sunflosan

...

Hari ini bukan hari yang buruk. Setidaknya. Bahkan Soonyoung sangat terkesan dengan kemampuan Mingyu dalam dunia fotografi. Dia bisa mengambil gambar yang terlihat profesional bahkan saat sang model tidak terlalu percaya dengan dirinya.

Ya, itu Soonyoung sendiri.

Sejujurnya semua ini berjalan tanpa rencana. Yang direncanakan hanyalah apa yang menjadi konten gose hari ini. Selebihnya, mengalir seperti air. Tanpa rencana dan bagusnya, berjalan lancar.

Termasuk kepada apa yang ia kenakan saat ini.

“Udahan kan, ya? Gue ganti baju, ya.”

“Yaelah hyung, buru-buru banget. Mumpung Mingyu masih megang kamera, gamau foto-foto lagi? Lo keren pake baju kaya gitu, tau.”

Itu suara Minghao yang sukses membuat dirinya kembali merasa 'apa iya?' Meskipun semua member berkata bahwa dirinya sangat cocok dengan pakaian seperti ini, tapi rasanya sekarang bukan saatnya dia menunjukkan otot perutnya yang belum sempurna ini. Yang ada malah membuat malu.... Dan ya, sekarang Soonyoung agak kurang percaya diri dan ingin cepat-cepat menjadi dirinya yang biasa.

“Skip deh, gue duluan ya. Kalian kalo masih mau foto-foto ya silahkan.. Nanti gue nyusul pake baju biasa aja.. Gausa kuatir, gue tetep ganteng ✨.”

Sekiranya wajah Soonyoung bisa digambarkan dengan emoji itu. Bagaimanapun juga, Soonyoung tetap Soonyoung yang biasanya. Hoshi dengan bright vibenya.

...

Sekarang Soonyoung sudah berdiri mematut diri di hadapan cermin yang hampir setinggi badannya. Masih dengan stelan denim yang atasannya terlalu “ke atas” sehingga perutnya dapat terlihat dengan sempurna tanpa ada halangan yang menutupi.

Soonyoung mengangkat lengannya, memposisikan lengannya di depan keningnya sambil mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih nakal. Pikirnya, ya seperti ini harusnya ia bergaya di depan kamera Mingyu. Tapi bagaimana, dia belum siap untuk menunjukkan tubuhnya yang belum terbentuk sempurna itu.

“Lo tuh sebenernya ganteng, Soonyoung.. Kenap—”

“Iya,”

Soonyoung terperanjat begitu suara yang lain di luar sana memberikan sahutan atas gumamnya barusan.

“Siapa?”

“Jihoon. Bukain dong, gue juga mau liat, katanya Soonyoung ganteng.”

Jihoon berkata sambil mengetuk pintu ruang ganti yang berisi Soonyoung.

Soonyoung membuka pintunya. Kepalanya mengintip dari dalam dengan pintu yang sedikit terbuka. Ia memperhatikan keadaan di sekitar ruang tersebut untuk memastikan apakah ada orang lain selain Jihoon atau tidak.

“Gada orang.” ucap Jihoon sambil mendorong kepala Soonyoung dan memaksa dirinya untuk ikut masuk ke dalam ruang kecil itu.

Jihoon mengunci pintu, sementara Soonyoung hanya memperhatikan pria yang lebih mungil darinya ini, berbuat apa yang dia kehendaki.

“Kenapa liatin gue?”

“Lo mau ngapain? Jangan ngada-ngada deh, ini ruangan kecil.” jawab Soonyoung. Bukannya menjawab, Jihoon malah membalikkan tubuh Soonyoung agar menghadap ke cermin, kemudian memegang kedua lengannya dengan mantap.

“Bagus, kok. Gada yang bilang tubuh lo jelek. Even foto yang diambil Mingyu juga hasilnya bagus.”

“Kalo lo yang ngomong, sih..”

“Ah, mau ditunjukin lagi lebih bagusnya tubuh lo itu gimana?”

Wajah Jihoon ikut nampak di cermin itu, bersandar di lengan Soonyoung sambil memeluk orang yang dicintainya itu dari belakang. Matanya menatap mata Soonyoung melalui pantulan di cermin, yang meskipun begitu, sama sekali tidak mengurangi keindahan netra hitam yang tertutup kelopak agak sipit.

“Bentar deh,”

Setelahnya, Jihoon keluar dari ruang kecil itu meninggalkan Soonyoung dengan sejuta tanda tanya di benaknya.

Tidak perlu waktu yang lama hingga pada akhirnya Jihoon kembali ke dalam fitting room itu. Masih ada Soonyoung di dalamnya, tapi pria itu sedang duduk di samping cermin, seperti menunggu ayah yang hendak menjemputnya.

“Pake ini dulu biar makin ganteng.”

Jihoon menyodorkan water spray yang sebelumnya ia gunakan untuk menata surai member lainnya. Ia sadar, Soonyoung belum mendapat usakan jemari lentiknya di rambut hitam itu. Jadi sepertinya sekarang inilah waktunya Jihoon mengubah Soonyoung menjadi pria yang paling indah yang hanya dilihat oleh dirinya seorang.

“Berdiri, cepet.” perintahnya.

Soonyoung hanya tersenyum sambil menuruti perintah dari Jihoon. Perbedaan tinggi antara keduanya membuat Soonyoung sedikit menundukkan kepalanya begitu Jihoon mulai menata rambutnya. Satu kali, dua kali, tangan Jihoon terlalu terampil melakukannya. Jemarinya menelisik di antara helai rambut Soonyoung dan mengusaknya acak. Basah, namun tidak lepek. Sangat pas. Entah Jihoon memiliki kemampuan ini dari mana, yang jelas Soonyoung pun sedikit terkejut mengetahuinya.

“Jihoon, lo ngapain sih?”

“Bikin lo makin ganteng, biar lo pede, terus gue doang yang bisa ngeliatnya.”

Soonyoung terkekeh mendengar jawaban itu. Pandangnya lurus menatap netra Jihoon yang masih fokus dengan sisir dan surai miliknya. Indah. Ditambah dengan kacamata yang masih setia menggantung di hidungnya. Jihoon menjadi terlihat manis dan dewasa disaat yang bersamaan.

“Lo manis banget, kenapa deh?”

“Sekarang lo ngomong gini. Dari tadi kemana aja?”

“Kalo tadi itu harus ngendaliin. Kalo gue terlalu gemes sama lo, bisa bahaya.”

Jihoon menggeleng. Ia menghentikan kegiatannya, kemudian menangkup wajah Soonyoung. Memperhatikan hasil dari pekerjaan tangannya yang membuat Soonyoung terlihat semakin seksi dengan rambut basah yang mengacak.

