Soonyoung sedikit terkejut.
Notifikasi yang akhir-akhir ini sedang menjadi favoritnya, muncul di tengah kelas yang sedang berjalan dan ia tidak tahan untuk tidak membalasnya. Apalagi pesannya,
Mau dipanggil sayang atau Soonyoung…
Mungkin bukan hanya saat kelas, saat langit hampir runtuh pun, Soonyoung akan tetap memilih untuk membalas pesan itu secepat mungkin dan menjawab kata sayang.
Namun ketika akhirnya kelas berakhir dan jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul 3, Soonyoung baru menyadari kebodohannya. Ia mengiyakan dijemput oleh Jihoon disaat ia membawa motor untuk kuliah hari ini. Sekarang ia hanya bisa bingung setengah mati di hadapan motornya di parkiran ini, sementara Jihoon mungkin sebentar lagi akan menghubunginya bahwa dia sudah sampai di kampus Soonyoung.
“Ini motor gue ditinggal gapapa kali, ya?”
Soonyoung menggumam sendiri sambil memperhatikan motonya.
“Sebenernya bisa gue bawa aja, sih, tapi jadi ngerepotin Jihoon udah dateng ke sini, terus gue batal liat Jihoon nyetir..” lanjutnya.
Dan benar saja, tidak lama berselang, ponselnya bergetar dan nama Jihoon yang menghias layar kunci ponselnya dengan pesan singkat di bawahnya, mengatakan bahwa dirinya sudah sampai dan sedang menunggu Soonyoung di dekat gerbang utama. Mampus lo, Soonyoung, rutuknya dalam hati, masih belum menemukan keputusan yang akan diambilnya.
“Ah yaudah lah, masa gue batal disetirin Jihoon.” ujar Soonyoung kemudian membalas pesan singkat Jihoon dan pergi meninggalkan motornya.
Soonyoung hanya perlu berjalan sebentar karena lokasi parkir motor dan gerbang utama tidak begitu jauh. Begitu sampai di gerbang pun ia hanya melihat-lihat sebentar sampai akhirnya menemukan sedan hitam yang digambarkan oleh Jihoon sebagai mobilnya. Langsung Soonyoung menghampiri mobil itu dan membuka pintu depan samping kemudinya.
“Permisi mas, atas nama Soonyoung?” tanya Soonyoung begitu membuka pintu mobilnya dan menemukan kekasihnya di bangku kemudi.
“Bukan, ini pesanan atas nama sayang, pacar saya.” jawab Jihoon sambil tersenyum.
Mendengar itu Soonyoung menjawab, “Oh iya, nama saya Soonyoung sayang, kalo pacar saya yang panggil.” katanya diakhiri dengan tawa, kemudian langsung masuk ke dalam mobil.
Kurang lebih 45 menit perjalanan mereka habiskan dari kampus Soonyoung hingga sampai ke rumah Jihoon. Tidak terlalu jauh sebenarnya, namun cukup memakan waktu karena lalu lintas yang tidak begitu lancar. Maklum saja, ibukota di sore hari kerja, sudah pasti begitu. Untung saja masih jam 3-an, jadi belum terlalu macet dan padat.
Sesampainya di tujuan, Jihoon turun dari mobil, disusul Soonyoung yang juga melakukan hal yang sama dan membuntuti Jihoon di belakang. Ia mengikuti Jihoon hingga ke depan pintu, yang kemudian pintunya dibuka.
“Mau di kamar atau di ruang tengah aja?” tanya Jihoon sambil menoleh ke belakang, ke arah Soonyoung.
Sementara yang ditanya malah bingung. Ia bahkan tidak tahu apa tujuan Jihoon mengajaknya ke sini, sekarang malah menanyakan kamar atau ruang tengah.
“Emangnya kita mau ngapain, sih, yang?” akhirnya Soonyoung bertanya lagi, penasaran.
Dan jawaban Jihoon juga sama, pacaran fisik, katanya.
“Aduh sumpah kamu jangan ngada-ngada ya, Jihoon, aku deg-degan lagi ini.”
