The Highest Tension

CW // blow job, fingering, edging, bareback, orgasm delay, degradation kink, mentioning sex toys, overstimulation, nipple play, cum swallowing, creampie, explicit mature content.

“Diem” Harvel berbisik. Matanya menatap Marvel tajam, memperingati Marvel yang tangannya tidak berhenti menggerayangi pantatnya.

Demi Tuhan, mereka di lift dan mereka tidak sendirian. Walaupun mereka berada di paling belakang, tapi kan lift juga punya cctv, yang benar saja.

Marvel mengulum senyum. Tangannya merengkuh pinggang Harvel dan merapatkan posisinya. Harvel sedikit bergeser, menuruti keinginan Marvel tanpa suara agar tidak menimbulkan kecurigaan dari penumpang lift lainnya.

Mereka sampai di apartemen Marvel. Mobil Harvel akan ditinggal di apartemen Marvel, lalu mereka akan ke rumah orang tua Marvel untuk makan malam dan tidur di sana. Besok pagi, Marvel akan mengantarnya ke kantor. Begitu kata Marvel tadi.

Keduanya memang tidak pernah membawa baju untuk menginap. Ukuran tubuh mereka hampir sama, jadi keduanya sudah terbiasa bertukar pakaian. Kalau jas untuk kantor, Marvel punya segudang jas yang tersebar entah di mobilnya, di rumah, di apartemen, bahkan di vila keluarganya di Puncak. Harvel bisa memakainya kapan pun.

“Kamu tuh, jangan pegang-pegang dong. Kan nggak enak kalau diliat orang lain, ada cctv juga tau” Harvel melayangkan protes waktu Marvel menutup pintunya.

Marvel menatapnya tajam, membuat yang dipandangi menaikkan alis. “Apa?”

“Mulut kamu daripada dipake buat protes, mending buat mendesah aja”

“Marvel!”

Sejak kapan sexual tension Marvel setinggi ini sampai setiap kata-katanya disangkutpautkan ke arah sana?

Marvel tertawa kecil, tidak menyahut lebih lanjut.

“Kamu bawa apaan sih, kan di rumah kamu banyak baju?” Harvel bertanya waktu Marvel keluar dari kamarnya.

“Barang”

Harvel tidak bertanya lagi, tidak menaruh curiga sama sekali pada jawaban Marvel yang ambigu dan tidak jelas.

“Yuk”

Lalu keduanya turun ke basement dan menuju rumah orang tua Marvel.


“Kamu ngapain- hmphhh”

Marvel mendorong tubuh Harvel dan merapatkannya ke tembok kamar mandi. Marvel sudah berdiri di depan pintu kamar mandi saat dia membuka pintunya dan Harvel baru saja akan bertanya. Bibirnya membungkam Harvel dengan ciuman mendadak, terlalu tiba-tiba sampai Harvel hampir limbung.

“Nghh” Harvel mendesah tertahan. Tangan Marvel meremas pinggulnya, sementara satu tangannya menurunkan celana Harvel yang baru saja dipakainya.

Dia baru saja selesai mandi dan Marvel mau melanjutkannya sekarang? Kenapa tidak sekalian saja saat mandi, sih?

“Arkhh” Harvel memekik, setengah terkejut karena benda asing memasuki tubuhnya. Tubuhnya melemas di dalam pelukan Marvel.

Marvel memasukan vibrator yang tadi diambilnya dari apartemen ke dalam lubang Harvel, lalu menyetelnya dengan mode paling rendah.

“Apa-apaan, Marvel?”

Marvel mencium ujung hidung Harvel singkat, “Hukumanmu. Aku mulai dari sekarang”

Marvel menaikkan getaran vibratornya, lalu menaikkan kembali celana Harvel seperti semula. Kaki Harvel benar-benar lemas, terasa seperti agar-agar. Dia belum jatuh ke lantai karena tubuhnya masih bersandar ke tembok.

