souljaehyunn

Almira baru selesai menerima telpon dari Jeno bahwa pertandingan akan segera berakhir dan sepertinya, tim dari kampusnya berhasil menang telak. Gadis itu tak dapat menyembunyikan bagaimana bahagianya ia saat mendapat kabar dari sahabatnya. Yang ia bayangkan langsung adalah Mark, betapa indah senyumnya saat ia diselimuti kebahagiaan.

“Al, mau balik?”

Suara seseorang yang sejak tadi menunggunya di koridor dan melihat bagaimana raut wajah Almira yang berubah cerah.

“Jaemin? Iya gue mau ke GOR sih. Aya naon?” Jawab Almira sambil menyusuri koridor kelas.

“Sendiri?”

Almira mengangguk.

“Gue duluan ya? Lagi buru-buru. Kalo ada yang perlu di omongin imess gue aja.” Ujar Almira sembari melambaikan tangan. Dan tak lupa meninggalkan senyum manisnya.

Jaemin menghentikan langkahnya. Melihat punggung Almira menghilang. Masuk ke dalam taxi yang kemudian melesat meninggalkan pelataran kampus.


image

“Neng geulis lagi bahagia ya?” Tanya pemilik toko bunga.

Almira malah semakin tersenyum “Iya, tim pacar saya lagi tanding sekarang, sepertinya akan ada kabar baik lagi.”

Florist itu menyarankan agar Almira membeli bunga tulip. Tiap jenis bunga memiliki makna tersendiri bukan? Bunga tulip melambangkan cinta yang sempurna. Jika warnanya bermacam-macam, bunga tulip memiliki makna keindahan cinta yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Benar saja, sesampainya Almira disana, pertandingan telah usai. Karena penonton sedang berhamburan keluar dari arena, ia memutuskan untuk menunggu hingga sedikit lenggang. Telinga Almira tentu mendengarkan berbagai perbincangan orang-orang yang datang hari ini. Beberapa orang terkesima dengan penampilan tim kampusnya.

Rasa hangat dan bahagia semakin menyelimuti dirinya. Almira merogoh tas, mengeluarkan ponselnya berniat untuk menghubungi Haechan atau Jeno. Menanyakan keberadaan mereka.

“Low bat?!” Seru Almira menautkan kedua alis. “Gue harus nyari dimana dong?”

Kedua bola mata Almira terus mendeteksi satu per satu orang yang ada disana. Tapi ia tidak menemukan kedua sahabatnya itu. Cukup lama ia berdiam di halaman arena, hingga tim lawan pun sudah berhamburan keluar.

Almira berdecak. Ia melihat jam dinding, tepatnya di koridor arena. Jarumnya bergerak teratur seperti nafasnya. Ia berjalan menyusuri koridor sepi dengan bouquet bunga tulip berada di pelukannya. Butuh waktu lebih lama untuk bertemu dengan orang yang ia cari.

“Ke..temu..”

Dua orang lelaki dan perempuan ada disana. Almira berhenti sejenak sembari mengusap keringat yang membasahi dahinya. Ia melihat ekspresi keduanya yang sangat bahagia. Almira mengerti kenapa. Tentu mereka senang atas kemenangan timnya. Dari jauh Almira memperhatikan, mereka sedang asik mengobrol. Di tempat sepi? Ah itu karena mereka berdua sedang mencari tempat yang nyaman untuk berbicara.

Tak akan ada hal yang tidak mengenakkan, pikirnya. Almira tetap berdiri disana, membiarkan keduanya tetap berbicara. Ya. Itu Mark, dan Mina, yang tengah diperhatikan Almira dari tadi. Hingga hatinya sedikit terluka saat harus melihat keduanya saling memeluk satu sama lain.

Almira mengalihkan pandangannya.

“Mark said it was just a hug of happiness and nothing more.” Ucapnya lirih.

Almira mencoba untuk tersenyum, tetapi sulit sekali. Ia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya. Setelah bola matanya mengembalikan pandangannya, sekujur tubuhnya kaku. Gadis itu memejamkan kedua matanya, ia menangis. Menangis seperti anak kecil dimana ia terjatuh dan terluka.

Bukankah saling merengkuh tubuh sudah cukup untuk mengeksrpesikan kebahagiaan? Lantas mengapa Mark mengecup bibir wanita itu, hingga keduanya kini saling menghujani ciuman satu sama lain. Pundak Almira semakin bergetar karena ia terisak-isak. Air matanya membasahi seluruh wajah.

“Sa..kit..”

Tangan kirinya terus mengusap air matanya yang jatuh. Pelan-pelan Almira melangkah mundur. Ia tak berdaya, bingung menentukan sikap.

Membalikkan tubuhnya, melangkah cepat keluar dari arena, berjalan menunduk mencoba tersenyum meski kedua matanya sudah bengkak.

Na Jaemin. Almira bertemu dengannya saat berada di pintu utama. Lelaki itu berdiri disana, melihat tatapan Almira yang berbeda. Dengan sisa air mata di wajahnya, gadis itu tersenyum ke arah Jaemin dan berlalu pergi.

Sebenarnya ia tau bahwa ia sangat terluka, ia sadar bahwa luka itu dibawa oleh orang yang ia cintai. Hanya saja ia baru merasakan bahwa mencintai seseorang selelah ini. Biarkan saja ia belajar bagaimana harus bersikap dalam suatu hubungan. Biarkan saja ia belajar dari rasa sakitnya selama ini. Banyak hal kelak yang harus dipelajari dari sakitnya dipaksa lupa, melupakan hal yang sudah keras melekat di hati dan pikiran, yang semakin dipaksa akan semakin melukai.

Biarkan ia istirahat dulu, untuk segala rasa sakit semoga tak membuatnya menyerah dengan mudah.

Hatinya telah patah.


“Na, gue kangen lo.”

“Lo gak ada kapoknya ya ngehalangin gue sama Jeno?!” Bentak salah satu senior sambil mendorong bahu Almira.

“Gue udah berusaha baik sama lo, makin nyebelin aja?” Imbuhnya.

Almira mundur selangkah demi selangkah.

“Kak, maaf saya sama sekali gak ngehalangin atau apapun. Saya sama Jeno—”

Buggh!!

Gadis itu jatuh tersungkur ke belakanh karena dorongan dari kakak tingkatnya. Kedua telapak tangannya luka akibat goresan aspal kasar. Almira ketakutan melihat seringai di wajah keempat senior yang ada di hadapannya. Tak peduli, ia menarik lengan seragam Almira hingga terobek paksa.

“GUE GAK LAGI MAU DENGER LO NGOMONG! GARA-GARA JENO SUKA SAMA LO, DIA MUTUSIN GUE!”

Almira berusaha berdiri dan membebaskan diri dari para seniornya. Ia menangis karena salah satu kakak tingkatnya berusaha menghalanginya dengan terus mendorong tubuh mungilnya.

“Seberapa lama lo bisa tahan? Gak seberapa dengan rasa sakit yang gue rasain! Udah berapa kali gue ingetin?” Tanya senior. Ia tak menyadari langkah kaki yang berlari mendekat. “Haha apa lo suka gue injek-injek terus gini?”

“Jaehyun?!” Naeun kaget menyadari Jaehyun yang muncul di hadapannya, Laras, Feby dan Saras, keempat senior yang selalu membully Almira.

“Masih berani kalian semua gangguin adek gue?!” Bentak Jaehyun sambil berusaha membopong Almira. “Lo gangguin Almira lagi, gue gak akan segan-segan laporin kalian ke polisi. Kesiswaan gak cukup buat bikin kalian jera!” Ancam Jaehyun.

