ISHOMA
Saat Marvin dan anak-anak didiknya kelompok 7 sampai di aula terbuka, aula tersebut sudah ramai oleh mahasiswa baru yang duduk bergerombol bersama dengan kakak pembimbing masing-masing. Di depan mereka sudah ada bekal masing-masing namun belum di buka. Akhirnya mereka memilih untuk bermain ponsel, ada yang berbicara dengan kawan-kawannya bahkan ada yang sudah mulai menyusun yel-yel.
“Selamat datang kelompok 7, silahkan cari tempat duduk ya, kasih jarak sama kelompok lain biar nggak desak-desakan.” Titah Presiden Mahasiswa, sebut saja Tristan.
Marvin hanya mengacungkan jempol sebagai respon, kemudian ia berjalan memimpin anak didiknya menuju tempat kosong. Ia memilih berlesehan di samping kelompok 2, kelompoknya Jay.
“Duduk disini ya? Jangan ngabisin tempat tapi, jadi duduknya agak deketan jangan jauh-jauh, masih ada kelompok lain yang belom dateng.” Himbau Marvin sembari mendudukkan diri, bersandar pada dinding, ia duduk tepat di sebelah Jay.
“Baik kak.” Jawab kelompok 7.
Marvin dan Jay duduk di tengah-tengah gerombolan kelompok 7 dan kelompok 2.
Nathan tersenyum sumringah melihat Hazen yang duduk di tepi, menyelonjorkan kakinya sambil bermain ponsel. Ia pun berdiri menghampiri Jay dan Marvin, duduk bersimpuh dengan sopan.
“Kenapa Nat?” Tanya Jay.
“Er... anu, itu kak, boleh nggak gue makan nya sama temen gue? Dia ada di kelompok 7 kok.”
Jay tersenyum simpul lalu mengangguk, “Boleh kok, pokoknya masih bisa gue pantau aja nggak kejauhan gakpapa, susah soalnya kalau sampai pisah kelompok nanti nyari-nyari lagi.”
“Hehe makasih kak Jay.” Nathan pun berdiri lalu berjalan pelan menghampiri Hazen yang tampak fokus, tidak sadar jika Nathan mendekati dirinya.
Kedua manik Marvin memperhatikan gerak-gerik Nathan, tidak tau kenapa ia ingin tau saja siapa teman yang dimaksud Nathan itu.
“Dorrr!” Nathan menepuk pundak Hazen dari samping, membuat ponsel Hazen jatuh begitu saja, untung jatuh di atas kotak bekalnya, coba kalau di lantai. Sudah habis si Nathan di cubitin Hazen.
Marvin terkekeh tanpa sadar, merasa lucu melihat ekspresi Hazen yang kaget, melotot dan menganga, apalagi ponselnya sampai jatuh begitu. Kedua mata nya mengerjap beberapa kali seperti orang bego untuk mencerna apa yang sedang terjadi. Benar-benar lucu menurut Marvin. Bahkan Jay saja tertawa melihat kelakuan Nathan yang iseng sama Hazen.
“Itu anaknya, Vin?” Tanya Jay.
“Maksud lo?”
“Yang lo bilang di tweet, yang mencolok mata tapi lo kepikiran buat jadiin dia kandidat ketang.”
“Ya gitu, tapi gue nggak yakin Jay, masih gue pantau tuh anak kayak apa. Gue selective.”
Jay menganggukkan kepalanya mengerti. “Namanya siapa?”
Marvin melirik, mengangkat sebelah alisnya. Dirinya sangat tau kalau Jay itu buaya darat, jadinya ia agak skeptis kalau Jay bertanya nama begitu. “Kenapa nanya?”
“Apa salahnya? Gue juga mau tau kali calon-calon kandidat ketang jurusan gue.”
“Ketang lo itu gue, bukan para maba.”
“Ya tau tolol, maksud gue ketang nya adting.”
“Hazen.”
“Itu namanya?”
“Ya iya bego, tadi kan lo nanya namanya.”
“Lucu ya namanya, kayak orangnya.” Ucap Jay sembari tersenyum menatap Hazen dan Nathan yang sedang berbicara entah apa, tapi mereka berdua sedang tertawa sambil toyor-toyoran.