“Ganteng banget.” ucap Jihoon sambil menepuk pipi Soonyoung, gemas. Soonyoung hanya tersenyum kemudian menoleh ke cermin di sampingnya. Melihat rupanya yang sedari tadi mendapat pujian bertubi-tubi dari si mungil Jihoon, teman yang dicintainya.

“Jadi ini penampilan gue yang ganteng, yang cuma bisa diliat lo doang?”

“Ngga, masih ada lagi.”

Jihoon meraih tengkuk leher Soonyoung, memaksanya untuk menundukkan kepalanya dan menempelkan bibir keduanya. Kakinya sedikit menjinjit, meskipun begitu, bibirnya dapat dengan tepat merasakan ranumnya bibir Soonyoung yang selalu menagihkan. Ciuman yang awalnya hanya sebagai pancingan, berakhir menjadi lumatan-lumatan panas yang saling mendominasi. Seakan sebagai ajang pembuktian, bahwa siapalah yang paling dominan disini. Di tengah pergulatan kedua lidah mereka di dalam sana, tanpa sadar Jihoon terus memajukan tubuhnya ke arah Soonyoung hingga Soonyoung terpojok, bersandar pada dinding tipis ruang ganti itu.

Soonyoung menyambut. Tangannya merengkuh pinggang ramping Jihoon, membawanya lebih intim. Jihoon pun menanggapinya dengan mengalungkan kedua tangannya pada leher Soonyoung. Panas. Di ruang sempit ini, keduanya diburu oleh hawa nafsu yang semakin membara. Decapan dari kedua bibir yang saling bersentuhan pun menjadi irama yang mengiringi perbuatan yang tidak direncanakan ini.

Ciuman tersebut diakhiri begitu oksigen dirasa lebih dibutuhkan daripada kelanjutan dari ini. Untaian saliva yang terurai dari kedua bibir, menjadi penandanya. Keduanya tergesa menghirup oksigen di sekitar sambil bertukar tatap, seolah begitulah cara yang tepat untuk mengutarakan kenikmatan yang baru saja dirasakan.

“How was it, Ji? Is that what you've planned for coming here?”

“Hah, kurang lebih. But, is it better to do it more?”

Sebuah senyuman terukir di wajah Soonyoung. Ia meraih kepala Jihoon, mendekatkannya dan mencium keningnya. Lembut dan dalam, begitulah kesannya. Setelahnya, ia berbisik dengan suara yang dalam.

“Do you mind if everyone will see your condition after i break you?”

Jihoon bergidik. Ia hanya bisa memejamkan matanya sambil menghela napas panjang begitu mendengar pertanyaan itu.

...

Hari ini bukan hari yang buruk. Setidaknya. Bahkan Soonyoung sangat terkesan dengan kemampuan Mingyu dalam dunia fotografi. Dia bisa mengambil gambar yang terlihat profesional bahkan saat sang model tidak terlalu percaya dengan dirinya.

Ya, itu Soonyoung sendiri.

Sejujurnya semua ini berjalan tanpa rencana. Yang direncanakan hanyalah apa yang menjadi konten gose hari ini. Selebihnya, mengalir seperti air. Tanpa rencana dan bagusnya, berjalan lancar.

Termasuk kepada apa yang ia kenakan saat ini.

“Udahan kan, ya? Gue ganti baju, ya.”

“Yaelah hyung, buru-buru banget. Mumpung Mingyu masih megang kamera, gamau foto-foto lagi? Lo keren pake baju kaya gitu, tau.”

Itu suara Minghao yang sukses membuat dirinya kembali merasa 'apa iya?' Meskipun semua member berkata bahwa dirinya sangat cocok dengan pakaian seperti ini, tapi rasanya sekarang bukan saatnya dia menunjukkan otot perutnya yang belum sempurna ini. Yang ada malah membuat malu.... Dan ya, sekarang Soonyoung agak kurang percaya diri dan ingin cepat-cepat menjadi dirinya yang biasa.

“Skip deh, gue duluan ya. Kalian kalo masih mau foto-foto ya silahkan.. Nanti gue nyusul pake baju biasa aja.. Gausa kuatir, gue tetep ganteng ✨.”

Sekiranya wajah Soonyoung bisa digambarkan dengan emoji itu. Bagaimanapun juga, Soonyoung tetap Soonyoung yang biasanya. Hoshi dengan bright vibenya.

...

Sekarang Soonyoung sudah berdiri mematut diri di hadapan cermin yang hampir setinggi badannya. Masih dengan stelan denim yang atasannya terlalu “ke atas” sehingga perutnya dapat terlihat dengan sempurna tanpa ada halangan yang menutupi.

Soonyoung mengangkat lengannya, memposisikan lengannya di depan keningnya sambil mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih nakal. Pikirnya, ya seperti ini harusnya ia bergaya di depan kamera Mingyu. Tapi bagaimana, dia belum siap untuk menunjukkan tubuhnya yang belum terbentuk sempurna itu.

“Lo tuh sebenernya ganteng, Soonyoung.. Kenap—”

“Iya,”

Soonyoung terperanjat begitu suara yang lain di luar sana memberikan sahutan atas gumamnya barusan.

“Siapa?”

“Jihoon. Bukain dong, gue juga mau liat, katanya Soonyoung ganteng.”

Jihoon berkata sambil mengetuk pintu ruang ganti yang berisi Soonyoung.

Soonyoung membuka pintunya. Kepalanya mengintip dari dalam dengan pintu yang sedikit terbuka. Ia memperhatikan keadaan di sekitar ruang tersebut untuk memastikan apakah ada orang lain selain Jihoon atau tidak.

“Gada orang.” ucap Jihoon sambil mendorong kepala Soonyoung dan memaksa dirinya untuk ikut masuk ke dalam ruang kecil itu.

Jihoon mengunci pintu, sementara Soonyoung hanya memperhatikan pria yang lebih mungil darinya ini, berbuat apa yang dia kehendaki.

“Kenapa liatin gue?”

“Lo mau ngapain? Jangan ngada-ngada deh, ini ruangan kecil.” jawab Soonyoung. Bukannya menjawab, Jihoon malah membalikkan tubuh Soonyoung agar menghadap ke cermin, kemudian memegang kedua lengannya dengan mantap.

“Bagus, kok. Gada yang bilang tubuh lo jelek. Even foto yang diambil Mingyu juga hasilnya bagus.”

“Kalo lo yang ngomong, sih..”

“Ah, mau ditunjukin lagi lebih bagusnya tubuh lo itu gimana?”

Wajah Jihoon ikut nampak di cermin itu, bersandar di lengan Soonyoung sambil memeluk orang yang dicintainya itu dari belakang. Matanya menatap mata Soonyoung melalui pantulan di cermin, yang meskipun begitu, sama sekali tidak mengurangi keindahan netra hitam yang tertutup kelopak agak sipit.

“Bentar deh,”

Setelahnya, Jihoon keluar dari ruang kecil itu meninggalkan Soonyoung dengan sejuta tanda tanya di benaknya.