Vibrator itu bergerak, menumbuk prostatnya karena ukurannya cukup panjang. Tidak sebesar penis Marvel, tapi getarannya sanggup membuatnya kehilangan kewarasan.

No, please. Jangan, Marvel” Harvel memohon.

Air mata hampir jatuh dari sudut matanya.

“Yuk, udah ditunggu Mama sama Papa. Mau makan”

Marvel menurunkan getaran vibratornya ke tingkat paling rendah, lalu keluar dari kamar mandi.

Harvel mengatur nafasnya, berusaha berjalan dengan normal. Tidak terlalu sulit karena gerakan vibrator itu cukup pelan, tapi tetap saja mengganggunya.

Kedua orang tua Marvel, Sebastian dan Julius sudah duduk di meja makan. Harvel menggigit bibir dalamnya. Bagaimana caranya dia duduk kalau masih ada vibrator tertancap di lubangnya?

“Sini, Harvel” Papa Marvel menarik dua kursi di sebelah Julius dan berjalan mengitari meja makan, duduk di kursinya sendiri.

“Iya, Om” Harvel duduk dengan hati-hati. Keringat dingin mulai membasahi punggungnya.

Marvel memperhatikan interaksi Harvel dengan keluarganya. Dia hampir saja mematikan vibratornya saat Harvel terlihat menertawakan sesuatu dengan Julius. Ide liciknya muncul, Marvel menekan remote di dalam kantungnya, menaikkan getaran vibratornya sedikit.

Sukses. Harvel berjengit dan hampir mendesah. Menoleh dan menatap Marvel tajam, yang dibalas dengan tatapan polos Marvel, 'Apa?'

“Harvel kenapa, Sayang? Kok kamu keringetan? Kamu sakit?” suara Mama Marvel menarik perhatian semua yang ada di meja makan.

Marvel buru-buru mematikan vibratornya, membuat Harvel diam-diam menghembuskan nafas lega. Berniat memaki-maki Marvel dalam hati, tapi akhirnya memilih untuk berterima kasih karena memberinya kesempatan untuk makan dengan tenang.

Marvel juga tidak sejahat itu. Dia memang berniat mematikan vibratornya saat mereka makan. Dia tidak mungkin membiarkan Harvel tersedak.

“Nggak apa-apa, Tante. Agak kecapekan aja, dikit” Harvel menyahut, lalu berterima kasih dan mengambil tisu yang disodorkan.

“Yaudah habis makan langsung ke kamar. Kalian mau flight lho besok, jangan sampai sakit. Nanti minum tolak angin ya”

Harvel mengiyakan. Sepertinya dia memang butuh obat herbal satu itu karena malam ini akan panjang.

Mereka semua makan dengan tenang, diiringi dengan obrolan dan candaan ringan. Sampai ketika Harvel selesai minum air putih dan bersiap memakan buah yang ada di sodorkan Mama Marvel, dia merasakan vibrator sialan di dalam lubangnya kembali bergetar.

Harvel menepuk paha Marvel yang duduk di sebelahnya.

“Kenapa?”

Harvel mendelik sebal. Marvel benar-benar terlihat polos, seperti tidak tahu apa-apa.

Harvel mati-matian mengatur nafasnya karena dia terpaksa makan buah dengan vibrator yang bergetar di dalam lubangnya.

Gerakannya pelan, jadi ereksinya dipancing begitu lambat. Membuatnya frustasi karena harus mengimbangi nafasnya, tapi juga mengganggunya karena dia harus terus menerus mengobrol.

Harvel menelan air putih dengan cepat, ingin buru-buru pamit dan masuk kamar karena putra Dewantara brengsek ini terus menerus mengulur waktu dengan memberinya buah-buahan.

Harvel bukan tidak sanggup makan, hanya saja setiap potongan buah yang ditelannya membuatnya mual karena vibrator di lubangnya terus menerus bergetar. Dia bahkan tidak bermain dengan anjing kesayangannya yang sejak dia datang sudah ribut menghampirinya.