“Ck, elo tuh ya masih aja. Udah bosen sama Tristan?”
“Eits, apaan tuh? Gue cuma bilang Hazen lucu. Ga boleh emang?”
“Sadar diri, lo tuh buaya darat. Setiap pujian lo ke orang lain tuh bikin skeptis.”
“Dih kok lo yang sewot? Apa jangan jangan lo...”
“Nggak usah mikir aneh-aneh.”
Jay terkikik lalu mengalihkan pandangan ke podium, dimana Tristan sedang sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. “Gue suka Tristan nggak sekedar dua hari, ini udah ada 1 tahun gue suka sama dia. Jadi kalo lo bilang gue udah bosen sama Tristan, jawabannya enggak, dan nggak akan pernah.”
Marvin hanya diam mendengarnya, tidak tau kenapa dalam hatinya lega akhirnya Jay sahabatnya sejak di bangku SMA itu tobat dan sudah memiliki pemberhentian yang tepat.
“Jantung gue jatuh ke usus besar ini goblok!” Umpatnya setelah puas menoyor kepala Nathan berkali-kali.
Nathan tertawa terbahak-bahak lalu ikut duduk selonjoran di samping Hazen. “Abisnya lo fokus amat sama tuh hape, ada apanya sih? Nonton bokep ya lo?”
“Mulut lo bau adzab, lo pikir gue ini lo? Yang suka liat film biru bareng Jendra, cih.”
“Mata lo picek, gue sama Jendra nggak gitu ya bangsat. Kita nontonnya mah film horror.”
Hazen mengerlingkan matanya lalu mengambil ponselnya yang jatuh. “Kenapa lo kesini? Nggak ada temen lo disana?”
“Enak aja, gue punya kali! Gue cuma mau nemenin lo makan, kasian soalnya gue liat-liat menepi sendirian kayak orang susah.”
“Sialan,” umpatnya.
“Kayaknya asik nggak sih kalo kita ber 6 makan barengan gitu?” Ujar Nathan melirik ke sekitar, mencoba mencari batang hidung sahabat-sahabatnya.
“Coba ajak aja kalau mereka mau.”
Nathan mengambil ponselnya di saku, lalu segera mengabari lewat grub mereka.
Raden menghela nafas panjang, sejak tweet Hazen tentang lukisan gunung dan bintang tadi, dirinya jadi enggan untuk melihat Hazen. Apalagi ditambah komentar Hazen tadi di tweet Jendra.
Harapan
Jujur saja Raden tidak ingin berharap lebih, ia sangat mengetahui tabiat Hazen yang friendly, suka bercanda, dan tidak serius. Raden tau jika perkataan Hazen tadi hanyalah bualan semata, tidak ada maksud apa-apa. Namun pada dasarnya Raden yang lemah dengan bocah tengik itu, gini saja ia sudah baper.
“Ck, sialan. Apa gue nggak usah kesana aja ya? Makan disini aja.”
Tapi ponselnya bergetar ribut, ia mendapat pesan spam dari Jendra, menyuruhnya untuk segera bergabung karena hanya tinggal dirinya lah yang belum ada disana.
Mengesalkannya lagi, Jendra bilang jika Hazen menanyakan keberadaannya yang tak kunjung datang.
“Mau lo apa sih Hazen bangsat?” Geramnya dalam hati, tidak berani berteriak tentu saja. Ini tempat umum, Raden masih punya urat malu, tidak seperti Hazen.
Akhirnya Raden mengalah, ia bangkit dari duduknya setelah berpamitan dengan Tama untuk ikut bergabung makan bersama teman-temannya di kelompok lain. Untung saja Tama baik, jadi ia mengijinkan Raden pergi dengan syarat setelah selesai makan langsung kembali.
Sesampainya disana, Raden bisa melihat ke 5 temannya itu tengah bermain batu kertas gunting, lalu saling pukul kepala menggunakan botol air mineral yang masih ada isinya. Raden terkekeh kecil, lalu mulai berjalan mendekati sahabat-sahabatnya. Hazen yang pertama kali notice datangnya Raden.