“Naeun lo juga ngapain disini?! Gak habis pikir gue! Pergi lo semua dari sini!!”

Para senior pergi dengan membawa jengkelnya. Jaehyun menemukan Almira yang terus menangis ketakutan, ia segera memeluknya.

“Maafin abang gak segera nemuin kamu. Abang janji gak akan terjadi lagi. Maafin abang ya, Al?”

Almira mengangguki, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Jaehyun. Membiarkan semua air matanya terkuras habis.

“Jangan nangis lagi.” Jaehyun mengusap sisa air mata di pipi Almira. “Kenapa Al gak ngelawan? Kamu boleh ngelawan, kamu boleh berantem, abang gak bakal ngelarang.”

“Kalo Al ngelawan, berantemin mereka, apa bedanya Al sama mereka bang?” Ujar Almira yang masih duduk di kelas 1 SMA.

Waktu berlalu sesadis itu. Jaehyun berfikir bahwa ia selalu saja terlambat. Di masa lalu, maupun sekarang. Setelah malam itu ia menemani tidur sang adik, dan menyadari bahwa Almira sudah tak sadarkan diri.

image

Sudah terhitung dua hari Almira berada di ICU rumah sakit. Jaehyun, dan kedua orang tuanya bergantian untuk menjaga Almira. Kalang kabut, pasalnya gadis itu tidak memiliki riwayat sakit apapun. Dua hari ini, rumah sakit sudah seperti rumah sendiri. Bahkan mereka hanya menyambangi rumahnya untuk mengambil pakaian bersih, dan memulangkan pakaian kotor mereka. Itu sebabnya, pagar rumah Almira selalu terkunci.

“Bang, Almira sakit apa?” Haechan bertanya dengan suara bergetar dan serak.

Jaehyun baru sempat menghubungi mereka berdua saat ia pulang kerumah. Tak sengaja bertemu dengan Jeno dan Haechan.

“Masih belum tau pasti.” Jawab Jaehyun seadanya. “Kalian dari kampus? Jaemin gak ikut?”

Hati Mark seperti tertusuk saat Jaehyun, kakak dari kekasihnya menanyakan Jaemin. Haechan tidak sendiri, ia pergi dengan Jeno dan Mark.

“Jaemin udah gue hubungin bang, gak ada balesan.” Ujar Jeno.

Mereka berempat duduk di ruang tunggu, berharap ada angin segar akan kesadaran Almira, agar hari-hari kembali seperti biasanya.


Ruangan berwarna krem dengan kayu melekat pada dinding dari tengah ke bawah lantai. Dan tempat tidur pasien berada dekat dengan jendela. Orang tua Almira sengaja mengambil kamar VIP. Diperuntukkan agar pasien dan yang menunggu pasien merasa nyaman. Disini lah Almira dipindahkan. Ia masih saja tertidur pulas.

“Al, gue takut. Gue gak pernah ngerasa se takut ini.” Haechan menggenggam erat tangan Almira. Kini jatahnya untuk berjaga. Tentu saja ia bersama Jeno.

Tepat pukul 10 malam, Jaemin, dan ketiga saudaranya berkunjung. Jangan tanya mengapa di jam yang bukan jam kunjung, mereka bisa bebas masuk.

“Anying lo kemana aja!” Sapa Jeno saat melihat Jaemin masuk ke dalam ruangan.

“Kalian berdua bisa keluar dulu gak?” Pinta Taeyong terhadap Jeno dan Haechan.

“Lo mau ngapain?! Lo siapa nyuruh gue keluar?!” Nada Haechan tak terima.

Terpaksa. Saat mata mereka berdua bertemu, Taeyong dengan cepat mengambil alih kontrol akan diri Haechan dan juga Jeno. Mereka berdua meninggalkan ruangan.

“Well, Davina Nyx, you're here?” Gumam Lucas.

Jaemin memandangi sosok Almira yang berada di ranjang rumah sakit. Ia tak sadar air matanya terjatuh entah sejak kapan. “Manusia itu rapuh.”

“Bawa Almira balik, dan terima konsekuensinya.” Ucap Taeyong pada Jaemin.

image


Tentang keputusan Jaemin to restore his memory, ia mengurungkan niatnya saat Jeno memberi kabar tentang keberadaan Almira.

Beberapa artikel untuk bahan tugas akhir berserakan di kamar Haechan, mereka telah menyelesaikan tugas akhirnya tepat pukul 9 malam. Berdiam tanpa ada satu patah kata terucap dari bibir mereka.

Jeno yang kini merebahkan dirinya di lantai, dengan Jaemin berada disebelahnya. Haechan? Ia sibuk bergumam seorang diri. Dan Almira yang sedang menunggu kabar dari seseorang.

Ctakk!

“Sakit Allllll!! Apaan lu tiba-tiba jitak aing?! Dasar wanita bar bar!” Keluh Haechan saat Almira menjitak dahinya.

“Hehe gemes.”

Jaemin hanya berdecak dan menggelengkan kepala melihat mereka berdua. Pikirannya bercabang memikirkan beberapa kejadian yang dialami Almira. Jaemin pun tau bahwa gadis itu sedang merasakan sesak di hatinya. Dan dengan hebatnya, ia mampu menutupi semua hingga tak ada yang bisa melihat dan menebak apa yang ia rasa.

“Bosen gue, TOD an yuk.” Jeno bangun dan mengeluarkan barang dari tas. “Dilarang curang!!!” Imbuhnya.

Haechan, Almira, dan Jaemin mengangguk mengerti. Baru saja mereka akan memulai permainan, fokus Almira terpecah ketika melihat notif dari sang pujaan hati bahwa ia sudah berada di sekitar rumah Haechan. Almira pergi dari kamar Haechan menuju teras dan melihat Mark baru saja sampai.

image

“Udah selesai urusannya?” Almira menegurnya saat Mark baru turun dari motor. “Until this late? Sekalian dinner?”

Mark menatap keheranan. “Sayang, aku dari rumah. Sengaja kesini malem, beliin kamu martabak nih.” Menyodorkan bawaannya pada Almira.

Almira tersenyum simpul.

“Hehe makasih. Udah kan? Kamu gak pulang?”

Mark makin terheran-heran dengan pertanyaan Almira.

“Ini kamu ngusir apa gimana? Belum selesai tugasnya?” Telapak tangan Mark menyentuh pucuk kepala Almira. Stroking her fluffy hair. “Mau aku tungguin? Kamu ngambis sama siapa aja? Jeno, Haechan doang?”

“Ada Jaemin juga.” Pandangan Almira fokus pada kantong plastik berisikan martabak itu. “Anyway, every time kamu keluar sama dia, take selca berdua tuh harus banget ya?”

Mark menarik napas memperhatikan gadisnya. Matanya tak sengaja mengalihkan pandangan ke pintu utama. Jaemin berada disana dan berjalan ke arah mereka.

“Al, listen to me.” Tangan Mark menangkup wajah Almira, mengarahkan agar mata mereka bisa bertemu. “Its just a selca, kamu cemburu? Maaf ya. Aku cuma cinta sama kamu, Almira. Believe me.”

Almira mengangguk, menjawab dengan sebuah senyuman. Ia memang hebat dalam menyembunyikan rasa sakitnya. Tapi tak dapat dipungkiri bahwa Almira benar-benar merasa sesak. Sadar akan kedatangan seseorang, ia melepaskan kedua tangan Mark yang masih menangkup wajahnya.

“Ditunggu Haechan sama Jeno.” Ujar Jaemin.