“Ke kamar dulu ya, dadah semua” Marvel melambaikan tangan dan menggandeng Harvel meninggalkan meja makan, mengabaikan ledekan Julius yang memperingati mereka untuk benar-benar tidur dan bukan yang aneh-aneh.


“Fuck you, Marvel” Harvel mendorong tubuh Marvel ke tembok tepat saat Marvel mengunci pintu kamarnya.

“Enak, Sayang?” Marvel menaikkan sudut bibirnya, menatap Harvel dari atas ke bawah dengan pandangan lapar.

Libido Marvel sudah naik sejak di kantor, tapi dia mati-matian menahannya karena dia ingin mengerjai Harvel yang mengerjainya duluan.

Marvel tidak menyesal sama sekali. Desahan Harvel memang menggoda, tapi Harvel yang setengah mati menahan desahannya berkali-kali lipat lebih seksi di matanya.

Tubuh Harvel maju, menghapus jarak di antara keduanya. Pagutan keduanya begitu liar. Saliva berceceran di dagu Harvel, entah milik siapa karena sudah bercampur.

Marvel merengkuh pinggang Harvel, mendorongnya ke kasur. Keduanya melucuti pakaian masing-masing, polos tanpa menyisakan sehelai benang dalam hitungan detik.

Marvel mematikan lampu, menyisakan beberapa lampu kecil yang memberikan penerangan remang-remang di dalam kamar.

Marvel menindih tubuh Harvel. Ciumannya turun ke rahang, leher, hingga ke dada Harvel. Membuat tanda di berbagai titik, tapi masih di tempat-tempat yang bisa bertutup kemeja.

Harvel mendesah tidak karuan. Tangannya menjambak rambut Marvel keras karena tiba-tiba Marvel menyetel vibratornya pada tingkat paling maksimal. Vibrator itu bergetar hebat, naik turun menumbuk prostatnya.

“Arghh Marvel- please” desahan Harvel bercampur permohonan yang entah sudah berapa kali disuarakannya.

Lidah Marvel menyapa putingnya, lalu bergantian disedot, dikulum, dijilat, you name it.

Kepala Harvel pening, distimulasi di berbagai tempat. Desahannya mengalir tanpa henti, memohon agar vibrator itu dikeluarkan dari lubangnya.

“Beg for it, Harvel” Marvel berujar rendah.

Shit. Harvel tidak suka harus merendahkan dirinya sendiri. Tapi pikirannya berkabut, dikuasai nafsu.

Putingnya mencuat tegak karena terus menerus dihisap oleh Marvel, sementara satu putingnya yang tidak sedang dikulum oleh mulut Marvel dimainkan dengan jari dan sialnya malah meningkatkan libidonya.

“Ruin me, Marvel. I want your cock to be inside me. Fuck me until I can't even walk properly tomorrow” Harvel mendesah tertahan, berusaha mengucapkan kalimatnya sambil menahan rasa frustasi karena tangan Marvel turun dan mengocok penisnya dengan tempo pelan.

Marvel beringsut turun, mensejajarkan wajahnya dengan area selatan Harvel. Vibrator di lubangnya dikeluarkan dari lubangnya, lalu mulut Marvel mengulum penis Harvel yang sudah banjir oleh precum.

Harvel tastes damn good, Marvel sampai harus menahan diri untuk tidak menghisap terlalu keras karena Harvel terus menerus menjambak dan mencakar punggungnya.

“Arghh, eunggh M-Marvelhh” lenguhan panjang Harvel mengiringi pelepasan pertamanya.

Tubuh Harvel membusur. Otot-otot perutnya mengeras, tubuhnya bergetar karena pelepasannya begitu hebat akibat terlalu lama distimulasi.

Marvel menelan semua cairan Harvel sampai habis. Mata Harvel tertutup, dadanya naik turun, berusaha mengatur nafasnya.

“Marvel- aakh” Harvel memekik keras.

Nafasnya belum stabil dan tenaganya belum pulih, tapi Marvel memasukkan dua jarinya sekaligus ke dalam lubang analnya.