Tidak perlu waktu yang lama hingga pada akhirnya Jihoon kembali ke dalam fitting room itu. Masih ada Soonyoung di dalamnya, tapi pria itu sedang duduk di samping cermin, seperti menunggu ayah yang hendak menjemputnya.

“Pake ini dulu biar makin ganteng.”

Jihoon menyodorkan water spray yang sebelumnya ia gunakan untuk menata surai member lainnya. Ia sadar, Soonyoung belum mendapat usakan jemari lentiknya di rambut hitam itu. Jadi sepertinya sekarang inilah waktunya Jihoon mengubah Soonyoung menjadi pria yang paling indah yang hanya dilihat oleh dirinya seorang.

“Berdiri, cepet.” perintahnya.

Soonyoung hanya tersenyum sambil menuruti perintah dari Jihoon. Perbedaan tinggi antara keduanya membuat Soonyoung sedikit menundukkan kepalanya begitu Jihoon mulai menata rambutnya. Satu kali, dua kali, tangan Jihoon terlalu terampil melakukannya. Jemarinya menelisik di antara helai rambut Soonyoung dan mengusaknya acak. Basah, namun tidak lepek. Sangat pas. Entah Jihoon memiliki kemampuan ini dari mana, yang jelas Soonyoung pun sedikit terkejut mengetahuinya.

“Jihoon, lo ngapain sih?”

“Bikin lo makin ganteng, biar lo pede, terus gue doang yang bisa ngeliatnya.”

Soonyoung terkekeh mendengar jawaban itu. Pandangnya lurus menatap netra Jihoon yang masih fokus dengan sisir dan surai miliknya. Indah. Ditambah dengan kacamata yang masih setia menggantung di hidungnya. Jihoon menjadi terlihat manis dan dewasa disaat yang bersamaan.

“Lo manis banget, kenapa deh?”

“Sekarang lo ngomong gini. Dari tadi kemana aja?”

“Kalo tadi itu harus ngendaliin. Kalo gue terlalu gemes sama lo, bisa bahaya.”

Jihoon menggeleng. Ia menghentikan kegiatannya, kemudian menangkup wajah Soonyoung. Memperhatikan hasil dari pekerjaan tangannya yang membuat Soonyoung terlihat semakin seksi dengan rambut basah yang mengacak.

“Ganteng banget.” ucap Jihoon sambil menepuk pipi Soonyoung, gemas. Soonyoung hanya tersenyum kemudian menoleh ke cermin di sampingnya. Melihat rupanya yang sedari tadi mendapat pujian bertubi-tubi dari si mungil Jihoon, teman yang dicintainya.

“Jadi ini penampilan gue yang ganteng, yang cuma bisa diliat lo doang?”

“Ngga, masih ada lagi.”

Jihoon meraih tengkuk leher Soonyoung, memaksanya untuk menundukkan kepalanya dan menempelkan bibir keduanya. Kakinya sedikit menjinjit, namun meskipun begitu, bibirnya dapat dengan tepat merasakan ranumnya bibir Soonyoung yang selalu terasa menagihkan. Ciuman yang awalnya hanya sebagai pancingan, berakhir menjadi lumatan-lumatan panas yang saling mendominasi. Seakan sebagai ajang pembuktian, bahwa siapalah yang paling dominan disini. Ditengah pergulatan kedua lidah mereka di dalam sana, tanpa sadar Jihoon terus memajukan tubuhnya ke arah Soonyoung hingga Soonyoung terpojok, bersandar pada dinding tipis ruang ganti itu.

...

Hari ini bukan hari yang buruk. Setidaknya. Bahkan Soonyoung sangat terkesan dengan kemampuan Mingyu dalam dunia fotografi. Dia bisa mengambil gambar yang terlihat profesional bahkan saat sang model tidak terlalu percaya diri dengan dirinya.

Ya, itu Soonyoung sendiri.

Sejujurnya semua ini berjalan tanpa rencana. Yang direncanakan hanyalah apa yang menjadi konten gose hari ini. Selebihnya, mengalir seperti air. Tanpa rencana dan bagusnya, berjalan lancar.

Termasuk kepada apa yang ia kenakan saat ini.

“Udahan kan, ya? Gue ganti baju, ya.”

“Yaelah hyung, buru-buru banget. Mumpung Mingyu masih megang kamera, gamau foto-foto lagi? Lo keren pake baju kaya gitu, tau.”

Itu suara Minghao yang sukses membuat dirinya kembali merasa 'apa iya?' Meskipun semua member berkata bahwa dirinya sangat cocok dengan pakaian seperti ini, tapi rasanya sekarang bukan saatnya dia menunjukkan otot perutnya yang belum sempurna ini. Yang ada malah membuat malu.... Dan ya, sekarang Soonyoung agak kurang percaya diri dan ingin cepat-cepat menjadi dirinya yang biasa.

“Skip deh, gue duluan ya. Kalian kalo masih mau foto-foto ya silahkan.. Nanti gue nyusul pake baju biasa aja.. Gausa kuatir, gue tetep ganteng ✨.”

Sekiranya wajah Soonyoung bisa digambarkan dengan emoji itu. Bagaimanapun juga, Soonyoung tetap Soonyoung yang biasanya. Hoshi dengan bright vibenya.

...

Sekarang Soonyoung sudah berdiri mematut diri di hadapan cermin yang hampir setinggi badannya. Masih dengan stelan denim yang atasannya terlalu “ke atas” sehingga perutnya dapat terlihat dengan sempurna tanpa ada halangan yang menutupi.

Soonyoung mengangkat lengannya, memposisikan lengannya di depan keningnya sambil mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih nakal. Pikirnya, ya seperti ini harusnya ia bergaya di depan kamera Mingyu. Tapi bagaimana, dia belum siap untuk menunjukkan tubuhnya yang belum terbentuk sempurna itu.

“Lo tuh sebenernya ganteng, Soonyoung.. Kenap—”

“Iya,”

Soonyoung terperanjat begitu suara yang lain di luar sana memberikan sahutan atas gumamnya barusan.

“Siapa?”

“Jihoon. Bukain dong, gue juga mau liat, katanya Soonyoung ganteng.”

Jihoon berkata sambil mengetuk pintu ruang ganti yang berisi Soonyoung.

Soonyoung membuka pintunya. Kepalanya mengintip dari dalam dengan pintu yang sedikit terbuka. Ia memperhatikan keadaan di sekitar ruang tersebut untuk memastikan apakah ada orang lain selain Jihoon atau tidak.

“Gada orang.” ucap Jihoon sambil mendorong kepala Soonyoung dan memaksa dirinya untuk ikut masuk ke dalam ruang kecil itu.

Jihoon mengunci pintu, sementara Soonyoung hanya memperhatikan pria yang lebih mungil darinya ini, berbuat apa yang dia kehendaki.

“Kenapa liatin gue?”