“Na Jaemin? We haven't gotten to know each other yet, right?” Mark mengulurkan tangannya. “Gue Mark, pacarnya Almira.”

Jaemin menjabat tangan Mark. “Na Jaemin.”

“Nice to know you.” Mark mengangguk. “Martabaknya banyak, dimakan sama temen-temen juga Al, kalo udah selesai hubungi aku ya? Jangan lupa. Aku pulang.” Mengacak rambut Almira.

Mark melajukan motor yang dikendarainya meninggalkan halaman rumah Haechan.

“Kalo sakit, bilang sakit Al. Gak baik disimpen sendiri.”

Almira tertawa pelan. “I don't need your comment, Na.”


Unggah fotomu di media sosial bersama orang yang kamu sayang dan berikan caption indah.

“Alah! Ini mah gampang. Gue juga punya banyak kali foto sama orang yang gue sayang.” Ujar Jeno saat mendapatkan dare. “Oke udah!”

“Eleh kaga seru dare lo!” Haechan mengambil kartu truth. Melihat pertanyaan yang ditujukan untuknya, namun ia terdiam.

“Gue tau jawaban lo.” Jaemin melirik Haechan.

Siapa pencuri hatimu?

“Pertanyaan apaan ini anying? Pencuri? Cih! Berasa anak SMP cinta-cintaan.”

“Saha woy jawab! Lu mah! Mau gue jitak lagi apa Chan? Cepet jawab gak? Keburu giliran gue!” Protes Almira.

“Lo.”

Jawaban singkat Haechan mampu membuat Almira mendelik kaget. “Ya ya ini cuma permainan.”

“This isn't game, Al. The truth.” Jaemin berdalih.

“Ok its enough.” Seperti tidak terjadi apa-apa, Almira tersenyum semanis mungkin di hadapan Haechan.

Tatap kedua mata orang yang ada di samping kananmu selama 30 detik.

Jaemin. Orang yang berada di samping kanan Almira saat ini. Ia melongo saat membaca kartu dare yang ada di tangannya kini. Ragu untuk melakukan, apakah itu membahayakan atau tidak, pikirnya.

“Gak papa lakuin aja.” Ujar Jaemin saat kedua bola mata mereka bertemu.

Jeno dan Haechan saling menatap kebingungan. “Naon? Dapet apa sih?” Jeno mengambil cepat kartu yang masih dipegang Almira. “GUSTI NU AGUNG.”

“Iya oke let's start!” Almira menggeser badan menghadap Jaemin.

“Wait wait wait!” Haechan memotong cepat. “I-ini mata lo gak bakal ngeluarin laser atau semacamnya kan?”

Ctakk!!

Lagi. Jitakan mendarat di dahi Haechan. “Kalo ngeluarin laser, udah dari tadi juga lu kena lasernya! Lagian aneh banget pikiran lu.” Keluh Almira kesal. “Terakhir kan giliran gue ini? Udah ayo buru. Mau pulang ngantuk.”

Tangan Jeno menutup mata Almira, sedangkan mata Jaemin ditutup oleh tangan Haechan.

“1..” “2..” “3..”

Jeno dan Haechan menyingkirkan tangan mereka. Dan kini, Almira sedang menjalankan tantangannya. Beberapa detik, tak ada yang ia rasakan, hanya tatapan mata biasa, seperti pada umumnya. Namun saat sudah menginjak belasan detik, jantung Almira mulai berdebar, dan seketika ia teringat pada perkataan abangnya.

“Kalau kamu berdebar saat ngeliat matanya, artinya kamu jatuh cinta.”

Mata yang indah. Benar kata Henry David Thoreau, bahwa mata adalah permata tubuh. Itu yang saat ini dilihat pada mata Na Jaemin. Indah seperti permata. Saking indahnya, siapapun yang melihat akan terkesima. Jaemin menyungging senyum ke arah Almira.

“Na, stop.”

Almira mengalihkan pandangannya, 30 detik sudah cukup membuat jantungnya berdebar. Bahkan kini ia seperti salah tingkah. Ia pun sedang mengontrol diri untuk tidak memikirkan apa-apa dan tetap tenang.

Jeno dan Haechan cengar cengir melihat tingkah Almira. Berbanding terbalik dengan Jaemin yang sangat terlihat santai.

“Gue gak pulang Al. Nginep sini. Lo balik sama Jaemin ya?” Ujar Jeno. “Udah malem buru balik deh sono.”

“Aing anter deh.” Tawar Haechan.

“Gue aja yang nganter gak papa.” Jaemin yang sudah bersiap untuk pulang.

“Na, lu kan gak bawa kendaraan? Jen, anterin gue atuh? Echan biar anter Jaemin balik.” Rengek Almira.

Haechan melirik Jeno sekilas. Melihat temannya itu yang sudah berbaring di atas kasur, membuatnya menghela nafas.

“Udah ayo, Al? Chan, thanks ya! Gue pamit.” Keluar dari kamar Haechan. Almira membuntuti dari belakang.


Hampir tengah malam mereka berdua berada di jalan perkampungan. Jaemin mengantar Almira sampai depan pintu rumahnya.

“Na, mau nginep sini aja gak? Udah malem.”

Jaemin menggelengkan kepalanya. Pandangannya tak lepas dari kedua mata Almira. Tatapan mata Jaemin yang teduh, lagi-lagi membuat yang dilihat salah tingkah.

“Apa? G-gue nawarin doang kali Na, gak maksa! Ya udah pulang gih.”

“Gue suka mata lo. Seperti mata rusa. Rapuh sekaligus kuat.” Ujar Jaemin dengan mengembangkan senyumnya.

“Baru kali ini gue tau bahwa satu orang yang sama bisa nyakitin lo berkali-kali, dengan kesalahan yang sama pula.” Imbuh Jaemin.

Almira paham kemana arah pembicaraannya. Ia hanya diam menunduk ke bawah dan memainkan sepatu kets nya.

“Gue baru pertama kali jatuh cinta Na. Ah enggak mungkin sudah beberapa kali gue jatuh cinta tapi gue gak nyadarin itu. Di kesempatan ini, pertama kali gue punya pacar, gue cuma mau menyikapi dengan baik. Bahkan gue gak tau gimana nyikapin hal kayak gini. Apa gue terlalu overthinking? Apa gue terlalu mengklaim kalo Mark itu punya gue? Apa gue yang bodoh dipermainin sama perasaan gue sendiri? Gue gak tau. Yang pasti, gue gak bisa benci dia meskipun hati gue sakit berkali-kali.” Jelas Almira.

“Artinya lo bener-bener jatuh cinta sedalam itu. You really love someone when you can't hate them even though they hurt you.”

Memang tidak mudah menjadi perempuan kuat yang gak cengeng, namun tetap harus waras menghadapi problema kehidupan. Kisah cinta, misalnya. Banyak perempuan yang hanya diam saat merasa hatinya sesak. Yang hanya menerima saja saat dengan jelas ia disakiti atau bahkan dikhianati. Dan bahkan tetap mempertahankan perasaannya walau lebih banyak rasa sakit yang diterima ketimbang rasa bahagia.

Perempuan.

image

“Udah gak aneh lagi menurut gue, Doyoung punya suara semerdu itu sampe bisa bikin gue langsung tidur dan bangun di mimpi yang gue gak tau kenapa bisa?”

“Ya elah Al masih aja mikir, entar lagi juga nemu jawabannya lu.”

“Na? Nana?””

Seseorang merengkuh tubuh Almira dari belakang. Membuatnya terkejut dan membalikkan tubuhnya. Semakin dibuat terkejut lagi saat mengetahui bahwa itu Jaemin.

