Pukul 3 sore, cahaya matahari masih bersinar. Mereka terlihat menelisik dari sela-sela gorden, menembus jendela ruangan hingga sampai ke dalamnya. Tidak cukup terang, sih, sehingga lampu sebagai penerang, harus dinyalakan untuk mendukung pekerjaan yang masih Jihoon lakukan.
Kira-kira 15 menit setelah pesan dari rekannya, Soonyoung —sekaligus pacarnya, tiba. Dan di kisaran waktu itulah, di tengah heningnya ruang studio yang hanya diisi olehnya, suara derap kaki di luar, samar terdengar.
Kemungkinan besar, itu adalah Soonyoung.
Tidak, dapat dipastikan itu Soonyoung.
Karena setelah suara derap kakinya berhenti terdengar, suara khasnya yang berteriak “Jihoonie~” terdengar, bersamaan dengan pintu yang terbuka dan memperlihatkan wajah pria yang sudah Jihoon duga.
“Oh, Soonyoung.”
Dengan senyum yang mengembang di wajahnya, Soonyoung memasuki ruangan itu dan menutup pintu. Tanpa ragu, ia langsung menghampiri Jihoon yang tidak bergerak sesenti pun dari meja kerjanya atas kehadiran dirinya.
“Sayang,”
Soonyoung memeluk Jihoon dari belakang, mengalungkan kedua lengannya di leher Sang Kekasih dan bermanja di sana.
Sementara yang dipeluk, tidak ingin kalah, ia membalas afeksi dari pacarnya itu dengan memiringkan dan menyandarkan kepalanya agar menempel pada lengan Soonyoung. Tidak ketinggalan, jari jemari yang semula berkutat dengan papan ketik di atas meja, kini sudah berpindah untuk mengusap lembut telapak tangan yang mengalung bebas di lehernya itu.
“Udah makan?” tanya Soonyoung sambil melepas pelukannya, kemudian pelan-pelan memutar kursi yang diduduki Jihoon agar menghadapnya.
Yang ditanya hanya menggeleng.
“Loh, kan kebiasaan banget.. Lo kalo ga ada gue udah mati kali, nih. Ayo, makan dulu.” ujar Soonyoung sambil meraih pergelangan tangan Jihoon, bermaksud mengajak.
“Bawa apa emang?”
“Burger tiga, french fries big size, sama cola.”
“Oke. Mau pangku sekarang dulu.” pinta Jihoon sambil sedikit mendongak untuk menatap Soonyoung yang berdiri di hadapannya.
Soonyoung menggeleng, “Gue bilang apa tadi di chat?” tanyanya.
Jihoon mengingat sebentar usai pertanyaan dari Soonyoung ia dengar. Setelahnya, ia melepas tangan Soonyoung yang masih memeganginya, sambil berkata, “Males.” kemudian memutar kursinya lagi, kembali menghadap meja kerjanya.
Helaan napas terdengar dari Soonyoung. Ia lantas kembali membalik kursi yang Jihoon duduki dan berjongkok di hadapannya.
“Yaudah abis lo makan aja? Ga tega juga gue ngebiarin anak yang kangen banget sama gue ini. Yuk?”
Jihoon mendengus, namun tetap saja, ia akhirnya bangkit dan berpindah ke tempat duduk yang lebih luas untuk menyantap makanan yang dibawakan oleh Soonyoung.
Ketika Soonyoung sibuk menyiapkan makanan, sebaliknya, Jihoon malah diam dan memerhatikan kekasihnya itu.
“Gimana so far?” tanya Jihoon yang membuat Soonyoung tersenyum sambil menyodorkan burger milik Jihoon.
“Aman. Thanks to you.” jawab Soonyoung.
“Kok gue?? Kalian yang udah kerja keras, kok. Good job, Soon.” ujar Jihoon sambil menepuk pundak Soonyoung, pelan.
“Tapi sepi ga ada lo.”
“Halah, padahal lo terus yang berisik di antara kita-kita.”
“Emang gue doang yang ngerasa sepi, sih, kayanya. Kaya ga ada yang nemenin aja, hahaha..”
“You dumb.”
“I am, your one and only dummyoung.”
Jihoon hanya tersenyum sambil menggeleng mendengar jawaban Soonyoung. Sambil melanjutkan makannya, mereka terlibat dalam percakapan-percakapan lain.
“Anyway, Ji,” Soonyoung mulai memindahkan obrolan. “Hari ini gue ga bisa lama-lama.” sambungnya.
“Masih ada schedule, ya?”
“Sadly, yes. Sorry, ya? Gue jadi ga bisa lama-lama dan—”
Ucapan Soonyoung terhenti, Jihoon yang menyelanya.
“Udah, no need to be sorry. Kerja aja yang bener.”
Soonyoung menoleh, menatap Jihoon yang masih menyantap burger yang dipegangnya dengan sesekali mengambil kentang goreng yang berada di atas meja. Merasa diperhatikan, Jihoon akhirnya juga menoleh.
“Apa?” tanya Jihoon, nadanya sedikit menantang.
“Lo kangen gue ga, sih?”
“Iya.”
“Bagus, deh, gue kira gue doang. Soalnya gue gemes banget liat lo ngunyah, manyun-manyun bibirnya gitu.”
“Dasar. Liatin bibir aja terus.”