“Lo mau ngapain? Jangan ngada-ngada deh, ini ruangan kecil.” jawab Soonyoung. Bukannya menjawab, Jihoon malah membalikkan tubuh Soonyoung agar menghadap ke cermin, kemudian memegang kedua lengannya dengan mantap.

“Bagus, kok. Gada yang bilang tubuh lo jelek. Even foto yang diambil Mingyu juga hasilnya bagus.”

“Kalo lo yang ngomong, sih..”

“Ah, mau ditunjukin lagi lebih bagusnya tubuh lo itu gimana?”

Wajah Jihoon ikut nampak di cermin itu, bersandar di lengan Soonyoung sambil memeluk orang yang dicintainya itu dari belakang. Matanya menatap mata Soonyoung melalui pantulan di cermin, yang meskipun begitu, sama sekali tidak mengurangi keindahan netra hitam yang tertutup kelopak agak sipit.

“Bentar deh,”

Setelahnya, Jihoon keluar dari ruang kecil itu meninggalkan Soonyoung dengan sejuta tanda tanya di benaknya.

Tidak perlu waktu yang lama hingga pada akhirnya Jihoon kembali ke dalam fitting room itu. Masih ada Soonyoung di dalamnya, tapi pria itu sedang duduk di samping cermin, seperti menunggu ayah yang hendak menjemputnya.

“Pake ini dulu biar makin ganteng.”

Jihoon menyodorkan water spray yang sebelumnya ia gunakan untuk menata surai member lainnya. Ia sadar, Soonyoung belum mendapat usakan jemari lentiknya di rambut hitam itu. Jadi sepertinya sekarang inilah waktunya Jihoon mengubah Soonyoung menjadi pria yang paling indah yang hanya dilihat oleh dirinya seorang.

“Berdiri, cepet.” perintahnya.

Soonyoung hanya tersenyum sambil menuruti perintah dari Jihoon. Perbedaan tinggi antara keduanya membuat Soonyoung sedikit menundukkan kepalanya begitu Jihoon mulai menata rambutnya. Satu kali, dua kali, tangan Jihoon terlalu terampil melakukannya. Jemarinya menelisik di antara helai rambut Soonyoung dan mengusaknya acak. Basah, namun tidak lepek. Sangat pas. Entah Jihoon memiliki kemampuan ini dari mana, yang jelas Soonyoung pun sedikit terkejut mengetahuinya.

“Jihoon, lo ngapain sih?”

“Bikin lo makin ganteng, biar lo pede, terus gue doang yang bisa ngeliatnya.”

Soonyoung terkekeh mendengar jawaban itu. Pandangnya lurus menatap netra Jihoon yang masih fokus dengan sisir dan surai miliknya. Indah. Ditambah dengan kacamata yang masih setia menggantung di hidungnya. Jihoon menjadi terlihat manis dan dewasa disaat yang bersamaan.

“Lo manis banget, kenapa deh?”

“Sekarang lo ngomong gini. Dari tadi kemana aja?”

“Kalo tadi itu harus ngendaliin. Kalo gue terlalu gemes sama lo, bisa bahaya.”

Jihoon menggeleng. Ia menghentikan kegiatannya, kemudian menangkup wajah Soonyoung. Memperhatikan hasil dari pekerjaan tangannya yang membuat Soonyoung terlihat semakin seksi dengan rambut basah yang mengacak.

“Ganteng banget.” ucap Jihoon sambil menepuk pipi Soonyoung, gemas. Soonyoung hanya tersenyum kemudian menoleh ke cermin di sampingnya. Melihat rupanya yang sedari tadi mendapat pujian bertubi-tubi dari si mungil Jihoon, teman yang dicintainya.

“Jadi ini penampilan gue yang ganteng, yang cuma bisa diliat lo doang?”

“Ngga, masih ada lagi.”

...

Hari ini bukan hari yang buruk. Setidaknya. Bahkan Soonyoung sangat terkesan dengan kemampuan Mingyu dalam dunia fotografi. Dia bisa mengambil gambar yang terlihat profesional bahkan saat sang model tidak terlalu percaya diri dengan dirinya.

Ya, itu Soonyoung sendiri.

Sejujurnya semua ini berjalan tanpa rencana. Yang direncanakan hanyalah apa yang menjadi konten gose hari ini. Selebihnya, mengalir seperti air. Tanpa rencana dan bagusnya, berjalan lancar.

Termasuk kepada apa yang ia kenakan saat ini.

“Udahan kan, ya? Gue ganti baju, ya.”

“Yaelah hyung, buru-buru banget. Mumpung Mingyu masih megang kamera, gamau foto-foto lagi? Lo keren pake baju kaya gitu, tau.”

Itu suara Minghao yang sukses membuat dirinya kembali merasa 'apa iya?' Meskipun semua member berkata bahwa dirinya sangat cocok dengan pakaian seperti ini, tapi rasanya sekarang bukan saatnya dia menunjukkan otot perutnya yang belum sempurna ini. Yang ada malah membuat malu.... Dan ya, sekarang Soonyoung agak kurang percaya diri dan ingin cepat-cepat menjadi dirinya yang biasa.

“Skip deh, gue duluan ya. Kalian kalo masih mau foto-foto ya silahkan.. Nanti gue nyusul pake baju biasa aja.. Gausa kuatir, gue tetep ganteng ✨.”

Sekiranya wajah Soonyoung bisa digambarkan dengan emoji itu. Bagaimanapun juga, Soonyoung tetap Soonyoung yang biasanya. Hoshi dengan bright vibenya.

...

Sekarang Soonyoung sudah berdiri mematut diri di hadapan cermin yang hampir setinggi badannya. Masih dengan stelan denim yang atasannya terlalu “ke atas” sehingga perutnya dapat terlihat dengan sempurna tanpa ada halangan yang menutupi.

Soonyoung mengangkat lengannya, memposisikan lengannya di depan keningnya sambil mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih nakal. Pikirnya, ya seperti ini harusnya ia bergaya di depan kamera Mingyu. Tapi bagaimana, dia belum siap untuk menunjukkan tubuhnya yang belum terbentuk sempurna itu.

“Lo tuh sebenernya ganteng, Soonyoung.. Kenap—”

“Iya,”

Soonyoung terperanjat begitu suara yang lain di luar sana memberikan sahutan atas gumamnya barusan.

“Siapa?”

“Jihoon. Bukain dong, gue juga mau liat, katanya Soonyoung ganteng.”

Jihoon berkata sambil mengetuk pintu ruang ganti yang berisi Soonyoung.

Soonyoung membuka pintunya. Kepalanya mengintip dari dalam dengan pintu yang sedikit terbuka. Ia memperhatikan keadaan di sekitar ruang tersebut untuk memastikan apakah ada orang lain selain Jihoon atau tidak.