“Na?? Gelo maneh?! Nekat bener lu nyentuh gue?”

“Al, we're in dreamland. I can touch you.”

“Ya tapi gue tetep aja shock! Gila aja.”

“Gue pengen meluk lo lagi, boleh?”

“Lihat lo nangis tadi, gue gak bisa apa-apa selain nunggu lo sampai tenang. Sakit ya Al?”

Tanpa basa basi Almira melingkarkan tangannya pada tubuh Jaemin, yang juga dibalas oleh empunya. Sentuhan tangan Jaemin menyisir rambut halus Almira, membuat gadis itu nyaman dan tenang.

“Kenapa bisa gue bikin lo khawatir? Temen abang lo, cewek itu nyentuh gue. Dia sendiri duduk di halte sore itu, Al. Gue tau dia lagi putus cinta, gue tau dia lagi desperate karena dalam perut dia udah ada janin.”

“Serius?”

“Iya. Gue ngulurin tangan buat dia, gue mau nyelametin dia Al.”

“Itu mah lu yang nyentuh Na!”

“Diem dulu bisa gak ish! Maksud gue ngulurin tangan tuh gue mau bantu dia, bukan mau nyentuh dia Almira. Lucas, cuma dia yang bisa nyentuh lawan jenis, dia mutan tingkat omega, seorang telepatis dan telekinetik. Kalo sama manusia, kasarannya dia bisa cuci otak. Dalam konteks baik ya. Dia bisa ngubah cara pandang seseorang.”

“Dia udah ada di tahap bunuh diri, Al.”

“Disaat gue manggil Lucas, dia genggam tangan gue sambil nangis.”

“Kok lu gak nepis dia sih Na? Biasanya juga lu gitu ke gue.”

“Gak bisa Al. Banyak orang. Bisa dikira gue yang apa-apain dia.”

“Dia terlalu lama genggam gue, sampai akhirnya dia pingsan. Dan setelah itu...”

“Setelah itu?”

“she fell in love deeply.”

“WHAT?! W-WAIT NA GUE GAK PAHAM. Maksudnya tuh...”

“Iya Almira, if someone of the opposite sex touches me, or i touch him, she will fall deeply in love. Itu bisa sangat melukainya.”

“Spesies mutan kayak gue diciptain only to love one person in life, can be called first and last love.”

“Kenapa lo harus recovery selama 3 bulan, Na? What's the impact on you? Dan itu kenapa temen bang Jaehyun bisa tiba-tiba nikah? Itu siapa cowoknya deh?”

“Dampak dari sentuhan itu, i'll start loving her very much too. Anggep aja 3 bulan itu masa move on. But it hurts so much that it drives me crazy.”

“Taeyong, manusia yang natap matanya selama lebih dari 5 detik, dia terhipnotis Al. Dia bisa hapus ingatan seseorang or restore someone's memory.”

“Doyoung, have a golden voice. Siapapun yang denger dia nyanyi, akan tenang dan tertidur. Dia bisa ciptain mimpi, mengendalikan mimpi, yeah something like that. Kita berada di alam mimpi juga karena dia.”

“Cowok yang dinikahin itu cinta pertama dia, yang emang lagi nunggu dia buat balik. Waktu wedding party semua kesana, tapi cuma Lucas yang bisa ada di tengah-tengah manusia. Gue, Taeyong, Doyoung ada di mobil. Waktu itu gue masih tersiksa karena rasa sakit. Kita kesana cuma mastiin si cewek ini beneran udah lupa atau enggak.”

Jaemin membuat jeda untuk Almira berpikir dan mencerna semua penjelasannya.

Kedua alis Almira mengerut dengan tangan yang memijat pelipis.

“Si Aletta? Algrettha? Saha, Na? Adek lo nu geulis itu.”

“Algrettha? Dia ada di asrama ini, semua yang ada di asrama udah seperti saudara sendiri Al. Dia punya pintu kemana saja.”

“Dih? Doraemon dong?”

“Haha ya anggep aja gitu.”

“Iya Al, gue butuh lo.”

“Belum tanya juga.”

“Butuh gue karena apa, Na?”

“Bantu gue buat keluar dari asrama. Gue belum pulih sepenuhnya, bantu gue buat...”

“Buat apa Na?”

“Eh kok pandangan gue kabur ya Na?”

“Udahan apa ini mimpinya?”

“Bantu gue buat jatuh cinta lagi sama lo.”


Na, gue samar-samar ngeliat lo, gue sama sekali udah gak denger perkataan lo yang terakhir. Tapi makasih Na, terima kasih sudah memutuskan segala kesalahpahaman kita, terima kasih sudah mau berbagi cerita, terima kasih sudah percaya dan terima kasih sudah meminjamkan tubuhmu untuk tempat bersandar walau hanya di alam mimpi.

Mark membuka pintu kamar Almira, gadis itu masih meringkuk tidur. Padahal matahari sudah beranjak meninggi dan mengetuk kaca jendela kamarnya yang tertutup tirai.

“Sayang.. bangun.” Mark membangunkan pelan sambil melangkah ke tepi jendela.

Disingkapnya tirai dan dibukanya daun jendela. Seketika semburat mentari yang sejak tadi menunggu menerobos masuk menghampiri wajah Almira.

“Mark?” Almira yang merasakan hangat di wajahnya mengerjapkan mata. “Loh?! Kok kamu bisa masuk?”

“Iya aku minta access card kamar kamu biar bisa bangunin.” Mark duduk di tepi ranjang. Mengusap pucuk kepala Almira. “Good morning, temenin latihan yuk? Habis latihan langsung tanding sih, biar gak bolak balik.”

Almira masih meringkuk, berat untuk bangun dari tempat tidurnya. Almir yang semula mau melanjutkan tidurnya, melonjak bangun melihat jam menunjukkan pukul 6 pagi. Ia teringat jadwal turnamen kekasihnya yang dimulai pukul 10, dan setidaknya 2 jam sebelumnya, mereka harus berada di lokasi.

“Aku tunggu lobby ya? Kamu siap-siap, itu sarapan kamu aku taruh meja.” Mark mengecup pucuk kepala kekasihnya sebelum pergi.

Duh gusti nu agung.. belum apa-apa gue berasa udah berumah tangga. Bangun, orang pertama yang dilihat Mark. Diucapin good morning, and then.... Morning kiss! Aaaaaaaaaa!!!! Driving me crazy Batin Almira.


Delapan tim terbaik akan bersaing pada turnamen bola basket antarkampus yang melibatkan generasi muda pebasket potensial asal perguruan tinggi bertajuk LA Streetbal Campus Championship di GOR C'Tra Arena. Turnamen ini sekaligus menjadi ajang seleksi untuk mendapatkan 10 pemain streetball terbaik yang akan masuk dalam seleksi training camp LAStreetball Challenge The World.

“Para pemain harus nampilin performa terbaik buat jadi 10 pemain pilihan tim pelatih LAStreetball CTW yang nanti diboyong ke Filipina.” Ujar Mark.

Almira hanya melongo mendengarkan kata terakhirnya, 'diboyong ke Filipina'.

“I mean nanti 10 pemain bakal di training buat ngelawan level yang setara di Filipina gitu sayang. Kenapa muka kamu gemesin sih.” Mark terkekeh melihat ekspresi wajah Almira yang seperti kebingungan.

“Ya.. ya udah semangat ya! Tunjukin kamu bisa. Pokoknya mah aku dukung kamu.” Almira tersenyum sambil mengusap bahu Mark.

“Aku makin semangat kamu bilang gitu. Aku turun ya Al, sebentar lagi pertandingan mulai. Kamu disini aja jangan kemana-mana.”