Mendengar jawaban Jihoon, Soonyoung hanya tertawa. Tentu saja ia tidak bisa menahan untuk tidak merasa gemas kepada laki-laki yang hanya lebih muda 5 bulan darinya ini.
Hingga tak terasa, suap terakhir sudah tiba di mulut Jihoon. Ia menghabiskan dua buah burger yang dibawa Soonyoung beserta kentang goreng porsi besar yang dimakan bersama Soonyoung. Dirinya sudah kenyang, ternyata sedikit lebih baik dari sebelumnya. Sebelumnya, ia hanya tidak terlalu merasakan rasa laparnya itu.
“Satunya ga lo makan?” tanya Jihoon sambil merapikan bekas makannya.
“Buat lo aja nanti kalo iseng.”
“Oh, oke, thanks.”
Setelahnya, Soonyoung berdiri lebih dulu dari sana dan pergi ke meja kerja Jihoon. Jihoon tidak terlalu memberi perhatian kepada laki-laki itu, meskipun setelahnya ia ikut bangkit untuk membuang sampah bekas makannya.
Tentu saja ia juga ke meja kerjanya. Ternyata Soonyoung sudah duduk di kursi miliknya dan dengan tangan terbuka, Soonyoung menyilahkan Jihoon untuk melakukan apa yang ia pinta sebelumnya.
Tanpa ragu, tanpa permisi, Jihoon langsung naik ke atas kursi yang sama. Ia duduk di atas pangkuan Soonyoung dan memeluk laki-laki gemini itu. Kepalanya ia sandarkan ke bahu Sang Kekasih, mencari kenyamanan untuk ia rasakan sebentar, sebelum akhirnya kekasihnya ini kembali pergi.
“Tadi kenyang, ga, hm?”
“Huum.”
“Kangen sama Soonyoung, ya?”
“Huum.”
“Aigooo..”
Jawaban-jawaban singkat dari Jihoon, lantas tidak membuat Soonyoung merasa kesal, melainkan sebaliknya malah bertambah gemas. Ia mengeratkan pelukan di tubuh Jihoon, sambil sesekali mengusap lembut punggung laki-laki yang sudah berjuang sangat keras itu.
“Abis gue tinggal, jangan lupa istirahat, ya. Burgernya dimakan lagi atau ga makan keluar aja minta temenin siapa, kek. Jangan udah ngurung di dalem sini terus, makan juga telat, tidur kurang, yang ada ga jadi comeback nanti kita kalo produsernya sakit.”
Jihoon mengangkat kepalanya dari sandaran, usai Soonyoung mengucap kalimat yang cukup panjang itu. Masih di atas pangkuan Soonyoung, Jihoon bermaksud membungkam mulut laki-laki yang sedari tadi berisik menasihatinya terus itu dengan bibirnya.
Ciuman itu dimulai, kedua bibir itu bertemu sekilas. Jihoon langsung dapat melihat senyum tipis Soonyoung, setelah ia menyudahi perbuatan yang berlangsung tidak lebih dari dua detik itu.
“Tadi gue yang dibilang liatin bibir terus, ternyata lo yang mau ciuman, ya?” tanya Soonyoung sambil sedikit terkekeh.
Sebelum menjawab, Jihoon kembali memeluk, “Ngga. Itu barusan karena lo bawel, berisik.” jawabnya.
Soonyoung hanya kembali tertawa kecil. Ia mencoba melepas pelukan Jihoon dan membawa laki-laki itu kembali duduk tegak seperti sebelumnya.
Tanpa aba-aba lagi, Soonyoung memegang wajah Jihoon. Pelan-pelan memiringkan kepalanya, kemudian meraup bibir tipis kekasih yang sudah menggodanya terlebih dahulu itu.
Waktu terasa melambat, dengan tempo santai yang diberikan Soonyoung pada permainannya. Ia terus bergantian mencium bibir atas, kemudian bawah, sambil sesekali menggigit dan memainkan lidahnya pada lidah Jihoon. Bukan permainan yang menuntut, namun cukup menggairahkan pasangan yang sudah lama tidak meluangkan waktu bersama karena kesibukan masing-masingnya ini.
Dirasa sudah cukup, Soonyoung melepas tautan mereka. Ia menyeka basah di sekitar bibir kekasihnya akibat perbuatan yang dilakukannya barusan.
“Sayang, gue kangen… banget.” ujar Soonyoung, seraya memeluk Jihoon.
Jihoon menepuk pelan puncak kepala Sang Pacar yang sekarang sedang menenggelamkan wajahnya pada leher Sang Produser. Ia menyisir helai surai Soonyoung perlahan, bermaksud memberikan pernyataan yang senada dengan apa yang diucapkan Soonyoung barusan kepadanya. Tanpa kata, namun sama hangatnya.
Dengan suara yang samar dan sedikit terpendam, tanpa merubah posisinya, Soonyoung berucap.
“Tapi Jihoonie, abis ini temenin gue rap bentar, ya.”
Jihoon hanya bisa menghela napas mendengar ucapan Soonyoung. Ia lantas mendekap kepala Soonyoung lebih dalam dengan kedua lengan yang penuh dengan otot matang itu. Sementara Soonyoung yang mendapat perlakuan itu hanya tertawa dengan suara yang lagi-lagi teredam.
“Ahahahaha, please head lock me, sir.”
“Ga bisa keluar hidup-hidup lo, Soon.”