“Gada orang.” ucap Jihoon sambil mendorong kepala Soonyoung dan memaksa dirinya untuk ikut masuk ke dalam ruang kecil itu.

Jihoon mengunci pintu, sementara Soonyoung hanya memperhatikan pria yang lebih mungil darinya ini, berbuat apa yang dia kehendaki.

“Kenapa liatin gue?”

“Lo mau ngapain? Jangan ngada-ngada deh, ini ruangan kecil.” jawab Soonyoung. Bukannya menjawab, Jihoon malah membalikkan tubuh Soonyoung agar menghadap ke cermin, kemudian memegang kedua lengannya dengan mantap.

“Bagus, kok. Gada yang bilang tubuh lo jelek. Even foto yang diambil Mingyu juga hasilnya bagus.”

“Kalo lo yang ngomong, sih..”

“Ah, mau ditunjukin lagi lebih bagusnya tubuh lo itu gimana?”

Wajah Jihoon ikut nampak di cermin itu, bersandar di lengan Soonyoung sambil memeluk orang yang dicintainya itu dari belakang. Matanya menatap mata Soonyoung melalui pantulan di cermin, yang meskipun begitu, sama sekali tidak mengurangi keindahan netra hitam yang tertutup kelopak agak sipit.

“Bentar deh,”

Setelahnya, Jihoon keluar dari ruang kecil itu meninggalkan Soonyoung dengan sejuta tanda tanya di benaknya.

Tidak perlu waktu yang lama hingga pada akhirnya Jihoon kembali ke dalam fitting room itu. Masih ada Soonyoung di dalamnya, tapi pria itu sedang duduk di samping cermin, seperti menunggu ayah yang hendak menjemputnya.

“Pake ini dulu biar makin ganteng.”

Jihoon menyodorkan water spray yang sebelumnya ia gunakan untuk menata surai member lainnya. Ia sadar, Soonyoung belum mendapat usakan jemari lentiknya di rambut hitam itu. Jadi sepertinya sekarang inilah waktunya Jihoon mengubah Soonyoung menjadi pria yang paling indah yang hanya dilihat oleh dirinya seorang.

“Berdiri, cepet.” perintahnya.

Soonyoung hanya tersenyum sambil menuruti perintah dari Jihoon. Perbedaan tinggi antara keduanya membuat Soonyoung sedikit menundukkan kepalanya begitu Jihoon mulai menata rambutnya. Satu kali, dua kali, tangan Jihoon terlalu terampil melakukannya. Jemarinya menelisik di antara helai rambut Soonyoung dan mengusaknya acak. Basah, namun tidak lepek. Sangat pas. Entah Jihoon memiliki kemampuan ini dari mana, yang jelas Soonyoung pun sedikit terkejut mengetahuinya.

“Jihoon, lo ngapain sih?”

“Bikin lo makin ganteng, biar lo pede, terus gue doang yang bisa ngeliatnya.”

Soonyoung terkekeh mendengar jawaban itu. Pandangnya lurus menatap netra Jihoon yang masih fokus dengan sisir dan surai miliknya. Indah. Ditambah dengan kacamata yang masih setia menggantung di hidungnya. Jihoon menjadi terlihat manis dan dewasa disaat yang bersamaan.

“Lo manis banget, kenapa deh?”

“Padahal tadi lo diem aja.”

“Kalo sekarang boleh ga diem aja?”

Jihoon menggeleng. Ia menghentikan kegiatannya, kemudian menangkup wajah Soonyoung. Memperhatikan hasil dari pekerjaan tangannya yang membuat Soonyoung terlihat semakin seksi dengan rambut basah yang mengacak.

“Ganteng banget.” ucap Jihoon sambil menepuk pipi Soonyoung, gemas. Soonyoung hanya tersenyum kemudian menoleh ke cermin di sampingnya. Melihat rupanya yang sedari tadi mendapat pujian bertubi-tubi dari si mungil Jihoon, teman yang dicintainya.

“Jadi ini penampilan gue yang ganteng, yang cuma bisa diliat lo doang?”

...

Hari ini bukan hari yang buruk. Setidaknya. Bahkan Soonyoung sangat terkesan dengan kemampuan Mingyu dalam dunia fotografi. Dia bisa mengambil gambar yang terlihat profesional bahkan saat sang model tidak terlalu percaya diri dengan dirinya.

Ya, itu Soonyoung sendiri.

Sejujurnya semua ini berjalan tanpa rencana. Yang direncanakan hanyalah apa yang menjadi konten gose hari ini. Selebihnya, mengalir seperti air. Tanpa rencana dan bagusnya, berjalan lancar.

Termasuk kepada apa yang ia kenakan saat ini.

“Udahan kan, ya? Gue ganti baju, ya.”

“Yaelah hyung, buru-buru banget. Mumpung Mingyu masih megang kamera, gamau foto-foto lagi? Lo keren pake baju kaya gitu, tau.”

Itu suara Minghao yang sukses membuat dirinya kembali merasa 'apa iya?' Meskipun semua member berkata bahwa dirinya sangat cocok dengan pakaian seperti ini, tapi rasanya sekarang bukan saatnya dia menunjukkan otot perutnya yang belum sempurna ini. Yang ada malah membuat malu.... Dan ya, sekarang Soonyoung agak kurang percaya diri dan ingin cepat-cepat menjadi dirinya yang biasa.

“Skip deh, gue duluan ya. Kalian kalo masih mau foto-foto ya silahkan.. Nanti gue nyusul pake baju biasa aja.. Gausa kuatir, gue tetep ganteng ✨.”

Wajahnya Soonyoung bisa digambarkan dengan emoji itu. Pada akhirnya, bagaimanapun juga, Soonyoung tetap Soonyoung yang biasanya. Hoshi dengan bright vibenya.

...

Sekarang Soonyoung sudah berdiri mematut diri di hadapan cermin yang hampir setinggi badannya. Masih dengan stelan denim yang atasannya terlalu “ke atas” sehingga perutnya dapat terlihat dengan sempurna tanpa ada halangan yang menutupi.

Soonyoung mengangkat lengannya, memposisikan lengannya kepada keningnya sambil mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih nakal. Pikirnya, ya seperti ini harusnya ia bergaya di depan kamera Mingyu. Tapi bagaimana, dia belum siap untuk menunjukkan tubuhnya yang belum terbentuk sempurna itu.

“Lo tuh sebenernya ganteng, Soonyoung.. Kenap—”

“Iya,”

Soonyoung terperanjat begitu suara yang lain di luar sana memberikan sahutan atas gumamnya barusan.

“Siapa?”

“Jihoon. Bukain dong, gue juga mau liat, katanya Soonyoung ganteng.”

Jihoon berkata sambil mengetuk pintu ruang ganti yang berisi Soonyoung.

...

Terima kasih.

Mungkin itu yang akan Jihoon ucapkan kepada dua member lainnya yang ditugaskan oleh Mingyu untuk memilihkan outfit kepada masing-masing dari mereka. Tentu saja untuk konten Going Magazine hari ini.