Cupp.. lagi, Mark mengecup Almira, tapi kini ia mengecup di kedua pipi kekasihnya. Almira bergidik mendapatkan perlakuan seperti itu. Gadis itu tersipu malu, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Melihat punggung Mark yang berangsur menghilang.

Selama pertandingan berlangsung, pandangan Almira fokus pada jalannya permainan. Meski sesekali ia berdecak sebal karena melihat adanya sosok perempuan yang tidak ia sukai berada dekat dalam jangkauan kekasihnya itu.

Almira dibuat terpukau oleh Mark, karena cara bermainnya yang apik dan sesuai dengan posisinya sebagai Playmaker. Mark menjadi sorotan semua orang. Ia yang menjadi tokoh kunci permainan dengan mengatur alur bola dan strategi yang dimainkan oleh rekan-rekan setimnya. Hingga sukses masuk ke babak semi final, mengalahkan lawannya dengan skor meyakinkan yaitu 51 – 37.

Semua orang bersorak gembira untuk kekasihnya. Mereka saling berpelukan satu sama lain. Mark melihat kearah Almira, melambaikan tangannya, dibalasnya dengan lambaian tangan juga. Rasa bahagia dan bangga menyelimuti gadis itu. Senyum lebar terus terpancarkan untuk Mark. Namun semua itu tak bertahan lama.

Setelah Mark dan teman setimnya berpelukan di tengah lapangan, ia dihampiri pelatihnya dan juga Mina; yang hanya sebatas teman katanya. Almira mengerutkan keningnya. Ia melihat Mina memeluk Mark dengan erat dan dengan bahagianya. Yang lebih mengejutkan lagi, kekasihnya itu tidak menolak, ia membalas pelukan dari sosok perempuan yang tak disukai Almira. Dadanya terasa sesak setelah apa yang ia lihat.

Almira memutuskan pergi dari kursi penonton, ingin pergi keluar Arena untuk menghirup udara segar. Di dalam terlalu sesak, pikirnya. Mark buru-buru menghampiri Almira dari belakang dan menahan pergelangan tangannya.

“Almira.”

Almira berbalik mendengar teguran Mark, ditepisnya tangan kekasihnya itu.

“Naon?”

“Maaf.. jangan salah paham ya?” Mark menatapnya penuh harap.

Almira membalas tatapannya dengan sorot mata dingin. Ia mengangguk pelan. Tersenyum hambar, sambil berbalik meninggalkan Mark.

“Kamu mau kemana?” Lagi, langkah Almira harus terhenti ketika pergelangan tangannya diraih.

“Aku balik hotel dulu, aku capek. Ya?”

Almira melepas genggaman tangan Mark perlahan dan kemudian pergi.


Bohong.

Almira tidak pergi ke hotel tempat mereka menginap. Nyatanya kini ia sudah berada di depan ribuan anak tangga menuju rumah Jaemin. Berkali-kali ia menghela nafas sebelum memutuskan untuk menaiki anak tangga itu.

Na, gue gak perlu chat lu kan kalo gue ada disini sekarang?

Belasan kali ia harus beristirahat saat menaiki anak tangga. Tenaganya seperti terkuras habis, ia sangat lelah, pun tidak berbekal air untuk membasahi kerongkongannya. Terlebih rasanya Almira ingin menangis jika ingat kejadian yang ia lihat di Arena.

Gue berlebihan ya?

Tapi sakit hati anjir, gue pengen nangis

Ratusan anak tangga sudah dilewati. Dengan susah payah, berjalan sempoyongan, dengan berani ia lewati hutan sendirian. Berharap pasokan energinya masih ada. Seperti tidak kenal takut, ia berjalan sendiri menyusuri jalan setapak dikelilingi pepohonan tinggi. Otaknya hanya terisi bagaimana caranya bertemu dengan Jaemin dan menumpahkan segalanya.

Pagar kayu mulai terlihat. Sampai pada perbatasan wilayah, Almira sangat lega.

Di halaman rumah, ah tidak, Jaemin menyebutnya asrama.

Di halaman asrama, Almira melihat sosok yang sangat ia kenali. Lelaki itu tampak sedang menunggu kedatangan seseorang. Dengan berbalut white shirt dan celana jeans, ia berdiri memandang Almira yang baru saja datang.

image

Na Jaemin. Menyambut kedatangan Almira dengan senyumnya yang lebar. Senyum seolah dunia begitu bersahabat kepadanya. Almira melangkah mendekat. Tepat berada di hadapannya.

image

Bukannya membalas Jaemin dengan senyuman yang tak kalah hangatnya, air mata Almira malah terjatuh. Kali ini, ia menangis seperti anak kecil yang baru saja terluka karena terjatuh. Biasanya Almira enggan untuk menunjukkan apa yang dirasakan kepada orang lain, tapi baginya, Jaemin bukan lagi orang lain.

Jaemin menunggu Almira sampai selesai menangis. Dia hanya diam dan membiarkan gadis itu agar merasa lega. Perlu waktu yang cukup lama untuk mengembalikan pernapasannya agar teratur. “Maaf, gue dateng langsung nangis.”

Jaemin tertawa. “Udah lega belum?”

“Udah.” Almira menghela napas panjang.

“Non-aktifin dulu hp lo, Al.”

Tanpa a-b-c-d Almira menuruti perkataan Jaemin. Matanya menatap hampa. Kedua sudut bibirnya tertekuk.

“Mau istirahat?” Tawar Jaemin. “Istirahat dulu di kamar tamu. Wajah lo pucat, Al.”

“Na, udah 3 bulan kenapa lo gak balik? Banyak yang harus gue tanyain, lo juga hutang cerita ke gue. Gue gapa—”

“Gak sekarang Almira. Istirahat dulu, gue gak mau lo semakin terluka.” Sela Jaemin.

Almira menghela nafas panjang.

“Gue ceritain semua di mimpi, gue janji.”

Percaya. Hanya satu kata itu yang Almira pegang dari perkataan Jaemin. Lelaki itu pasti menepati janjinya. Ia pasti memang berniat membicarakan semua kejadian yang di alaminya, hanya saja kondisi Almira yang tidak memungkinkan, membuat ia harus berbicara dengan Jaemin lewat mimpi.

Sewaktu Almira bercerita kapan hari tentang Jaemin pada abangnya, Jaehyun menyimak dengan antusias. Saat ini, Almira teringat apa yang pernah Jaemin katakan, bahwa abangnya seambis itu karena suatu alasan; sebuah pembuktian, yang sampai saat ini belum ia ketahui. Apa ini waktu yang tepat untuk bertanya?

Almira hanya memperhatikan abangnya yang tengah menyetir. Abang yang ambis, tampan, yang sangat ia rindukan, selama 8 tahun tidak bertatap muka dengannya. Bersyukur karena setidaknya beberapa bulan kedepan, ia bisa merasakan kasih sayang seorang abang.

Mata Almira tak sengaja bertemu pandang dengan Jaehyun. Ia segera mengalihkan pandangan, memutar bola matanya dan fokus pada jalanan.

“Aya naon, Al? Whats wrong? Terkesima liat abang pake suit gini?” Jaehyun tersenyum menampakkan lesung pipi khasnya.

Almira berdecak, iri melihat lesung pipi abangnya yang masih nampak. Jari telunjuknya menekan nekan lesung abangnya, Jaehyun hanya semakin tertawa.

“Abang! Ini dimple gue! Dulu waktu bang Jaehyun lahir, harusnya sisa in dimple satu buat Al!”

