Chapter 12,5: Kedai Eskrim


Keindra tampak termenung menatap kosong langit-langit kamarnya, setelah menceritakan keresahannya kepada sang sahabat.

“Masa karena lama balas chat jadi marah sih? Tapi bisa juga sih, cuma aneh banget sampai abaikan gue kayak gitu!?”

Saking terlalu serius mengomel sendirian, Keindra sampai tidak sadar akan kehadiran Yardan yang sedari tadi berdiri di depan pintu kamarnya, menatap Keindra heran.

“Kei!”

Panggilan Yardan membuat si pemilik nama terperanjat, sontak ia pun terduduk di kasur.

“Ngangetin aja, ih!” Kesal Kei, melempar bantal berbentuk cupcake ke arah Yardan.

Bantal itu ditangkap dengan mulus oleh Yardan dan dilempar balik ke arah pemiliknya. Yardan pun masuk ke kamar Keindra, duduk di sudut kasur laki-laki manis itu.

“Ngomong sama siapa kamu? Penunggu kamar, ya?”

“Ngawur!”

“Lah terus ngapain juga ngomong sendiri. Lagi badmood, hm?” Yardan mengelus pipi berisi Keindra.

“Hmm ... ya gitu.”

“Mau makan es krim?”

“Malam-malam gini?”

“Mau nggak?”

“Mau! Mau!”

“Yaudah buruan ganti baju, kita pergi.”


Disinilah mereka berdua, kedai es krim langganan Keindra dan para sahabatnya. Keindra sengaja membawa Yardan ke sini tak lain karena ingin mengenalkan dunianya ke Yardan, sosok Yardan harus tau segala tentang dirinya.

“Mau rasa apa?” Tanya Yardan sambil melihat pilihan rasa es krim di etalase.

“Karamel aja. Ardan mau apa?”

“Samain aja deh, aku kesini cuma mau ngehibur kamu aja hehe.”

“Aaaㅡ sayang Ardan!” Keindra dengan percaya diri memeluk pinggang Yardan dari samping, tak peduli orang-orang melihat mereka berdua.

Setelah selesai memesan, keduanya memilih duduk di bagian tengah càfe, karena hanya tempat itu yang tersisa. Malam hari ini cuaca terasa sedikit panas, tak heran orang-orang ramai datang sekedar menyegarkan tenggorokan di malam hari.

“Pelan-pelan makannya Keindra ...” Yardan mengelap sisa-sisa eskrim di sudut bibir Keindra menggunakan tisu basah yang sengaja ia bawa.

“Udah pelan kok, Ardan ...”

Yardan menatap diam Keindra yang asik memakan es krimnya, “ada masalah apa?” Tanya sosok itu tiba-tiba.

Aktivitas memakan es krimnya terhenti, Keindra balik menatap Yardan dan menghela napas.

“Haris ...”

“Kenapa dia?”

Akhirnya Keindra menceritakan semua yang terjadi, mulai dari Haris yang tiba-tiba dingin kepadanya, hingga kejadian bekal tadi siang. Yardan mendengarkan dengan seksama, sesekali menyuapi es krim miliknya kepada Keindra.

“Jadi gitu, Dan. Ih! Ini dari tadi es krim kamu kasi ke aku mulu!” Keindra memukul pundak Yardan agar menghentikan kegiatannya.

“Hehehe ya es krim kamu udah habis, jadi makan punyaku aja.”

“Hmm ... jadi gimana, Dan?”

“Apanya?”

“HARIS!”

“Oh ... santai dong jangan teriakin nama orangnya kali, ntar tiba-tiba nongol gimana?”

“Nggak lah!”

“Tuh Haris di belakang kamu.”

Keindra sontak menoleh ke belakang, namun tak ada siapa-siapa. Sadar dirinya ditipu oleh Yardan, Keindra dengan geram mencubit lengan kurus Yardan, membuat empunya teriak kesakitan sambil tertawa, karena merasa lucu melihat ekspresi wajah Keindra.

“Lagian kamu mana tau yang namanya Haris ih!”