Tapi terima kasih itu bukan untuk stelan yang dipilihkan untuknya hari ini, melainkan untuk outfit yang dipilihkan untuk seorang yang sedang duduk menyandarkan kepalanya di bahunya ini.

“Tapi aslinya gue malu pake baju kaya gini, Ji.”

Kepala Soonyoung masih bersandar di bahu Jihoon, sementara kedua telapaknya berada di atas perutnya yang terekspos itu, berusaha menutupinya.

“Ngapain malu sih ...” sahut Jihoon sambil menyingkirkan telapak Soonyoung yang menutupi perut indahnya.

” ... indah gini.” Jihoon melanjutkan ucapannya sambil mengusap pelan permukaan rata itu.

“Ji, jangan digituin...”

Bukannya berhenti, Jihoon malah semakin halus menyentuh otot perut Soonyoung yang mulai terbentuk itu. Jemarinya bergerak mengikuti garis tipis yang berada disana, menimbulkan rasa geli yang nyaman, perasaan yang menyenangkan.

“Kenapa?” tanya Jihoon singkat.

Soonyoung menyembunyikan wajahnya di bahu Jihoon, tangannya menggenggam tangan Jihoon yang masih berada di atas perutnya, berniat menghentikan perbuatan Jihoon yang tidak kenal tempat itu.

“Kalo lo yang pegang, gue jadi sensitif.”

Kekehan Jihoon terdengar sebagai jawaban atas pernyataan Soonyoung barusan. Tangannya melepas tangan Soonyoung, kemudian menepuk perut Soonyoung pelan. “Tapi suka, kan?”

“Uji-hyung!”

Belum sempat menjawab, suara Mingyu terdengar memenuhi ruang shooting itu, memanggil nama Jihoon. Ya, sebagai hair styler hari ini, Jihoon bersama water spraynya harus siap sedia kapanpun Mingyu membutuhkannya. Bahkan ketika dia sedang mencuri waktu untuk bermanja dengan Soonyoung, di tempat dan waktu yang sama.

“Ne!”


...

Dekapan hangat yang selalu membuat Soonyoung nyaman, hari ini pun ia terima begitu keluhnya selesai terucap dari bibirnya. Hanya ada satu orang yang dapat dipastikan menjadi subjek yang memberikan afeksi itu.

“Thank you, Ji.”

Lee Jihoon, orang asing yang ditemuinya enam tahun lalu ketika Soonyoung berdesakan di dalam kereta. Siapa sangka kalau ternyata sosok mungil itu sekarang telah menjadi tempat Soonyoung mengeluarkan keluhnya setelah seharian menghadapi hari yang berat.

“Lo kaya sama siapa aja.”

Erat peluk mereka belum berkurang, rasa hangatnya juga selalu sama setiap kali mereka melakukannya. Soonyoung menghela napas berat sambil menyandarkan dagunya di pundak Jihoon, seolah sedang melepas beban dari dalam tubuhnya.

“Tapi sorry, Ji. Untuk kesekian kalinya gue harus bilang ke lo kalo...”

“Iya,”

Jihoon melepas pelukannya sebelum Soonyoung menyelesaikan kalimatnya. Tapi pada akhirnya,

” ... gue gabisa cinta sama lo.”

Soonyoung tetap memutuskan untuk menyelesaikan ucapannya dan hati Jihoon kembali menjadi kepingan, untuk kesekian kalinya.

“Gausah ditegesin terus. Sana tidur, tar lo makin stress.” ucap Jihoon sambil bangkit dan menjauh dari Soonyoung.

“Jihoon,”

Langkahnya refleks terhenti dan kepalanya menoleh ke arah sumber suara.

“Thank you.”


...

Sebuah janji akan selalu menjadi hutang bagi siapapun yang mengucapnya. Tak terkecuali perkataan Soonyoung hari itu, tepat setelah upacara kelulusan di aula SMP nya kepada sahabatnya, Wonwoo.

“Kalo gitu lo bakalan pisah dari gue dong??”

Terbiasa bersama sejak kecil membuat perasaan nyaman tumbuh perlahan di benak keduanya. Dan ketika perpisahan tidak dapat terelakkan, sebuah janji terucap tanpa ada pikir panjang sebelumnya.

“Yaudah gapapa, lo kejar aja apa yang lo mau, kejar sampe dapet. Kalo waktunya udah tepat, nanti gue bakalan nikahin lo supaya gue ga pisah-pisah lagi dari lo.”

Apa sih, yang diharapkan dari ucapan anak usia 14 tahun? Perkataan itu harusnya lewat bagaikan angin karena pengucapannya pun tanpa pikir. Namun ketika Soonyoung bahkan lupa atas perkataannya itu, seseorang dari masa lalu itu kembali datang setelah bertahun-tahun terpisah darinya.

...

Soonyoung, lo inget omongan lo waktu kita lulus smp itu ga sih? Hahahaha.

Suasana di ruang obrolan daring itu tiba-tiba berubah.

Gue mau nagih itu, nih.

Gelembung pesan berwarna biru dengan nama kontak Wonwoo di atasnya, kembali terlihat. Dan itu berhasil membuat Soonyoung membeku sesaat.

'Ting'

Ponselnya kembali bergetar, nada notifikasi terdengar memberi tahu bahwa ada pesan lainnya masuk.

Ternyata, yang muncul bukan lagi kontak bernama Wonwoo.

Soonyoung, gue udah di depan. Cepetan turun atau lo gajadi gue traktir.

Galak amat. Gue turun sekarang, bawel.

Pesan terbalaskan kepada kontak bernama Jihoonie dan Soonyoung langsung melangkah keluar dari dalam kamarnya untuk menghampiri seseorang yang telah menunggunya di luar sana.


...

Dekapan hangat yang selalu membuat Soonyoung nyaman, hari ini pun ia terima begitu keluhnya selesai terucap dari bibirnya. Hanya ada satu orang yang dapat dipastikan menjadi subjek yang memberikan afeksi itu.

“Thank you, Ji.”

Lee Jihoon, orang asing yang ditemuinya enam tahun lalu ketika Soonyoung berdesakan di dalam kereta. Siapa sangka kalau ternyata sosok mungil itu sekarang telah menjadi tempat Soonyoung mengeluarkan keluhnya setelah seharian menghadapi hari yang berat.

“Lo kaya sama siapa aja.”

Erat peluk mereka belum berkurang, rasa hangatnya juga selalu sama setiap kali mereka melakukannya. Soonyoung menghela napas berat sambil menyandarkan dagunya di pundak Jihoon, seolah sedang melepas beban dari dalam tubuhnya.

“Tapi sorry, Ji. Untuk kesekian kalinya gue harus bilang ke lo kalo...”