“Pilih, jari atau vibrator?” Marvel berucap rendah, memandangi Harvel yang kewalahan mengimbangi permainannya.

Harvel membuka mata, bertukar pandang dengan Marvel yang berada di atasnya. Too hot, Harvel tahu nafsu Marvel berada di ujung.

Bibirnya mengulas senyum menggoda, “Your dick, Master”

“Shit, Harvel”

Marvel mengeluarkan jarinya dari lubang Harvel, lalu membalikkan posisi Harvel.

“Scream for me, You Slut”

“Argkhh- Marvel, M-Marvel, eunghh” Harvel menahan jeritannya.

Marvel mendorong pinggulnya dengan sekali hentakan. Hitting his prostate in single thrust, tidak memberikan Harvel kesempatan untuk menyesuaikan penis di dalam lubangnya.

“Fuck, fuck, Harvel. Sempit-hhh”

Desahan dan erangan keduanya bersahut-sahutan.

Tangan Marvel menjambak rambut Harvel, memaksa punggungnya melengkung untuk menyesuaikan posisinya. Satu tangan lagi mengocok penis Harvel cepat, secepat gerakan pinggulnya yang berkali-kali menghantam titik manis Harvel tanpa jeda.

Penerangan kamar yang remang-remang keemasan menyorot tubuh Harvel yang terlihat berkali-kali lipat lebih menawan dengan bibir terbuka yang tidak berhenti mendesah. Sukses membuat Marvel tidak sanggup menahan diri untuk terus menghujam penisnya di dalam lubang hangat Harvel.

Bibirnya mengecup dan menghisap-hisap leher Harvel dari belakang, turun ke punggungnya; membuat seluruh tubuh Harvel merinding karena diberi stimulasi di berbagai titik sensitifnya.

Shit. Marvel benar-benar hafal seluruh bagian tubuhnya.

“M-Marvelhh, aakhh” Lutut Harvel lemas. Spermanya berceceran, mengotori kasur dan tangan Marvel yang masih berada di penisnya.

Tubuhnya terkulai di kasur, tidak diberi waktu untuk menikmati pelepasan keduanya hingga Marvel menembakkan spermanya di lubang hangat Harvel yang menjepit penis Marvel kuat. “Goddamn- Harvel. Nghh”

Tubuh Marvel melemas. Tubuhnya jatuh ke kasur, menindih Harvel.

Keduanya berlomba-lomba meraup oksigen, masih memulihkan diri dari surga dunia yang baru dicapai keduanya.

“Geser” Harvel berucap memecah keheningan. Nafasnya putus-putus karena tubuh Marvel menghambat nafasnya.

Marvel tertawa kecil, lalu beringsut dan memeluk pinggang Harvel, menyesuaikan posisinya agar dia bisa memeluk Harvel dari belakang.

“Vel” Harvel menyingkirkan tangan Marvel yang bermain di putingnya.

“Hm” Marvel bergumam. Bibirnya menghujani leher dan bahu Harvel dengan kecupan, membuat Harvel bergidik.

“Aku mau mandi lagi”

“Iya, bareng”

Harvel menghela nafas. Dia bisa merasakan penis Marvel yang menempel ke pantatnya kembali menegang.

“Capek” rengeknya.

“Hm” Lagi-lagi, cuma gumaman.

Tidak butuh waktu lama sampai penis Harvel kembali tegang. Mulut Marvel mengulum puting Harvel yang mengeras. Tangannya memilin dan memainkan puting Harvel yang tidak berada dalam mulutnya.

“Nghh” Harvel mendesah tertahan. Mengutuk tubuh sialan yang bereaksi terhadap rangsangan Marvel walaupun dia sudah sangat lelah.

“Turunin- Marveeel” Harvel memekik terkejut.

Marvel mengangkat tubuh Harvel di pundaknya seperti karung beras, melanjutkan permainan panas mereka di kamar mandi.