“Ya memang, kenapa kamu percaya? Gini ni kalau bucin jadi lupa dunia. Kata aku mah, udah biarin aja dulu si Haris, Haris itu. Mungkin dia lagi ada masalah, jadi nggak mood. Jangan karena dia kamu kebawa jelek juga mood-nya.”

“Hmm iya sih, tadi cerita sama kak Beryl juga ngomong gitu.”

“Ya udah, nggak usah galau deh!” Yardan dengan sengaja mondorong kepala Keindra, dan mengacak rambut yang lebih muda.

“Ardan udah ih!” Keindra menepis tangan Yardan. “Eh iya nanti Wira nyusul katanya, kayaknya lagi di jalan.”

“Aku belum ketemu sama temen-temen kamu, Kei.”

“Besok deh, aku bawa pas extra.”

“Emang boleh?”

“Boleh aja, asal nggak ganggu.”

Keduanya asik mengobrol sambil memakan cone es krim yang masih tersisa.

Kei?” Sebuah panggilan dan tepukan di pundak dari seseorang, membuat Keindra menoleh.

“Bang Satria! Kok lu bisa ada di sini!?” Keindra kaget melihat sosok Satria berdiri di belakangnya.

“Hahaha gila beneran elu ternyata, ketemu mulu kita hari ini.”

“Iya nih Bang, sempit banget deh dunia. Lu belum jawab gue kenapa ada disini!”

“Oh iya, ini càfe punya kakak gua. Kalau gabut gua kesini, mana tau ketemu orang yang gua kenal. Nah, bener kan ketemu gua sama elu hehehe. By the way siapa nih, Kei?” Satria tersenyum jahil, menaik turunkan alisnya melirik Yardan yang sedari tadi terdiam melihat interaksi mereka berdua.

“Eh iya ding lupa ngenalin! Ini Yardan, sepupu gue baru datang dari Singapura, kuliah disana, tapi dia seumuran elu kok, Bang. Dan kenalan gih!” Keindra menarik tangan Yardan agar bersalaman dengan Satria.

Satria tahu, orang yang sedang ia jabat tangannya ini adalah sumber kekesalan Haris. Sudut bibir Satria naik, tersenyum menyeringai saat tahu orang yang bernama Yardan ini hanyalah sepupu Keindra, tak lebih.

Haris tolol ... Haris tolol ...” batin Satria.

“Gua Satria, abang kelasnya Keindra.”

“Gua Yardan, sepupunya Keindra eh atau abang aja kali ya nggak pake sepupu, soalnya Keindra suka ngaku-ngaku sodara sama gua.”

“Jangan buka aib!” Tegur Keindra.

“Hahaha santai aja kali Kei nggak usah sewot gitu muka lu. Salam kenal ya, Yar. Santai aja sama gua mah, lu kalau mau pesen lagi, pesen aja gua yang traktir.”

“Gue mau bang!” Keindra mengangkat tangannya antusias layaknya balita.

“Gua nawarin Yardan bukan elu!” Satria mendorong dahi Keindra menggunakan telunjuknya.

“Pilih kasih!”

Weh kok rame!?” tiba-tiba Wira datang dan kebingungan melihat meja Keindra ramai.

“Nah Wira! Datang juga lu, gih sana pesen es krim sama Yardan, biar gua traktir, kalau Keindra biarin aja.” Satria masih saja betah menggoda Keindra.

“Bang Sat ih!”

“Eh ngumpat lu sama abang kelas!?” Satria melebarkan bola matanya.

“Hehehehe Bang Satria! Gitu!”

“Dih ngeles dih! Udah sana pesen lagi aja, santai sama gua mah. Lu juga Kei, daripada rewel cemberut mulu, lagi galau kan lu?”

“Nggak galau, ya!”

“Iyain aja dah, tenang kok Kei bekal lu dimakan sampai habis sama doi.”

“CIEEEEE!!” Suara Yardan dan Wira bersamaan menggoda Keindra.

“APASIH!?”

Ketiga laki-laki yang tingginya tidak main-main itu tertawa puas melihat wajah memerah Keindra.