“Iya,”

Jihoon melepas pelukannya sebelum Soonyoung menyelesaikan kalimatnya. Tapi pada akhirnya,

” ... gue gabisa cinta sama lo.”

Soonyoung tetap memutuskan untuk menyelesaikan ucapannya dan hati Jihoon kembali menjadi kepingan, untuk kesekian kalinya.

“Gausah ditegesin terus. Sana tidur, tar lo makin stress.” ucap Jihoon sambil bangkit dan menjauh dari Soonyoung.

“Jihoon,”

Langkahnya refleks terhenti dan kepalanya menoleh ke arah sumber suara.

“Thank you.”


...

Sebuah janji akan selalu menjadi hutang bagi siapapun yang mengucapnya. Tak terkecuali perkataan Soonyoung hari itu, tepat setelah upacara kelulusan di aula SMP nya kepada sahabatnya, Wonwoo.

“Kalo gitu lo bakalan pisah dari gue dong??”

Terbiasa bersama sejak kecil membuat perasaan nyaman tumbuh perlahan di benak keduanya. Dan ketika perpisahan tidak dapat terelakkan, sebuah janji terucap tanpa ada pikir panjang sebelumnya.

“Yaudah gapapa, lo kejar aja apa yang lo mau, kejar sampe dapet. Kalo waktunya udah tepat, nanti gue bakalan nikahin lo supaya gue ga pisah-pisah lagi dari lo.”

Apa sih, yang diharapkan dari ucapan anak usia 14 tahun? Perkataan itu harusnya lewat bagaikan angin karena pengucapannya pun tanpa pikir. Namun ketika Soonyoung bahkan lupa atas perkataannya itu, seseorang dari masa lalu itu kembali datang setelah bertahun-tahun terpisah darinya.

Soonyoung, lo inget omongan lo waktu kita lulus smp itu ga sih? Hahahaha.

Suasana di ruang obrolan daring itu tiba-tiba berubah.

Gue mau nagih itu, nih.

Gelembung pesan berwarna biru dengan nama kontak Wonwoo di atasnya, kembali terlihat. Dan itu berhasil membuat Soonyoung membeku sesaat.

'Ting'

Ponselnya kembali bergetar, nada notifikasi terdengar memberi tahu bahwa ada pesan lainnya masuk.

Ternyata, yang muncul bukan lagi kontak bernama Wonwoo.

Soonyoung, gue udah di depan. Cepetan turun atau lo gajadi gue traktir.

Galak amat. Gue turun sekarang, bawel.

Pesan terbalaskan kepada kontak bernama Jihoonie dan Soonyoung langsung melangkah keluar dari dalam kamarnya untuk menghampiri seseorang yang telah menunggunya di luar sana.


“Jihoonie, are you here?”

Suara yang tidak pernah asing di telinga Jihoon tiba-tiba terdengar, memecah fokusnya di pertengahan kegiatannya merangkai untaian kata.

“Uhm, here Soonyoung.”

Jihoon merapikan lembaran kertas yang belum terisi penuh bersama tumpukan lainnya. Berniat untuk merehatkan pikirannya sebentar, mumpung Soonyoung sudah datang.

Luaran hitam yang tebal dan panjang, dengan aksen oranye di beberapa detailnya. Ditambah dengan rambut Soonyoung yang sudah agak memanjang dan dibiarkan berantakan. Semua paduan itu menjadikan Soonyoung terlihat seperti karakter dari anime.

“Hah...”

Soonyoung menjatuhkan diri ke atas sofa di pojok studio Jihoon sambil membuka masker hitamnya. Uap dari dalam mulutnya, samar terlihat begitu ia menghela napas panjang barusan.

Jihoon langsung menghampiri Soonyoung dan ikut duduk di sebelahnya. Kedua telapak tangannya menepuk pipi Soonyoung pelan, sambil sesekali menekan dan menggerakannya hingga rupa Soonyoung berubah-ubah.

“Dingin, ya?” tanya Jihoon. Tangannya masih di pipi yang lebih tua, berdiam disana seolah sedang menyalurkan kehangatan.

“Iya,” jawab Soonyoung dibarengi anggukan. “Kamu sendirian disini. Ga dingin?” tanyanya balik.

“Dingin. Tapi tadi Hansol kesini sebentar.”

“Terus jadi ga dingin?”

“Iya lebih baik sih, daripada pas sendirian.”

“Oh.”

1.0


“Terima kasih atas kunjungannya!”

Suara sang pelayan ramah terdengar begitu melihat salah satu pelanggan kedainya yang sejak sore duduk di pinggir jendela, akhirnya bangkit dari kursinya dan melangkah keluar. Kerincing bel di pintu juga menandai dengan jelas bahwa pelanggan terakhir kedai ini sudah benar-benar meninggalkan kedainya dan berlalu menuju tempat tujuannya.

Jarum jam di dinding, hampir membentuk sudut 90 derajat dengan jarum pendek yang berada tepat pada angka 9. Tidak biasanya kedai tutup semalam ini. Jihoon, sang pelayan, sekaligus anak dari pemilik kedai ini, hanya tidak tega jika harus memperingati pelanggan terakhirnya barusan dan mengusirnya dengan halus.

Ia beranjak dari balik etalase yang hanya tinggal sedikit aneka roti dan kue yang tersisa. Pintu kedai dikuncinya dan papan bertuliskan close ia pasang menghadap keluar. Setelahnya, Jihoon menuju meja sang pelanggan terakhir untuk merapikan sisa makanannya.

“Eh?”

Sebuah tas hitam sedang duduk manis di atas kursi yang sebelumnya diduduki oleh sang pelanggan terakhir.

Bisa-bisanya..

Jihoon langsung melihat keluar kedai dan yak, mobil sang pelanggan itu baru saja berjalan menjauhi kedai, sementara tas hitam yang Jihoon yakini bahwa milik orang itu, masihlah berada di tangannya.

“Hah, ngerepotin aja..” eluh Jihoon sambil menghela napas. Kemudian sebuah teriakan menyusul,

“Ibu, aku pergi sebentar!”

Pikirnya, lebih baik ia mengejar mobil hitam pelanggan terakhirnya itu selagi belum terlalu lama dia pergi. Daripada Jihoon harus bingung, bagaimana memperlakukan tas yang mungkin berisi barang berharga milik sang empunya. Masih mending kalau sang empu nantinya akan berterima kasih, kalau saja malah Jihoon yang disangka mengambil? Pasti akan lebih rumit.

Motor matic yang biasa ia gunakan untuk mengantar pesanan kue dan roti, ia gunakan kembali untuk mengejar si pelanggan. Angin malam dan jalan yang belum sepi di senin malam, tidak menyurutkan konsentrasi pandangan Jihoon untuk tetap terfokus pada sedan hitam yang dikejarnya. Benar-benar senin malam yang berbeda dari biasanya.