“Raden!” Panggil Hazen sembari melambaikan tangannya membuat semua sahabatnya ikut menoleh dan ikut melambaikan tangan.
Mau tak mau, Raden pasang senyum manisnya lalu mengambil duduk di samping Jidan. Mereka duduk melingkar, dengan urutan Nathan – Hazen – Leo – Jendra – Jidan dan terakhir Raden yang ada di antara Jidan dan Nathan.
“Ini kapan makannya dah? Gue udah nge tweet akhirnya makan dari tadi juga tapi belum mulai, makan angin kali gue.” Gerutu Hazen sembari menepuk perut datarnya.
“Kayaknya nunggu kelompok lain dateng, makan bersama kan judulnya.” Ucap Jendra.
Tiba-tiba saja, suara denging dari mic terdengar merebut atensi seluruh orang di dalam aula itu.
“Selamat siang adek-adek.”
“Siang kakkkkk.”
“Wah masih semangat aja padahal udah siang. Capek nggak?”
“Capek kak.”
“Nah mangkanya sekarang waktunya ishoma, karna semua kelompok udah berkumpul di aula, gue mau tanya dulu.”
“Kakak pembimbingnya mohon bantu cek in satu-satu bekal adek-adeknya bener atau enggak sama perintahnya.”
“Siap!” Jawab para kakak pembimbing dan mulai berdiri.
“Sekarang, buka kotak bekal kalian. Jangan dimakan dulu, sebelum menjawab pertanyaan gue. Ngerti?”
“Ngerti kak.”
“Oke, yang pertama. Makanan pertama yaitu ketombe. Apa itu ketombe?”
“Nasi putih kak!” Jawab mereka kompak.
“Bagus, ayo kakak pembimbingnya bantu cek, yang nggak bawa nasi putih di catat, ntar ada hukuman di akhir ya kalau salah bawa makanan atau kurang lengkap.”
“Buset ngeri, gue jadi keinget sehari sebelum ospek kita rundingan di grub buat menu bekalnya, aneh-aneh lagian namanya. Bikin mikir keras.” Ucap Leo.
“Ya wajar, namanya juga ospek cuk. Pasti dibikin susah.” Kata Nathan.
Marvin mengelilingi kelompok 7 dan melihat bekal-bekal mereka, termasuk ke geng nya Hazen. Ketika Marvin mendatangi tempat ke 6 anak adam itu, seketika mereka tutup mulut.
“Bawa nasi putih semua kan?” Tanya Marvin sambil melihat 6 kotak bekal yang ada di tengah mereka, seperti sedang kenduri saja, pikir Marvin.
“Bawa kak.” Jawab ke 6 nya kompak.
Marvin mengangguk lalu meninggalkan tempat duduk mereka, barulah ke 6 lelaki itu bernafas lega.
“Auranya kak Marvin dingin banget ya?” Cicit Jidan.
“Apa gue bilang, tuh orang emang irit senyum, ngeri banget pokoknya.” Ucap Hazen berbisik, takut di dengar Marvin tentu saja.
“Oke, selanjutnya sayur tepung goreng minyak, apaan?” Tanya Tristan.
“Sawi goreng?”
“Brokoli goreng?”
“Kripik bayam?”
Para kakak pembimbing tertawa mendengar jawaban polos mahasiswa baru mereka, begitupun juga dengan Tristan di podium sana.
“Bukan, yang bener adalah bakwan. Siapa yang bener?”
“Assa! kan apa gue bilang pasti bakwan!” Seru Jendra menggebu gebu.
“Gitu kata Hazen ngotot kripik bayam, cih. Untung lo satu grub sama kita Zennn.” Kata Raden.
Hazen nyengir lalu merangkul Jendra. “Duh, makasih yak bestie, kalo nggak karena lo gue pasti kena hukum.”
Hingga tebak-tebakan makanan usai, yang menunya merupakan nasi pecel. Terdiri dari nasi putih, bakwan, telur goreng, sambal pecel, timun, kecambah, bayam. Hazen dan teman-temannya tentu saja benar semua jawabannya, berkat kerjasama tim mereka tidak salah membawa makanan.