Mendengar jawaban Soonyoung, Jihoon tertawa. Namun ia tidak menjawab dan malah masuk ke dalam rumahnya sambil menggandeng tangan Soonyoung. Soonyoung tentu saja kaget karena tangannya tiba-tiba digenggam dan ditarik. Tapi ia tidak menolak, dan lagi-lagi hanya mengekor Sang pacar.
“Di ruang tengah sini aja, deh, kalo di kamar takut kamu ngapa-ngapain.” kata Jihoon dengan nada sedikit meledek.
“Lagian kalo mau ngapa-ngapain, ya tinggal ngapa-ngapain aja kan bisa, ga usah liat tempat.”
“Emang mau ngapain?”
Ditanya balik, Soonyoung malah diam dengan suara cekikik tawanya yang terdengar samar di telinga Jihoon.
“Kamu duduk aja, kalo mau nyalain TV, tinggal nyalain aja, remotenya di situ.” ucap Jihoon sambil menunjuk lokasi remote yang berada di atas meja kecil di bawah TV. “Aku ambil minuman dulu.” lanjutnya, kemudian berlalu meninggalkan Soonyoung di sana.
Soonyoung melakukan apa yang Jihoon katakan. Ia mengambil remote TV yang tergeletak dan menyalakan TV-nya sebelum duduk. Tidak lama Jihoon datang dengan jus jambu kemasan siap minum dan dua gelas yang dibawanya dengan sebuah nampan. Tidak lupa camilan yang pantang absen untuk menemani minuman dan waktu bersantai mereka.
Jihoon ikut duduk di sebelah Soonyoung setelah meletakkan semua yang ia bawa dari dapur di atas meja ruang tengah itu. Soonyoung berkata terima kasih, kemudian lanjut kembali menatap TV yang dinyalakannya, sambil meminum jus yang dibawa Jihoon.
Tidak, Soonyoung tidak benar-benar ingin menonton TV. Ia hanya sedang bingung apa yang akan mereka —atau tepatnya Jihoon lakukan kepadanya, apalagi Jihoon yang sudah mengundangnya ke sana.
Sementara di sebelahnya, Jihoon kembali memperbaiki posisi duduknya, kali ini lebih dekat kepada Soonyoung, kemudian pelan-pelan menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki yang sering ia panggil sayang itu.
“Kalo orang pacaran lagi berduaan itu, ngapain aja, ya, sayang?” tanya Jihoon di posisinya yang sekarang sudah merangkul tangan Soonyoung, masih bersandar di sana.
Soonyoung yang mendapat perlakuan seperti itu, sedari tadi hanya bisa membungkam bibirnya, berusaha menahan tawanya karena sosok Jihoon yang selama ini selalu ia anggap paling dewasa dan dominan di antara mereka, malah berubah menjadi bayi kecil yang seakan haus afeksi.
“Ya kaya gini aja, yang. Habis itu…” ucapan Soonyoung menggantung, membuat Jihoon yang tadinya bersandar itu jadi bangkit dan menoleh ke arah Soonyoung.
“Habis itu?”
“Habis itu..” Soonyoung melanjutkan sambil membawa sebuah keripik dengan jarinya ke hadapan mulut Jihoon, berniat menyuapi kekasihnya yang sedang manja itu. “Habis itu suap-suapan kaya gini.” lanjutnya yang langsung disambut oleh Jihoon yang tersenyum kemudian membuka mulutnya.
Sambil mengunyah makanannya, “Ini TMI banget sih, tapi kamu 'kan tau aku ga pernah pacaran, nah orang tuaku juga bukan orang yang gampang showing their affection gitu. Apalagi tahun lalu aku resmi sendirian, ga ada mereka lagi. Jadi bisa dibilang apa ya, I'm kinda craving for it. Once I realized I'm no longer alone, I'm having you, aku jadi pengen kaya gini buat bales perasaan kesepian itu, hahaha. Kamu ga keberatan, 'kan?” ucap Jihoon, panjang.
Setelah mendengar itu, Soonyoung malah melepas tangannya dari rangkulan Jihoon. Jihoon yang terkejut malah dibuat semakin terkejut ketika ternyata Soonyoung melepas tangannya untuk merangkul seluruh badannya, membawa tubuh Jihoon semakin intim ke dalam pelukan Soonyoung.