Hingga pada akhirnya, sedan itu memasuki komplek perumahan yang tidak jauh dari kedai dan perlahan berhenti di pinggir waduk. Batin Jihoon bertanya-tanya, namun tetap mengikuti dan berhenti disana juga. Apa yang akan laki-laki itu lakukan semalam ini di waduk yang sudah sepi?

Pria dengan kemeja putih, lengkap dengan jas, dasi, dan celana panjang berwarna kontras, keluar dari dalam sedan dan menyibak rambutnya. Wajahnya terlihat lesu dan helaan napas berat barusan seperti menjelaskan bahwa hari ini bukanlah hari yang baik-baik saja untuknya. Jihoon yang melihat pria itu malah terdiam, seketika lupa dengan tujuan awalnya.

Kaki jenjang pria itu mulai melangkah menuju kursi di pinggir danau dan ia duduk disana. Duduk lagi setelah hampir 4 jam ia duduk di kedai Jihoon dan sekarang ia pergi hanya untuk mencari tempat duduk lainnya? Sepertinya memang kondisi hati pria ini sedang mendung.

Jihoon kembali tersadar dan langsung menurunkan standar motornya. Ia bergegas ke arah pria itu dan berharap semuanya segera selesai dan ia bisa kembali.

“Maaf, permisi.”

Pria itu menoleh ke arah sumber suara yang tidak lain adalah Jihoon. Ia memandangi Jihoon dari atas ke bawah, kemudian tersenyum.

“Ada apa dengan apron itu?”

Ah, benar. Jihoon bahkan sampai tidak sadar bahwa apron ini masih menggantung di tubuhnya, saking ia tergesa untuk mengejar pria ini. Sudah tertangkap basah dan terlanjur malu juga, jadi Jihoon hanya meringis menahan malu sambil memberikan tas hitam yang dibawanya.

“Ini, tas anda bukan?”

Pria itu hanya menepuk keningnya pelan dan kali ini tertawa ringan.

“Terima kasih. Kamu temuin ini dimana?”

“Di tempat duduk anda pas di kedai tadi..”

“Oh, kamu pelayan kedai, ya?”

Jihoon kembali tersenyum sambil mengangguk. Dia kira, pria di depannya ini sudah sadar bahwa dia adalah pelayan kedai yang ia kunjungi, saat melihat apron di tubuh Jihoon, ternyata tidak sama sekali.

“Kalo gitu, saya pamit. Sebaiknya anda jangan lama-lama disini. Ini sudah malam dan sepertinya kondisi anda sedang tidak baik.”

“Kelihatan jelas, ya?”

“Apanya?”

“Kalo saya lagi ga baik.”

Padahal memang terlalu jelas dari raut wajah dan pandangan yang meskipun bibir tersenyum, sayu dan sangat lelah. Tidak ada kata lain selain mendung, untuk menggambarkan suasana pria di hadapan Jihoon ini.

“Sangat jelas.”

“Kalo gitu, temani saya sebentar disini. Kamu bilang bahaya kan, kalo sendirian?”

Sepertinya akan memalukan jika Jihoon menolak, karena memang baru saja dia yang mengatakan seperti itu. Jadi tidak ada pilihan lain baginya untuk ikut serta duduk di sebelah pria itu dan menemaninya sebentar.

“Kamu pernah dikhianatin?”

Rasanya Jihoon bisa menebak, kemana obrolan ini akan pergi.

“Saya, ga inget.”

“Wah, kok bisa?”

“Saya selalu ngelupain apa yang harus saya lupain dan hanya ingat apa yang harus saya ingat.”

“Semudah itu kamu melakukan itu semua?”

“Iya.”

Helaan napasnya terdengar setelah jawaban singkat dari Jihoon. Tubuhnya bersandar di bangku dan pandangannya menatap lurus ke arah permukaan air waduk yang bergerak tenang.

“Saya mau jadi seperti kamu.”

“Saya benci ucapan itu.”

Pandangan pria itu teralihkan. Kali ini memandang Jihoon yang tidak memandangnya balik.

“Manusia itu punya keadaannya masing-masing dan ga sebaiknya mereka membandingkan miliknya dengan milik orang lain.”

Pria itu terkekeh pelan dan itu cukup membuat Jihoon keheranan.

“Kalo gitu, ajari saya untuk melakukan yang kamu lakukan. Nanti saya akan ubah itu menjadi versi saya.”

Sekarang gantian, Jihoon yang terkekeh mendengar perkataan pria ini. Impas sudah mereka.

“Saya bisa membuat anda melupakan orang yang mengkhianati anda, tapi saya tidak yakin kalau itu hal yang baik untuk anda..”

“Ya, saya pasti akan sangat terbantu jika ada orang yang bersedia membantu saya. Daripada saya stress dengan kenyataan..”

Mereka, bahkan Jihoon sendiri pun tidak yakin apa maksud dari perkataannya dan jawaban yang diberikan pria ini. Yang jelas, niat awal Jihoon hanya ingin memberi sedikit ketenangan untuk pria di sampingnya supaya mendungnya tidak berlarut.

“Sebaiknya kita pulang, ini sudah larut.”

“Rumahmu dekat dari sini?”

“Kedai yang tadi, rumah saya di belakangnya. Kalo anda sendiri?”

“Lumayan. Hanya perlu melewati komplek ini, lalu jalan sedikit lagi.”

“Kalo gitu, hati-hati. Jangan mampir ke tempat lain lagi. Saya gabisa temani anda dan memastikan bahwa anda baik-baik saja sampai rumah.”

“Mungkin saya boleh minta kontak kamu, supaya saya bisa kasih kepastian ke kamu saat nanti saya sampai di rumah.”

“Hah..”

Mana sampai pikiran Jihoon kalau kata-katanya barusan ternyata malah mengarahkan pria ini untuk meminta kontaknya. Halus. Tetapi Jihoon juga tidak menolak dan menerima ponsel pria itu yang disodorkan kepadanya. Menekan beberapa angka di layar datar itu, kemudian menyimpannya di kontak ponsel milik pria itu.

“Kenapa namanya kaya gitu?”

“Karena kita belum kenalan.”

“Kalo gitu, semoga kita ketemu lagi. Lain kali, kita kenalan.”

Jihoon hanya mengangguk sambil tersenyum. Keduanya terdiam, sama-sama menunggu masing-masing untuk pergi.

“Saya akan pulang setelah anda benar-benar pergi.”

“Kenapa kamu sekhawatir itu dengan saya?”

“Saya adalah orang terakhir yang bersama anda. Kalo anda kenapa-kenapa, bisa-bisa saya yang disalahkan..”

Pria itu kembali tertawa dan langsung pamit kepada Jihoon untuk meninggalkan waduk itu terlebih dulu. Sampai sedan itu benar-benar berpindah lalu menjauh dari tempat itu, barulah Jihoon menghampiri motornya dan kembali ke kedai.

“Malem ini kenapa random banget..”