Jaehyun terkekeh, sudah lama, sangat lama, tidak memiliki waktu dengan adik terkasihnya ini. Raut wajahnya berubah saat mengingat banyak waktu yang terbuang untuk ambisinya mengejar segala impian.

“Almira nu geulis...” Tangan kiri Jaehyun mengusap rambut Almira. “Adek abang udah gede ya? Almira udah bisa ngelewatin masa sulit sendiri? Abang bangga. Sekaligus sedih, karena gak ada disamping Al buat kasih support.”

“Bang, Al boleh tanya?”

Jaehyun menoleh dan mengangguk. “Sok atuh Almira mau tanya apa?”

“Karena Al udah gede, Al boleh tau kan alasan bang Jaehyun se ambis ini? Abang gak mau cerita tentang segala pencapaian abang? Padahal gue nungguin loh.”

“Alasan ya..” Jaehyun tersenyum hambar.

“Kalau abang bilang karena cewek, Almira percaya?” Imbuhnya.

Almira mengernyitkan alisnya. Menatap Jaehyun tak percaya. Yang ia tau, abangnya ini sama sepertinya, alergi terhadap lawan jenis, tak pernah pula ia melihat abangnya dekat dengan siapapun kecuali Naeun; sahabatnya.

“Are you sure bang? Karena cewek?! You mean, kak Naeun?”

“Ngadi ngadi banget luh!” Jaehyun menjitak dahi adiknya.

“Iya, alesan abang, karena abang pengen ketemu dia lagi. Simple like that. I mean bukan Naeun! Dia mah sobat abang yang bener aja.”

“Dia menghilang waktu kita SMA. Sebenernya, dia yang bikin abang se ambis ini. Dia pernah bilang ke abang, kalo usaha tuh jangan setengah-setengah, percuma.” Jaehyun tersenyum hanya dengan mengingatnya. “Abang bukan alergi cewek, Al. Hanya saja, abang terlalu takut buat ngungkapin. Sampai akhirnya abang nyesel karena udah gak bisa lagi ketemu dia. Singkat cerita, sewaktu hari kelulusan, kalo kamu inget, abang dapet surat yang katamu kertasnya aneh.”

“Ah! Yang kertas coklat itu bang? Al inget. Jadi itu...?”

Jaehyun mengangguk. “Iya, itu dari dia. Ada hal yang paling mengejutkan yang abang sendiri sampe gak percaya. But, later, Al, tentang ini abang masih belum bisa cerita.”

“Yang abang tau, ayahnya pemilik perusahaan terkenal di Inggris. Dan perusahaan itu, ngerekrut abang. Setelah difikir, abang sampai detik ini cuma pengen ketemu dia, as proof that my ambition until now has never faded. As proof kalo abang cuma mau dia, bukan yang lain.” Jaehyun terkekeh setelahnya. “Tapi abang putusin buat tinggal di Indonesia, dan berhenti nyari dia. Abang lebih kangen keluarga abang disini, terutama adek abang nu geulis ini.”

Jujur saja otak Almira bekerja sangat keras untuk mencerna. Jadi maksudnya, kerja keras abangnya selama ini hanya untuk... Cinta? What? Dan setelah berhasil dengan semua pencapaiannya, akhirnya ia berhenti?

“Al, besok besok lagi ya diobrolin. Udah sampai di wedding party temen abang nih.”


Mata Almira berbinar binar saat melihat jajaran kue kesukaannya di meja. Jaehyun yang mengetahui itu pergi untuk membawakan semua kue agar bisa dicicipi oleh adeknya. Meninggalkan Almira sendiri, dan tanpa sadar malah asik mengobrol dengan teman-temannya.

Almira mendengus kesal karena ia harus berdiri sendiri disana. Mau tak mau ia melangkah menyusul abangnya. Namun langkahnya terhenti, bola matanya berputar, melihat sosok yang pernah ia temui sebelumnya. Lelaki itu berdiri disana, menikmati minuman yang ada di gelas, memakai setelan berwarna baby blue.

image

Lucas Ares? Kakaknya Nana bukan? batinnya. Seperti tau jika ada Almira, mata Lucas langsung menatap tajam gadis itu. Melambaikan tangan kearahnya.

“Sendiri?” Tanya Lucas yang sudah ada di depan Almira saat ini.

Almira menggeleng. “Sama abang. Lu kok bisa ada disini?” Bola mata Almira menjelajahi seisi ruangan, barang kali Lucas tidak sendiri.

“Na Jaemin? Nyari dia? Ada kok. Saudara gue ikut semua.”

“Really?! Mana?? Dimana dia?! Jaemin, dia kenapa? Baik-baik aja kan?”

Belum sempat mendapat jawaban dari Lucas, abangnya kembali dan menarik pergelangan tangan Almira.

“Oh, maaf ya.” Jaehyun mengarah pada Lucas. “Ayo Al, abang mau kenalin ke temen-temen abang.”

Lucas tersenyum dan mengangguk, lalu meninggalkan mereka.

“Eh bentar bang. Ini... Anu..” Tak peduli dengan apa yang mau dikatakan Almira, abangnya sudah menarik dan membawanya ke kerumunan teman-temannya.

Tidak. Almira tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatir walau hanya secuil. Ia pergi dari kerumunan dan mencari kemana perginya Lucas.

Ketemu!

Almira melihat punggung Lucas, sedang membaur dengan yang lain. Tanpa ragu, Almira menarik lengan Lucas untuk menjauh dari banyaknya tamu undangan.

“Segitu khawatirnya Al?”

“Fatal banget ya? Sampe harus recovery 3 bulan? Se fatal itu?”

Lucas mengangguk. “Later ya, Al. Biar Jaemin sendiri yang ngejelasin dan bilang.” Menepuk bahu Almira. “Na Jaemin bilang, dia gapapa, lo gak usah khawatir. Pengantin cewenya itu.. yang nyentuh Jaemin, paham kan alasan gue kesini?” Tersenyum dan beranjak pergi.

Almira mematung.

“Temen gue nikah, tiba-tiba, padahal dia baru aja putus sama pacarnya, kok udah dapet pengganti dan langsung nikah?” Almira teringat abangnya mengatakan ini sebelum mereka berangkat ke wedding party.

Na Jaemin membuat janji bertemu dengan Almira di perpus siang ini, gadis itu mengiyakan ajakannya dan sepertinya, Jaemin yang telah lebih dulu datang.

Kampus terlihat sedikit lenggang, tidak banyak mahasiswa berkeliaran atau bergerombol seperti biasa.

“Cih gila emang lu Na Jaemin! Gue aja udah mager ke kampus, sekarang malah lu suruh muter?!” Almira memasukkan ponselnya, menggeleng sebal.

Almira berdiri tertegun, memperhatikan apa dan siapa yang ada disekitar lapangan basket. Hanya sebagian mahasiswa yang ia kenal sedang berlatih disana. Ia menghela nafas tak menyangka, mengapa Jaemin tidak memperbolehkannya untuk lewat sini? Padahal tidak ada hal buruk yang akan terjadi.

image

Baru beberapa meter, langkah kakinya terhenti saat berada di ujung lapangan. Seorang lelaki yang ia kenal menghadang tubuhnya. Tidak. Ia tidak sendiri. Lelaki itu bersama perempuan paling menyebalkan menurut Almira. Dengan senyum tipis, lelaki itu menyapanya.

“Al, gue Renjun. Masih inget?”

Almira lupa dengan Renjun? Oh tentu saja tidak akan pernah lupa. Teman dekat Mark, yang pernah menyatakan perasaannya pada Almira di hadapan semua orang, seusai pertandingan basket tahun lalu. Hal paling memalukan bagi Renjun karena ia ditolak secara terang-terangan pada saat itu juga.

