.”

image

Almira membungkam, ia menolak. Membuat Jaemin kesal hingga mengepalkan tangannya.

“AL! TELL ME!”

“GAK!”

“AL PLEASE!”

“IT'S BAD FOR YOU, NA!”

“WHICH ONE IS WORSE? THAT DREAM OR ME THINKING THAT YOUR MEMORIES OF ME ARE GONE?! GUE DESPERATE KARENA NGIRA INGATAN LO BENERAN HILANG!”

“THAT DREAM NA! MIMPI ITU LEBIH BURUK DARI PADA GUE YANG KEHILANGAN INGATAN TENTANG LO!”

“Your memories of me are gone, is the worst for me, Almira.”

Jaemin menyerah berdebat dengan Almira, lebih tepatnya mereka berdua bertengkar hebat. Lelaki itu menghembus napas. Pelipisnya berdenyut. Kalimat yang berulang kali diucapkan Jaemin, semoga saja Almira mengerti. Tentang kalimat yang berusaha ia tekankan atas perasaan yang tak bisa diungkapkan.