“Ga keberatan kok, apalagi orangnya kamu. Dan lagi, itu bukan TMI buatku, tapi a very useful information. Aku jadi ga takut buat kaya nempel-nempel gini ke kamu.” jawab Soonyoung.
Jihoon mengangkat kedua kakinya ke atas sofa yang mereka duduki. Membuat dirinya semakin kecil sehingga semakin mudah untuk dirinya dipeluk oleh Soonyoung. Hangat, dan yang pasti, Jihoon merasa sangat disayang.
“Aku juga mau TMI.” kata Soonyoung.
“Kenapa?”
“Kamu tau 'kan aku punya motor? Sebenernya aku bawa motor, hehehe..”
“Loh, terus motormu di mana? Ditinggal di kampus?” tanya Jihoon.
“Iya. Aku titipin ke ruang sekret, hehe. Ada untungnya jadi anak UKM.”
“Parah banget, kamu hahaha, emangnya ga sempit motor ditaro sana?”
“Ketambahan motor satu doang mah masih aman kok, lagi pula biasanya rame cuma sampe jam 9an aja. Jam 10 'kan kampus tutup, nah biasanya yang stay paling 1-2 orangan..” jelas Soonyoung.
Jihoon mendengarkan cerita Soonyoung sambil sedikit tertawa, masih di dalam posisinya yang sebelumnya, “Kenapa kamu ga bilang aja kalo bawa motor? 'Kan aku harusnya ga usah jemput juga.” tanyanya.
“Kamu ga ikhlas jemput aku, emang?”
“Apa sih yang ngga buat kamu, sayang.”
Mendengar itu, Soonyoung spontan menepis wajah Jihoon sambil tertawa, sementara Jihoon hanya tertawa mengetahui Soonyoung yang mungkin sekarang sedang salah tingkah gemas.
“Kurang-kurangin gombal, Jihoon.”
“Tapi kamu suka, gimana aku mau berenti?”
“Siapa bilang aku suka?”
“Sikap kamu.”
“Sotoy.”
Jihoon hanya kembali tertawa.
“Terus jadi kenapa? Kamu belum jawab.” tanya Jihoon lagi sambil melepas pelukan Soonyoung untuk mengambil gelas jusnya.
“Ah itu, gatau aku lupa banget aku bawa motor. Pas kamu bilang mau jemput, aku kaya langsung iyain aja. Sekarang mendingan kamu ngaku, kamu pake ilmu gendam, 'kan?” tanya Soonyoung balik sambil menahan dagu Jihoon dengan tangannya, membuat pipi Jihoon terlihat menggemaskan dan bibirnya sedikit mengerucut ke depan.
“Iya, aku pake gendam yang mempannya di kamu doang.” jawab Jihoon.
Soonyoung yang sudah membuat Jihoon menjadi terlihat menggemaskan, malah tidak tahan sendiri. Ia buru-buru melepaskan tangannya dari dagu Jihoon sebelum ia larut membawa sosok menggemaskan itu ke perlakuan yang mungkin lebih intim dan khawarir membuat laki-laki yang belum pernah pacaran itu menjadi tidak nyaman.
Namun kebalikannya, seolah mengetahui pikiran yang ada di kepala Sang kekasih, Jihoon malah spontan menanyakan apa yang terlintas di benaknya sendiri.
“Kukira kamu mau cium aku, sayang.”
Pipinya memanas, namun ia tidak tahu apakah mereka memerah atau tidak, yang jelas menghadapi sikap Jihoon yang seperti ini secara langsung —yang biasanya hanya via chat, ternyata berkali-kali lipat blushingnya.
“Aku belum pernah ci—”
Ya, pada akhirnya Soonyoung mengalahkan perasaan merah padamnya dan membungkam bibir Jihoon dengan bibirnya. Sebuah kecupan beberapa detik yang berhasil membuat Jihoon mematung bahkan di waktu setelahnya.
“Aku ga akan kalah dari kamu. Aku gamau blushing sendirian terus.”
Jihoon masih bergeming. Ia hanya mendengarkan ucapan Soonyoung barusan tanpa membalas dengan apapun dan hanya dengan tatapan ke mata Soonyoung.