Tak ingin mengambil pusing, Almira hanya membalas senyum dan kemudian pergi, namun..

“Masih inget perlakuan lo ke dia? Lo gak bisa perlakuin dia kayak gitu.” Mina menahan pergelangan tangan Almira.

Almira melirik dengan tampang kesal.

“Terus mau kak Mina apa? Gue minta maaf karena nolak mas Renjun tahun lalu? Udah. Gue udah minta maaf juga kan?”

Renjun menatapnya dalam-dalam. “Gue mau lo nebus kesalahan lo.”

Na Jaemin mengamati mereka dari kejauhan.

“Sakit lu, mas!” Almira berteriak marah.

“Iya, gue sakit. Gue sakit hati karena dicampakin seenaknya sama lo.” Jawab Renjun sambil mencengkram tangan Almira.

“Lepasin gak!” Almira membentak Renjun. “Cowok kasar kayak lu emang pantes dicampakin!” Imbuhnya, berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Renjun.

“Gak bakal gue lepasin, sebelum lo minta maaf dan nebus kesalahan lo.”

Almira mendengus geram. “Gue gak akan nurutin orang cacat psikis kayak lu!”

Mina mendelik kaget, ia marah mendengar penghinaan Almira terhadap Renjun. Perempuan itu hendak melayangkan tamparan ke wajah Almira, namun tangan kiri Almira dengan sigap menepis tangan Mina.

“Puas ya lo? Udah nyampakin Renjun demi dapetin Mark?”

Almira tersenyum sinis.

“Lu kalo ngomong pake otak dong kak. Seumur-umur, gue gak bakal pernah naksir cowok. Apalagi buaya kayak dia.” Ujar Almira dengan mata berkilat tajam. “Mark? Gue suka sama dia sekarang! Gue pacarnya! Kak Mina gak usah lagi ngejar-ngejar pacar gue! Dan lu juga mas! Kenapa lu masih terus gini ke gue? Gue gak pernah naksir lu. Akhhhh nyebelin banget!!! Lepasin!”

Renjun melepaskan cengkramannya.

“Munafik! Lo suka kan sama gue?” Renjun masih yakin dengan dugaannya setahun yang lalu.

“Kelewat narsis! Jangan salah artiin kedeketan kita dulu mas! Gue deket sama lo biar lo gak ganggu Haechan sama Jeno lagi. Gue tau perbuatan lo ke mereka. Cuma karna mereka temen deket gue? Cih! Gue gak bisa bayangin kalo seandainya gue bisa naksir elu, dulu? Mungkin gue gak bisa lagi ngerasain bahagia karena Haechan sama Jeno jauh dari gue karena lo!” Jawab Almira sambil menyingkirkan tubuh Renjun yang menghalangi jalannya.


Di perpustakaan kampus, Jaemin tengah memilah buku yang bisa dijadikan referensi untuk tugas-tugasnya. Ia kembali ke meja setelah menemukan buku yang ia cari. Jaemin melihat Almira menenggelamkan wajahnya.

image

“Ada apa, Na? Mau ngomongin apa?” Ujar Almira saat ia mendengar suara gesekan kursi disebelahnya. “Cepet ngomong, gue mau pulang.”

Gadis itu menghadap ke arah Jaemin, meski wajahnya masih menempel di meja.

“Di duniamu, ada ya manusia seperti Renjun?” Jaemin berbicara dengan ekspresi datar. “Mencintai seseorang dengan cara licik menyingkirkan orang-orang terdekat.”

“Na, duniaku, duniamu juga. Kita hidup di dunia yang sama. Gak usah keluar konteks, ini lo mau ngomong apa sih, Na?”

image

“Ngapain lu?!” Tanya Almira. Pasalnya saat ini Jaemin sedang menatap mata Almira dengan tajam.

“Iya gue tau.” Jaemin melengos. “Gue ganteng, gue tau, Al.”

Mata Almira terbelalak. “NA! STOP MASUK KE PIKIRAN GUE ANYING!” Almira menegakkan tubuhnya. Tangannya hampir menyentuh punggung tangan Jaemin yang dengan sergap dijauhkan oleh empunya.

“Dan stop berusaha buat nyentuh gue, Al.”

Ya. Tadi bukan tidak sengaja Almira melakukan itu. Ia sangat amat sengaja, karena tingkat penasarannya sangat tinggi. Memang kenapa jika ia menyentuh Jaemin? Almira hanya berfikir bahwa lelaki itu sebegitu jijiknya hingga tak mau disentuh olehnya.

“Gue gak jijik, Al.” Jelas Jaemin.

Almira malah pindah ke kursi yang lebih jauh dari Jaemin. Mengosongkan 4 kursi di sebelahnya. “Ya ya ya.” Jawab singkatnya.

“Gue bukan manusia.”

“Iya, lu titisan dewa.” Sahut Almira cepat.

“Al, gue gak bercanda. Gue bukan manusia, gue gak bisa nyentuh lu.”

“Don't gimme that shit, Na. Gak usah ngaco deh, kalo lu bukan manusia terus apa? Ini yang dihadapan gue beneran manusia, punya tangan, kaki, hidung, mata, mulut. Lu bilang bukan manusia? Apa maksudnya tampang lu? Oh mau merendah untuk meroket? Iya gue tau lu cakepnya kelewat bates. Makanya lu klaim diri lu bukan manusia. Titisan dewa?” Almira membersihkan mejanya. “Na, kalo lu cuma mau ngomong gini ke gue, mending gak usah ngomong sama gue deh. Ngaco banget!”

Meninggalkan Jaemin dan berlalu.


Gue gak bohong, Al. Gue bukan manusia.. nyatanya memang bukan. Gue tau, lo masih terus penasaran sama gue meskipun baru aja gue bilang yang sejujurnya.

Healing

Tugas yang terus bertumpuk, dosen killer, sampai urusan pertemanan yang terus mengalami pasang dan surut, membuat seluruh badan terasa kesemutan. Libur semester, waktu yang ditunggu-tunggu untuk menikmati hari bebas. Waktu yang dilalui tanpa deadline, terburu-buru atau tuntutan lainnya.

“Mah, mau ke rumah nenek di Bandung, Almira bosen dirumahhhhh.” Gadis itu merengek seperti anak kecil. Memegang lengan mamanya dan memeluknya sesekali.

Eleh mama tau nih, gak mungkin tiba-tiba Almira minta ka imah nini. Paling juga mau main sama Echan sama Jeno. Iya?” Mencolek pipi Almira.

Almira hanya terkekeh karena apa yang dikatakan mamanya 100% benar.

“Mah, mamah bilangin atuh ke mamanya Jeno sama Echan. Almira deui garelut sama Echan. Mau minta maap sekalian memperbaiki hubungan kitu mamah. Apa guna Almira hidup tanpa Echan.”

Mama tertawa geli mendengar jawaban dari anak gadisnya. “Aya aya wae anak mamah satu ini. Untung ya si abang kamu lagi di Inggris. Kalo disini kayaknya kamu bakal disuruh ambil kursus. Bentar mama telfonin mamanya Jeno sama Echan, kamu book penginapan, sama prepare yang lain sana.”

Ya, itu bisa saja terjadi jika anak sulung melihat adiknya memanfaatkan liburan dengan santai. Sosok yang ambis, yang Almira sendiri sampai tidak tau bagaimana harus menjelaskan keinginan belajar dari abangnya yang Allahuakbar tinggi sekali, kerajinan mencatat pelajaran, tepat waktu mengerjakan tugas, dan deretan nilai kuliah yang bebas dari nilai C dan D, yang sampai rela ke luar negeri demi beasiswa dan pencapaian tingginya. Dan setelah ini abangnya akan mendapatkan gelar MBA (Master of Business Administation).