“Sekarang minumnya, air bening apaan guys?“
“Air putih kak.”
“Bagus, minuman kedua. Minuman wilayahku. Apa hayo?”
“Mizone!”
“Pinter, terakhir. Yang buah-buahan. Avatar damai, apa coba?”
“Pisang!”
“Aduh pinter semua, yang salah, siap-siap ya nanti bakalan di hukum. Hukumannya dikasih tau kakak panitia abis ishoma.”
“Baik kak.”
“Baiklah, sekarang, boleh mulai makan ya. Sebelumnya, mari berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Beroda, mulai.”
“Berdoa, selesai. Ayo ucapin selamat makan sayang barengan dalam hitungan ke tiga ya? Kakak pembimbingnya juga makan, konsumsi udah ada di tangan masing-masing kan?”
“Udah bos, aman.” Teriak Yudha kencang membuat para kakak pembimbing tertawa.
“Inget, makanannya harus dihabisin, yang masih sisa, bakalan kena hukuman.”
“Baik kak.”
“Oke, gue hitung ya. 1... 2.... 3...”
“Selamat makan, sayang!” Ucap senior dan junior itu kompak dan memulai ritual makan bersamanya dengan hikmad dan tenang.
“Gue gasuka bayam, nih lo makan aja ya.” Ucap Raden ke Nathan.
“Nggak mau! Lo liat dah bayam gue banyak begini, lo kira gue kambing apa?”
Raden mengerucutkan bibirnya. “Ayo dong Nat, gue gasuka, ntar gue dihukum kakak pembimbing kalau nggak habis ih!”
“Leo aja tuh, dia kan kambing, suka sayur.” Tunjuk Nathan.
“Ogah, eneg juga kali makan sayur banyak-banyak. Ini lauknya juga cuma segini. Nggak ada kerupuk pula.” Tolak Leo.
“Jangan kasih ke gue, lo tau porsi makan gue gak banyak mangkanya nih bayamnya juga sedikit.” Ucap Jidan sebelum Raden sempat membuka mulut.
“Jendra, bantuin gue ya, ya?” Raden menekuk bibirnya ke bawah, memohon kepada Jendra.
“No way, gue nggak bisa makan banyak sayur, nanti bisa muntah gue.”
“Ihh nggak ada yang mau bantuin gue? Lo semua seneng kayaknya kalo gue dihukum!”
“Sini, biar gue yang makan.” Kata Hazen menarik kotak bekal Raden dan memindahkan semua bayam di kotak bekalnya.
“Zen, lo kan nggak suka sayur kayak gue!”
“Emang, gue cuma bilang nggak suka, bukan berarti gue nggak bisa makan. Gue bisa makan sayur sebanyak-banyaknya meski nggak suka.”
“Tapi Zen...”
“Ck cerewet, udahlah makan aja tuh sebelum waktu ishomanya habis.” Ucap Hazen mengembalikan kotak bekal Raden dan memakan bekalnya dengan lahap termasuk sayur bayam nya.
“Ma-makasih Zen.”
Jendra dan Nathan saling tatap melihat kejadian itu kemudian menghela nafas lirih bersamaan.
Nyatanya yang mereka tau Hazen tidak suka sayur, Hazen mengatakan itu benar adanya. Tetapi ia bisa memakannya.
Hanya saja mereka tidak tau, jika Hazen hanya bisa makan sayur yang dibumbui dan sudah menjadi masakan, bukan sayur yang matang karena direbus seperti sayur bayam ini. Hazen akan memuntahkan semuanya yang masuk seperti dulu, saat mereka bermain truth or dare di kamar Hazen.
Dan perlu diketahui, Jendra dan Nathan lah yang memergoki Hazen muntah-muntah sampai tepar di toilet kamar Hazen pada saat itu karena tak sengaja Jendra meninggalkan masker di kamar Hazen.
“Zen, abis ini gue anter lo ke toilet. Gue tau lo nggak bisa makan ini.” Bisik Nathan sangat lirih di telinga Hazen yang hanya didengar oleh Hazen.
Hazen menatap Nathan dan menghela nafasnya sembari tersenyum kecil.
Flo·ᴥ·