Soonyoung sadar penuh Jihoon menatapnya, maka dari itu ia malah menantang pacarnya itu, “Apa? Mau lagi?” tanya Soonyoung.
Yang ditanya mengangguk sambil menjawab singkat, mau.
Soonyoung hanya tersenyum setelahnya, sedikit diselingi dengan tawa kecil. Ia tidak menghiraukan jawaban singkat dengan wajah penuh harap dari Jihoon barusan, melainkan bersandar di sofa sambil kembali mengambil seruput jusnya yang tersisa sedikit di gelas.
“Kalo mau lagi, kamu aja yang ambil.” lagi-lagi Soonyoung menantang dengan nada penuh ledek kepada lawan bicaranya.
Alih-alih membalas dengan perkataan, Jihoon malah membalas Soonyoung dengan sebuah tindakan. Ia kembali memperbaiki posisi duduknya —malah kali ini berpindah ke atas paha Soonyoung yang masih bersandar di sofa itu. Soonyoung yang sangat terkejut, sama sekali tidak menyangka bahwa Jihoon akan berani melakukannya duluan, hanya bisa terdiam dan pasrah akan apa yang Jihoon lakukan setelahnya.
Tentu saja setelahnya adalah Jihoon yang benar mempertemukan kedua bibir mereka lagi. Mencari kembali sensasi yang sebelumnya Soonyoung cicipi ke dirinya, yang ternyata sangat menagihkan itu. Ia hanya memberikan kecupan basah di sana, sambil sesekali menggigit pelan bibir bawah Soonyoung yang kenyal lembut itu.
Namun tidak lama Soonyoung mengambil alih. Ia memeluk Jihoon yang berada di atas pangkuannya, membawa tubuh itu semakin dekat bahkan menempel kepadanya. Ciuman di atas sana jadi ia yang memimpin. Bibirnya tidak henti mengecup dan memberikan kenikmatan pada bibir Jihoon dengan sesekali lidahnya yang ia mainkan di dalam mulut Sang lawan main. Rasa dari jus jambu yang manis, sedikit menjadi bumbu permainan basah mereka yang membuat keduanya semakin mabuk akan perlakuan masing-masing.
Ciuman tersebut berakhir dengan untaian saliva keduanya yang menjulur dari mulut masing-masing. Wajah Jihoon memerah, matanya sayu, napasnya sedikit terengah, namun ia terlihat menikmati permainan yang ia mulai dan Soonyoung akhiri itu.
“Itu yang orang pacaran lakuin, sayang?” tanya Jihoon dengan suara pelan.
“Iya, sayang. Kamu suka?” Soonyoung menjawab dan bertanya balik.
Jihoon menjawab dengan pelukan. Tubuhnya sengaja ia ambrukkan kepada Soonyoung di hadapannya yang tentu saja dengan mudah disambut oleh Soonyoung dengan pelukan yang senada. Tidak disangka, Jihoon yang terlihat sangat dewasa dan cukup dominan di kehidupan sehari-harinya, bisa menjadi semanja ini hanya karena ia membutuhkan sebuah afeksi.
Setelahnya, Soonyoung bertekad di dalam hatinya. Berkata bahwa mulai hari ini, dialah yang akan mencintai Jihoon dan memberikan Jihoon kasih sayang sebanyak dan sebesar yang Jihoon butuhkan. Satu bulan perkenalan, satu minggu sudah menjadi pacar, dan semoga akan berlanjut terus sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.
Yang pasti, hari-hari menyenangkan akan hadir setelah ini.
“Kalo itu yang orang-orang pacaran lakuin, aku sekarang ngerasa seneng karena pacarannya sama kamu.” ujar Jihoon singkat, masih sambil memeluk Soonyoung.
“Beneran?”
“Bener. Malem ini kamu nginep sini aja, ya, jadi besok pagi langsung aku anter ke kampus.” kata Jihoon lagi.
“Mau pacaran semaleman, ya?”
“Iya.”
Dan begitulah pacaran fisik pertama mereka setelah resmi menjadi sepasang kekasih yang sekaligus menjadi pengalaman romansa pertama Jihoon.
—fin.