“Buat apa abang sampe ke luar negeri biar dapet gelar Master? Percuma atuh orang nanti gelar kita sama. Almarhum, almarhumah.” Kiranya Almira pernah mengatakan itu pada abangnya.

Oke sudah cukup kilas balik sederhana tentang si abang. Almira harus bersiap untuk pergi berlibur. Dua atau tiga hari sudah cukup baginya menghilangkan kesemutan di sekujur badan.


“Chan.. Haechan.. masih marah?”

“Chan.. Haechan.. aing teu bisa hirup tanpa Echan..”

“CHAAANNN JAHAT LOOOO.”

Itu suara Almira yang mengganggu ketenangan di dalam mobil. Sejak kurang lebih satu jam yang lalu. Karena Haechan sibuk mengemudi, dan tidak menggubris gadis itu sama sekali. Paling cuma ngobrol dengan Jeno, karena dia berada di samping kemudi, sedangkan Almira di kursi belakang sendiri.

“CHAN ANYING JAWAB KEK ITU MULUT ALMIRA BIAR DIEM. Gue mau tidur!” Jeno menutup kedua telinganya dan melirik Almira di kursi belakang. “Diem Al diem, gue udah shock gara-gara tingkah lu yang tiba-tiba ngajak liburan ke Bandung.”

Kini Almira diam, wajahnya berubah cemberut. Haechan melirik dari kaca depan, dan menghembuskan nafas panjang.

“Al.” Haechan memulai membuka mulut. “Diem dulu sebelum gue selesai ngomong.” Pintanya.

“Gue gak marah Al. Kemaren gue cuma butuh waktu. Kumaha atuh temen orok aing gak ada hujan gak ada petir tiba-tiba ngagetin segala pacaran. Mana gak ada kabar maneh suka sama cowok. Gue aja yang egois, belum siap kalo lo punya pacar. Aing pernah bilang kan kalo lu punya pacar, dunia kiamat itu gak bercanda Al.”

Aya aya wae si borokokok! Ini dunia masih sehat walafiat, dunia lo doang yang kiamat!” Sambar Jeno.

“Jurig diem lo!!” Pukul Almira dari belakang.

“Dunia aing kiamat. Bener kata Jeno. Gue berasa jobless kalo lo punya pacar Al. Gue gak bisa jagain lo lagi. Gue juga takut hubungan kita jadi jauh.” Imbuh Haechan.

Almira menarik bibirnya melengkung ke bawah. “HUEEEEEEEEEEEEEEEE.” Gadis itu teriak tiba-tiba.

“ANYING ASTAGHFIRULLAH JURIG! KAGET GUE.” Jeno menoleh ke kursi belakang. “Heh ngapa lu nangis?!”

Almira memeluk Haechan dari belakang, meskipun terhalang kursi, setidaknya itu masih bisa dilakukan.

“Ternyata lu marah gegara itu? Chan kan udah gue bilang, nyoba doang nyobaaaa. Gue gak semudah itu jatuh cinta sama cowok apalagi gue gak pernah pacaran dan ngerasain jatuh cinta. Jadi menurut gue, hubungan sama mas Mark bakal berakhir. Tapi kalaupun gue jatuh cinta dan nerusin hubungan, gue gak mungkin jauh dari lo, jauh dari Jeno. Lo sama Jeno punya posisi tersendiri di hati gue, kalian berdua cowok yang gue sayang setelah ayah dan abang.”

Selesai sudah pertikaian antara dua sejoli ini. Satu alasan yang tidak terucap dari Haechan, hanya Jeno dan dirinya sendiri yang tau, bahwa sebenarnya Haechan pun telah menaruh hati sejak lama untuk Almira. Tapi baginya, dibanding perasaan yang ia miliki, sebuah hubungan persahabatan lebih berharga dari apapun.


Glamping Lakeside Rancabali, terletak di lembah Gunung Patuha dimana lokasinya berada di sekitar Situ Patenggang yang jaraknya kurang lebih 35km dari arah kota Bandung menjadi destinasi liburan Almira. Saatnya menyatu dengan alam, pikirnya.

“Healing!!!!!” Almira langsung merebahkan tubuhnya di kasur setelah sampai.

“WHAT?! 1 KINGBED?!” Mulut Haechan menganga melihat type penginapan yang dipilih Almira.

“ALMIRAAAAAAA?! URANG TEU KEUR HONEYMOON!!!” Jeno memijat pelipisnya.

Gagabah maneh!” Melempar bantal ke arah Jeno. “Ini cukup atuh seranjang bertiga?! Nih liat nih, lo disini, Echan disini, gue disini.” Almira menunjuk dan memberi batas, ah tidak, membaginya menjadi tiga.

Jeno dan Haechan saling pandang satu sama lain, kemudian memandang Almira yang sedang menatap mereka juga.

“Apa?!” Tanya Almira bingung.

Kedua temannya itu mengambil bantal dan langsung menghantam Almira dengan bantal.

“Apa apa?! Lo kayak gak punya dosa bilang seranjang bertiga?!” Haechan mengejar Almira yang lari keluar.

“Dosa Al dosa!! Lo itu cewek gak inget apa gimana lo?! Gue sama Echan cowok!!! Stupid alias bodoh sia anying!!!!” Teriak Jeno kesal.

Almira terkekeh dan kabur dari penginapan. Ia melambaikan tangan dari jauh, melihat kedua teman oroknya berada di balcony. Gadis itu memutuskan untuk jalan-jalan sebentar.

Udara yang sejuk dan segar tanpa polusi kendaraan. Pemandangan alam yang indah tanpa jajaran gedung pencakar langit. Suasana damai, tentram, jauh dari keramaian kota. Saking asyiknya, Almira berjalan hingga naik ke kebun teh. Tanpa sengaja ia melihat sosok lelaki dengan setelan lengkap bak pangeran turun dari langit. Sosok yang sepertinya ia kenal dari perawakannya. Lelaki itu berjalan menuruni tangga. Tentu saja Almira semakin melangkah mendekat agar jelas siapa lelaki itu karena sudah terlanjur penasaran.

image

“Na Jaemin?! Lu liburan disini juga?!”

“Iya.” Jaemin sama sekali tidak terkejut akan kehadiran Almira. Membuat gadis berhoodie abu itu kebingungan.

Selang beberapa menit, datang sosok lelaki menyusul menuruni tangga yang wajahnya bak anime seketika mampu menyihir Almira. Seakan terhipnotis, gadis itu tak mengejapkan mata sama sekali. Hingga suara Jaemin memecahkan pandangannya.

image

“Al, Jeno sama Haechan udah nyariin lo tuh. Cepet balik.”

“O-oh i-iya.” Almira menurut begitu saja dan meninggalkan mereka berdua di tempat.

“Jangan jatuh terlalu dalam. Bahaya!” Taeyong, kakak tertua Jaemin.

“Gak se bahaya itu selagi gue gak nyentuh dia.” Sahut Jaemin. “Lo yang bahaya, tatapan lo.”


Tunggu deh perasaan aing gak bilang kalo kesini sama Haechan sama Jeno? Kenapa bisa tau? Eleh eleh dukun emang lo ya, Na. Nih pasti lo tau nih gue lagi ngedumel gini. Saha? Itu tadi saha? Putih, mulus, insecure gue. Berasa gagal jadi cewek.

Di tempatnya, Jaemin tersenyum tipis.

image